bahasa arab 2

Tampilkan postingan dengan label bahasa arab 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa arab 2. Tampilkan semua postingan

bahasa arab 2
























menyatakan 
bahwa sifat huruf ada tujuh belas, menurut Nashr al-Juraisyi kebanyakan 
para ulama sepakat bahwa sifat bunyi bahasa Arab itu ada tujuh belas.
Sedangkan sekurang-kurangnya ada 13 sifat. Dan digolongkan menjadi 
enam golongan.
1. Jahr dan Hamas
Jahr yaitu kuatnya tekanan huruf pada tempat (makhrojnya), 
sehingga tidak mungkin bersama-sama.
Hams yaitu tidak kuatnya tekanan huruf pada makhroj sehingga 
bisa dikeluarkan sambil bernafas.
2. Syiddah, Rochwah, dan Tawassuth
Syiddah yaitu terkurungnya huruf dengan kuat, ketika dimatikan. 
.ب. ت. د. ط. ض. ك. ق ;Huruf-huruf ada tujuh yaitu
Rochwah yaitu ketika sesuatu huruf dimatikan, masih bisa berjalan 
dengan bebas, jadi tidak terkurung. Hurufnya adalah huruf-huruf 
yang tidak termasuk pada golongan syiddah dan tawassuth.
Tawassuth yakni tengah-tengah antara syiddah dan rochwah, 
.ا. م. ي. ر. د. ع. ل ;hurufnya ada delapan yaitu
3. Ithbaq dan Infitah
Ithbaq yaitu terkurungnya huruf (suara) antara lidah dan langit￾langit yang tepat di atasnya sebagai akibat menempelnya lidah di 
atas langit langit ini . Hurufnya ada empat yaitu; ظ.ط.ض.ص.
Infitah yaitu kebalikan dari ithbaq, dan huruf-hurufnya yang tidak 
termasuk dalam ithbaq.
4. Isti’la dan Inkhifadl
Isti’la yaitu menaik kelangit-langit yang tertinggi. Huruf-hurufnya 
ialah huruf-huruf ithbaq ditambah huruf خ .ع .ق.
Inkhifadl disebut juga ishtiful, yakni kebalikan isti’la, dan huruf￾hurufnya ialah huruf-huruf yang tidak termasuk dalam huruf isti’la.
5. Dzalaqoh dan Ishmat
Dzalaqoh yaitu ringannya huruf-huruf ketika diucapkan adapun 
huruf-hurufnya ada enam terkumpul dalam kata-kata بنفل مر. yakni 
huruf-huruf م ،ر ،ب ،ن ،ف .ل. Sebab ringannya huruf ini  ialah 
sebab  tiga huruf diantaranya keluar dari ujung lidah yaitu huruf￾huruf ن ،ل ،ر. Dan yang tiga lainnya dari bibir yaitu huruf-huruf ،ف ،م
.ب 
Ishmat secara bahasanya adalah tercegah yaitu dicegah hanya 
memakai  hurufnya untuk menyusun kalimat bahasa Arab 
yang lebih dari tiga huruf yang menjadi huruf akar pada kalimat. 
Merupakan kebalikan dari dzalaqah, hurufnya juga selain dari huruf 
dzalaqoh.
6. Shafir dan Lojjin
Shafir adalah suara yang menyerupai suara unggas atau hewan 
sebab  menyebut hurufnya dengan suara berdesir dan kuat dari 
antara dua bibir mulut. Hurufnya ada tiga yaitu س ،ز ،ص. Perbedaan 
safir dan hams adalah desiran napas yang lebih kuat dibandingkan 
hams yang sekadar membunyikan hurufnya dengan hembusan 
nafas yang lebih ringan.
Lojjin atau Liin yakni lunak, dan menjadi sifat huruf mad yang tiga, 
.و، ا، ي ;y
Konsonan adalah kondisi penyumbatan dalam keluar 
pengucapannya atau bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat 
aliran udara pada salah satu tempat disaluran suara.
Bisa juga diartikan dengan bunyi letupan, bunyi geseran, bunyi 
bersuara atau bisa juga bunyi tidak bersuara. Konsonan selalu 
mendapatkan hambatan disaluran udara , baik hambatan kuat atau lemah, 
sehingga mengakibatkan adanya letupan atau geseran. Yang termasuk 
konsonan juga adalah semua bunyi yang udaranya keluar dari hidung 
ketika artikularasi atau bunyi yang udaranya keluar dari samping kiri 
atau kanan mulut. Konsonan (حروف/صوامت) adalah bunyi letupan, bunyi 
geseran, bunyi bersuara atau bisa juga bunyi tidak bersuara. Konsonan 
selalu mendapatkan hambatan di saluran udara, baik hambatan kuat 
atau lemah, sehingga mengakibatkan adanya letupan atau geseran. Yang 
termasuk konsonan juga adalah semua bunyi yang udaranya keluar 
dari hidung ketika diartikulasikan atau bunyi yang udaranya keluar dari 
samping kiri atau kanan mulut.
Konsonan atau huruf mati adalah fonem yang bukan vokal dan 
dengan kata lain direalisasikan dengan obstruksi. Jadi aliran udara yang 
melewati mulut dihambat pada tempat-tempat artikulasi.
Sebagian pakar fonetik bahasa Arab menyebutkan bahwa konsonan 
dalam bahasa Arab terdiri dari 28 konsonan, sebagian lagi menyebutkan 
terdiri dari 26 konsonan. Yang menyebutkan 28 konsonan adalah yang 
memasukkan dua buah semivokal ke dalam konsonan, sedangkan yang 
berpendapat 26 konsonan tidak memasukkan semivokal ke dalam 
konsonan.Para ahli fonetik membagi konsonan menjadi beberapa bagian 
berdasar  sudut pandang yang berbeda-beda. 
Huruf yang menghasilkan bunyi dalam bahasa Arab ada 28. Sebagai 
berikut : (susuan hizaiyah)
Pembagian Konsonan Menurut Makhrajnya
Makhraj adalah tempat tertentu di saluran udara yang mengalami 
pengejangan lebih keras dari yang lain dan merupakan tempat penuturan 
suatu konsonan. Sebagaian pakar fonetik bahasa Arab merinci makhraj 
konsonan Arab menjadi sebelas macam. Berikut rinciannya.
1. Konsonan labial (شفوية) yang terdiri dari و-م-ب
2. Konsonan labiodental (أسنانية-شفوية) yang terdiri dari ف
3. Konsonan interdental (األسنانية بني) yang terdiri dari ظ-ذ-ث
ت-ط-د-ض- yang terdiri dari (أسنانية-لثوية) 4. Konsonan alveodental
ل-ن
5. Konsonan alveolar (لثوية) yang terdiri dari ص-س-ر-ز
6. Konsonan alveopalatal (حنكية-لثوية) yang terdiri dari ج-ش
7. Konsonan palatal (طبقية) yang terdiri dari ي
8. Konsonan velar (حنكية) yang terdiri dari خ-غ-ك
9. Konsonan uvular (لهوية) yang terdiri dari ق
10. Konsonan pharyngal (حلقية) yang terdiri dari ح-ع
11. Konsonan glottal (حنجرية) yang terdiri dari ه-ء
C. Pembagian Konsonan Menurut Organ Bicara 
Aktif
Dalam sudut pandang organ bicara aktif yang difungsikan dalam 
menghambat atau menekan saluran udara ketika mengartikulasikannya, 
konsonan dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Yang dimaksud dengan 
organ bicara aktif adalah bibir bawah (labial), ujung lidah (apiko), 
tengah lidah (medio), pinggir lidah (lamino) dan belakang lidah (dorso). 
Konsonan dari sudut pandang ini dapat dibagi menjadi sebelas macam.
1. Konsonan bilabial, yang terdiri dari و-م-ب
2. Konsonan labiodental, yang terdiri dari ف
3. Konsonan apikointerdental, yang terdiri dari ظ-ذ-ث
ت-ط-د-ض-ل-ن 4. Konsonan apikodental, yang terdiri dari
5. Konsonan apikoalveolar, yang terdiri dari ص-س-ر-ز
6. Konsonan apikopalatal, yang terdiri dari ج-ش
7. Konsonan mediopalatal, yang terdiri dari ي
8. Konsonan dorsovelar, yang terdiri dari خ-غ-ك
9. Konsonan uvular yang terdiri dari ق
10. Konsonan pharyngal, yang terdiri dari ح-ع
11. Konsonan glottal, yang terdiri dari ه-ء
D. Pembagian Konsonan Menurut Pengarti￾kulasiannya
Dasar yang menjadi pertimbangan dalam pembagian ini adalah 
tingkat hambatan yang terjadi terhadap arus udara, hambatan total, atau 
hambatan parsial dan distorsi yang terjadi terhadap jalan keluar udara 
sebagai akibat kuatnya hambatan yang terjadi terhadap arus udara, 
sehingga udara terpaksa mencari jalan keluar melalui rongga hidung atau 
melalui celah-celah di pinggir mulut.
Dalam sudut pandang ini konsonan bahasa Arab di bagi menjadi 
tiga macam. Rinciannya adalah 
1. Konsonan letupan (االنفجارية األصوات).
Konsonan letupan adalah bunyi yang ketika diartikalusikan 
mendapat hambatan kuat dari organ bicara dan tidak ada  jalan 
keluar udara, baik dari hidung atau dari samping kiri dan kanan 
mulut sehingga udara terkepung dibelakang organ bicara ini . 
Kemudian organ bicara ini  membuka jalan udara dengan 
cepat, yang mengakibatkan terdengarnya bunyi seperti letupan. 
Konsonan yang terjadi dengan cara inilah yang disebut dengan 
bunyi letupan. Yang termasuk konsonan ini dalam bahasa Arab 
.ب-ت-ط-د-ك-ق-غ-ء adalah
2. Konsonan Geseran (االحتكاكية األصوات).
Konsonan geseran adalah bunyi yang ketika diartikulasikan organ 
bicara tidak merapat kuat, tetapi memberikan peluang untuk 
udara agar dapat lewat dengan leluasa di areal itu, walaupun harus 
mengakibatkan terjadinya semacam getaran. Konsonan dengan 
kondisi seperti inilah yang di sebut dengan konsonan geseran. 
Adapun yang termasuk dalam konsonan geseran dalam bahasa 
ف-ث-ذ-ظ-ص-ش-ز-خ-غ-ح-ع-ه Arab adalah
3. Konsonan Gabungan (املركبة األصوات).
Konsonan gabungan adalah bunyi yang ketika diartikulasikan udara 
yang datang dari paru-paru mendapat hambatan kuat dari organ 
bicara, tetapi ketika organ bicara ini  memberikan kesempatan 
untuk lewatnya udara, hal ini  tidak terjadi secara cepat 
sehingga tidak terjadi semacam letupan. Konsonan letupan dalam 
bahasa Arab adalah ج.
Jenis-jenis konsonan bahasa Arab (Sumber foto: islamawareness.
net)
E. Pembagian Konsonan Menurut Posisi Pita 
Suara
Dalam sudut pandang ini, konsonan terbagi menjadi dua bagian. 
Berikut adalah penjelasannya.
1. Konsonan Bersuara (املهجورة األصوات).
Konsonan bersuara adalah bunyi yang terjadi ketika udara yang 
datang dari paru-paru disambut oleh dua pita suara yang dengan 
kondisi bersentuhan (tidak merapat) sehingga udara tetap saja bisa 
keluar masuk di antara kedua pita suara ini , tetapi dengan 
mengakibatkan terjadinya gesekan yang teratur antara dua pita 
suara ini . Konsonan bersuara dalam bahasa Arab adalah -و-ب
.م-ن-د-ض-ز-ل-ر-خ-ي
2. Konsonan Tidak bersuara (املهموسة األصوات).
Konsonan tidak bersuara adalah konsonan yang terjadi dengan 
tidak ada hambatan terhadap udara yang datang dari paru-paru, 
sebab  kedua pita suara menyambutnya dengan kondisi berjauhan 
sehingga udara dengan leluasa keluar masuk tanpa mengakibatkan 
adanya pergesekan antara dua pita suara ini . Konsonan bahasa 
-ف-ث-ت-طس-ص-ش-ك-خ-ق-ح-ه-ء Arab yang tidak bersuara adalah
F. Pembagian Konsonan Menurut Sumber Arus 
Udara
Dalam sudut pandang ini, konsonan dapat di bagi menjadi dua 
bagian, yaitu:
1. Konsonan dengan arus udara egresif (eksplosif).
Konsonan arus udara egresif adalah konsonan yang dalam 
pembentukannya memakai  arus udara pernapasan yang 
datang dari paru-paru, kemudian melewati saluran udara seperti 
kerongkongan, lokasi pita suara, tenggorokan, rongga mulut dan 
rongga hidung.
2. Konsonan dengan arus udara ingresif (implosif).
Konsonan arus udara ingresif adalah konsonan yang dalam 
pembentukannya memakai  arus udara yang datang dari luar, 
kemudian dibentuk di tempat saluran udara. Konsonan jenis ini 
.ص-ض-ط-ظ misalnya
Diringkas dan disarikan dari buku yang berjudul Bunyi Bahasa 
Arab, Ilmu Al-‘Ashwat Al-‘Arabiyyah karya Dr. H. Ahmad Sayuti Anshari 
Nasution, M.A.
G. Klasifikasi Konsonan Arab Dan Sifatnya
Sebagai mana yang telah diketahui, suara dalam bahasa Arab 
berdasar  tempat keluarnya udara dan sifatnya dengan bagaimana 
cara pengucapannya berdasar  keluar sesuai dengan anggota huruf￾hurufnya : 
1. Konsonan Bilabial الشفتانية: ( hambat, bersuara) Terdiri dari / ب
// م 
a. Huruf ba ( ب)
Cara pengucapannya :
1) Tempelkan bibir bawah dan bibir atas menutupnya 
dengan sempurna, lalu menahannya udara di belakang 
kedua bibir ini .
2) Kemudian buka atau lepaskan dua bibir dengan terbentuk, 
maka akan keluar udara yang sangat terhembus.
3) Meninggikan suara sesuai saluran hidung maka akan 
keluar udara di mulut.
4) Bergetarnya pita suara.
b. Huruf Mim ( م) 
Suara mim “ dua bibir – hidung – jelas”. Cara pengucapannya: 
1) Tempelkan bibir bawah dan bibir atas menutupnya 
dengan sempurna, lalu menahannya udara di belakang 
kedua bibir ini .
2) Merendahkan di langit-langit lunak , maka akan keluar 
udara di rongga hidung.
3) Bergetarnya pita suara.
2. Konsonan Labio-dental األسنانية-الشفهية ( tak bersuara ) : Terdiri 
/ ف / da
Huruf fa ( ف). Suara huruf fa ” bibir – gigi – gesekan – hembusan. 
Cara pengucapannya :
1) Bertemu nya biibir bawah dengan gigi atas
2) Maka akan keluar dengan gesekan dari lubang yang sempit 
antara bibir dan gigi.
3) Tidak bergetar pita suara.
ث / ذ / ظ / Terdiri dari :األسنانية بني 3. Konsonan Interdental
a. Huruf tsa ( ث) geseran, tak bersuara.
Suara huruf Tsa “ antara lidah – gesekan – hembusan. Cara 
pengucapannya :
1) Meletakan ujung lidah antara gigi aas dan gigi bawah 
dengan berbentuk suara yang terhembus.
2) Hembusan udara yang lewat dengan sempit dan keluar 
akibat gesekan.
3) Tidak bergetar pita suara
b. Huruf dhal ( ذ) bersuara.
Suara dhal “ujung – gigi – gusi – ledakan - jelas. Cara 
pengucapannya :
1) Meletakan ujung lidah antara gigi atas dan gigi bawah 
dengan berbentuk suara yang terhembus.
2) Udara lewat dari tempat yang sempit dan akan keluar 
akibat gesekan.
3) Tidak bergetar pita suara
c. Huruf dzho ( ظ) geseran, bersuara.
Suara dhzo “ anatara gigi – gesekan – jelas – langit-langit 
lunak. Cara pengucapannya :
1) Meletakan ujung lidah antara gigi atas dan gigi bawah 
dengan berbentuk suara yang terhembus.
2) Hembusan udara yang lewat dengan sempit dan keluar 
akibat gesekan.
3) Tidak bergetar pita suara.
4) Mengangkat lidah bagian akhir dalam pengucapannya.
4. Konsonan Apico-dento-alveolars اللثوية-األسنانية - الذلقية: Terdiri 
/ت / د / ط / ض / ل / ن / d
a. Huruf ta ( ت) tak bersuara
Suara huruf ta “ ujung – gigi – gusi – ledakan – hembusan. 
Cara pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan dua lipatan dan gusi 
bagian depan
2) Memisahkan ujung lidah dengan terbuka lebar, maka 
akan keluar udara ledakan
3) Tidak bergetar pita suara.
b. Huruf dhal ( د) hambat bersuara.
Suara dhal “ ujung – gigi – gusi – ledakan - jelas. Cara 
pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan dua asal gigi atas, 
berhadapan dengan gusi, maka akan terhembus 
dibelakang lidah.
2) Lalu, terpisahnya ujung lidah secara tiba-tiba. Maka akan 
terbuka lebar pertemuan lidah ini  dan akan keluar 
ledakan udara yang terhembus
3) Tidak bergetar pita suara.
c. Huruf Tho ( ط) 
Suara Tho “ ujung – gigi – gusi – suara eksplosif – hembusan 
– langit-langit atas. Cara pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan langit-langit gigi depan, 
maka udara akan tertahan di belakang
2) Lalu, terpisahnya ujung lidah, maka terbuka lebar dan 
akan keluar udara yang terhembus.
3) Tidak mengayunkan atau meninggikan suara.
4) Mengangkat akhir lidah ketika pengucapannya (langit￾langit mulut)
d. Huruf dho ( ض)
Suara dho “ ujung – gigi- gusi - suara eksplosif – jelas – langit￾langit lunak. Cara pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan langit-langit gigi depan, 
maka udara akan tertahan di belakang
2) Lalu, terpisahnya ujung lidah, maka terbuka lebar dan 
akan keluar udara yang terhembus.
3) Tidak bergetar pita suara
4) Mengangkat akhir lidah ketika pengucapannya (langit￾langit lunak) 
e. Lam (ل) 
Suara lam ( apiko – alveo – dental, samping, bersuara ). Cara 
pengucapan :
1) Menempelnya ujung lidah pada langit –langit atas dan 
gigi mencegah keluarnya udara 
2) Keluarnya udara dari sisi mulut 
3) Bergetarnya pita suara 
f. Nun (ن)
Suara nun (apiko – alveo – dental, nasal, bersuara). Cara 
pengucapan:
1) Bertemunya ujung lidah dengan gusi atas sehingga udara 
tertahan
2) Keluarnya udara dari rongga hidung
3) Bergetarnya pita suara

5. Konsonan ( apico – alveolars ) terdiri dari: ر , ص , س , ز
a. Zai (ز) 
Suara zai ( apiko – alveolar, geseran, bersuara ). Cara 
pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan ujung dua gigi seri yang 
bawah 
2) Udara melewati landasan sempit 
3) Bergetarnya pita suara 
b. Sin (س)
Suara sin (apiko – alveolar, geseran, tak bersuara). Cara 
pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan ujung dua gigi seri yang 
bawah 
2) Udara melewati landasan sempit 
3) Tidak bergetarnya pita suara 
c. Shod (ص)
Suara shod (apiko – alveolar, geseran, tak bersuara, velarized). 
Cara pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan ujung dua gigi seri yang 
bawah 
2) Udara melewati landasan sempit 
3) Tidak bergetarnya pita suara 
4) Naiknya pangkal lidah ke langit langit lunak 
d. Ro (ر)
Suara ro ( apiko – alveolar, getar, bersuara ). Cara 
pengucapan:
1) Terjadinya getaran antara lidah dan gusi 
2) Udara melewati saat terjadinya pengulangan 
3) Bergetarnya pita suara 
6. Konsonan ( fronto – palatals ) : ش , ج
a. Jim (ج) 
Suara jim ( lamino – platal, paduan, bersuara ). Cara 
pengucapan:
1) Bertemunya tengah lidah dengan langit langit atas maka 
terjadinya hambatan udara ( seperti yang terjadi pada 
suara eksplosif )
2) Berpisahnya Ujung lidah dengan langit-langit atas secara 
perlahan , lalu keluarlah udara ( seperti yang terjadi pada 
gesekan suara )
3) Bergetarnya pita suara.
b. Syin (ش) 
Suara syin (lamino – platal, geseran, tak bersuara). Cara 
pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan langit langit lunak lalu 
meninggalkan aliran udara yang sempit
2) Udara melewati jalur sempit dengan gesekan 
3) Tidak bergetarnya pita suara 
7. Konsonan ( centro – palatals ) : ي
Ya ( ي). Suara ya ( medio – platal, geseran bersuara. Cara 
pengucapan:
1) Tengah lidah naik ke langit-langit keras tanpa keduanya saling 
bertemu 
2) Aliran udara dikendalikan oleh tabung antara tengah lidah dan 
langit langit keras 
3) Bibir menyesuaikan saat berbicara 
4) Bergetarnya pita suara 
خ , غ , ك , و : ( 8. Konsonan ( dorso – vela
a. Huruf Kha {خ}
Suara kho (dorso – velar – geseran , tak bersuara). Cara 
pengucapan :
1) Bagian belakang lidah naik sampai hampir menempel di 
langit langit lunak 
2) Keluarnya udara dikelilingi jalan sempit antara pangkal 
lidah dan langit langit lunak 
3) Tidak bergetarnya pita suara 
b. Huruf Ghin {غ}
Suara Ghin “ Darso-Velar( Bunyi ujar yang terjadi sebab  
punggung lidah mendekati velum/langit-langit lunak), 
terkatup, gesekan, bersuara. Cara pengucapannya :
1) Mengangkat bagian belakang lidah sehingga hampir 
melekat pada talam( langit-langit mulut )
2) Udara akan keluar dari saluran yang sempit antara ujung 
lisan dan talam 
3) Dua pengikat tali busur bergerak
c. Huruf Kaaf {ك}
Suara Kaaf “ Dorso-velar, terkatup, semburan, tak bersuara. 
Cara pengucapannya : 
1) Ujung lidah bertemu dengan talam, maka tertahanlah 
apa yang di belakang ujung lidah dan talam gelombag 
udara.
2) Lidah akan terpisah dari talam, maka seketika itu 
keluarlah udara dengan kencang
3) Dua pengikat tali busur tidak bergerak.
d. Waawu {و}
 Suara waawu “ darso-Velar, talam, gesekan, bersuara, setengah 
harokat. Cara pengucapannya :
1) Mengangkat bagian belakang lidah ke talam,sehingga 
hampir menyentuhnya.
2) Membulatkan dua buah bibir atau menempatkan dua 
buah bibir untuk mengucapkan dhomah.
3) Dua pengikat tali busur bergerak.
9. Konsonan Dorso-uvular اللهوية-القصية: Terdiri dari / ق / ( Bunyi 
ujar yang terjadi sebab  pungggung lidah mendekati velum ).
Huruf Qhof { ق}. Suara Qhof “ jauh, hambat, tak bersuara. Cara 
pengucapannya :
1) Mengangkat bagian belakang lidah dan bertemu dengan velum, 
maka apa yang ada di belakang keduanya ada gelombang 
udara dari paru-paru.
2) Udara keluar setelah terpisahnya lidah dan velum ketika itu 
juga suara terhambat.
3) Dua pengikat tali busur tidak bergerak.
10. Konsonan Rooto-Pharyngeals احللقية-اجلذرية: Terdiri dari / ع / ح
(Bunyi ujar yang terjadi sebab  pungggung lidah mendekati velum) 
Suara-suara Rooto-Pharyngeals (Tenggorokan) 
a. Huruf Haa {ح}
Suara Al haa’u “ tenggorokan, geseran, tak bersuara. Cara 
pengucapaanya : 
1) Pangkal lidah mendekat ke pangkal tenggorokan, maka 
menyempit saluran tenggorokan.
2) Gelombang udara mengalir dari paru-paru dengan 
gesekan.
3) Pita suara tidak bergetar.
b. Huruf ‘Aiin {ع}
Huruf ‘Ain {ع} “ Rooto-pharyngeal, geseran, bersuara. Cara 
pengucapannya :
1) Pangkal lidah mendekat ke pangkal tenggorokan, maka 
menyempitlah saluran tenggorokan.
2) Gelombang udara merambat dari paru-paru dengan 
gesekan
3) Pita suara bergetar.
11. Konsonan Glottal احلنجرية : Terdiri dari / ه / ء/ Suara-suara 
Glottals ( pangkal tenggorokan pada pita suara ).
a. Hamzah {ء} 
Suara hamzah “ pangkal tenggorokan, hambat, antara bersuara 
dan tidak bersuara’. Cara pengucapannya :
1) Dua pengikat tali busur tertutup rapat, maka tertahanlah 
gelombang udara.
2) Dua tali busur terbuka, maka seketika itu udara 
berhembus dengan kencang.
3) Dua pengikat tali busur suara dalam satu tempat, bukan 
pada satu ucapan, baik dua pengikat tali busur bergerak 
ataupun tidak bergerak.
b. Haa (ه)
Suara Haa’u “ pangkal tenggorokan, geseran, tak bersuara’. 
Cara pengucapanya :
1) Dua pengikat tali busur terbuka, maka dengan itu 
mengalirlah udara antara dua pengikat tali busur berikut. 
2) Mulut terbuka sebab  adanya syakal yang terjadi ketika 
pengucapan pada harokat fathah.
3) Pita suara tidak bergetar.
Pengertian Bunyi Vokal 
Dalam bahasa inggris istilah vokal disebut voweles, dan dalam 
bahasa prancis voyelle, begitu juga dalam pelajaran bunyi bahasa arab, 
bunyi vokal mempunyai istilah yang sangat beragam. Seperti , الصوائت
.املصوتت, أصوات
Selain istilah Kata sowait, ada kata juga istilah yang lebih populer 
dalam dunia ilmu bunyi bahasa arab, disebabkan sebab  banyak 
dipakai nya kata itu oleh ulama-ulama ashwat, yaitu kata al- harokat 
(احلركات). Disebut al- harokat sebab  sebagaimana yang dikutip oleh 
kamal basyar dari pendapatnya ibnu jini, yaitu sebab  bunyi vokal bisa 
menjadikan huruf dapat bergerak ( dilafalkan). Bunyi huruf ba (ب) tidak 
bisa dilafalkan tanpa adanya harokat, namun ketika huruf ba ini  
diikuti oleh salah satu harokat ( fathah, atau domah di atas huruf ba 
ini  atau dengan harokat kasrah dibawah huruf ba ini ) maka 
huruf ini  menjadi hidup dan bisa dilafalkan ( ba, bi, bu).
Bunyi vokal dapat diketahui atau didefinisikan sebab  bunyi vokal 
ini  merupakan bunyi yang ketika dilafalkan udara bergerak secara 
tiba-tiba dari paru-paru melewati laring selajutnya menempati tempat 
berjalannya udara, baik dalam tenggorokan, mulut dan tidak ada  
hambatan yang dapat menyebabkan tempat keluarnya udara ini  
menyempit seperti halnya yang terjadi dalam bunyi rikhwah (gesekan), 
atau nafas terperangkat dan tidak bisa keluar seperti halnya yang terjadi 
dalam bunyi syidah ( letupan). (Annis 1999 : 26)
Pengertian yang lebih akurat mengenai bunyi vokal sebagaimana 
yang di kemukakan oleh ( Muhammad 1998 M : 91 ) yaitu bunyi-bunyi 
jelas, yang ketika dilafalkan udara keluar secara terus menerus dari 
hulu kerongkongan dan mulut tanpa adanya hambatan pada alat ucap 
yang memasuki hulu kerongkongan dan mulut ini , yang dapat 
menyebabkan terhalang keluarnya udara atau menyebabkan gesekan 
ketika didengar.Perbedaan bunyi vokal dengan konsonan adalah sebagai berikut :
1. Bunyi vokal lebih jelas daripada konsonan ketika didengar
2. Di seluruh bahasa jumlah bunyi vokal lebih sedikit dari pada 
konsonan
3. Konsonan tidak mempunyai makhroj huruf tertentu seperti halnya 
konsonan 
4. Bunyi vokal tidak mempunyai sifat huruf tertentu, yaitu dari segi 
bagaimanna cara keluarnya udara dari paru-paru. Sewaktu waktu 
bunyi vokal bercabang dari standar sifatnya sendiri pada sifat lain 
seperti pada letupan, gesekan, ganda, pengulangan, sampingan, dan 
khoisyum ( keluarnya huruf dari hidung).
5. Bunyi vokal jelas sebab  adanya kebutuhan (Keadaan Darurat), 
adapun bunyi konsonan terkadang jelas juga terkadang samar.
6. Ketika melafalkan bunyi vokal tidak terjadinya hambatan terhadap 
udara yang melewat atau keluar dari paru-paru, berbeda dengan 
bunyi konsonan yang ketika dilafalkan terkadang terjadinya 
hambatan terhadap udara ( udara terperangkap).
ada  tiga bunyi vokal pokok dalam bahasa arab, yaitu Kasrah, 
dhomah, dan fathah. Penamaan terhadap ketiga bunyi vokal ini 
dikemukakan atas inovasi seorang pelopor ahli bunyi-bunyi bahasa Arab 
yang jenius yaitu Abu Aswad Ad-duwali, yang telah menentukan kriteria 
atau standar untuk spesifikasi bunyi vokal bahasa Arab berdasar  
kedua mulutnya, Abu Aswad berkata “ Saya akan membaca Al-qur’an, 
dan jika kedua mulutku terbuka saat mengucapkan suatu huruf maka 
simpanlah tanda titik di atas huruf ini , dan untuk kasrahnya maka 
berikanlah tanda titik dibawah huruf ini , dan jika kedua mulutku 
mendekap ( bibir bawah dan atas merangkap, monyong) maka berikanlah 
tanda titik di atas sisi kiri huruf ini . (Basyar, 2000 M :22 ) perbuatan 
yang dilakukan abu aswad ini untuk membedakan diantara bunyi vokal. 
Jadi, bedasarkan keadaan mulut ini , vokal fatah sebab  terbukanya 
kedua mulut, dan kasrah sebab  melebar dan terbuka lebarnya mulutt, dan dhomah sebab  terhimpunyya mulut. Maka dari itu, bunyi vokal 
disebut juga ( As-Showait) yaitu, Fathah, dhomah, dan kasrah.
Untuk bunyi vokal ini diberikan kode atau tanda yang simple yaitu 
(َُِ) tanda ini merupakan inovasi dari seorang jenius yaitu Syekh Kholil 
bin ahmad Al-farohidi, ia berpendapat bahwa sesungguhnya bunyi 
vokal yang pendek pada hakikatnya merupakan sebagian huruf mad 
(vokal panjang) dari segi pelafalannya. Yakni bahwasanya bunyi vokal 
panjang dan vokal pendek merupakan representasi dari bagaimana cara 
melafalkannya, dan kedua vokal ini  hanya berbeda dari segi durasi 
atau lamanya pelafalan, sebab  dalam kedua vokal ini  ada  
hubungan individu – keseluruhan. Fathah setelah alif, kasrah setelah iya 
dan dhomah setelah wau, maka berdasar  hubungan ini maka wajib 
dalam penulisan harkat (vokal) diambil dari bagian suatu huruf atau dari 
satu huruf secara utuh. Maka berdasar  hal ini, tanda atau ciri untuk 
vokal pendek adalah (َُِ) akan tetapi perlu diperhatikan, banhwasanya 
tanda ini diambil dari huruf mad jadi hanya bertidak sebagai tanda , 
kode, yang tertulis saja, bukan dzat atau bentuk vokal itu sendiri. Bunyi 
vokal berdeda dengan tanda atau ciri vokal itu sendiri, adapun vokal 
yaitu fathah, dhomah, dan kasrah, kalau tanda atau ciri vokal yaitu (َُِ) .
Adapun harkat panjang untuk bunyi vokal yang tiga tadi yaitu 
fathah panjang ( Al- Alif Al-madd), kasrah panjang ( Al- ya Al-madd), 
dan dhomah panjang ( Al-waw al madd) . Ibu jinni mengisyaratkan 
terhadap ketiga vokal panjang ini pada tiga huruf yaitu (ي و ا) yaitu huruf 
yang meluas makhroj hurufnya sehingga udara tidak terputus ketika 
melafalkannya ( Basyar 2000 M : 221).
Macam- Macam Bunyi Vokal Dalam Bahasa 
Arab
Bunyi vokal dalam bahasa Arab ada 6, yaitu :
1. Fathah pendek / َ/Sepertiلنَ 
2. Kasrah pendek / ِ/Sepertiقفِ 
3. Dhomah pendek/ُ / Sepertiمُ
ق
4. Fathah panjang/اَ/sepertiصادَ
5. Kasrah Panjang/يِ/ sepertiميمِ
6. Dhomah panjang/وُ/Sepertiونُن
Dari seluruh vokal di atas semuanya memiliki sifat-siafat tersendiri, 
mungkin ada yang bersifat tebal, tipis, ataupun sedang. Sebagaimana 
yang telah kita ketahui bahwasanya vokal dilihat dari segi sifatnya ada 18 
bunyi. Bunyi vokal menjadi tipis jika di ikuti bunyi- bunyi yang bersifat 
 dan vokal ini  menjadi ,(ب ,د ,ت ,ء, ذ, ز, ع, ف, ث, س, ش, ح, ه, ) tipis
tebal jika di ikuti oleh bunyi-bunyi yang bersifat tebal ( ,ظ ,ط ,ض ,ص), 
dan vokal ini  bisa menjadi sedang jika diikuti oleh huruf ( خ ,غ ,ق) 
. Berikut ini penjelasan vokal beserta contohnya dalam sebuah kalimat :
1. Fathah pendek tipis, seperti كَ َ
َر
ي
2. Fathah pendek tebal, seperti َ
َر
َصب
3. Fathah pendek sedang, sepertiدَ عََ
ق
4. Kasrah pendek tipis, seperti ةََ
ْك
ِر
ب
5. Kasroh pendek yang tebal, seperti صحة
6. Kasroh pendek yang sedang, seperti : قبلة
7. Domah pendek yang tipis, sepertiيرك 
8. Domah pendek yang tebal, sepertiظلم
9. Domah pendek yang sedang, sepertiقتل
10. Fathah panjang yang tipis, sepertiيارك
11. Fathah panjang yang tebal, sepertiص
 12. Fathah panjang yang sedang, sepertiقاتل 
13. Kasroh panjang yang tipis, sepertiدين
14. Kasroh panjang yang tebal, sepertiطني 
15. Kasroh panjang yang sedang, sepertiغيبة
16. Domah panjang yang tipis, seperti مقتول
17. Domah panjang yang tebal, sepertiمغضوب
18. Domah panjang yang sedang, seperti مأخوذ
Bunyi vokal bahasa Arab dilihat dari segi panjang, pendeknya 
terbagi menjadi dua bagian: 
1. Vokal pendek yaitu domah pendek, kasroh pendek, fathah pendek. 
Yang dapat kita jumpai dalam kalimat بِ
ُت
ك
2. Vokal panjang yaitu ada  dalam domah panjang, fathah panjang, 
kasroh panjang. Seperti dalam kalimat صابرين ونواُ
ك
Vokal bahasa Arab dilihat dari segi bulatnya mulut ketika 
melafalkannya terbagi menjadi dua bagian: 
1. Vokal bulat yaitu vokal ketika melafalkannya mulut menjadi bulat, 
yaitu domah panjang dan domah pendek. 
2. Vokal tidak bulat yaitu vokal ketika dilafalkan dua mulut tidak 
menjadi bulat. ada  diselain domah pendek dan domah 
panjang. 
Vokal bahasa Arab dilihat dari segi terangkatnya lidah didalam 
mulut terbagi menjadi tiga bagian: 
1. Vokal tinggi yaitu vokal yang ketika dilafalkan lidah terangkat 
keatas rongga mulut, yaitu domah pendek, domah panjang, kasroh 
pendek, kasroh panjang. 
2. Vokal sedang yaitu vokal yang ketika dilafalkan lidah terangkat ke 
lubang mulut yaitu ada  dalam fathah pendek. 
3. Vokal rendah yaitu vokal yang ketika dilafalkan lidah ada  
dibawah lubang mulut (tidak terangkat) yaitu ada  dalam fathah 
panjang. 
Vokal dalam bahasa Arab dilihat dari segi bagian lidah yang 
terangkat ketika dilafalkannya terbagi menjadi tiga bagian: 
1. Vokal depan yaitu vokal yang ketika dilafalkan pangkal lidah 
terangkat yaitu ada  dalam kasroh pendek, kasroh panjang, dan 
fathah panjang.
2. Vokal tengah yaitu vokal yang ketika dilafalkannya tengah lidah 
terangkat yaitu ada  dalam fathah pendek.
3. Vokal belakang yaitu vokal yang ketika dilafalkan ujung lidah 
menjadi terangkat. ada  dalam domah pendek dan domah 
panjang. 
C. Bunyi Vokal Diftong 
Terkadang bunyi vokal dalam kebanyakan bahasa itu ada  
monoftong juga terkadang diftong dalam bahasa inggris bunyi vokal 
diftong dapat kita ketahui. Contohnya seperti far dan vokal diftong 
seperti fair.
Adapun dalam bahasa negara kita  dapat kita jumpai seperti contoh 
nak dan vokal diftong contohnya naik. 
Dalam bahasa Arab seluruh ulama ahli aswat bersepakat terhadap 
adanya bunyi vokal monoftong seperti ضرب – سَ لَجَ . 
Adapun dalam bunyi vokal diftong mereka berbeda pendapat, 
bahwasanya dalam bahasa Arab juga ada  bunyi vokal diftong seperti 
contoh dalam lafadz بون – لون – موت (aw), juga dalam lafadz بيت – ميل
 ليت – ( ay).Dan sebagian ulama ahli aswat berpendapat dan pendapat 
mereka jelas, kuat, dan lebih utama. Bahwasanya dalam bahasa Arab tidak 
ada  bunyi diftong, sebab  vokal diftong yaitu vokal yang merupakan 
satu kesatuan yang terdiri dari dua harokat. Adapun dalam kalimat tadi 
bukanlah satu kesatuan, akan tetapi dua vokal. Yang pertama berharakat 
dan yang kedua sukun. ( fathah + wawu dalam lafadz mautun, launun, 
baunun, dan fathah ditambah ya dalam lafadz mailun, laitun, baitun. 
Wawu dan ya terkadang keduanya berharakat dan juga terkadang 
mati. Maka dari itu ulama ahli ashwat menamainya dengan semi vokal. 
Adapun wawu dan ya, keduanya menjadi konsonn ketika dalam konteks 
berikut ini. (Basyar, 2000 M : 167, 168, 222 )
1. Jika wawu dan ya terletak di awal kalimat ( دُجَِ
ََجَد- ي
2. Jika wawu dan ya ini  di ikuti oleh hakat apapun – يةِ
َار- زَاو
ِحو
(تعاون- قيام(
3. Jika wawu dan ya ini  mati setelah fathah (بيت – موت)
D. Fungsi Vokal Dalam Sebuah Bahasa (Linguistik)
Vokal mempunyai fungsi sebagai perubah makna kalimat atau 
perbeaan suara yang mengakibatkan pebedaan pada makna, seperti yang 
akan dijelaskan berikut: 
1. “حلم“ dengan mendomahkan ha’ ini  akan berbeda 
maknanya ketika ha’ nya dikasrahkan. Serta lafadz “ حمل“ dengan 
memfathahkan mimnya akan berbda ketika mim nya dikasrah.
2. Lafadz “ بر“ dengan megkasrahkan ba’ nya akan berbeda maknanya 
ketika ba’ nya difathahkan atau didomahkan.
3. Lafadz “ مطر“ dengan memfathah pendekkan tha’ nya akan berbeda 
maknanya ketika tha’ nya difathah panjangkan. Sama berbedanya 
denga lafadz “ قتل“ dengan memfathah pendekkan qof dengan 
memfathah panjangkan qof trsebut.
4. Lafadz “ قال“ dengan memfathah panjangkan qof nya akan berbeda 
maknanya ketika qof nya dikasrah panjang. Maka dari itu vokal merupakan bagian fonem yang menjadi satuan 
terkecil dalam linguistik yang tidak memiliki makna akan tetapi mampu 
merubah makna atau menjadi pembeda makna dalam sebuah kalimat. 
Dapat kita perhatikan dalam contoh pertama, bahwasannya dommah 
dalam lafadz “ حلم“ dan kasrah dalam lafaz “ حلم“ keduanya memiliki 
makkna yang berbeda. Sama halnya dengan fathah dalam lafadz “حمل
“ dan kasrah dalam lafadz “ حمل“ keduanya mempunyai makna yang 
bebeda.
Maka dalam hal ini, kita mesti hati-hati bahwasannya vokal yang 
berperan diwilayah fonem ada  6 dasar bunyi (fathah pendek, fathah 
panjang, kasrah pendek, kasrah panjang, domah pendek, dan domah 
panjang). Adapun vokal dilihat dari segi tipis, tebal dan sedangnya, 
bukan merupakan tugas fonem , sebab  tidak menjadi pembeda makna 
diantara kalimat. Berbeda antara lafadz “ طال “ , “بال“ , dan “قال”, 
perbedaan ini  bukan di sebabakan harokat yang ada  dalam 
kalimat ini  (fathah panjang tipis dalam lafadz “بال” , fathah panjang 
tebal daam lafadz”طال”, dan fathah panjang sedang dalam lafadz “قال”), 
akan tetapi perbedaan ini  di sebabkan sebab  perbedaan vokal 
yang ada  dalam kalimat ini  ( [ب] lafadz “ط[ ,”بال] lafadz “طال”, 
dan [ق] lafadz “قال”), begitu juga berbeda diantar kalimat “صم”,”دم”, 
dan “قم”, bukan disebabkan prbedaan harokat akan tetapi disebabkan 
perbedaan vokal dalam kalimat ini  (domah pendek tipis lafadz 
“دم”, dommah tebal lafdz “صم”, dan dommah sedang lafadz “قم”). 
Begitu juga perlu diperhatikan bahwasanya bunyi vokal dalam 
konteks nahwu ( gramer) yang baku, itu mengeluarkan fungsi fonem 
untuk melangsungkannya fungsi dari morfin. Jika vokal berfonem tidak 
membawa dan merubah makna, itu disebab kan adanya morfhin yang 
membawanya pada makna yang telah lain yang telah ditentukan. Seperti 
dalam kata kerja (fiil) berikut ini (( كتبت ِ كتبت ُ ,كتبت, maka makna dari 
kata ini  berbeda secara grammer sebab  perbedaanya harkat yang 
terkandungnya sehingga membawanya pada makna lain yang berbeda. 
Adapun dhomah menunjukan pada(املذكر املفرد املتكلم) , dan pada 

Pengertian Suku Kata 
Suku kata adalah satu kata secara utuh atau komponen terkecil 
penyusun kata, suku kata bukanlah komponen terkecil sebuah bahasa 
sebab  sebuah bahasa itu tersusun minimal dari dua suku kata atau 
lebih,diantara komponen-komponen bahasa yaitu beberapa unit bunyi 
yang dikeluarkan atau yang diucapkan (Suku kata). Suku kata adalah satu 
unit bunyi yang ada  dalam semua kata yang terucap.dan kata dalam 
pembahasan bab ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Kata yang hanya tersusun dari satu suku kata saja disebut 
ْ ,َل ْم monosyllabic, seperti
ْ , َمن
. ) )ِمن
2. Kata yang tersusun dari beberapa suku kata disebut polysyllabic, 
seperti :
مت (, جلسة )جل + س + ة(, 
ْ )جا + لس + �
مُ
ْ � ت
س
َ
َ ا ل
َ َس )ج + ل + س (,ج
َ ل
ج
ِل جس )م + ل + س (
ْ
ج
َ
م
Konsep suku kata didasarkan pada jelasnya dua bunyi yang muncul 
ketika melafalkan bunyi-bunyi sebuah bahasa, dua bunyi ini  yaitu 
seperti yang dikemukakan oleh (Muslih,2011 M :73) :
1. Ketika melafalkan bunyi halus atau gamblang dalam sebuah 
kata disana ada  bunyi-bunyi tertentu yang terlihat jelas 
dan menghasilkan puncak kenyaringan bunyi.adanya puncak 
kenyaringan ini orang yang melafalkan terhadap bunyi ini akan 
merasakan debaran dalam dada.
2. Maka dari itu ketika udara dari paru-paru terdorong maka udara 
ini  pasti akan menemukan jalan untuk keluar .dari peristiwa 
ini timbulah puncak kenyaringan yang diikuti “Debaran dada” dan 
hal ini dinamakan suku kata.
3. Ketika melafalkan suku kata dalam sebuah kata disana dapat 
diketahui dalam keadaan waqaf (Berhenti) pada setiap satu suku 
kata,kata ini  , yakni disana ada  waqaf yang memisahkan antara satu suku kata dengan suku kata yang lain maka dari itu 
diberikanlah tanda (+) sebagai pemisah antar suku kata dalam 
sebuah kata 
4. Pada setiap suku kata harus ada  atau tersusun dari minimal satu 
bunyi vocal (vocal pendek /vocal panjang) dan harus ada  satu 
bunyi konsonan atau lebih yang mendahului bunyi vocal ini  
atau yang menghimpit soal ini  yang akan dijelaskan. Misalkan 
huruf-huruf berikut ص ح ص. Vocal {ح} harus selalu tercantum 
dalam setiap suku kata ,sebab  vocal merupakan seperti inti suku 
kata. Dalam setiap suku kata hanya ada  :
a. Bunyi vocal saja, baik vocal pendek {fathah, kasrah, dammah} 
atau vocal panjang {alif mad, ya mad, wau mad}.
b. Bunyi konsonan {ص} tercantum dalam suku kata akan 
tetapi tidak tetap bukan sebagai inti,dia hanya sebagai 
pembatas terkadang terletak sebelum dan sesudah inti suku 
kata,terkadang sebelum inti suku kata saja, juga kata saja.
bunyi konsonan yang terletak sebelum inti suku kata di sebut 
onset,konsonan yang terletak setelah inti suku kata disebut coda. 
Dan frekuensi atau jumlah coda atau jumlah onset itu dalam bahasa 
berbeda-beda ,bervariasi yang mencakup antara 0-3.dalam bahasa 
inggris contohnya terkadang jumlah onset tersusun dari tiga konsonan 
seperti dalam kata strategi dan skripsi dan juga dalam bahasa inngris 
coda tersusun dari tiga konsonan seperti Night,Flight.
Dalam bahasa dan hampir dalam semua bahasa suku kata itu 
tersusun hanya oleh satu vocal saja baik vocal pendek,atau panjang .dan 
setiap bunyi vocal itu didahului oleh bunyi konsonan,dan bunyi konsonan 
itu tidak pernah terletak di awal suku kata sebab  dalam bahasa Arab 
tidak ditemukan suku kata yang diawali oleh bunyi vocal.
Adapun dari segi pembagian pembeda antar suku kata dalam 
bahasa Arab bahwasanya onset itu tidak menambah satu bunyi konsonan 
dan koda juga tidak menambah dua bunyi konsonan seperti yang akan 
dijelaskan dalam table berikut ini:
Macam-Macam Suku Kata 
Suku kata berdasar  bunyi akhirnya terbagi menjadi dua macam 
bagian,yaitu :
1. Suku kata terbuka yaitu suku kata yang berkahir pada bunyi vocal 
pendek dan vocal panjang, suku kata terbuka pendek contohnya ذ 
 س رdalam kata )ذرس( dan suku kata terbuka panjang seperti contoh 
.) ال,في ,ما( :
2. Suku kata tertutup yaitu suku kata yang berakhir pada satu bunyi 
konsonan atau dua bunyi konsonan. Suku kata tertutup yang 
berakhir pada satu bunyi konsonan seperti ) لم,من ,من( dan yang 
berakhir pada dua bunyi konsonan seperti ) ,بنت , أنت ,قلب ( ketika 
waqaf.
Suku kata berdasar  segi panjangnya suku kata terbagi menjadi 
dua bagian yaitu,:
1. Suku kata pendek yaitu suku kata yang berakhir pada bunyi vocal 
pendek seperti ) س ر ذ ( semuanya merupakan suku kata pendek 
yang wajib terbuka.
2. Suku kata panjang yaitu suku kata yang berakhir pada bunyi vocal 
panjang seperti lafad في atau konsonan ) كن (
Pembagian suku kata berdasar  segi gelombang nada menjadi 
dua bagian,yaitu:
1. Suku kata bergelombang yaitu suku kata yang bertemu dengan 
nada utama dalam sebuah kata.maka dari itu suku kata ini tampak 
lebih jelas dan lebih tegas dari pada bagian lain dari dalam kata 
ini . Dalam satu kata ,suku kata bergelombang ini hanya lafadz 
 اسثغفر. suku kata ke-2 dalam kata ini  adalah satu suku kata 
bergelombang.
2. Suku kata tidak bergelombang yaitu suku kata yang tidak 
bergelombang.
C. Tanda-Tanda Suku Kata 
Berikut ini, tanda suku kata secara rinci :
(C) Bunyi Konsonan :ص
(CC) 2 Bunyi Konsonan :ص ص
(V) Vokal Pendek :ح
(VV) 2 Vokal alif mad, ya mad, wau mad :ح ح 
D. Karakteristik Suku Kata Dalam Bahasa Arab
Dalam bidang bahasa arab. Peneliti mengisyaratkan untuk 
mengelompokkan suku kata bahasa Arab ini berdasar  karakteristik 
umumnya, yaitu :
1. Suku kata dalam bahasa terbentuk atau tersusun minimal dari 2 
bunyi konsonan (CVح ص : ) dan maksimal tersusun dari 5 bunyi 
yaitu : konsonan, vokal, vokal, konsonan, konsonan. (CVVCC :ح ص
( ح ص ص 
2. Suku kata dalam bahasa Arab selalu ada  bunyi vokal.
3. Suku kata dalam bahasa Arab selalu diawali oleh bunyi konsonan, 
lalu di ikuti bunyi vokal.
4. Suku kata dalam bahasa Arab tidak diawali oleh bunyi vokal, seperti 
halnya inggris (art, ill, up), dan dalam bahasa negara kita  (alam, ikan, 
ubi).
5. Suku kata dalam bahasa Arab tidak diawali oleh 2 bunyi konsonan 
secara berurutan, seperti halnya yang ada  dalam bahasa 
inggris ( practice, street) atau dalam bahasa negara kita  ( praktek) 
atau dalam bahasa jawa (mlaku). Maka jelaslah akan tidak adanya 
2 bunyi konsonan yang berturut-turut dalam permulaan kalimat 
bahasa Arab sebab  dalam bahasa Arab ada  hamzah wasal 
dalam permulaan kata perintah (fiil amar) seperti lafadz ( إجلس ) 
.( ْجِل ْس ) penganti dari
6. Suku kata dalam bahasa Arab tidak diakhiri dengan 2 bunyi 
konsonan kecuali dalam keadaan waqof(berhenti).
7. Suku kata dalam bahasa Arab terkadang tersusun dari 2 bunyi 
konsonan secara berurutan.
E. Pola-Pola Suku Kata Dalam Bahasa Arab
Menurut karakteristik umum yang telah tadi dituturkan, maka 
kebanyakan jumhur atau peneliti dan pengajar bunyi bahasa sepakat 
bahwa suku kata dalam bahasa Arab mempunyai 6 pola atau bentuk. 
Tetapi mereka berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan dan menamai 
suku kata bahasa Arab ini . Berikut ini konsep pengklasifikasian 
suku kata yang di tuturkan oleh Kamal Basyar (200 : 510). pendapat 
ini merupakan pendapat yang paling simple dan paling jelas. Dalam 
pengklasifikasian suku kata bahasa Arab : 
1. Suku kata pendek mempunyai 1 pola : 
: Contoh (ص ح / CV)
a. Tiga suku kata dalam lafadz : بُ تُْكَت (Tak+Tu+Bu)
b. Suku kata pertama dan ke-2 dalam lafadz :تْ َ
كتبَ (Ka+Tab+Ta)
c. Suku kata ke-2 dan ke-3 dalam lafadz تْ َ
ََتب
ك (Ka+Ta+Bat)
2. Suku kata sedang mempunyai 2 pola :
: Contoh (ص ح ح /CVV)
a. Suku kata pertama dalam lafadz قابل (qaa+ba+la)
b. Suku kata ke-2 dalam lafadz يقابل (yu+qaa+bi+lu)
c. Suku kata terakhir dalam lafadz جلسا (ja+laa+saa)
3. Suku kata panjang mempunyai 3 pola :
: contoh ( ص ح ح ص /CVVC)
a. Suku kata pertama dalam lafadz نيّضال (daal+liinn) 
b. Suku kata ke-2 dalam lafadz ّ
ر يضا (yu+daar+ra)
c. Suku kata terakhir dalam lafadz حميم(ha+miim) dalam 
keadaan waqof atau mengabaikan i”rab
Pengertian Tekanan 
Tekanan (nabr) atau dalam bahasa Inggris disebut stress adalah 
aktivitas seluruh organ bunyi (speech organs) di waktu yang bersamaan. Pada 
saat pengucapan suku kata yang diberi tekanan, kita dapat menyaksikan 
bahwa seluruh organ bunyi beraktivitas secara penuh, dimana otot-otot 
paru-paru mengencang. Demikian pula halnya dengan gerakan dua pita 
suara (vocal cords), keduanya meregang dan saling mendekat satu sama lain 
untuk meminimalisir kadar udara yang keluar sehingga frekuensi getaran 
pun bertambah. Efeknya, bunyi yang dihasilkan menjadi kuat dan jelas 
di pendengaran. Situasi ini terjadi pada saat pengucapan buny-bunyi 
bersuara (majhur). Sedangkan pada bunyi-bunyi tak bersuara (mahmus), 
yang terjadi adalah kebalikannya, yakni kedua pita suara saling menjauh 
lebih daripada saat produksi bunyi tak bersuara yang tidak ditekan. 
sebab nya kadar udara yang dikeluarkan relatif lebih besar. 16
Selain itu, dapat ditemukan pula adanya aktivitas yang ekstra dari 
organ-organ bunyi lain saat pengucapan bunyi yang ditekan, seperti pada 
langit-langit (palate), lidah (tongue), dan kedua bibir (lips). Lain halnya saat 
produksi bunyi yang tidak mendapat tekanan, dimana jarak antara kedua 
pita suara relatif melebar sehingga tekanan udara pun ikut mengendor, 
dan pada gilirannya frekuensi bunyi ikut berkurang. Hal yang sama juga 
terjadi saat produksi bunyi tak bersuara, jarak kedua pita suara tidak 
terlalu lebar sehingga memungkinkan keluarnya udara dalam kadar besar. 
Organ-organ bunyi lain dalam situasi ini menjadi pasif dengan indikator 
langit-langit yang tidak menutupi rongga hidung (nasal cavity) secara 
maksimal seperti terjadi saat produksi bunyi yag mendapat nabr (stress). 
Jika dapat dilihat posisi lidah yang kurang stabil dan mapan, serta 
melemahnya agresivitas gerak kedua lidah (lips). Imbasnya, bunyi yang 
diproduksi pun tidak begitu jelas di pendengaran, bernada rendah, dan 
sukar ditangkap dari jarak dimana bunyi yang mendapatnabr (stress) dapat ditangkap dengan baik dari jarak itu. Biasanya, seseorang ketika bertutur 
cenderung memberikan tekanan pada bagian tertentu dari kata-kata 
yang diucapkannya. Tujuannya, untuk memperjelas bagian-bagian itu di 
telinga pendengar. Tekanan inilah yang diesbut dengan nabr atau stress.
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi 
segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga 
menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan 
keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan 
dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, 
pasti dibarengi dengan tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara 
sporadis, mungkin juga telah berpola, mungkin juga bersifat distingtif 
sehingga dapat membedakan makna, mungkin juga tidak distingtif.17
Berbeda dengan nada, tekanan dalam tuturan bahasa negara kita  
berfungsi membedakan maksud dalam tataran kalimat (sintaksis), tetapi 
tidak berfungsi membedakan makna dalam tataran kata (leksis). Dalam 
tataran kalimat tidak semua kata mendapatkna yang sama. Hanya kata￾kata yang dipentingkan atau dianggap penting saja yang mendapatkan 
tekanan (aksen). Oleh sebab  itu, pendengar atau 02 harus mengetahui 
maksud di balik makna tuturan yang didengarnya.18
Menurut kamal basyar (2000:512) tekanan itu adalah pelafalan satu 
suku kata pada sebuah kalimat dengan pelafalan yang paling jelas dan 
yang paling nyata atau tampak rasionya lalu pengertian di atas dijelaskan 
(1973:162) bahwasanya dalam pelafalan antara satu suku kata dengan 
suku kata yang lain itu berbeda-beda ada yang kuat dan ada juga yang 
lemah maka bunyi atau suku kata yang ditekan itu dilafalkan dengan 
memberikan proporsi pelafalan yang lebih banyak dan alat ucap dituntut 
untuk memberikan kekuatan lebih dalam pelafalannyaPerhatikan contoh perbedaan antara kuat dan lemahnya pada suku 
kata lafadz )ب-ر-ض( ضرب dapat diamati bahwasanya suku kata pertama 
)ض( itu diucapkan dengan tekanan lebih dibandingkan suku kata yang 
)ر-ب( lain
Menurut Tamam Hasan (1979:194) bahwasanya tekanan itu 
adalah jelasnya pelafalan suatu bunyi atau suku kata dibandingkan suku 
kata yang lain dalam sebuah ucapan. Menurut manaf mahdi muhammad 
(1998:125) tekanan itu adalah pelafalan satu suku kata yang ditentukan 
dengan kekuatan pelafalan yang lebih besar dibandingkan suku kata yang 
lain dalam sebuah kata atau kalimat. Menurut kamal Ibrahim (1982:139) 
bahwasanya tekanan itu adalah proporsi kekuatan yang diberikan untuk 
melafalkan satu suku kata agar bisa didengar lebih jelas dibandingkan 
suku kata yang lain. Menurut Muhammad ali al-huli (1987:158) tekanan 
adalah proporsi kekuatan pelafalan yang diberikan pada bunyi konsonan 
dalam satu suku kata sebuah kalimat atau jumlah. Jadi suku kata yang 
ditekan itu memerlukan tekanan pelafalan yang lebih dibandingkan suku 
kata yang tidak ditekan.
berdasar  pengertian di atas ada  beberapa perbedaan bentuk 
tekanan yang akan dijelaskan dalam poin-poin berikut ini :
1. Tekanan itu terilustrasi dalam jelasnya pelafalan atau jelasnya 
tekanan dalam satu suku kata sebuah kata 
2. Tekanan itu ada  dalam bunyi vocal bukan dalam bunyi 
konsonan 
3. Proporsi tekanan itu tidaklah mutlak, jika suku kata pertama 
(ك) dalam kata كتب itu merupakan suku kata yang ditekan dan 
dilafalkan dengan kekuatan yang paling besar dan paling jelas 
karna sesungguhnya (ك) ini  jika dibarengi dengan suku kata 
(ت( )ب) yakni bahwasanya suku kata (ك) yang ditekan itu lebih jelas 
terdengarnya dab lebih kuat pelafalannya dibandingkan dua suku 
kata yang lainnya ( ب,ت) ketika pelafalan nya4. Tekanan itu terjadi dalam pelafalan sebuah suku kata dengan 
mengerahkan tekanan yang lebih lebih dari pembicara.
Dan diperjelas poin no. 4 tadi oleh Muhammad Ali Al-Khuli 
(1987:160) pada beberapa aktivitas fisiologi yaitu :
a. Aktifnya seluruh organ bicara yang terlibat dalam pelafalan 
suku kata ini .
b. Aktifnya urat-urat paru-paru dengan bentuk yang berbeda￾beda untuk menahan udara dengan aktifitas yang besar 
c. Kuatnya gerakan dua pita suara dan dua pita suara ini  
memperluas getarannya, dan dua pita suara ini  sering 
saling berdekatan pada saat melafalkan bunyi huruf yang 
bersifat majhur (jelas) dan dua pita suara ini  saling 
berjauhan pada saat melafalkan bunyi huruf yang bersifat 
mahmus (samar).
d. Bertambahnya gerakan dua bibir jika dikeduanya dilibatkan 
ketika pelafalan. 
e. Bertambahnya power atau kekuatan urat-urat organ bicara 
secara umum.
Adapun dalam keadaan suku kata yang tidak ditekan, maka terjadi 
sebaliknya lemah dan kurang aktifnya organ bicara, kurang meluasnya 
geratan bunyi, sedikitnya tekanan udara yang keluar dari paru-paru, 
melemahnya intensitas bunyi, dan kurang jelasnya (samar) bunyi ini .
B. Tingkatan Tekanan 
Dalam pelafalan setiap suku kata itu ada  tingkatan tekanan 
yang berbeda-beda yang tampak jelas dari segi kuatnya pelafalan suku 
kata ini . Setiap satu suku kata itu mempunyai tingkatan tekanan 
yang sesuai, maka dari itu, suku kata – suku kata sebuah kata itu tidak 
dalam satu tingkatan yang sama dari segi tinggi dan jelasnya bunyi huruf 
ini Ahli linguistik membaginya pada 4 (empat) tingkatan dilihat dari 
segi kuatnya pelafalan sebuah bunyi :
1. Pertama yaitu tingkatan yang paling tinggi diberi tanda ب /’/
2. Tekanan sekunder yaitu tingkatan ke dua dari segi kekuatannya 
diberi tanda ب / ^/
3. Tekanan sedang, yaitu tingkatan yang ketiga dari segi kekuatannya 
diberi tanda ألو /’/ ب atau tidak diberi tanda sama sekali. 
4. Tekanan lemah, yaitu tingkatan ke empat dari segi kekuatannya 
diberi tanda ب /ˇ/ 
Jika tingkatan tekanan di atas di aplikasikan pada sebuah kalimat 
 حالك كيف maka pembagiannya seperti berikut ini. 
يك ف حا لك ؟
Catatan : 
1. Suku kata pertama ( كي ) adalah tempatnya tekanan pertama 
2. Suku kata ke dua ( ف ) adalah tempatnya tekanan lemah 
3. Suku kata ke tiga (حا) adalah tempatnya tekanan sekunder 
4. Suku kata ke empat ( لك ) adalah tempatnya tekanan sedang 
Pembagian ini dikalkulasikan untuk tingkatan tekanan dengan 
pembagian yang detail akan tetapi sulit sekali membedakannya pada saat 
mempraktekannya. 
Terutama pada tingkatan yang sedang. Maka dari itu sebagian 
ahli linguistik mempunyai pengklasifikasian yang lain dan yang paling 
mudah sebab  mereka tidak membutuhkan terhadap tingkatan tekanan 
yang sedang, dan mereka menganggap cukup dengan 3 (tiga) tingkatan 
tekanan saja, yaitu :
1. Tekanan pokok 
2. Tekanan sekunder 
3. Tekanan lemah 
Pembagian ini lebih mudah dari segi membedakan dan 
mempraktekan antar tingkatan meskipun tidak terlalu detail dalam hal 
perinciannya akan tetapi ahli linguistik yang lainnya juga berpendapat 
bahwasanya pembagian ini juga sulit dalam hal pembedaan dan 
praktiknya terutama pada tingkatan tekanan sekunder, sehingga mereka 
membaginya keadaan 2 tingkatan saja yaitu 
1. Tekanan pokok
2. Tekanan lemah 
Merupakan pengklasifikasian tekanan yang paling ringkas hanya 
saja analisis tekanan nya terfokus pada tekanan pokok dan mengabaikan 
pada tekanan selain tekanan pokok. 
Oleh sebab  itu analisa stresing (tekanan) hanya dapat dilakukan 
pada suku kata yang memiliki stresing inti.Ketika kita menyebutkan kata 
(كتب) maka stresing pusatnya pada huruf pertama (ك), adapun pada kata 
(كتاب) stresing kata nya pada kata kedua (تا).
C. Macam-Macam Tekanan Dan Fungsinya 
Tekanan terbagi menjadi 2 : tekanan dalam kata dan tekanan dalam 
kalimat. Adapun tekanan dalam kata ada  pada satuan setiap kata.
Misalkan potongan kata ke 1 (غ) pada kalimat (غفر) potongan kata ke 
2 (تغ) pada kalimat (استغفر), potongan kata ke 3 (قون) pada kaliamat 
(منافقون). Adapun tekanan dalam kalimat berada pada kata yang ada  
pada kalimat ini .Misalkan pada kata (املبتداء( )محمد) dalam kalimat 
(نشيط طالب محمد) atau (ما) ada  pada kalimat nafi (ما) dalam kalimat 
.(ما تأخر محمد)
Dan mengatur pada tingkatan kalimat fonem dari beberapa fonem 
suprasegmental apabila tekanan ini  dipakai  fungsinya untuk 
membedakan antara pembagian tanda kalimat. Dan tekanan dengan sifat 
fonem suprasegmental ada  pada kata yang mengikuti pada konteks 
bahasa yang dinyatakan didalamnya, seperti pada dua kalimat ini 
هذا ما طاب لمك
هذا ما طاب لمك
Tekanan yang ada  pada jumlah pertama ما maka menjadi ما
 ini tidak) هذا ال يطيب لكم dan bermakna جملة منفية dan menjadi نافية
bermanfa`at bagi kalian) dan tekanan yang kedua ada  pada kalimat 
طاب maka menjadi موصولة ما dan menjadi jumlah مثبتة جملة dan 
bermakna لكم يطيب هذا (ini bermanfa`at bagi kalian). Perbedaan arti dari 
kedua jumlah itu sebab  berbedannya pengucapan tekanan pada kaliamt 
ini .
Pada setiap pelafalan bahasa Arab memiliki tingakatan tekanan 
yang berbeda-beda selama pelafalan ini berada dalam kata. Seperti dalam 
contoh kalimat حالك؟ كيف.kalimat ini  mengantung 4 tingkatan 
dalam tekanan. Adapun kata كيف(kayfa) terdiri atas dua satuan atau dua 
suku kata yaitu كي(kay) dan ف(fa). Satuan atau suku kata yang pertama 
mengandung tekanan yang lebih kuat dari pada satauan-satuan atau suku 
kata yang lain dalam kalimat ini .19
Tekanan yang kuat disebut dengan tekanan pertama. Tekanan ini 
disimbolkan dengan simbol: / \ /. Adapun satuan yang ketiga dari 
kalimat di atas termasuk jenis yang pendek tetapi memanjang yang 
mendapatkan tingkatan yang lebih tinggi dari satuan-satuan sebelumnya 
kecuali terhadap tekanan yang pertama. Tekanan yang berada pada 
tingkatan setelah tekanan pertama dari segi kuatnya tekanan disebut 
dengan tekanan kedua. Tekanan kedua ini disimbolkan dengan simbol 
/ ˄ /.20
Tekanan yang terletak pada suku kata yang keempat merupakan 
tekanan yang tingkatanya berada posisi ketiga dari segi kekuatannya. 
Tekanan ini disebut dengan tekanan pertengahan yang disimbolkan 
dengan / / / atau biasanya juga tanpa memakai  simbol. Adapun 
tekanan yang terletak pada suku kata yang kedua merupakan tekanan 
lemah dan disimbolkan dengan / ˅ /. Maka jika disimbolkan kalimat كيف
حالك adalah sebagai berikut: 21
/ ˄ ˄ \
يك ، ف ، حا ، لك ؟
4 3 2 1
Tekanan paling tinggi biasanya terletak pada instrumen-instrumen 
tertentu. Instrumen-instrumen syarat juga menunjukkan adanya tekanan 
yang pertama atau tekanan yang paling kuat. Kata-kata yang meminta 
adanya perbuatan ataupun nama-nama dari kata kerja juga menunjukkan 
tekanan yang kuat dalam sebuah kalimat. Contohnya pada kalimatتوكل ْ
اهلل على. Kata yang pertama menunjukkan tekanan yang paling kuat 
dibandingkan kata lainnya. Selain itu, kata-kata yang menunjukkan kata 
tanya, kata negasi, dan kata larangan juga menunjukkan bahwa tekanan 
yang paling kuat berada dalam kata ini .
Terkait dengan tekanan, tidak mungkin mubtada’ dalam sebuah 
kalimat merupakan tekanan yang paling kuat, melainkan kata yang 
menunjukkan tempat dari kalimat ini . Contohnya pada kalimat محمد
الدار في. Tekanan dalam kalimat ini  bukan terletak padamubtada’nya 
melainkan terletak pada khabarnya yang menunukkan tempat. 22
Kuatnya dan lemahnya tekanan merupakan perkara yang 
dipengaruhi oleh makna. Jika kita mengatakan suatu suku kata tertentu 
atau yang spesifik maka sesungguhnya suku kata ini lah yang 
memiliki tekanan paling kuat. Akan tetapi makna di sini tidak kita hukumi 
sebagai tekanan. Sebagaimana disebutkan di atas, tekanan dalam bahasa 
Arab terbagi menjadi 4 yaitu tekanan pertama, kedua, pertengahan dan 
lemah. Tekanan-tekanan ini  memiliki simbol yang membedakan 
tekanan yang satu dengan yang lainnya.
Tekanan merupakan bagian dari fonem. Dalil ini bisa dipahami 
mengingat dua kalimat bisa dikatakan serupa jika memiliki kesamaan 
dari segi kosa katanya dan urutanya. Adapun dua kalimat bisa dikatakan 
berbeda jika berbeda dari segi tekanan dan maknanya. 23
D. Kaidah-Kaidah Tekanan Dalam Bahasa 
Arab
Kaidah-kaidah tekanan dalam bahasa Arab berbeda pendapat antara 
ulama dan pembaharu dan bisa jadi ini dikembalikan pada kejelasan 
tekanan . dalam cakupan suara-suara bahasa Arab belum ditentukan 
secara teori dan tidak di tetapkan kaidah-kaidahnya. Mencoba garis-garis 
yang bermanfaat dan keuntungan dari apa yang dinyatakan para ulama 
dan para pembicara dari kaidah-kaidah tekanan pada tingkatan kata dan 
kalimat. 
1. Kaidah-kaidah tekanan pada tingkatan kata 
Mungkin penetapan tempat tekanan dalam kata-kata dasar bahasa 
arab, yaitu :
a. Apabila ada kata dari satu suku kata, menempatkan tekanan 
pada suku katanya yang satu dengan penetapan pada intinya 
yaitu vokal, seperti : 
ي 
ف
عن , من , مل , لن , ال , ما , �
b. Apabila ada kata dari suku kata yang pendek, menempatkan 
tekanan pada suku katanya yang awal, seperti : 
جلس ) ج + ل + س ( 
س ) د + ر + س ( 
كتب ) ك + ت + ب ( 
خرج ) خ + ر + ج ( 
ذهب ) ذ + ه + ب ( 
c. Apabila ada kata dari suku kata yang panjang, menempatkan 
tekanan pada suku kata akhirnya, seperti: 
جاموس ) ج + موس ( 
ن (
ن اب ) � ي + ق�
اب�يق�
ممنوعون ) مم + نو + عون ( 
ن ( 
ن ي ) مغ + ضو + ب�
ي مغضوب�
d. Apabila ada kata dari suku kata campuran ( pendek dan 
panjang), menempatkan tekanan pada suku kata panjang yang 
lain, seperti : 
مئ ) صا + ئ + م (
صا�
مئ ان ) صا + ئ + ما + ن ( 
صا �
مئ ون ) صا + ئ + مون ( 
صا�
معمل ) م + عل + ل + م ( 
e. Apabila ada kata dari wazan “ انفعل او افتعل “ menempatkan 
tekanan pada 
اشتمل ) اش + ت + م + ل ( 
ارتكب ) ار + ت + ك + ب ( 
انتقل ) ان + ت + ق + ل ( 
انقطع ) ان + ق + ط + ع ( 
f. Apabila pemberhentian kata dengan dhomir nashab muttashil, 
tekanannya ada  pada suku kata sebelum akhir apabila 
panjang . adapun bila pendek maka menempatkan tekanan 
pada suku kata ketiga dari berhentinya kata. 
ارتكب�هت ا ) ار + ت + ك + بت + ها ( 
كتب�هت ا ) ك + ت + بت + ها ( 
) ار + ت + ب + ها ( 
هبكت�ا ) ك + ت + ب + ها ( 
2. Kaidah- kaidah tekanan pada tingkatan kalimat 
Tekanan mengalami pelaksanaan pada kalimat Arab terhadap 
kaidah-kaidah dibawah ini :
a. Tekanan ada  pada kalimat –kalimat istifham, dan Nafi , 
dan Nahyi dan syarat. Seperti : 
ة ؟ 
هل كتبت رسال
ة ؟ 
ما كتبت رسال
ة
ال كتبت رسال
ة ري لاكن خ�ا 
ان كتبت رسال
b. Tekanan ada  pada kata yang menyempurnakan/ 
tambahan , seperti : البتة , فقط , فحسب seperti contoh ini: 
حف سب
ليس هذا �
هش سكنت هناك � ير�ن فقط
ما زرته قط

البتة
c. Tekanan terletak pada kata-kata tuntutan, kata kerja atau kata benda 
seperti : 
- اتق الل
خدرات
- حذار من امل
d. tekanan terletak pada mubtada atau khobar yang menurut konteks 
bahasa menerima kalimat di dalamnya, seperti : 
البيت في محمد-- ( tekanan ada  pada mubtada apabila kalimat 
ini positif menjawab pertanyaan << siapa di dalam rumah ? >> )
- البيت في محمد ( tekanan ada  pada khobar apabila kalimat 
positif ini menjawab pertanyaan << Dimana Muhamad ?>>
e. Tekanan terletak pada kata atau kalimat yang menguatkan 
maknanya, seperti pada kalimat dibawah ini : 
 tekanan ada  pada kata ) اشترى محمد كتب اللغة أمس (1
awal ( اشترى) Untuk menguatkan fiil اشترى bukan fiil أو البيع
االستعارة
1) أمس اللغة كتب محمد اشترى ( tekanan ada  pada kata kedua 
( محمد) untuk menguatkan bahwa محمد itu الفاعل bukan أحمد
dan bukan محمود dan bukan yang lainnya.
2) أمس اللغة كتب محمد اشترى ( tekanan ada  pada kata ketiga 
( كتب ) untuk menguatkan bahwasannya الكتاب itu yang 
dibelinya bukan مجلة dan yang lainnya.
 tekanan ada  pada kata )- اشترى محمد كتب اللغة أمس (3
 yaitu انتساب الكتب اللغة untuk menguatkan ( اللغة ) keempat
yang dibelinya adalah اللغة كتب dan bukan التاريخ كتب dan 
bukan الفقه كتب dan bukan yang lainnya. 
4) أمس اللغة كتب محمد اشترى ( tekanan ada  pada kata kelima 
( أمس ) untuk menguatkan bahwa membelinya itu ( أمس ) 
في االسبوع املاضي dan bukan قبل يومني kemarin , dan buka
Pada bagian ini kita akan memfokuskan pembahasan terkait kaidah 
tekanan pada tekanan yang paling kuat atau tekanan pertama. Tidak ada 
hubungan antara ukuran suku kata dengan ukuran sharaf dan tidak ada 
hubungan juga antara tekanan dengan ukuran sharaf. Tekanan disusun 
berdasar  ukuran suku kata. Maka wajib dalam pembelajaran tekanan 
untuk meletakkan ukuran-ukuran suku kata bukan pada tatanan sharaf. 
Setiap kata –yang terpenting terdiri atas suku-kata- memiliki satu tekanan 
pertama saja. Berikut ini adalah kaidah-kaidah tekanan dalam bahasa 
Arab24.
1. Kata-kata pada suku kata yang pertama         
Suku kata pertama yang menunjukkan suara diam termasuk pada 
tekanan kuat.
2. Kata-kata pada suku kata yang kedua
Suku kata yang kedua dikatakan memiliki tekanan apabila termasuk 
dari jenis yang panjang atau salah satu serangkai.
3. Suku kata yang ketiga
Tekanan terletak pada suku kata yang akhir jika termasuk jenis 
panjang dan serangkaian.
4. Suku kata yang keempat
Tekanan terletak pada suku kata yang akhir jika termasuk pada jenis 
panjang.
Adapun Kholisin menjelaskan bahwa tekanan dalam bahasa Arab 
memiliki empat posisi.[10] Yang paling populer adalah suku kata sebelum 
suku kata terakhir. Ringkasannya ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui posisi tekanan dalam kosakata Arab, pertama 
kali denagn melihat suku kata terakhir. Jika sebuah kata itu tersusun 
dari empat atau lima suku kata, maka tekanan berada pada suku 
kata terakhir itu
2. Jika tersusun dari dua atau tiga suku kata, maka dengan melihat 
suku kata sebelum suku kata terakhir. Di situlah tekanan itu terletak.
3. Jika hanya tersusun dari satu suku kata, maka tekanan terletak pada 
huurf pertama.
4. Tekanan tidak akan pernah berada pada suku kata keempat dihitung 
dari akhir kata kecuali dalam satu kasus, yakni ketiga suku kata 
sebelum terakhir itu sejenis.
Demikianlah posisi-posisi tekanan dalam bahasa Arab seperti 
dirumuskan oleh para pakar qira’at di Kairo Mesir. Perlu dicatat, posisi 
tekanan dalam dialek-dialek bahasa Arab kontemporer memiliki acuan 
kaidah yang berbeda-beda. Misalnya, kita kadang mendengar warga 
warga  yang berdiam di daerah pegunungan memiliki perbedaan dari 
warga perkotaan (Kairo) dalam meletakkan tekanan. Mereka, bahkan 
saat membaca al-Qur’an cenderung memberikan stress pada suku kata 
ketiga dihitung dari suku kata terakhir.
Selain tekanan dalam kata, ada juga tekanan dalam kalimat, 
dimana si penutur memberikan stress pada salah satu kata dalam kalimat 
yang diucapkannya dengan maksud memberikan kesan khusus yang 
membedakannya dari kata-kata lain dalam kalimat itu. Tujuannya sangat 
banyak, diantaranya:
1. Penekanan perihal arti pentingnya atau isyarat akan muatan khusus 
di dalamnya.
2. Pesan yang dikandung dalam kalimat terkadang berlainan seiring 
dengan perbedaan kata yang memperoleh stress. Tekanan dalam 
kalimat itu amat populer dalam banyak bahasa di dunia ini.
Nabr (stress) baik dalam kata maupun kalimat ini tidak lain 
merupakan peninggian tingkat kenyaringan bunyi. Kenyaringan dan 
ketinggian itu tergantung kepada kadar tekanan udara yang dipompa 
dari paru-paru. Ini semua sama sekali tidak memiliki kaitan dengan nada 
bunyi atau intonasi.
Perpindahan Tekanan
Bahasa Arab adalah salah satu bahasa yang membebeaskan 
penekanan dalam berbicara. Dimana ia tidak menekan pada satu suku 
kata saja ketika menurunkan kata dari yang lain. Dan tekanan berpindah 
mengikuti pada beberapa suku kata dalam setiap kata. Seperti : 
1. Tekanan ada  pada suku kata awal (: ) س + ر + د ( سَ
د ( در
2. Tekanan ada  pada suku kata awal (: ) س + ر د ( سٌْ
د ر ( در
3. Tekanan ada  suku kata akhir (: ) روس + د ( دروس ) روس
4. Tekanan ada  pada suku kata awal (: ) س + ر + دا ( رس دا ) دا
5. Tekanan ada  pada suku kata akhir (سون + ر + دا ( رسون دا ) سون
: )
6. Tekanan ada  pada suku kata kedua (س + ر + در + م( سّ
در ( مدر
: )
7. Tekanan ada  pada suku kata akhir (+ ر + در + م( سونّ
سون ( مدر
سون ( :
8. Tekanan ada  pada suku kata awal (ة + س + ر + مد ( مدرسة ) مد
: ) 
دا ( مدا رس ) م + دا + ر + س) 9. Tekanan ada  pada suku kata kedua
: )
10. Tekanan ada  pada suku kata akhir (: ) ريس + تد ( تدريس ) ريس 
Begitu juga tekanan pada tingkatan kalimat yaitu tekanan berpindah 
dalam satu kalimat dari kata yang satu ke kata yang lain, tergantung 
pada makna yang ingin di kuatkan oleh pembicara , seperti : محمد قرأ
كتابا menempatkan tekanan pada kalimat awal ( فعل ) menguatkan 
bahwasannya pembahasan dia bacaan ( قراءة ) dan bukan tulisan ( كتابة ) 
dan bukan perkataan ( كالما ) .
 كتابا محمد قرأ menempatkan tekanan pada kata kedua ( فاعل ) 
menguatkan bahwasanya محمد dia yang membaca dan bukan أو أحمد
 .محمود 
كتابا محمد قرأ menempatkan tekanan pada kata ketiga (مفعول) 
menguatkan bahwasannya yang sempurna dibacanya dan bukan majalah 
( مجلة ) dan bukan koran ( جريدة ).
F. Pola Nabr Dan Tanghim Yang Sering Mengalami 
Kesalahan Dalam Percakapan Bahasa Arab 
Mahasiswa
Dalam tabel ini  di atas ada tujuh ungkapan yang dalam 
penerapan pola nabr dab tanghim kurang tepat. Kurang tepatnya terletak 
pada peletakan tekanan dan tataran kata dan intonasi pada akhir kalimat. 
Kesalahan ini  tidak berpotensi menimbulkan perubahan makna 
yang dikandung, akan tetaoi memberikan dampak pada hilangnya ciri 
dan karakter bahasa Arab. Tujuh kata ini  diucapkan dengan pola 
nabr dan tanghim Bahasa negara kita  atau Jawa sehingga pengucapannya 
cenderung lemah dan mendatar, serta lembek tidak terlihat tekanan pada 
sebuah kata satu dengan kata lain.
G. Kesalahan Penerapan Pola Nabr Dan Tanghim 
Dalam Percakapan Bahasa Arab Mahasiswa
Salah satu unsur suprasegmental yang memiliki pengaruh dalam 
pembeda arti adalah tekanan (nabr) dan intonasi (tanghim). Dalam 
bahasa Arab ada sejumlah kata dan kalimat yang memiliki makna 
berbeda apabila diberi tekanan dan intonasi yang berbeda. Secara umum 
kesalahan penerapan Nabr dan Tanghim pada kata atau kalimat belum 
sepenuhnya dapat merubah makna. Adapun kesalahan penerapan 
pola nabr dan tanghim dalam maharoh al kalam mahasiswa jurusan 
pendidikan Bahasa Arab yang dapat menimbulkan perubahan makna 
adalah sebagai berikut
Dalam ungkapan nomor satu ada  tiga kata, kata pertama satu 
maqtho’ mendapat tekanan, sedangkan kata yang kedua mengalami 
perpindahan tekanan disebabkan sebab  maqtho’ yang terakhir 
merupakan maqtho terbuka yang tidak boleh disukun, sehingga harus 
meletakkan nabr pada maqtho’ terbuka ini  untuk menyelamatkan 
makna yang terkandung. Atau dengan cara menjadikan kata kedua 
menjadi dua maqtho dan kata ketiga menjadi tiga maqtho’. Sedangkan 
untuk kata yang ketiga jelas nabr terletak pada akhir maqtho’, sebab  
terdiri dari dua maqtho’ sedangkan maqtho terakhir dari jenis maqtho 
panjang. Perubahan makna dari ungkapan ini sebab  kesalahan dalam 
penempatan nabr sangat berarti, dari kata yang memiliki makna yang 
khusus menjadi makna yang luas sebab  kehilangan partikel al.
Sedangkan untuk ungkapan-ungkapan yang lain yang tidak 
mengindahkan kaidah nabr dan tanghim yang telah dibuat oleh para 
linguist Arab, hanya kehilangan ciri dan karakter bahasa ini , dan hal 
ini  juga akan berdampak pada pendengaran pemilik bahasa yang 
merasa asing dengan ungkapan ini . 


Suprasegmental
Fonem adalah bunyi, dan bunyi, menurut bisa terpisah-tidaknya, 
terbagi menjadi dua: segmental dan suprasegmental. Segmental adalah 
fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, 
maka nomina yang dibunyikan ini  (baca: fonem), bisa dibagi 
menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi 
sehingga menjadi  : b-a-h-a-s-a.
Fonem dapat dibagi manjadi dua bagian besar, yaitu fonem utama 
dan fonem kedua. fonem utama adalah sebuah unit bunyi terkecil yang 
merupakan unsur dari sebuah bentuk uncapan yang mempunyai fungsi 
sendiri. Sedangkan fonem yang kedua adalah sebuah fenomena atau 
sifat bunyi yang mempunyai fungsi dalam ungkapan ketika diucapkan 
bersambung dengan kata-kata lain.
Fonem kedua adalah ontonim dari fonem utama, tidak termasuk 
bagian dari suatu kata, tetapi dapat diketahui apabila suatu kata 
disambung dengan kata lain, atau sebuah kata yang dipakai  dengan 
pemakaian  khusus.
Fonem utama disebut dengan segmental, sedangkan fonem kedua 
disebut dengan bunyi suprasegmantal atau sesuatu yang menyertai fonem 
ini , yaitu berupa tekanan suara (intonation), panjang-pendek (pitch), 
dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu. jadi, kesemua yang 
tercakup ke dalam istilah suprasegmenal itu tidak bisa dipisahkan dari 
suatu fonem. Oleh sebab  itu, bisa disimpulkan bahwa sesuatu yang 
ada  dalam fonem itu bisa dipisahkan sedangkan yang mengiringinya 
tidak bisa dipisahkan. Itulah yang dimaksud dengan segmental dan 
suprasegmental.
Meskipun dari sini sudah jelas letak perbedaan keduanya, tetapi 
ada perbedaan yang patut pula kita ketahui, yaitu perbedaan menurut 
jenis makna yang dihasilkannya. Untuk memahami pembagian ini , 
bisa dilihat pada ilustrasi berikut ; Ketika seseorang mengucapkan 
nomina, “Ibu”, secara datar tanpa diiringi oleh intonasi dan getaran-

getaran tertentu, maka fonem yang mengandung nomina “Ibu” ini  
hanya dapat dipahami maknanya sebagai “Ibu” saja, tidak lebih. Tetapi 
kalau ia diucapkan dengan intonasi yang kasar misalkan dengan getaran￾getaran yang tidak biasa, maka kita bisa tahu bahwa ucapan ini  
mengandung nada yang kasar.
Dari ilustrasi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa perbedaan 
antara segmental dengan suprasegmental adalah kalau yang pertama 
dia hanya menghasilkan makna tekstual (sesuai makna nomina yang 
diucapkan), sedangkan yang kedua mampu menghasilkan makna yang 
kontekstual (sebab  makna tekstualnya sudah bercampur dengan 
keadaan dan kondisi si pengucap yang itu diketahui lewat intonasi dan 
getaran-getaran yang mengiringi fonem ini ).
Bunyi Suprasegmental adalah bunyi yang menyertai bunyi 
segmental. Dengan beberapa unsur yang menyertainya. Unsur-unsur 
ini  sebagai berikut:
1. Tekanan (Stress)
2. Jangka/Rentang waktu/Durasi (Duration)
3. Nada (Spitch)
4. Sendi (Juncture) dan Jeda (Pause)
5. Aksen (Accent)
6. Intonasi
7. Ritme
B. Konsep Nada Dan Intonasi
Ada dua istilah dalam ilmu ashwat yang berhubungan erat dan 
harus dijadikan acuan ketika berkomuikasi. Kedua istilah itu ialah nada 
dan intonasi. intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat sedangkan nada 
adalah tekanan dlm pengucapan kata
Nada adalah tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu kata.
Tinggi rendahnya nada dapat membedakan bagian kalimat yang satu
dengan kalimat yang tidak penting.
Sedangkan Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat.Intonasi 
berfungsi sebagai pembentukan makna kalimat.
Intonasi adalah “...the assemble of pitch variations in speech caused 
by the varying periodicity in the vibrations of the vocal cords.” ‘rangkaian 
variasi nada dalam tuturan yang disebabkan oleh vibrasi pita suara’(‘t 
Hart, Collier, dan Cohen, 1990:2). Batasan yang diberikan oleh ‘t Hart, 
Collier, dan Cohen di atas mengimplikasikan bahwa, pertama,intonasi 
dimanifestasikan dalam wujud nada. Oleh sebab itu, unsur yang 
terpenting dalam sistem intonasi bahasa adalah nada, lebih lengkapnya 
variasi nada. Kedua, nada secara fisiologis dihasilkan melalui getaran pita 
suara yang terletak di dalam laring organ alat ucap. Getaran pita suara 
ini pulalah yang menyebabkan pergeseran pertikel udara yang kemudian 
menghasilkan bunyi.
Intonasi merupakan fenomena bahasa yang universal. Semua 
bahasa memiliki sistem intonasi kecuali Amahuaca, yaitu sebuah bahasa 
yang menurut Bolinger (1964) tidak memiliki sistem intonasi (Lehiste, 
1970:100). Walaupun intonasi merupakan fenomena universal, setiap 
bahasa memiliki karakteristik yang khas yang belum tentu dimiliki oleh 
bahasa-bahasa lain. Boleh dikata tidak ada dua bahasa yang benar-benar 
memiliki karakateristik intonasi yang sama persis.
Pada dasarnya intonasi tidak dapat mengubah makna leksikal 
(Lehiste, 1970:96).Walaupun demikian, dalam komunikasi lisan intonasi 
tetap memiliki fungsi yang penting. Pertama, intonasi dapat memberi 
signal sintaktis. Kedua, intonasi dapat memberi signal semantis (Ball dan 
Muller, 2005:108). Alwi et al. (2003:55) menyatakan bahwa pada semua 
bahasa, nada memberikan informasi sintaksis. Penelitian Sugiyono 
(2003a) terhadap bahasa Melayu Kutai telah membuktikan bahwa ciri 
prosodik pola intonasi merupakan penanda kontras antara kalimat 
deklaratif dan interogatif. Hasil penelitian serupa terhadap bahasa Jawa 
ragam Keraton Yogyakarta yang dilakukan Rahyono (2003) menyatakanbahwa alir nada dalam intonasi adalah unsur yang mengontraskan modus 
kalimat. Hasil-hasil penelitian ini  sejalan pula dengan hasil kajian 
Halim (1984) yang telah membuktikan bahwa dalam bahasa negara kita  
intonasi memiliki fungsi demarkatif, yaitu merupakan alat penting 
sebagai pembatas konstituen topik dan sebutan. Pada tataran semantis, 
intonasi dapat memberi informasi bagian mana yang menjadi informasi 
baru (new information) dan informasi lama (given information) (Ball 
dan Muller, 2005:108) atau mana yang menjadi fokus informasi dan 
mana yang bukan menjadi fokus informasi. Dalam intonasi, biasanya, 
bagian yang memuat informasi baru atau fokus informasi diberi tekanan.
Ketiga, pada tataran pragmatis berdasar  pengalaman empiris 
dalam percakapan sehari-hari, pendengar sering memberi perhatian 
khusus terhadap intonasi penutur. Pike menyatakan bahwa makna 
intonasi sering kali lebih diperhatikan daripada makna leksikal. Orang 
lebih tertarik memperhatikan sikap penutur (attitude); apakah seorang 
penutur mengatakan sesuatu dengan senyum atau dengan sinis (Pike, 
1945:20). Dari penjelasan tadi, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi 
intonasi adalah sebagai penanda kesantunan dan emotif. Selain itu, Pike 
menjelaskan pula bahwa perbedaan konfigurasi nada dalam ujaran dapat 
mengimplikasikan perubahan hubungan penutur dan kalimatnya atau 
kalimat terhadap lingkungannya (Pike, 1945:20). Contohnya, sikap ragu￾ragu seseorang dapat disignalkan oleh intonasinya.
Keempat, ditinjau dari kacamata sosiolinguistik, intonasi dapat 
memberi gambaran adanya kelas-kelas sosial dalam warga . Penelitian 
Syarfina (2008) terhadap bahasa Melayu Deli membuktikan bahwa 
ciri-ciri akustik dalam intonasi merupakan pemarkah kelas-kelas sosial 
dalam warga . Oleh sebab itu, sangat mungkin pula identitas asal 
daerah teridentifikasi dari intonasinya. Ball dan Muller menjelaskan,”All 
languages will have a set number of different possible nuclear pattern; 
and these are also likely to differ from dialect to dialect“(Ball dan Muller, 
Kelima, dari sudut pandang wacana lisan, intonasi merupakan 
unsur yang tidak dapat diabaikan sebab  intonasi merupakan salah satu 
pilar utama dalam wacana lisan. Dalam praktik berbahasa sehari-hari 
bersama dengan unsur-unsur bahasa lainnya seperti unsur leksikal, tata 
kalimat, dan tekanan; intonasi ikut pula membangun kohesi wacana 
dalam komunikasi lisan (Halim, 1984:1). Ketidakakuratan pemakaian 
pola intonasi dalam konteks komunikasi tertentu maupun penafsirannya 
dapat menyebabkan kegagalan penyampaian dan pemaknaan pesan 
(pragmatic failure). Oleh sebab itu, pengetahuan, penguasaan, dan 
kepekaan terhadap intonasi merupakan suatu keharusan seorang penutur 
bahasa jati.
Keenam, kaitannya dengan pemelajaran bahasa, pengetahuan 
tentang intonasi dapat membantu seseorang yang sedang mempelajari 
suatu bahasa untuk dapat berbicara mendekati karakteristik tuturan 
penutur asli bahasa yang sedang dipelajari.
Dari paparan di atas, secara teoretis dapat disimpulkan bahwa 
kajian tentang intonasi menjadi sangat penting. Selayaknya setiap bahasa 
memiliki deskripsi yang lengkap berkaitan dengan sistem intonasi. 
Akan tetapi, di banyak negara kajian intonasi hingga kini belum cukup 
memuaskan jika dibandingkan dengan kajian-kajian dalam ilmu linguistik 
lainnya. Masalah serupa terjadi pula di negara kita . Kajian tentang intonasi 
bahasa di negara kita  masih menjadi barang langka.
Perbedaan nada dan intonasi menurut beberapa ahli : 
1. Tamam hasan, intonasi adalah tinggi rendahnya suara ketika 
berbicara dan nada adalah suatu bagian dari intonasi yang ada 
dalam kalimat, nada ini  digambarkan dengan naik, turun atau 
stabil
2. Ahmad mukhtar ‘umar menjelaskannya dalam bahasa yang lebih 
sederhana bahwa nada merupakan tingkatan bunyi dalam satuan 
kata dan dinamakan dengan nada kata. Adapun intonasi merupakan 
tingkatan bunyi dalam satuan kalimat atau frase.
Nada
Nada atau tone atau tingkat bunyi atau lapisan suara adalah Sebuah 
fonem suprasegmental (satuan bunyi yg berupa tekanan, nada, atau jeda 
yg fonemis) yang dapat memengaruhi makna atau perubahan makna. 
Bahasa-bahasa yang memakai  nada untuk membedakan 
makna disebut bahasa nada (tone languanges). Dalam wikipedia Bahasa 
bernada atau bahasa nada adalah bahasa yang perubahan nadanya akan 
menukar maksud perkataan. Dalam bahasa intonasi, tinggi nada adalah 
hal yang sangat penting. sebab  menentukan apa arti sebuah kata atau 
suku kata. Dengan demikian, nada termasuk dalam kata. Sebagian besar 
bahasa yang dipakai di Asia adalah bahasa intonasi. 
Contoh yang paling dikenali adalah bahasa Mandarin dan bahasa 
Kanton, tetapi banyak bahasa tidak berkait berasaskan nada. Beberapa 
bahasa yang mengandung bahasa nada diantaranya:
1. Bahasa Sino-Tibet (merangkumi bahasa Tionghoa)
2. Bahasa Austro-Asiatik (yang merangkumi bahasa Vietnam) 
3. Bahasa Punjabi
4. Bahasa Bantu (kebanyakan bahasa di Sub-Sahara Afrika adalah 
Bantu) 
5. Bahasa Khoisan. 
6. Bahasa norwegia
7. Bahasa swedia
8. Bahasa china 
9. Dll
Banyak bahasa lain memakai  nada untuk menyampaikan 
struktur tata bahasa atau penekanan (lihat fonologi), tetapi ini tidak 
menjadikannya bahasa nada dari segi ini.
Bahasa Indo-Eropa sebagian besar hanya terdiri dari unsur intonasi. 
Ini berlaku untuk Bahasa Swedia atau Serbia, misalnya. Jumlah nada 
intonasi bervariasi dalam setiap bahasa. Berbedanya jenis-jenis nada yang 
diucapkan itu berarti berbedanya tingkatan bunyi dalam pengucapan kata 
yang mengarah pada perbedaan makna kata. Empat nada yang berbeda 
dibedakan dalam bahasa Cina. Dengan ini, maka suku kata ‘ma’ dapat 
memiliki empat arti. Yaitu ibu, rami, kuda dan berteriak-teriak. Contoh : 
kata “ma” dalam bahasa China bermakna ibu, apabila diucapkan dengan 
nada yang datar, tetapi kata “ma” dalam bahasa China akan bermakna 
kuda apabila diucapkan dengan nada naik atau turun.
Menariknya, bahasa intonasi juga berdampak pada pendengaran 
kita. Penelitian pada ‘pendengaran mutlak’ atau juga disebut ‘nada 
sempurna’ telah menunjukkan hal ini. Pendengaran mutlak adalah 
kemampuan untuk mengidentifikasi nada yang terdengar secara akurat. 
Pendengaran mutlak sangat jarang terjadi di Eropa dan Amerika Utara. 
Kurang dari 1 dari 10.000 orang memilikinya. Hal ini berbeda dengan 
penutur asli bahasa Cina. Di sana, 9 kali lebih banyak orang memiliki 
kemampuan khusus ini. Kita semua memiliki pendengaran mutlak 
ketika masih bayi. Kita memakai nya untuk belajar berbicara dengan 
benar. Sayangnya, kebanyakan orang kehilangannya setelah itu. Tinggi 
nada sebuah nada juga penting dalam musik. Hal ini terutama berlaku 
pada kebudayaan yang memakai  bahasa intonasi. Tinggi nada harus 
mengikuti melodi dengan tepat. Jika tidak, maka sebuah lagu cinta yang 
indah bisa terdengar sebagai lagu yang mengerkan.
Adapun bahasa-bahasa yang tidak memakai  nada untuk 
membedakan makna kata disebut bahasa tanpa nada. Contohnya kata 
“no” dalam bahasa inggris yang pengucapannya bisa dengan nada 
normal, tinggi atau rendah, perbedaan nada pengucapannya tidak akan 
mengubah makna katanya, akan tetapi memberikan makna tambahan 
seperti keraguan, keyakinan, pertanyaan dan ketidakpedulian. (Omar, 
1991;228)
Ada 4 tingkatan nada dalam bahasa, yaitu :
1. Nada turun atau rendah, simbol fonemiknya /۱/. Nada rendah 
berada pada akhir kalimat atau perkataan normal tanpa emosi. 
Contohnya dalam kalimat ini :
أستاذ ۱
جاء ال
Diakhiri dengan nada rendah, disimpan simbol /۱/ di akhir 
kalimat.
2. Nada sedang atau normal, simbol fonemiknya /۲/. Nada sedang 
berada di awal kalimat atau perkataan normal tanpa emosi. 
Contohnya dalam kalimat ini :
أستاذ
۲ ۱ جاء ال
Diawali dengan nada rendah, dan disimbolkan dengan menyimpan 
/۲/ di awal kalimat.
3. Nada tinggi, simbol fonemiknya /۳/. Nada tinggi berada sebelum 
akhir ucapan dan diikuti nada rendah setelahnya. Contohnya dalam 
kalimat ini :
أستاذ
ال ۳ جاء ۲ ۱
4. Nada paling tinggi, simbol fonemiknya /٤/. Nada ini ada  pada 
kata yang menunjukan kekaguman atau kaget, perintah ataupun 
emosi. Seperti : 
اخرج ٤
D. Intonasi
Intonasi merupakan satuan fonem yang fungsi kebahasaannya 
untuk membedakan makna dalam suatu kalimat yang masing-masing 
kata dari kalimat ini  memiliki nada yang bervariasi. Intonasi seperti 
yang disebutkan di atas terjadi pada tingkat kalimat sedangkan nada 
terletak pada tingkat kata. 
Maka, intonasi dapat didenifisikan sebagai nada-nada (tingkatan 
bunyi) yang ada dalam sebuah kalimat atau perbedaan jenis-jenis tingkat 
bunyi dalam suatu kalimat. Intonasi dikhususkan untuk kalimat dan 
bagian-bagiannya bukan untuk kata-kata asing.
Pelafalan intonasi dalam suatu komunikasi memiliki pola yang 
berbeda-beda, berdasar  konteks linguistik dan nonlinguistik ketika 
diucapkan. Dengan kata lain intonasi memiliki banyak sekali pola yang 
terdiri dari nada-nada yang berbeda berdasar  tujuan seseorang dalam 
mengatakan kalimat ini . 
Jenis-jenis intonasi berdasar  tekanannya :
1. Tekanan Dinamik (keras lemah) Ucapkanlah kalimat dengan 
melakukan penekanan pada setiap kata yang memerlukan 
penekanan. Misalnya, saya pada kalimat “Saya membeli pensil ini” 
Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda. 
a. SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain) 
b. Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual) 
c. Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)
2. Tekanan Nada (tinggi) Cobalah mengucapkan kalimat dengan 
memakai nada/aksen, artinya tidak mengucapkan seperti biasanya. 
Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan kalimat 
dengan suara yang naik turun dan berubah ubah. Jadi yang dimaksud 
dengan tekanan nada ialah tentang tinggi rendahnya suatu kata. 
3. Tekanan Tempo Tekanan tempo adalah memperlambat atau 
mempercepat pengucapan. Tekanan ini sering dipergunakan untuk 
lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya 
cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda beda. 
Lambat atau cepat silih berganti.
Jenis-jenis intonasi berdasar  variasi baris nada, diantaranya:
1. Baris /l٢٣١/, baris nada ini berlaku pada kalimat informasi atau 
berita dan kalimat tanya yang jawabannya bukan iya atau tidak. 
Contoh :
٣ ن�أ ي ٢( )١ تفعل ٣ ماذا ٢( )١غائب ٣ حممد ٢( ) ١ان� ٣ ان
)٢ أ�
تسكن١ (
2. Baris /j٢٣٣/, baris nada ini berlaku pada kalimat tanya yang 
membutuhkan jawaban iya atau tidak. contoh :
ان جه ٣( 
� ٣ أنت ٢( )٣ غائب ٣ أستاذ
ال ٢( )٣ ذاهب ٣ حممد ٢(
Baris nada ini juga diucapkan dalam kalimat syarat (dalam bagian 
pertamanya saja atau dalam kalimat syaratnya saja), contoh :
أخرت 
ت
أستاذ ( )٢ لو ركبت ٣ الدراجة ٣، ملا �
)٢ إذا ٣ هج �لت ٣، فاسئل ال
ن (
( )٢ لوال ٣ القرآن ٣ ي ، لكنا من الضال�
3. Baris /h٢٤٤/, baris nada ini diucapkan dalam kalimat untuk 
menunjukan kekaguman atau keterkejutan. Contoh :
 )٤ مات ٤ أمحد ٢( )٤ سيارتك ٤ هذه ٢( )٤ جه ان
� ٤ أنت ٢(
Selain yang tiga di atas, ada  baris nada yang lainnya yaitu 
adanya nada turun dan naik secara bersamaan dalam satu kalimat. 
Seperti dalam kalimat yang diawali dengan nada naik maka kelanjutan 
kalimatnya adalah dengan nada turun. Sebagaimana yang ada  pada 
kalimat-kalimat dibawah ini :
لوال القرآن، ملا عرفنا اللغة العربية
خرجا
من يتق هللا ، ي ج�عل هل م
خامسة ، و الصفحة السابع
أوىل، الصفحة الثالثة ، الصفحة ال
الصفحة ال
الفقه ، و احل ري ديث ، و التتفس�، واللغة العربية
Akhir dari bagian kalimat yang pertama pada kalimat ini  
memakai  nada naik, menunjukan bahwa kalimat ini  belum 
sempurna dan terhubung dengan kalimat selanjutnya. Dan akhir kalimat 
yang terakhir memakai  nada turun,menunjukan bahwa telah 
sempurna struktur dan makna kalimat ini .
Intonasi suara dalam berbicara berkitan dengan empati. Mampu 
untuk merubah intonasi dalam berbicara mungkin merupakan tanda dari 
empati yang besar. Benarkah ?
Sebuah studi menemukan bahwa orang yang memakai  bagian 
otak yang sama untuk memroduksi dan memahami intonasi dalam 
berbicara.
Banyak studi menyakinkan bahwa orang belajar dengan meniru 
(imitating) melalui bagian otak yang disebut mirror neuron. Studi ini 
menunjukkan untuk pertama kali bahwaprosodyjuga bekerja pada 
mirror neuron. Prosody adalah irama, penekanan, dan intonasi 
bicara. Prosody merefleksikan berbagai macam ciri pembicara atau 
keistimewaan ungkapan. Prosody juga merefleksikan keadaan emosional 
pembicara, apakah sebuah ungkapanadalah pernyataan, pertanyaan 
perintah,dsb.Individu yang memiliki skor lebih tinggi pada tes terstandar 
mengenai empati, ada  lebih banyak aktivitas pada bagian otak 
mereka yang memroduksi prosody.
Para peneliti ini  meneliti otak 20 sukarelawan saat mereka 
mendengar dan memproduksi prosody melalui frase bahagia, sedih, dan 
frase tidak bermakna “da da da da da”. 
Area Broca mereka teaktivasi saat sukarelawan mendengar frase 
saat mendengar frase dan saat mereka mengulanginya. Sukarelawan 
dengan paling banyak aktivitas pada area Broca cenderung untuk 
mendapatkan skor yang tinggi pada pengukuran empati. Mereka juga 
terbiasa memakai  prosodi saat berbicara di kehidupan sehari-hari.
Masih belum jelas apakah empati menyebabkan aktivitas prosody atau 
apakah dengan terbiasa memakai  prosody membantu dalam 
mengembangkannya. Adapun fungsi intonasi dalam bahasa, sering dijumpai di setiap 
bahasa manapun tanpa terkecuali, sebab  perkataan atau ucapan dalam 
setiap bahasa pada hakikatnya adalah sebuah ekspresi dari suatu makna 
dan intonasi sebagai suatu cara untuk mengekspresikan makna ini . 
Beberapa penutur bahasa memiliki sifat kebahasaan yang umum, 
yaitu kecenderungan untuk berbicara dengan intonasi yang berbeda 
menghasilkan tujuan gramatikal yang berbeda, ini menunjukan bahwa 
intonasi merupakan bagian yang berhubungan erat dengan bahasa 
dan memiliki fungsi dalam pengucapan bahasa ini . Para ahli ilmu 
berpendapat bahwa bahasa manusia adalah bahasa intonasi (intonation 
languange) yang mana kita yaitu manusia memakai  beberapa variasi 
intonasi untuk membedakan makna.
Intonasi berfungsi sebagai cara untuk berekspresi memiliki pola￾pola tertentu. Seperti pola tinggi dan rendah, kedua pola ini merupakan 
pola intonasi berdasar  posisi nya. Dan tentunya menunjukan 
terhadap perbedaan makna dalam suatu kata atau kalimat. Hal ini 
membantu seseorang dalam membedakan jenis kalimat, apakah itu 
kalimat menyinggung, informatif, provokatif, atau sarkastik (sindiran). 
Perbedaan ini berdasar  jenis-jenis intonasi ketika dibaca atau 
diucapkan kalimat demi kalimat. Seperti kalimat :
أمس 
اش� رت ابل ى أمحد سيارة جديدة �ابل
Kalimat ini bisa menunjukan beberapa makna yang berbeda-beda 
apabila diucapkan dengan intonasi yang berbeda-beda. Seperti beberapa 
penjelasan berikut :
1. Persoalan dan pemberitahuan tentang pembelian.
2. pemberitahuan dan persoalan tentang orang yang membeli
3. pemberitahuan dan persoalan tentang apa yang telah dibeli
4. pemberitahuan dan persoalan tentang jenis mobil yang telah dibeli
5. pemberitahuan dan persoalan tentang waktu pembelian mobil
6. seruan tentang terjadinya pembelian atau pembeli atau mobil atau 
sifat dari mobil itu atau waktu pembelian.
7. Penolakan dan ejekan untuk ketidakmungkinan atau kesulitan 
ahmad dalam membeli mobil baru.
Hal ini perlu diperhatikan, sebab  perbedaan yang signifikan dalam 
kalimat ini  tidak ada  dalam kamus akan tetapi ada  dalam 
intonasi yang berbeda-beda ketika diucapkan atau dibacakan.
Para peneliti bunyi berpendapat bahwa jenis-jenis intonasi 
diantaranya suprasegmental phonemes (fonem tidak berwujud) dan 
secondary phonemes (fonem sekunder). Sebagaimana dalam fungsi 
kebahasaannya, Kamal basyar menjelaskan bahwasannya intonasi 
memiliki fungsi-fungsi dalam analisis linguistik dan komunikasi sosial 
antar pengguna bahasa. 
Secara umum fungsi intonasi dalam kalimat adalah sebagai berikut :
1. membedakan makna kalimat
2. mengubah struktur kalimat
3. membedakan kalimat yang penting
4. mengubah sebuah maksud kalimat
Ada 4 fungsi dari intonasi dalam analisis linguistik dan komunikasi 
sosial antar pengguna bahasa, diantaranya :
1. Fungsi sintaksis. 
Sintaksis itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sun” yang 
berarti “dengan” dan kata “tattein” yang berarti “menempatkan”. 
Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata￾kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dalam linguistik, sintaksis 
(dari Bahasa Yunani Kuno “συν- syn-“, “bersama”, dan “τάξις 
táxis”, “pengaturan”) adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan 
untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini, kata 
sintaksis juga dipakai  untuk merujuk langsung pada peraturan 
dan prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang 
membicarakan seluk beluk wacana. Untuk menjelaskan uraian 
itu, diambil contoh kalimat : Seorang pelajar sedang belajar di 
perpustakaan.
Kalimat di atas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S, 
ialah seorang pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET ialah di 
perpustakaan. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha 
menjelaskan unsur-unsur itu dalam suatu satuan baik hubungan 
fungsional maupun hubungan maknawi. Misalnya pada kalimat di 
atas ada  frase sedang belajar, yang terdiri dari dua unsur, ialah 
kata sedang dan kata belajar. Berdarsarkan hubungan maknawi 
antar unsur-unsurnya, frase seorang pelajar yang menduduki fungsi 
S menyatakan makna pelaku, frase sedang belajar yang menduduki 
fungsi P menyatakan makna perbuatan dan frase di perpustakaan 
yang menduduki fungsi KET menyatakan makna tempat. Jadi 
klausa di atas terdiri dari unsur-unsur maknawi pelaku diikuti 
perbuatan diikuti tempat. Fungsi sintaksis ini berfungsi dalam segi 
struktur nahwu nya 
Maka intonasi akan membedakan dan menjelaskan sempurna 
atau belum sempurnanya suatu kalimat yang diucapkan dari segi 
makna dan struktur nya. Seperti dalam kalimat :
أت، �تج د ما يرسك 
ت
إن �
Ketika pengucapan kalimat syarat (تأت إن) diakhiri dengan 
intonasi naik, maka menunjukan bahwa kalimat ini  belum 
sempurna makna dan struktur nya. Kemudian dilanjutkan dengan 
kalimat jawab syarat (يسرك ما جتد) yang akhiri dengan intonasi turun, 
maka menunjukan bahwa kalimat ini  sudah sempurna dari segi 
makna dan strukturnya. Selain itu, intonasi juga dapat membedakan 
antara kalimat informasi dan kalimat sindiran, tergantung intonasi 
mana yang kita gunakan baik intonasi naik ataupun intonasi turun. 
Contohnya dalam kalimat ” ناجح أنت” apabila akhir kalimatnya 
diucapkan dengan intonasi turun, maka kalimat ini  bermakna 
informatif atau memberikan informasi tetapi apabila kalimat 
ini  diucapkan dengan intonasi naik maka kalimat ini  
akan bermakna sakratif (sindiran) atau menyinggung.
2. Fungsi semantik kontekstual 
Semantik itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu sema 
yang berupa nomina berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’ dan samaino 
(verba) yang memiliki pengertian “menandai’ atau “melambangkan’. 
Sedangkan pengertian semantik secara terminologi adalah
ilmu yang menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang 
menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, 
serta hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata 
ini .
Dalam menjelaskan pola intonasi suatu frasa tertentu perlu 
mengacu pada makna kontekstual menurut konteks sosialnya. 
Contohnya kata “na’am” dalam bahasa arab, kata “apa” dalam 
bahasa negara kita  dan kata “no” dalam bahasa inggris. Dapat 
memberikan makna kontekstual yang berbeda, diucapkan dengan 
intonasi yang berbeda sesuai dengan makna yang diinginkan.
3. Fungsi sosial budaya
Pola-pola tertentu dari intonasi menunjukan kelas atau 
tingkatan sosial dan budaya dalam kelompok warga  tertentu. 
Sebagaimana yang telah diamati bahwa suatu kelas atau kelompok 
sosial dan budaya tertentu memiliki cara khusus terendiri dalam 
mengucapkan sesuatu. Hal inilah yang membedakan kelas atau 
kelompoknya dengan kelas atau kelompok yang lainnya.
4. Fungsi leksikal
Leksikal menurut Kamus Besar Bahasa negara kita  (2008: 805) 
Leksikal adalah berkaitan dengan kata; berkaitan dengan leksem; 
berkaitan dengan kosa kata. 
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Makna Leksikal adalah 
makna yang berkaitan dengan kata, leksem, ataupun kosakata. 
Sedangkan menurut Abdul Chaer (20012: 60) makna leksikal 
adalah bentuk ajektif yang diturunkan dengan bentuk nomina 
leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Kemudian 
dalam beberapa buku pelajaran bahasa sering dikatakan bahwa 
makna leksikal adalah makna seperti yang ada  dalam kamus. 
Makna leksikal biasanya dipertentangkan atau diaposisikan dengan 
makna gramatikal. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan 
makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka 
makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya 
proses gramatikal seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan proses 
komposisi.
Jadi, makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan 
referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg 
sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, 
makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya 
penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing). 
Pola intonasi dapat membedakan makna kata pada tingkat 
leksikon dan nada, fungsi ini sering disebut dengan lexical tone atau 
nada leksikal. Kata “ma” dalam salah satu bahasa china bermakna 
ibu apabila diucapkan dengan nada sedang atau datar, tetapi akan 
bermakna kuda apabila diucapkan dengan intonasi naik atau turun.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa intonasi dalam 
penjelasan ashwat akan memberikan makna yang berbeda ketika 
penyampaian bahasa. Intonasi sangatlah penting. Perannya ada 
ketika berhubungan dengan hal-hal kebahasaan seperti tekanan 
dan jeda atau yang tidak berhubungan dengan kebahasaan seperti 
konteks sosial.
Pengertian Jeda/Persendian
Jeda adalah waktu berhenti sebentar diantara dua kegiatan (KBBI, 
2011:193)
Jeda adalah perhentian yang menandai batas terminal intonasi 
kalimat. Sedangkan sendi adalah peralihan dari satu bunyi kebunyi yang 
lain dengan ada  perhentian sejenak.
Jeda adalah diam sebentar diantara kata-kata atau diantara beberapa 
suku kata di dalam sebuah ucapan dengan tujuan untuk menunjukkan 
terhadap kedudukan ahir lafadz atau suku kata lalu akan memulainya 
kembali ucapan ( Umar, 1991:231 ).
Jeda atau persendian adalah pemutusan suatu arus bunyi-bunyi 
segmental ketika diujarkan oleh penutur. Sebagai akibatnya, akan terjadi 
kesenapan diantara bunyi-bunyi yang terputus itu. Kesenyapan itu bisa 
berada diposisi awal, tengan dan akhir ujaran.
Kesenyapan awal terjadi ketika bunyi itu akan diujarkan, misalnya 
ketika mengujarkan kalimat hadza kitaabun terjadi kesenyapan yang tak 
terbatas sebelumnya. Kesenyapan tengah terjadi antara ucapan kata￾kata dalam kalimat, misalnya antara ucapan kata hadza dan kitaabun pada 
hadza kitaabun: atau ucapan antar suku kata, misalnya antar suku kata 
ha dan dza pada kata hadza, walaupun kesenyapan itu sangat singkat. 
Kesenyapan akhir terjadi pada akhir ujaran, misalnya ujaran akhir 
kalimat hadza kitaabun terjadi kesenyapan yang tak terbatas sesudahnya. 
(Muslich, 2010).
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentinya bunyi dalam arus 
ujaran. Disebut jeda sebab  adanya hentian itu, dan disebut persendian 
sebab  ditempat perhentian itulah terjadinya persambungan dengan 
segmen ujaran. Jeda ini dapat bersifat penuh atau sementara.
Jeda, persendian atau juncture menyangkut perhentian bunyi dalam 
bahasa. Suatu bunyi segmental dalam suku kata, atau kalimat pastilah 
disertai dengan bunyi suprasegmental yang berciri prosedi perhentian di 
sana sini itu disebut jeda atau persendian. Bahasa yang satu dengan yang 
lain berbeda jedanya. Ada yang jelas dan ada yang tidak jelas (Bloch & 
Trager, 1942:35-36)
Ada beberapa penamaan lain terhadap topik pembahasan ini seperti 
dikemukakan oleh peneliti ilmu bunyi seperti انتقال (perpindahan), فاصل
(Pemisah), dan سكتة ( diam sebentar ).
Disebut فاصل atau سكتة sebab  untuk menunjukkan bahwasanya 
مفصل (jeda) merupakan bagian dari diamnya suara di dalam ucapan. 
Disebut انتقال (perpindahan) sebab  unttuk menunjukan bahwa jeda 
merupakan bagian dari diamnya suara di dalam ucapan dalam satu waktu 
yang sama.
Jeda 
atau persendian berkenaan dengan hentinya bunyi dalam arus 
ujar. Disebut jeda sebab  adanya hentinya itu, dan disebut persendian 
sebab  di tempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara 
segmen yang satu dengan yang lain. Jeda ini dapat bersifat penuh dan 
dapat juga bersifat sementara. Biasanya dibedakan adanya sendi dalam
atau internal juncture dan sendi luar atau open juncture. (Drs. Abdul Chaer, 
2007:122)
Jeda atau kesenyapan ini terjadi diantara dua bentuk linguistik, baik 
antar kalimat, antar fraase , antar kata, antar morfem, antar silaba, maupn 
antar fonem. Jeda diantara dua linguistik yang lebih tinggi tatarannya. 
Jeda antar kalimat lebih lama kesenyapannya dibanding dengan jeda 
antar frase. Jeda antar frase lebuh lama bila dibanding dengan jeda antar 
kata. Begitu juga dan seterusnya. (Masnur Muslich, 2014:114)
B. Jenis-Jenis Jeda/Persendian
Jeda ada yang bersifat tertutup dan ada juga yang bersifat terbuka. 
Oleh sebab  itu jeda terbagi menjadi 2 bagian:
1. Jeda yang bersifat terkunci/tertutup ( Close juncture)
yaitu terletak antara potongan masuknya kalimat dan menunjukan 
bunyi yang tertulis dengan ditandai tanda “ - “ seperti kataba ( 
“Ka-ta-ba) kitabun (Ki-ta-bun) maktabun (Mak-ta-bun) atau cukup 
dengan memberikan spasi diantara potongan kalimat ini  
dengan tidak ada ciri
2. Jeda yang bersifat terbuka ( Open junture) 
Adalah jeda yang terletak diantara kalimat, ungkapan atau jumlah 
yang ditandai dengan tanda + dalam penulisannya seperti( kullu 
+matni ), ( Mudirotul madrosati + al jadidah) dan mudirotun + 
Almadrosah al jadidah)
Macam-macam jeda:
1. Jeda final yaitu perhentian diakhir kalimat dan menandai intonasi 
berakhir
2. Jeda non final yaitu perhentian ditengah kalimat yang manandai 
frase tertentu.
Jeda dapat dibedakan atas empat jenis jeda atau sendi sebagai 
berikut. (samsuri, 1970 15-16).
1. Sendi tambah (+) yakni jeda yang berda diantara dua suku kata. 
Ukuran panjangnya kurang dari satu fonem. Misalnya:
[ suk+ran] /sukran/
[lai+sa] /laisa/
[af+wan] /afwan/
2. Sendi tunggal (/), jeda yang berada diantara dua kata dalam frasa. 
Ukuran panjangnya satu fonem. Misalnya:
Fil / jaami’ah 
Ilal / baiti
Min / masjidi
3. Sendi rangkap (//) yakni jeda yang berada diamtara dua fumgsi 
unsur klausa atau kalimat, diantara fiil dan fail. Misalnya:
Umi // dzahaba ila suuki
Ahmad // lam ya’ti?
4. Sendi kepang rangkap (#), yakni jeda yang berada sebelum dan 
sesudah tuturan sebagai tanda diawali dan diakhiri tuturan. Sendi 
kepang rangkap yang berposisi diakhir tuturan biasanya disertai 
nada turun (v#) atau nada naik (#).
C. Fungsi Jeda Bahasa
Jeda mempunyai kedudukan dalam fungsi bahasa untuk memisahkan 
makna, dengan makna letaknya jeda diantara kumpulan kalimat dalam 
kedudukannya yang berbeda-beda itu mempengaruhi makna seperti 
halnya contoh yang jelas di bawah ini :
1. َ
َك
ل
َ
َ د
ج
Apabila kamu mengucapkan “ دلك جا “ maka yang dimaksud “ قشك ان
(berdiskusi) “dari satu perdebatan.
Apabila kamu mengucapkan “jadaa +laka ” maka maknanya 
“khairu laka” dari lafadz judi (kedermawanan).
ْ ن� ِي .2
َ ت
لَمَّ
ك
Apabila kamu mengucapkan “kallamatni” maka yang bermaksud “ 
telah menceritakan kepadaku” 
Apabila kamu mengucapkan “ kalla + matni “ maka yang dimaksud 
adalah “ telah melafalkan kepadaku “
Seperti halnya dalam syair:
Saya telah memukul pintu sampai telah melemahkanku dan ketika 
memukul ini  maka lemahlah diriku dan lemahlah tanganku.
.3
َ
ذ
Apabila membacanya ذاهبة maka bermakna isim fail dari ذاهب .
Apabila membacanya هبة + ذا maka maknanya menjadi .هبه اهل
Seperti halnya dalam syair:
ِاذا ملك مل يكن ذا +هبة فدعه فدولته ذاهبة 
حت ه .4
2 :الفا�
Jika membacan ayat ini tanpa jeda dan dengan kata رب yang 
dikasrohkan maka kata رب itu sebagai badal.
Apabila membacanya dengan jeda ن
رب dengan احلمدهلل ي + رب العامل�
dibaca rofa , maka akan berkedudukan sebagai na’at.
ِ ِه )آل معران :5. )7
َّ ا ب
َ ن
َ آم
ْ ن
و
ُ
ْ ل
و
ُ
َق
ِ ي
لمْ
ِي ِ الع
ف
� َ
ْ ن
خُ و
َ الرَّ ِاس
َّ ُ هلل و
ِال
هَُ إ
ْل
ِ ي
و
ْ
َأ
ت
ْ لمَُ �
َع
َ ا ي
َم
و
Apabila ayat ini dibaca َ
ْ ن
و
ُ
ْ ل
و
ُ
َق
ِ ي
لمْ
ِي ِ الع
ف
� َ
ْ ن
خُ و
َ الرَّ ِاس
َّ ُ هلل + و
ِال
هَُ إ
ْل
ِ ي
و
ْ
َأ
ت
ْ لمَُ �
َع
َ ا ي
َم
 و
ِ ِه
َّ اب
َ ن
آم Maka bermakna bahwa hal yang sama itu tidak ada yang 
mengetahuinya kecuali Allah semata. Jika membacanya tanpa jeda 
maka akan bermakna Allah mengetahui hal yang sama dan juga 
orang-orang yang mendalami pengetahuan.
ِيال )ا إلنسان :6. (18
ْسب
َ ل
َ ىم س
س
ُ
ً ِ ا في� هَْا ت
(عين
Apabila kata سلسبيال dibaca tanpa jeda maka maknanya adalah mata 
di syurga. Apabila dibaca dengan jeda سبيال+ سل maka menjadi ada 
dua kalimat , kalimat yang pertama adalah fiil dan kedua adalah 
isim. Dan maknanya berubah menjadi tidak bermaknanya konteks 
ini .
أ نعام:7. 36
َ )ل
ْ ن
ُ و
َ ع
ِهي � رُ ْج
ْ
ي
َ
ِ ل
َّ إ
مُ
ث
ُ ُ هللا �
ثهُُم
� َ
ْع
ب
َ
تىَ ي
� ْ
َ و
َ امل
َ + و
ْ ن
ُ و
َ ع
ْ م
َس
َ ي
ي�ن
ِج ُب ِ الذ
َ
ْ ت
َس
ِ� نمََّ ا ي
 إ
Apabila ayat ini dibaca هِ
ْ
ي
َ
ِ ل
َّ إ
مُ
ث
ُ ُ هللا �
ثهُُم
� َ
ْع
ب
َ
تىَ ي
� ْ
َ و
َ امل
َ + و
ْ ن
ُ و
َ ع
ْ م
َس
َ ي
ي�ن
ِج ُب ِ الذ
َ
ْ ت
َس
ِ� نمََّ ا ي
َ ) ) إ
ْ ن
ُ و
َ ع
ي� رُ ْج
 . 
َا َرھم )الانفال:8. 80
َدب
َهُ ْم و ا
َ ْض ِربُ ْو ن و جوھ
ُ ی
ِ َكة
َى الذین كفروا الم َلائ
َ َوف
َت
ِذ ی
Apabila ayat ini dibaca tanpa jeda maka akan bermakna bahwa 
malaikat memukul wajah dan dubur orang-orang kafir. Namun 
apabila ayat ini dibaca memakai  jeda مْ ُهَ
َ ْض ِربُ ْو ن و جوھ
ُ ی
ِ َكة
الم َلائ
َى الذین
َ َوف
َت
ِذ ی
َا َرھم + كفروا ا
َدب
ا و maka maknanya adalah bahwa malaikat 
memukul dirinya sendiri (wajah dan dubur ). 
مدیرة المدرسة الجدیدة .9
Apabila membacanya اجلدیدة املدرسة+ مدیرة maka kata اجلدیدة adalah 
sifat dari املدرسة . namun apabila membacanya اجلدیدة+ املدرسة مدیرة
maka kata اجلدیدة menjadi sifat dari مدیرة
. طریق املطار اجلدید .10
Apabila membacanya اجلدید املطار+ طریق maka kata اجلدید menjadi 
sifat dari .املطار namun apabila membacanya اجلدید+ املطار طریق maka 
kata اجلدید menjadi sifat dari طریق
Dan Kamal Basyar telah menunjukkan (…2 : 558-559) contoh dari 
jeda yang lebih baik yang dinamai dengan السكتة dan ditandai dengan [,]. 
Dan ketentuan nya sebagai berikut :
1. Jeda berada di jumlah syartiyah, dintara Tharaf nya : syarat dan 
jawab. Sebagaimana dalam firman Allah ُلھ علْ جَ َ
َ َ ِق َالله,ی
َت
: ومن ی
ًجا)الطالق :2(
َ ْمخر
2. Jeda berada di kalimat dengan tautan berikut : لولا, لو, كلما dan 
contohnya ada  pada ayat sebagai berikut :
ً ا )آل معران :37(
ق
ْ
ِ ز
َ ا ر
َ ه
ْد
َ ِ عن
َ د
َج
ْرَ َ اب , و
اَّ حِ امل
ِ ي�
ر
َ
َ ك
ي� هَْا ز
َ
ل
َ
َ ع
َ ل
َ خ
َ ا د
لُمَّ
ك
ْ ) البقرة :246(
هنُم
ِ م�
ً
ْال
ِلي
َ
 ق
َّ
ِال
ْ ا إ
و
َّ
َ ل
و
َ
ُ , ت
َل
ُ ِ القت
ِم
ي� هْ
َ
ل
َ
ِت َب ع
ُ
مََّ ا ك
ل
َ
ف
مُ ْ )آل معران :167(
َ اك
ْ ن
َع
ب
َّ
ت
َ
ًو ال
َ اال
ْ لمَُ ِ قت
ع
َ
ْ ن
و
َ
ل
َ )سأ : 31(
ِمِني� ْ ن
ْ
ُ ؤ
َّ ا م
ن
ُ
ك
َ
ْ , ل
مُ
� ت
ْ
ن
َ
َ أ
َوال
ل
3. Jeda berada di antara na’at dan man’ut, seperti dalam kalimatمررت (
ُل (
مبحمد ,الطوی
4. Jeda berada di antara mubtada dan khobar apabila keduanya ma’rifat, 
khususnya apabila khobar yang kema’rifatanya menunjukan kepada 
janji atau kesempurnaan, dan mubtada dari isyim isyaroh . contoh : 
َان لاریب فیھ
ذلك ,الرأي الصائب atau dalam kalimat َذلك ,الكت
5. Jeda berada sebelum لكن dan . بل 
سمعت ما یقولون ,ولكني غیر متأكد
َ ُش ُع َرون )البقرة:12(
ِ ُس َدو َ ن , َو لكن لا ی
ُ ْمف
ُ ُم ال
َھم ھ
ِن
ََلا ا
ا
لیس الامر مقصورا على ذلك ,بل تعداه الى مجالات اخرى 
ْ ٌ بصأرنا,بل نحن قو ْ م َم ُس ُحو َرون )الحجر:15(
َ ِ ما ُس َك ْرت ا
ِن
ُوا ا
َال
َق
ل
6. Jeda berada setelah القول dan turunannya, sebagaimana firman 
ٍن : Allah
َھُ ْ ِم ْ ن ِطی
َقت
ٍ َر َوخل
َا
ِ ْي ِمن ن
َن
َقت
َ ْخیٌ ْر ِمنھُ َخل
َا
َن
َل ,ا
َا
ق Dan terkadang pada 
ungkapan bahasa Arab pada keadaan ini dengan harus adanya 
hamzah yang dibaca kasroh( )نّ ِ
إsetelah قال , menunjukan bahwa 
setelahnya adalah permulaan kalimat selanjutnya, sebagai mana 
َفض ُح ْو ِن )الحجر dalam firman Allah
َ َلا ت
ِي ف
َ َ ُؤلا ْ ِء َضیف
ِ َن ھ
َل ,ا
َا
:68( ق
.) jeda di sini adalah pemisah maka hamzah dikasrohkan (إن ) sebab  
itu merupakan kalimat selanjutnya.
Dan Basyar menambahkan (…2: 566-572) bahwa jeda juga bias 
jerjadi sebelum dua huruf : (1) fa jawab , (2) lam jawab dari لو dan .لولا
Adapun yang “fa” jeda berada pada sebelumnya dalam keadaan berikut:
1. Apabila jawabnya terbuat dari jumlah ismiyah, sebagaimana firman 
Allah : 
أ نعام :17(
ي� رٌْ ) ال
ِد
َ
ْ ٍء ق
ي
ِ ش � َ
َ لىَ كلُّ
َ ع
فهَُو
� , ٍ
ي� رْ
َ
خ
َ ب � ِ
ْ ك
َ س
ي � مَ ْ س
ْ
ِن
َ إ
و
أ نفال :62(
َ ُ هللا )ال
َك
ْ ب
َ س
َّ ح
ِ ن
إ
َ
َ , ف
ْ ك
ُو
َ ع
َ خد
ي �
ْ
ن
َ
ْ ا أ
ُ و
ْد
ِ ي
ي � رُ
ْ
ِن
َ إ
و
2. Apabila jawabnya kalimat Thalabiyah, sebagaimana firman Allah:
ِي )آل عمران :31(
ِ ْعون
َب
َات
ُحبُن َالله َ,ف
ُم ت
ِ ن كنت
ُل ا
ق
ْنجح لها...)الانفال : 61(
َا
ِم,ف
َ ْسل
ِل
َ ْحوا ل
ِن جن
و
3. Apabila jawab diawali oleh fiil jamid , sebagaimana firman Allah:
ِي )الهكف : 40-39(
ب� ّ
َ
َ ىَس ر
ع
َ
ً ا, ف
د
َ
َ ل
َ و
ً و
َ اال
َ م
ْك
َّ ِ من
َل
ق
َ
ناَ أ
َ
ِن أ
ترََ
� ْ
ِن
إ
َ ... ) البقرة : 271(
ً ِ ا هي
ِنِعم
َ
ِ ات, ف
َ
ق
َ
َّ د
ُ الص
ْد
ب
ُ
ْ ت
ِن
إ
4. Apabila jawabnya ada  huruf nafi ”ما“dan “لن ” sebagaimana 
dalam firman Allah ,
ُ ) املا ئدة : 67(
َه
ت
َ
َ ال
ِس
َ ر
ْ ت
غ
ّ
ل
َ
َ ا ب
فمَ
َ ل, �
ع
ْ
ف
َ
ْ ت
مَ
ْ ل
ِن
َ إ
و
ُ ) آل معران : 115(
ْه
رُ و
َ
ف
ْ
ُك
ْ ي
ن
َ
ل
َ
ٍ , ف
ي� رْ
َ
ْ خ
ْ ِ ا من
و
ُ
َ ل
ع
ْ
َف
َ ا ي
َم
و
5. Apabila jawabnya ada  قد , sebagaimana dalam firman Allah :
ُ )يوسف :77(
ْل
ب
َ
ْ ق
هَُ ِ من
ٌ ل
خ
َ
َ أ
ْ رَ سَق
د
َ
ق
َ
ُ , ف
ِق
َسرْ
 ي
ْ
ِن
ْ ا إ
و
ُ
ل
َ
ق
ُ ِ ) ) املا ئدة:116(
َه
ْ ت
مِل
َ
ْ ع
د
َ
ق
َ
ُ , ف
ُه
ت
ْ
ل
ُ
ْ ق
مُ
ْ � ت
ن
ُ
ْ ك
ِن
إ
6. Apabila jawabnya ada  سوف/ س , sebagaimana dalam firman 
Allah :
َ ا ) النساء : 172(
ْع
ِ ي
ِه جمَ
ْ
ي
َ
ْ إل
مُ
ْ شرُُ ه
َح
َ ي
س
َ
ْ , ف
برِ� برِ
ْ
َ ك
ْ ت
َس
ِ ي
ِتِه و
َ
َ اد
ْ ِ عب
َ ن
ِكف ُ ع
ْ
ن
َ
ْ ت
َس
ْ ي
َ ن
َم
و
هِِل )التوبة :28(
ْ
َض
ْ ف
مُ ْ ُ هللا ِ من
ْك
ِني
ْ
ُغ
َ ي
ْ ف
َ و
س
َ
ً , ف
ة
َ
ْ ل
ي
َ
ْ ع
مُ
� ت
ْ
ْ ِ خف
ِن
َ إ
و
Adapun lam (jawab syartiyah), jeda terletak pada sebelumnya 
ada  pada dua keadaan , yaitu: 
1. Pertama, apabila memakai  adat syarat , لو sebagaimana dalam 
firman Allah : 
ْ ) ال معران :110(
هَُم
ي� رًْ ا ل
َ
َ خ
َ كاَ ن
َ ِ اب , ل
ُ ِ الكت
ْ ل
ه
َ
َ ا
َ ن
ْ آم
و
َ
َ ل
و
2. Kedua, apabila memakai  adat syarat , لولا sebagaimana dalam 
firman Allah :
ي� مٌْ )االنفال :68(
ِظ
َ
َ ٌ اب ع
َذ
 ع
مُّ
ت
� ْ
َ د
خ
َ
َ ا أ
ْم
مُ ْ ِ في�
َ ك
َ س
لمَ
 , َ
َق
َ ب
َ ِ هللا س
َ ٌ اب ِ من
ِ كت
َ
ْال
و
َ
 ل
ُوا 
ن
كاَ
ِ َ ئس مضا 
ب
َ
ۚ ل
ؒ َ
ْ ت
ُّ ح
ُ الس
ِم
ِه
لْ
ك
َ
َ أ
ثمْ
� ِ
ْ ا إل
ِم
هِل
ْ
و
َ
ْ ق
َ ن
ُ ع
َ ار
ْ ب
ح
َ
أ
َ ال
َ و
ْ ن
و
ُّ
ِني
باَّ
ُ الرَّ باَّ�
مُ
نهَْا ه
�َ
 ي
َ
ْال
و
َ
َ ل
ْ ن
ُ و
َع
ْ ن
َص
َ ي
ُ ون
ِد
ّ
ن
َ
ف
ُ
ْ ت
ن
َ
َ أ
َوال
ل
ۖ
ُ ف َ ۗ
ْ س
ُو
حَْ ي
ي�
ِ
ُ ر
ِجد
َ
َ أ
ىِ ل
ِ� نّ
ْ إ
مُ
ُوه
ب
َ
َ أ
َ ال
رُْ ق
ِت ِ العي�
َ
َ ل
َص
َ
Pandangan Fonologi Prosodi Terhadap Jeda
Dalam pembahasan jeda bahasa Arab, pembahasan tentang 
fonologi prosodi terasa perlu. Hal ini disebab kan jeda merupakan salah 
satu bunyi suprasegmental. Fonologi prosodi membahas tentang bunyi 
segmental yang pada pokok-pokok prosodinya diungkap mengenai 
bunyi suprasegmental terutama jeda.
Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai fonologi prosodi menurut 
Abied (2011) 
Pada tahun (1890-1960) seorang guru besar pada Universitas 
London yang bernama John R. Firth telah mengemukakan sebuah 
teorinya mengenai fonologi prosodi. sebab  itulah, teori yang 
dikembangkannya ini  kemudian dikenal dengan nama aliran 
Porosodi; tetapi disamping itu dikenal pula dengan nama aliran firth, 
atau aliran Firthian, atau aliran London.
Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada 
tataran fonetis. Fonologi prosodi ini  terdiri dari satuan-satuan 
fonematis berupa unsur-unsur segemental; yakni konsonan, vokal, 
sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang 
lebih panjang daripada suatu segmen tunggal.
Aliran London atau biasa juga disebut fonologi prosodi adalah 
suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Arti pada pokok 
tataran fonematis ini  yaitu berupa unsur-unsur segmental.
1. Adapun pokok-pokok prosodi ini  terbagi atas tiga macam 
yakni sebagai berikut: Prosodi yang menyangkut gabungan fonem; 
struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan dan gabungan 
vokal
2. Prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda. Artinya jeda atau 
persendian mempunyai hubungan erat dengan hentian bunyi dalam 
arus ujar. Mengapa disebut jeda? Yakni sebab  ditempat perhentian 
itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lainnya. Jeda ini bersifat penuh dan dapat juga bersifat 
sementara, sedangkan sendi biasanya dibedakan adanya sendi dalam 
(internal juncture) atau sendi luar (open juncture), sendi dalam 
menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal 
ini, biasanya dibedakan:
a. Jeda antara kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring 
tunggal (/)
b. Jeda antara frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring 
ganda (//)
c. Jeda antara kalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis 
silang ganda (#)
Sehingga dapat diketahui bersama bahwa dalam bahasa Arab 
sangat penting sebab  tekanan dan jeda itu dapat mengubah makna 
kalimat.
3. Prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui yang lebih besar dari 
pada fonem-fonem suprasegmental. Artinya bahwa arus ujaran 
merupakan tuntutan bunyi sambung bersambung terus menerus 
diselang-seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai 
dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek 
bunyi dan sebagainya.
Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan 
sehingga disebut bunyi segmental; tetapi berkenaan dengan keras 
lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. 
Bagian dari bunyi ini  disebut bunyi supra segmental atau prosodi. 
Jeda Dalam Bahasa Arab Tulis
Sebagaimana pembahasan dalam latar belakang bahwa pemakaian  
jeda dalam bahasa Arab lisan lebih mudah diterapkan daripada dalam 
bahasa Arab tulis. Dalam bahasa Arab tulis, terlebih dalam tataran 
kalimat, perbedaan jeda sering menimbulkan kerancuan makna, 
kekaburan makna, atau makna ambigu.
Sebagai antisipasi hal ini , perlu dilakukan pengkajian mengenai 
tata bahasa tulis mengenai pemakaian  jeda dalam bahasa Arab tulis. 
Mengingat jeda memiliki fungsi sebagai pembeda makna. Selain itu, 
yang lebih penting lagi adalah agar tidak terjadi kekaburan makna. Bunyi 
suprasegmental lain seperti nada, sudah memiliki aturan mengenai 
penulisannya. Untuk menunjukkan nada tanya, memakai  tanda 
tanya (?), untuk menunjukkan kalimat seru, perintah menggunkan tanda 
seru (!), dan untuk menunjukkan kalimat berita memakai  tanda titik 
(.). Sedangkan untuk penulisan bunyi suprasegmental yang berupa jeda 
dalam bahasa Arab masih belum jelas.
Untuk mengkaji pemakaian  jeda dalam bahasa Arab tulis perlu 
dikaji terlebih daulu mengenai tanda baca. Tanda baca merupakan bunyi 
suprasegmental dalam bahasa lisan. Bunyi suprasegmental merupakan 
fonem sebab  membedakan makna.
E. Perbedaan Cara Membaca Jeda Dalam Bahasa 
negara kita 
Jeda ini lebih fungsional dibanding dengan suprasegmental yang 
lain. Perhatikan perbedaan jeda pada kalimat berikut.
1. Anak / pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan.
2. Anak pejabat / yang nakal itu telah dimejahijaukan.
Dengan perbedaan jeda yang agak lama antara anak dan pejabat 
(kalimat 1) dan antara pejabat dan yang (kalimat 2) makna kalimat itu 
berbeda. Pada kalimat (1) ‘ yang nakal adalah pejabat’, sedangkan pada 
kalimat (2) ‘yang nakal adalah anak pejabat’.
Dalam penulisan, untuk membedakan kekaburan makna pada frase￾frase ini  diberi tanda hubung (-) diantara kata yang merupakan 
penjelas langsungnya. Dengan demikian, kedua kata pada kalimat 
ini  ditulis  (Masnur Muslich, 2014:114)
1. Anak pejabat-yang nakal itu telah dimejahijaukan
2. Anak-pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan.
Adapun sendi yang menunjukkan batas antara suku silabel dengan 
silabel yang lain. Sendi dalam oni, yang menjadi batas silabel, biasanya 
diberi tanda tambah (+) misalnya :
/am+bil/
/lam+pu
/pe+lak+sa+na/
Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel. 
Dalam hal ini biasanya dibedakan:
1. Jeda antar kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal 
(/)
2. Jeda antar frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda 
(//)
3. Jeda antarkalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang 
ganda (#)
Selabel adalah suatu ritmis terkecil dalam suatu ujaran atau 
runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal atau satu 
vocal dan satu konsonan. Atau lebih. Silbel atau suku kata merupakan 
runtutan bunyi yang paling n yaring (puncak kenyaringan: sononitas, 
yang biasanya jatuh pada sebuah vocal) yang dapat disertai atau tidak 
oleh bunyi lain di depannya, di belakang atau sekaligus di depan dan 
di belakangnya, terjadi sebab  adanya ruang resonasi berupa romgga 
mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga lain di dalam kepala dan 
dada. Bunyi yang paling banyak memakai  resonasi itu adalah bunyi 
vocal. sebab  itulah, yang dapat disebut bunyi silabis atau puncak silabis 
adalah bunyi vokal. Bunyi vokal memang selalu mungkin puncak silabis 
atau atau puncak kenyaringan dalam suatu silabel. Namun, dalm suatu 
ritmis tertentu, sebuah konsonan, baik yang bersuara maupun yang
tidak, mempunyai kemungkinan juga untuk menjadi puncak silabis. 
Menentukan batas silabel sebuah kata kadang-kadang memang agak 
sukar sebab  penentuan batas itu bukan hanya soal fonetik, tetapi juga 
soal fonemik, tetapi juga soal fonemik, morfologi, danortografi.
Bidang Linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan 
runtutan bunyi-bunyi bahasa ini  yang disebut fonologi, fon: bunyi 
dan logi: ilmu. Objek studi fonologi dibedakan menjadi fonetik dan 
fonemik. Fonetik mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan 
apakah bunyi ini  mempunyai fungsi sebagi pembeda makna atau 
tidak. Fonemik mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi 
bunyi sebagai pembeda makna. Fonetik akan berusaha mendeskripsikan 
perbedaan bunyi-bunyi ini  seta menjelaskan sebab-sebabnya. 
Misalnya –paru dan baru- contoh sasaran studi fonemik.
Jeda sangatlah penting sebab  jeda itu dapat mengubah makna 
kalimat, seperti tampak dari contoh yang diberikan, dan kita tampilkan 
kembali di sini dengan memakai  lambang persendian. (Drs. Abdul 
Chaer, 2007:122)
# buku // sejarah / baru #
# buku / sejarah // baru #
F. Jeda Dalam Bahasa Arab
Jeda dalam bahasa Arab erat kaitannya dengan waqaf. Arti waqaf
adalah ‘ memotong pengucapan pada akhir sebuah kata’. Bila akhir kata 
berharakat, di-waqaf-kan dengan sukun dibaca mati, yakni setiap kata yang 
berakhir dengan bukan huruf illah (ya, waw, dan alif). Dengan waqaf ini, 
sebuah kata biasanya berakhir dengan konsonan. Waqaf untuk akhir setia 
kata ini berlak pula terhadap kata yang tealh tersusun menjadi frasa dan 
kata yang merupakan sebuah akhir sebuah kalimat. Sesuai dengan cara 
ini , kata fahmun, fikrun, shubchun dibaca dengan fahm, fikr dan subch.Apabila huruf akhir dari kata suatu kata sukun, di-waqaf-kan dengan 
sukun. Hal itu berlaku pula pada kata mu’tal, yakni kata yang huruf 
akhirnya alif, wawu, atau ya’. Contoh dari kata yang berakhiran dengan 
sukun ini adalah a’s-salamu’alaikum. Huruf akhir dari kata ini  
adalah mim sukun. Untuk itu peng-waqafan-nya adalah dengan mim sukun
ini . Adapun kata yang berakhir dengan huruf alif, wawu, dan ya’, 
misalnya kata dunya )دنيا( fatwa )فتوى( makna )معنى( pe-waqf-annya dengan 
harakan sebelum huruf ini .
Jika sebuah kata ber-tanwin, dhammah atau kasrah, maka tanwin
diakhir kata itu dibuang dan huruf akhir disukun atau dihilangkan vokal 
akhirnya, contohnya adalah kitabun dan kitaban dibaca dengan kitab 
tanpa un maupun in. Jika sebuah nomina idefinit berkasus akusatif, huruf 
akhirnya dibaca tanwin fathah, misalnya kitaban, kata ini  juga bisa 
dibaca dengan sukun diakhir kata. Dengan demikian, kata kitaban tadi 
juga dapat dibaca dengan kitab. Jika sebuah kata definit dengan alif lam, 
harakat akhirnya berupa dhammah, fathah atau kasrah, contohnya alkitabu, 
alkitaba, alkitabi. Harakat pada akhir kata-kata ini  juga dihilangkan 
sehingga ketig-tiganya dibaca alkitab.
Kata diakhir frasa seperti Rasulu’l-Lahi dibaca Rasu’l-lah, kitabu’l￾lahi dibaca kitabu’l-lah. Kata Allah yang terletak diakhir kalimat, misalnya 
alhamdulli’l-lahi, astagfiru’l-lahi dibaca alhamdulli’l-lah dan astagfiru’l-lah. 
Dengan demikian suku akhir sebuah kata, frasa dan kalimat di dalam 
bahasa Arab selalu berupa konsonan.
Kaidah-kaidah ini  berkaitan dengan isim (nominal) dalam 
bahasa Arab. Namun, kaidah ini  juga berlaku bagi fiil (verba) , 
misalnya shalallahu alaihi wasallam. Kata sallama yang merupakan verba 
diakhir kalimat ini  dibaca dengan sallam (dengan sukun).
Kaidah waqaf untuk ismul-manqush, yakni isim yang berakhir 
dengan huruf ya dan harakat sebelumnya kasrah, seperti kata qadhi 
‘hakim’ )قاضى( dalam bahasa Arab, jika ma’rifat (definit) di baca al-qadhi 
)القاضى( dan jika nakiroh (idenfinit) dibaca qadhin )قاض ٍ (. Namun, untuk 

pembacaan ismul-manqush yang indefinit ini ada dua kemunkinan 
pelafalannya, yakni qadhin dan qadhi. Bacaan kedua inilah yang diikuti 
dalam pengucapan kata-kata ini  setelah terserap menjadi bahasa 
negara kita .
Kaidah waqaf bagi ismul-maqsur, yakni isim yang huruf akhirnya 
berwujud ya’ tanpa titik dan harakat sebelumnya fathah adalah diwaqaf￾kan dengan bacaan fathah. Sebagai contoh adalah fatwa, makna yang 
ditulis dalam bahasa Arab dengan )معنى , فتوى( dibaca dengan waqaf 
tanpa membaca huruf akhirnya.
Kata-kata yang huruf akhirnya ta’ul marbuthah yang biasanya 
menunjukkan muannas (feminim). Kata muslim jika diberi ta’ul 
marbuthah menjadi muslimah (orang muslim wanita), dan mu’min jika 
ditambah ta’ul marbuthah menjadi mu’minah (mukmin wanita). Untuk 
kata yang tidak berjenis tidak berakal ta’ul-marbuthah dipakai untuk 
menunjukkan satuan atau jenis, misalnya syajar ‘pohon’ jika ditambah 
ta’ul-marbuthah, maka menjadi syajarah ‘sebuah pohon’. Untuk kata-kata 
yang ditambah dengan ta’ul marbuthah ada dua kemungkinan bacaannya 
dalam bahasa indonnesia, yakni dengan /h/ atau /t/, misalnya nikmat, 
rahmat, berkah, dan muslimah.
Kata-kata seperti khusrun ‘kerugian’, fashlun’bagian’, hazlun’senda 
gurau’ per-waqaf-annya dalam bahasa Arab seharusnya dibaca fahm, 
khusr, dan subch, tetapi biasanya disisipkan fonem /e/ sehingga dibaca 
khusr, fashel, dan hazel. Setelah menjadi kata-kata serapan dalam bahasa 
negara kita  diperlakukan juga dengan menambah fonem konsonan sebab  
gugus konsonan tidak pernah ada  pada suku ultima (akhir)
berdasar  kaidah mengeanai waqaf ini, kata-kata bahasa Arab 
yang bersuku dua, seperti subchun, fikru, dan fahmun, akan dibaca 
subh, fikr, dan fahm. Untuk kata-kata ini  ditambahkan fonem 
/e/ sehingga menjadi [subech], [fiker] dan [fahem]. Selanjutnya fonen 
/e/ diubah dengan diberi fonem vokal sesuai dengan fonem vokal 
sebelumnya untuk harmonisasi sehingga menjadi subuh, fikr, dan faham. 
(ghulayaini, 1991a :223-225)

Pengertian Fonem
Istilah fonem berasal dari bahasa inggris (phoneme). Dalam 
ilmu bunyi bahasa Arab banyak sekali istilah mengenai fonem 
صوتيم, صوت, صوت مجرد, صوتية, مستصوت, فونيمية, الفظ.: ini, seperti
Akan tetapi istilah yang lebih populernya yaitu فونيم sebab  banyak 
dipakai nya dalam tulisan dan yang paling disukai oleh para 
ulama ahli bunyi.
Banyak sekali pengertian-pengertian yang merujuk pada 
fonem ini sebagaimana yang telah di paparkan oleh ulama ahli 
bahasa dan ahli bunyi dalam karya-karyanya. Pemabahasan fonem 
ini dibahas dalam satu sub-bab khusus yang mencakup pengertian 
dan teori-terori fonem. Berikut ini deskripsi dan pengertian fonem,
a. Definisi abstrak fonem : fonem yaitu gambaran pemikiran 
terhadap suatu bunyi yang tidak berwujud nyata ketika 
sebuah komunikasi berlangsung, adapun apa yang diucapkan 
oleh si pembicara itu bukanlah fonem akan tetapi itu adalah 
alofon. Dengan kata lain fonem adalah sebuah perumpamaan 
atau model yang ada  dalam pemikiran yang dilafalkan 
oleh si pembicara dengan konteks perkataan yang berbeda￾beda melalui alofon. Fonem /n/ dalam bahasa negara kita  
merupakan model bunyi yang dapat dilafalkan dengan bentuk 
yang bermacam-macam sesuai dengan konteks pembicaraan, 
seperti ( nama, tanpa, untuk, uang, tanya) , begitu juga fonem 
/ ن / dalam bahasa Arab itu merupakan model sebuah bunyi 
yang ada  dalam pemikiran atau benak si pembicara yang 
dapat dilafalkan sesuai dengan konteks kata atau kalimat yang 
.dll ,( ينحرف ) dan ,( ينقل (, ) ينبت (, ) ينفي ) berbeda, seperti
b. Definisi fonem dari segi fungsi : fonem yaitu bunyi yang 
memiliki kemampuan mengubah suatu makna. Bunyi / t / 
dan / k / dalam contoh kata ( tuli), dan (kuli), merupakan 
dua fonem yang mampu menjadi pembeda antara dua kata 
ini , begitu juga bunyi ba / ب / dan mim / م / dalam 
contoh kata / مال /, dan kata / بال / mampu membedakan 
kedua makan kata ini .
Definisi mengenai fonem ini sangatlah banyak dan bervariasi, 
akan tetapi berikut ini titik temu mengenai definisi fonem, yang 
disepakati oleh para ulama, dan definisi ini juga merupakan definisi 
yang paling populer bahwasanya fonem adalah unit terkecil bunyi 
yang mampu membedakan makna dalam sebuah kata. Ba / ب /, 
dan mim / م / dalam conoh kata / بال / dan / مال / merupakan 
dua unit bunyi yang tidak dapat dibagi lagi, dan mampu menjadi 
pembeda terhadap kedua kata ini . Dalam tulisan, fonem ini 
ditulis diantara dua garis miring.
Fonem adalah bunyi bahasa yang berbeda atau irip satu sama 
lain dalam sebuah pemakaian  bahasa yang sama. Dalam ilmu 
bahasa, fonem itu ditulis diantara dua garis miring: /…/. Jadi dalam 
bahasa negara kita  /p/ dan /b/ merupakan dua fonem yang kedua 
bunyi ini membedakan arti.
Contoh Fonem:
Pola - /pola/
Parang - /parang/
Beras - /beras/
Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal 
yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem 
/p/ dalam bahasa negara kita  misalnya, dapat mempunyai dua 
macam dua macam lafal. Bila berada pada awal kata atau suku kata, 
fonem dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/ misalnya, fonem 
/p/ diucapkan secara lepas kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila 
berada diakhir kata, fonem /p/ sudah jelas tidak bisa diucapkan 
secara lepas. Bibir kita akan tertutup untuk mengucapkan bunyi 
ini bukan? Dengan demikian, fonem /p/ dalam Bahasa negara kita  
memiliki dua variasi.
Dalam buku Introducing Phonology, Odden (2007:44) 
menyebutkan bahwa ketika ada dua kata yang hanya memiliki satu 
perbedaan bunyi sementara bunyi lainnya sama, maka disebut 
dengan pasangan minimal. Pasangan minimal dipakai  untuk 
menguji sebuah status fonem. Perhatikan contohnya sebagai 
berikut:
/d/ /t/
d ire t ire
b end b ent
h ad h at
Perbedaan antara [t] dan [d] disebut kontrastif atau distingtif. 
sebab  selain berbeda bunyi, keduanya juga membentuk kata 
dengan makna yang berbeda. Yang demikian selanjutnya disebut 
dengan fonem. Dalam kamus linguistic, kridalaksana (2009:62) 
merumuskan bahwa yang dimaksud dengan fonem adalah satuan 
bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Verhaar 
(2012:68) juga menjelaskan mengenai “fungsi pembeda” sebagai 
sifat khas fonem, misalnya saja kata rupa dan lupa. Satu-satunya 
perbedaan diantara kedua kata negara kita  itu ialah menyangkut 
bunyi pertama, [l] dan [r]. selain bunyi pertama, semua yang ada pada 
dua kata ini  adalah sama, maka pasangan [l] dan [r] disebut 
“pasangan minimal”. Maka dari itu, /l/ dan /r/, dalam bahasa 
negara kita , merupakan fonem-fonem yang berbeda identitasnya. Sebaliknya, dalam bahasa jepang, bunyi yang secara fonetis dapat 
berupa [l] dapat juga berupa [r] tidak pernah membedakan dua kata 
dalam pasangan minimal. Maka dari itu, kedua bunyi ini  bukan 
merupakan fonem-fonem yang berbeda dalam bahasa jepang.
Fonem-fonem dalam tiap bahasa dapat ditemukan dengan 
pasangan minimal. Namun, ada bunyi-bunyi yang secara 
fonetis berbeda, tetapi tidak ditemukan pasangan minimal yang 
membedakan arti sehingga tidak bias disebut fonem. Secara umum, 
para ahli menyebutkan bahwa bunyi yang tidak memiliki fungsi 
pembeda dan merupakan variasi dari fonem dan alofon.
2. Pengujian atau percobaan fonem sebuah 
bunyi
Tidak setiap bunyi itu fonem, lalu bagaimana mengidentifikasi 
sebuah bunyi apakah itu bunyi fonem atau bukan ? sebagaimana 
yang telah kita ketahui tadi, bahwa fonem itu mampu menjadi 
pembeda sebuah makna antar kata atau merubah makna kata 
ini . Jadi, kemampuan membedakan makna atau merubah 
makna merupakan kriteria mendasar yang dapat dipakai  
dalam mengidentifikasi fonem suatu bunyi. Maka dari itu, melalui 
percobaan penggantian sebuah bunyi, atau pengujian terhadap dua 
buah bunyi dalam sebuah kata, melalui dua langkah :
a. Mencari dua kata yang komponen bunyi nya sama atau serupa 
kecuali bunyi yang ingin di uji ( minimal pair atau pasangan 
minimal). Untuk menguji bunyi sin / س /, dan shod / ص
/, keduanya harus disimpan dalam dua kata yang semua 
komponen bunyi nya sama atau serupa, seperti ( سار ) dan 
( صار ). Berikut ini tambahan mengenai contoh minimal pair 
yang bisa dipakai  dalam pengujian fonem suatu bunyi.
b. Melihat pada pergantian dua bunyi dalam setiap pasangan kata, 
apakah pergantian terhadap dua bunyi ini  menyebabkan 
terhadap perubahan makna atau tidak. Jadi, jika kedua bunyi 
ini  menyebabkan kedua makna kata ini  berubah, 
maka kedua bunyi ini  adalah fonem, seperti hamzah / ء
/ dan ‘ain / ع / dalam pasangan kata ( أليم - عليم ) dan contoh￾contoh yang telah dipaparkan dalam tabel tadi. Akan tetapi, 
jika dalam pergantian dua bunyi ini  tidak menyebabkann 
perubahan makna, maka dua bunyi ini  bukanlah fonem, 
tapi itu adalah alofon seperti sin / س / dan shod / ص / dalam 
contoh ( سراط - صراط ) kedua bunyi dalam pasangan ini  
adalah alofon 
3. Macam-macam fonem
Fonem itu bermacam-macam, tapi intinya fonem itu terbagi 
menjadi dua bagian:
a. Fonem segmental, yaitu bunyi konsonan dan bunyi vokal. 
Disebut segmental, disebut segmental sebab  fonem tesebut 
bisa di pecah lagi menjadi unit-unit terkecil, seperti dalam 
kata ( كتب ) yang bisa di pecah menjadi komponen terkecilnya 
 Fonemm ini disebut .( ك+ فتحة+ت+فتحة+ب+فتحة ) yaitu
 sebab  ( ك+فتحة+ت+فتحة+ب+فتحة ) juga fonem bersusun
sebab  fonem ini ada dalam sebuah ungkapan dengan bentuk 
bersusun sehingga membentuk sebuah ungkapan, seperti kata 
 ) .( َك+َت+َب ) menjadi ( ك+فتحة+ت+فتحة+ب+فتحة ) tadi
Menulis ), menjadi (me+nu+lis), menjadi (m+e+n+u+l+i+s).
b. Fonem Suprasegmental yaitu fonem yang menyertai bunyi 
segmental . Disebut juga fonem suprasusun. Yang termasuk 
fonem suprasegmenal diantaranya yaitu tekanan, nada, 
intonasi, jeda. Seperti dalam contoh berikut ini berbeda 
makna nya disebabkan sebab  bedanya jeda terhadap kalimat 
ini ,
ريمد� ج +املدرسة ال ج ديدة )” الديدة“ وصف لملدرسة(
ريمد� ج املدرسة + ال ج ديدة )” الديدة“ وصف لمل ريد�(
Anak + pejabat yang nakal ( “yang nakal” merupakn sifat 
untuk pejabat)
Anak pejabat + yang nakal (“ yang nakal” merupakan sifat 
untuk anak pejabat).
Fonem-fonem Bahasa Arab
Bahasa Arab memiliki 34 fonem segmental, yang terdiri dari 
28 konsonan dan 6 vokal, seperti yang ada  dalam tabel berikut 
ini :
5. Fonem-fonem resmi bahasa negara kita 
a. Fonem Vokal
Nama-nama fonem vocal yang ada dalam bahasa negara kita  
yaitu sebagai berikut:
1) /i/ vocal depan, tinggi, tak bundar
2) /e/ vocal depan, sedang, atas, tak bundar
3) /a/ vocal depan, rendah, tak bundar
4) /u/ vocal belakang, atas, bundar
5) /o/ vocal belakang, sedang, bundar
Status fonem-fonem vocal itu dapat dibuktikan dengan 
pasangan minimal berikut ini:
b. Fonem diftong 
Fonem diftong yang ada dalam bahasa negara kita  adalah fonem 
diftong /ay/, diftong /aw/ dan diftong /oy/. Ketiganya dapat 
dibuktikan dengan pasangan minimal.
/ay/ gulai x gula (gulay x gula)
/aw/ pulau x pula (pulaw x pul)
/oi/ sekoi x seka (sekoy x seka)
c. Fonem Konsonan
Nama-nama fonem konsonan bahasa negara kita  adalah 
sebagai berikut:
1) /b/ konsonan bilabial, hambat, bersuara
2) /p/ konsonan bilabial, hambat, tak bersuara
) /m/ konsonan bilabial, nasal
4) /w/ konsonan bilabial, semi vocal
5) /f/ konsonan labiodentals, geseran, tak bersuara
6) /d/ konsonan apikoalveolar, hambat, bersuara
7) /t/ konsonan apikoaveolar, sampingan
8) /n/ konsonan apikoaveolar, nasal
9) /t/ konsonan apikoaveolar, sampingan
10) /r/ konsonan apikoaveolar, getar
11) /z/ konsonan laminoveolar, geseran, bersuara
12) /s/ konsonan laminoveolar, geseran, tak bersuara
13) /j/ konsonan laminopalatal, paduan, bersuara
14) /c/ konsonan laminopalatal, paduan, tak bersuara
15) /y/ konsonan laminopalatal, semivokal
16) /g/ konsonan dorsevelar, hambat, bersuara
17) /k/ konsonan dorsevelar, hambat, tak bersuara
18) /x/ konsonan dorsevelar, geseran, bersuara
Realisasi fonem sebenarnya sama dengan bagaimana fonem 
itu dilafalkan. Hanya masalahnya kalau orang negara kita  melafalkan 
fonem-fonem bahasa negara kita  sangat banyak sekali variasinya. 
Hal ini berkenaan bahwa bangsa negara kita  terdiri dari berbagai 
etnis dan berbagai daerah, sehingga melafalkan fonem-fonem 
bahasa negara kita  pasti dipengaruhi oleh fistem fonologi bahasa 
daerahnya.
a. Realisasi fonem vocal
Secara umum realisasi fonem vocal bahasa negara kita  adalah 
sebagai berikut: 
1) Fonem /i/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu: 
pertama, direalisasikan seperti bunyi [i] apabila berada pada silabel terbuka atau silabel tak berkoda seperti 
kata [kini], [lidi] dan [sapi]. Kedua, direalisasikan seperti 
bunyi [I] apabila berada pada silabel tertutup atau silabel 
berkoda seperti pada kata [batIk], [ambIl] dan [lirIk].
2) Fonem /e/
Fonem /e/ mempunyai dua macam realisasi, yaitu: 
pertama, direalisasikan seperti bunyi [e] apabila berada 
pada silabel terbuka, seperti pada kata [sate], [pete] dan 
[barabe]. Kedua, direalisasikan seperti bunyi [E] apabila 
berada pada silabel tertutup, seperti pada kata [magnEt], 
[karEt] dan [EmbEr].
3) Fonem /a/ 
Secara umum fonem /a/ direalisasikan sebagai bunyi [a], 
baik pada posisi awal kata, tengah kata, maupun akhir 
kata seperti pada kata, dan.
4) Fonem /u/ 
Fonem /u/ ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu: 
pertama, dilafalkan sebagai bunyi [u] apabila berada pada 
silabel terbuka. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [U] 
apabila berada pada silabel tertutup.
5) Fonem /o/
Fonem ini juga mempunyai dua macam realisasi yaitu: 
pertama, direalisasikan sebagai bunyi [o] apabila berada 
pada silabel terbuka. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi 
[O] apabila berada pada silabel tertutup.
b. Lafal Fonem Konsonan
1) Fonem /b/ 
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi /b/ apabila 
berada pada awal silabel, baik silabel terbuka maupun 
silabel tertutup ysng buka ditutup oleh fonem konsonan 
/b/
2) Fonem /p/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi /p/ 
baik secara onset pada sebuah silabel maupun sebagai 
koda.
3) Fonem /n/ 
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [n], 
seperti pada kata [nanas].
4) Fonem /w/
5) Fonem /f/
6) Fonem /d/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi yaitu sebagai 
berikut: pertama, direalisasikan sebagai bunyi [d] apabila 
berposisi sebai onset pada sebuah silabel. Kedua, 
diralisasikan sebagai bunyi [t] dan [d] bila berposisi 
sebagai koda pada sebuah silabel.
7) Fonem /t/ 
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi 
[t], namun perlu dicatat fonem /t/ pada posisi awal 
bila diberi prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh dan 
bersenyawa dengan bunyi nasal yang homorgan dengan 
fonem /t/ itu.
8) Fonem /n/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [n], baik sebagai 
onset maupun sebagai koda dalam sebuah silabel.
9) Fonem /l/ 
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [l] baik sebagai 
onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel.
10) Fonem /r/
11) Fonem /z/
12) Fonem /s/
13) Fonem /j/
14) Fonem /c/
15) Fonem /y/
16) Fonem /g/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi yaitu sebagai 
berikut: pertama, direalisasikan sebagai bunyi [g] apabila 
berposisi sebagai onset. Kedua, direalisasikan sebagai 
bunyi [g] atau [k] apabila berposisi sebagai koda.
17) Fonem /k/
Fonem ini mempunyai tiga macam realisasi yaitu sebagai 
berikut: pertama, direalisasikan sebagai bunyi [k] apabila 
berposisi sebagai onset pada sebuah silabel. Kedua, 
direalisasikan sebagai bunyi [?] apabila berposisi sebagai 
koda pada sebuah silabel. Ketiga, direalisasikan sebagai 
bunyi [g] bila berposisi sebagai koda.
18) Fonem /n/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi-bunyi [n] baik 
berposisi sebagai onset maupun sebagai koda pada 
sebuah silabel.
19) Fonem /x/
20) Fonem /h/
21) Fonnem /?/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [?] yang muncul 
pada: pertama, silabel pertama dari sebuah kata yang 
berupa vonem vocal. Kedua, diantara dua buah silabel 
pertama dan nuklus silabel kedua berupa fonem vocal 
yang sama.
6. Hubungan antar satu fonem dengan fonem 
lain
a. Hubungan Horizontal yaitu fonem yang berturut-turut dan 
berkesinambungan dengan fonem yang lain secara horizontal 
( dari kiri ke kanan dalam bahasa negara kita , dan dari kanan 
ke kiri dalam bahasa Arab ) untuk membentuk suku kata, lalu 
suku kata- suku kata ini  berkesinambungan membentuk 
morfem, lalu morfem ini  berkesinambungan membentuk 
kata. Seperti Kata ( مسجد ) kata ini  tersusun oleh beberapa 
 lalu م+فتحة+س+ج+كسرة+د+ضمة ( ) : fonem sebagai berikut
( د+ج+مس ) lalu ( مسجد ). ( m+a+s+j+i+d), lalu (mas+jid), 
lalu (Masjid). 
b. Hubungan vertikal, yaitu hubungan yang nampak ketika satu 
tempat fonem diganti oleh fonem yang lain didalam sebuah 
kata (baik diawal, ditengah, maupun diakhir), sehingga 
dengan pergantian fonem ini  menyebabkan makna yang 
berbeda, seperti dalam contoh berikut ini :

Alofon
Menurut kamus besar bahasa negara kita  mengemukakan bahwa 
Alofon adalah fonem berdasar  posisi didalam kata, missal fonem 
pertama pada kita dan kata secara fonetis berbeda, tetapi, masing-masing 
adalan alofon dan fonem. Anneke Neijit dalam bukunya “Universele 
Fonologi” mengemukakan bahwa bunyi yang merupakan wujud lahiriah 
suatu fonem disebut alofon, anggota fonem atau uraian fonem. Alofon 
suatu fonem dapat mencirikan hubungan yang disebut variasi bebas. 
Alofon demikian dapat dipertukarkan ditempat yang sama. Alofon 
bukanlah fonem, melainkan realisasi dari fonem.
Setiap fon atau bunyi mempunyai bunyi asli sebelum dirangkaikan 
pada bunyi yang lain. Contoh dari alofon itu / - / / ينقلب / - / ينظلم ينقع
ينذر / - / / . Jadi dari contoh ini  alofon ini tidak bersifat fungsional 
sebab  tidak merubah makna. Alofon dapat dipertukarkan ditempat 
yang sama, sedangkan fonem tidak. Dan bunyi alofon adalah bunyi 
yang terpengaruh dari bunyi yang lain, pada contoh di atas bunyi / ن / 
terpengaruh oleh bunyi setelahnya, yakni / / ظ ق / ذ / ، / .
Alofon adalah variasi fonem sebab  pengaruh lingkungan suku 
kata. Contoh: simpul-simpulan. Fonem /u/ pada kata [simpul] berada 
pada lingkungan suku tertutup dan fonem /u/ pada kata [simpulan] 
berada pada lingkungan suku terbuka. Jadi, fonem /u/ mempunyai dua 
alofon, yaitu [u] dan (u).
Menurut Clark dan Yallop (2004:93) Alofon adalah bunyi yang 
merupakan alternatif lain untuk menyebutkan fonem tertentu. Verhaar 
(2012:71) kemudian menyebutkan bahwa kemunculan alofon sebagai 
variasi dari sebuah fonem disebabkan oleh lingkungan fonem ini . 
Misalnya pada fonem /t/ dalam bahasa inggris yang memiliki beberapa 
alofon. Fonem /t/ pada awal kata, langsung disusul vocal, seperti pada 
kata top yang kemudian diucapkan dan diberikan lambing bunyi [th]. Bila 
tidak pada awal kata, seperti kata stop, pengucapannya adalah [t]. dalam 
kata butler /t/ mempunyai plosi lateral sebab  setelahnya disusul dengan 
/l/, sehingga /t/ tidak perlu dilepaskan plosinya dengan melepaskan 
ujung lidah, tapi cukup dengan menurunkan sisi-sisi lidah saja.
Sebagaimana yang telah kita ketahui tadi bahwa fonem merupakan 
perumpamaan sebuah bunyi yang dapat diusahakan oleh si pembicara 
agar dapat dilafalkan sesuai dengan konteks tertentu. Jika fonem 
merupakan sebuah perumpamaan bunyi yang terinterpretasikan dalam  proses komunikasi, lalu memunculkan bunyi-bunyi, lalu bunyi-bunyi 
inilah yang disebut alofon.
Alofon yaitu gambaran yang tampak jelas dari sebuah fonem. Jika 
fonem ditulis diantara dua garis miring, maka alofon ditulis diantara dua 
buak kurung. Seperti contoh fonem nun / ن / yang menjadi contoh 
dalam beberapa alopon berikut ini :
1. Alopon ( ن ) merupakan bunyi bibir ( الشفوي ) jika dalam kata ( ينبت)
2. Alopon ( ن ) merupakan bunyi rongga mulut ( الشفوي ) dalam kata( 
( ينقل
3. Alopon (م) merupakan bunyi bibir dalam kata ( بعد من )
Perhatikanlah ketiga konteks kata di atas, bahwasanya fonem nun 
merupakan bunyi gusi dan gigi, dan menjadi bunyi bibir ketika dilafalkan 
dalam konteks kata (ينبت ) , dan menjadi bunyi rongga mulut ketika 
dilafalkan dalam konteks kata ( ينقل ) dan berpindah menjadi mim ( م
) bunyi bibir ketika dilafalkan dalam konteks kata (بعد من ) . jadi, nun 
bunyi bibir, nun bunyi rongga mulut, dan mim bunyi bibir, ini semua 
adalah alofon untuk fonem nun ( ن ).
Alofon adalah variasi fonem yang tidak membedakan arti. Alofon 
dituliskan diantara dua kurung siku […]. Kalau [p] yang lepas kita tandai 
dengan [p], sedangkan [p] yang tidak lepas kita tandai dengan [p’], maka 
dapat dikatakan bahwa dalam bahasa negara kita , fonem /p/ memiliki 
dua alofon, yakni [p] dan [p’]. 
Alofon adalah pembedaan realisasi pelafazan fonem sebab  posisi 
yang berbeda dalam kata. Misalkan fonem /b/ dalam bahasa negara kita  
dilafazkan pada posisi awal (besar) dan tengah (kabel) berbeda dengan 
fonem ini pada posisi akhir (jawab). 
Kalau kita melihat kembali pembicaraan mengenai vocal maka kita 
melihat bunyi vocal depan tinggi ada dua, yaitu: vocal depan tinggi atas 
[i] dan vocal depan tinggi bawah [I]. begitu juga vocal belakang tinggi 
ada dua, yaitu: vocal belakang tinggi atas [u] dan vocal belakang tinggi bawah [U]. demikian juga vocal belakang sedang ada dua, yaitu vocal 
belakang sedang atas [o] dan vocal belakang sedang bawah [O].
Persoalan kita sekarang apakah bunyi vocal [i] dan vocal [I] dua 
buah fonem atau sebuah fonem. Kalau kita memakai  cara dengan 
mencari pasangan minimal untuk kedua bunyi vocal itu dalam bahasa 
negara kita  ternyata sampai saat ini tidak ada. Yang menjadi kenyataan 
adalah bahwa kedua vocal itu. [i] dan [I] memiliki distribusi yang 
berbeda. Vocal [i] menempati posisi pada silabels (suku kata) terbuka, 
silabel yang tidak memiliki koda, sedangkan vocal [I] menempati silabel 
yang mempunyai koda. Simak: 
Vokal [i] pada kata [ini]; [titi]; dan [isi]
Vokal [I] pada kata [banIh]; [batik]; dan [tasIk]
Oleh sebab  itu bisa disimpulkan bahwa:
1. Vocal [i] dan [I] bukanlah merupakan dua fonem, melainkan Cuma 
anggota dari sebuah fonem yang sama yaitu fonem /i/.
2. Vocal [i] dan vocal [I] distribusinya tidak sama: vocal [i] berdistribusi 
pada silabel terbuka atau silabel tidak berkoda; sedangkan vocal [I] 
berdistribusi pada silabel tertutup atau silabel berkoda.
3. Vocal [i] dan vocal [I] memiliki distribusi komplementer, 
berdistribusi yang aling melengkapi.
Analog dengan kasus vojal [i] dan vocal [I], maka dapat dikatakan 
vocal [u] dan vocal [U] juga merupakan anggota dari satu fonem yang 
sama, yaitu fonem /u/, yang juga berdistribusi secara komplementer. 
Vocal [u] untuk silabel terbuka (tak berkoda), dan vocal [U] untuk silabel 
tertutup (berkoda). Seperti yang tertera dibawah ini, yaitu sebagai berikut:
Vokal [u] pada kata [buku]; [ibu]; dan [itu]
Vokal [U] pada kata [akUr]; [libUr]; dan [atUr]
Hal yang sama terjadi juga pada kasus vocal [o] dan vocal [O]. 
dimana vocal [o] untuk silabel terbuka, seperti pada kata [took] dan 
bodo], sedangkan vocal [O] untuk silabel tertutup seperti [tOkOh] dan 
[bOdOh].
Vokal-vokal yang menjadi anggota dari sebuah fonem, seperti 
[u] dan [U] untuk fonem /u/ disebut dengan istilah alofon. Dengan 
demikian kalau dibalik, bisa dikatakan alofon adalah anggota dari sebuah 
fonem atau varian dari sebuah fonem.
Dari pembicaraan tentang fonem dan alofon di atas, dapat dikatakan 
bahwa fonem konsep abstrak sebab  kehadirannya dalam ujaran dia 
diwakili oleh alofon yang sifatnya konkrit, dapat diamati (didengar) 
secara empiris. Jadi, misalnya fonem /i/ pada kata diwakili oleh alofon 
[i], sebab  lafal kata itu adalah [tani], sedangkan pada kata diwakili oleh 
alofon [I], sebab  lafalnya adalah [tarIk]. Contoh fonem /k/ pada kata 
diwakili oleh alofon [k] sebab  lafalnya adalah [baku], sedangkan pada 
kata diwakili oleh alofon (?) sebab  lafalnya [bapa?]
Dengan perkataan lain, fonem /i/ direalisasikan oleh alofon [i] 
dan alofon [I[, fonem /u/ direalisasikan oleh alofon [u] dan alofon [U], 
sedangkan fonem /o/ direalisasikan oleh alofon [o] dan alofon [O].
Kesimpulannya, Dari pengertian dan contoh di atas dapat diambil 
kesimpulan mengenai fonem dan alofon dalam bahasa arab. Jika 
fonem bersifat fungsional (tidak berubah makna), maka lain halnya 
dengan alofon, sebab  alofon tidak bersifat fungsional (tidak merubah 
makna). Jika fonem dapat didentifikasi dengan pasangan minimal dan 
kontras, maka alofon dapat diidentifikasi ketika bunyi alofon dirangkai 
dengan bunyi lain, dan jika bunyi asli terpengaruh oleh bunyi yang lain 
maka itu adalah alofon. Fonem realisasinya adalah alofon, itu berarti 
alofon bukanlah fonem tetapi realisasi dari fonem. Bunyi alofon dapat 
dipertukarkan ditempat yang sama, sedangkan fonem tidak. Fonem 
bersifat abstrak, sedangkan alofon berabstraksi, bentuk abstraksi alofon 
adalh fonem.
Asimilasi dan desimilasi merupakan perubahan-perubahan tipe dari 
morfofonemik. Perubahan bentuk sebuah morfem berdasar  bunyi 
lingkungan yang menyangkut hubungan antara morfem dan fonem 
inilah yang disebut morfofonemik.
Kata morfofonemik menunjukkan adanya hubungan antara morfem 
dan fonem. Sedikit yang perlu kita tahu, morfem adalah bagian terkecil 
yang mengandung pengertian dari suatu ujaran yang berarti bagian yang 
tidak bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi. Sedangkan fonem 
sendiri adalah bunyi yang terkecil dari suatu ucapan.
Dalam bab ini akan membahas mengenai proses perubahan dari 
morfofonemik yaitu asimilasi dan disimilasi yang akan diuraikan lebih 
rinci di bawah ini.
A. Asimilasi
1. Pengertian Asimilasi
Dalam kamus ilmiah Asimilasi yang berarti penyesuaian, 
penyelarasan, dan pemaduan ini jika di kaitkan dengan proses 
perubahan morfologi berarti penyelarasan antar dua fonem 
yang tidak sama menjadi sama. Asimilasi merupakan perubahan 
morfofonemik tempat sebuah fonem yang cenderung lebih banyak 
menyerupai fonem lingkungannya.
Asimilasi dalam pengertian biasa berarti penyamaan . Dalam 
Ilmu Bahasa asimilasi berarti proses di mana dua bunyi yang tidak 
sama disamakan atau dijadikan hampir bersamaan. Namun, ada  
definisi lain bahwa asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah 
bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di 
lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai 
ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Hal 
ini terjadi akibat dari bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara 
berurutan, sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi dan  dipengaruhi.25
Dalam bahasa Arab asimilasi ini terjadi ketika suatu bunyi 
terkontaminasi oleh bunyi lain didekatnya sehingga menyebabkan 
bunyi itu mirip atau terdengar sama dengan bunyi lain didekatnya 
baik dari segi tempat keluar bunyi ( مخرج ) maupun sifatnya. 
Dengan kata lain Asimilasi adalah proses perubahan bunyi yang 
mengakibatkannya mirip atau sama dengan bunyi lain didekatnya. 
Seperti perubahan bunyi ta ( ت ) yang bersifat samar ( املهموس ) 
dalam kata ( ازتاد ) menjadi bunyi dzal (د) yang bersifat majhur ( 
ازداد ) yang disebabkan sebab  dekatnya bunyi zai ( ز ) yang bersifat 
majhur / jelas ( ازداد ) ( zai dan dzal keduanya sama bersifat jahar/ 
jelas).
Peristiwa asimilasi ini tidak terjadi tanpa sebab alasan, akan 
tetapi ada  alasan-alasan linguistik, diantaranya yaitu untuk 
mempermudah pelafalan dan menyesuaikan dan menyelaraskan 
bunyi ( Badri, 89 :1982). Dengan kata lain, Asimilasi merupakan 
cara artikulator mempermudah sulitnya melafalkan bunyi-bunyi 
yang berbeda-beda dari segi tempat keluar dan sifatnya dengan 
cara merubah salah satu bunyi ke bunyi lain yang ada didekatnya. 
Perhatikan contoh yang tadi ( ازداد -ازتاد ) bahwa ta ( ت ) yang 
bersifat samar/ mahmus, berubah menjadi dzal ( د ) yang bersifat 
jelas/ majhur, oleh sebab  itu melafalkan dzal ( د ) yang bersifat 
jelas setelah zai ( ز) yang bersifat jelas lebih mudah dibandingkan 
melafalkan ta (ت ) yang bersifat samar setelah zai ( ز ) yang bersifat 
jelas. Disamping itu, asimilasi ini terjadi antara dua bunyi untuk 
menyelaraskan pelafalan kedua bunyi ini . Contoh lain untuk 
asimilasi ini seperti antara kata ( اصتبر - اصطبر ), ada  ta ( ت
) yang bersifat tipis ( املرققة ) bertransformasi menjadi tho ( الطاء
) yang bersifat tebal ( املفخمة ) untuk mempermudah pelafalan, 
sebab  melafalkan bunyi ص dan ط lebih mudah sebab  keduanya 
bersifat tebal dibandingkan melafalkan bunyi ص dan ت sebab  
satunya bersifat tebal dan yang satunya lagi tipis.
2. Unsur-unsur Asimilasi
Asimilasi berdasar  perbedaan jenis dan bentuknya 
mencakup aspek-aspek berikut ini :
a. Bunyi yang mempengaruhinya : yaitu bunyi ( vokal atau 
konsonan) yang mempengaruhi bunyi lain, baik yang terletak 
sebelum atau sesudahnya dan menyebabkan bunyi yang 
dipengaruhinya itu berpindah , baik berpindah sifatnya 
ataupun tempat keluar nya.
b. Bunyi yang dipengaruhinya : yaitu bunyi ( vokal atau konsonan) 
yang berpindah makhroj atau sifatnya yang disebabkan oleh 
pengaruh bunyi yang mempengaruhinya.
c. Bentuk Asimilasi : yaitu bentuk perpindahan atau perubahan 
bunyi yang disebabkan oleh pengaruh bunyi pada bunyi yang 
dipengaruhinya, dan selalu membentuk bunyi yang serupa 
dengan bunyi yang mempengaruhinya, atau membentuk 
bunyi yang dekat dengan bunyi yang mempengaruhinya dari 
segi sifat dan tempat keluarnya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel dibahwah ini:

Pembagian dan Macam-macam Asimilasi
a. Pembagian asimilasi menurut letak bunyi yang diubah, terbagi 
menjadi dua bagian :
1) Asimilasi Progresif, yaitu asimilasi yang mana bunyi 
yang berada dibelakang mempengaruhi bunyi yang 
ada setelahnya. Yakni asimilasi ini terjadi ketika Bunyi 
sebelumnya mempengaruhi bunyi huruf sesudahnya. 
Contohnya seperti dalam kata ( ازتاد ) yang berubah 
menjadi ( ازداد ), dalam contoh ini zai ( ز ) mempengarui 
huruf setelahya yaitu ( ت ) sehingga berubah menjadi 
dzal ( د ), sebab  menyerupai zai ( ز ) dalam sifat jelasnya 
. ( اجلهر )
2) Asimilasi Regresif, yaitu asimilasi yang mana bunyi yang 
diubahnya terletak didepan bunyi yang mempengaruhinya. 
Yakni asimilasi ini terjadi ketika bunyi setelahnya 
mempengaruhi bunyi sebelumnya. Seperti dalam kata ( 
بعد من ) yang mana dalam pelafalannya berubah menjadi 
 ن ) mempengaruhi nun ( ب ) disebab kan ba ,( مم بعد )
yang berada dibelakangnya sehingga nun ( ن ) ini berubah 
menjadi mim ( م ) sebab  mim ( م ) ini menyerupai ba ( ب
) dalam tempat keluarnya yaitu dua bibir ( الشفتانية ).
b. Pembagian asimilasi menurut jarak kedekatan antara dua 
bunyi, terbagi menajdi dua bagian :
1) Asimilasi Langsung, yaitu asimilasi yang terjadi antara 
dua bunyi yang berdekatan dan tidak dipisah oleh bunyi 
huruf lain diantara kedua bunyi ini . Seperti dalam 
( ينبت- ميبت) dan ( ازحتم - ازدحم ) kata
perhatikanlah kedua contoh asimilasi di atas, asimilasi 
ini terjadi antar dua bunyi yang berdekatan yang tidak 
dipisah bunyi huruf lain. Zai ( ز ) dan dzal ( د ) dalam 
contoh pertama, nun ( ن ) dan ba ( ب ) dalam contoh 
kedua.
2) Asimilasi Tidak Langsung, yaitu asimilasi yang terjadi 
antara dua bunyi yang diantara kedua buny ini  
ada  pemisah oleh satu bunyi atau lebih. Seperti yang 
 .(مسيطر - مصيطر ) dan ( سراط - صراط ) ada  dalam kata
Perhatikan kedua contoh asimilasi di atas, asimilasi 
ini terjadi antar dua bunyi yang tidak berdekatan, dan 
dipisah oleh bunyi huruf lain. Sin / س /dan tha / ط / 
dalam contoh pertama antara /س/ dan /ط/ ada  
pemisah yaitu / ر / dan Alif. ), sin / س / dan tha / ط / 
dalam contoh kedua ( antara keduanya ada  pemisah 
yaitu ya / ي / ).
c. Pembagian asimilasi dari segi kekuatannya, terbagi menjadi 
dua macam :
1) Asimilasi Total, yaitu perubahan suatu bunyi hampir 
menyerupai bunyi lain, atau pergantian bunyi yang 
dupengaruhi seperti bunyi yang mempengaruhinya. 
Contoh seperti dalam kata ( الشمس ), bunyi lam ( الم
التعريف ) untuk memunjukan arti khusus ( للمعرفة ) 
berubah dengan sempurna menjadi sya / ش / .Asimilasi 
ini terjadi antara ( التعريف الم ) dengan semua huruf-huruf 
 . .ت, د, ط, ض, ث, س, ص, ش, ذ, ز, ظ, ن, ر syamsiyah, yaitu
Hal ini disebab kan ( التعريف الم ) ini menyerupai semua 
huruf-huruf syamsiyah ini dalam tempat keluarnya, yaitu 
dari antara gigi atau gusi atau gigi dengan gusi, dan lam / 
ل / keluar dari gusi dan gigi.
2) Asimilasi Parsial, yaitu perubahan bunyi menjadi bunyi 
lain yang dekat dengannya, atau pergantian suatu bunyi 
yang dipengaruhi menjadi bunyi yang dekat denganya 
dari bunyi yang mempengaruhinya, seperti dalam kata ( 
ينبت ), dari contoh ini terlihat bunyi nun / ن / berubah 
menjadi mim / م / dibawah pengaruh ba / ب / yang 
keluar dari dua bibir ( الشفتانية ). Dalam contoh ini, 
terjadi asimilasi parsial sebab  nun / ن / berubah menjadi 
mim / م /, buka menjadi ba / ب /. Mim / م / dekat 
dengan ba / ب / sebab  keduanya merupakan bunyi dua 
bibir.
d. Pembagian asimilasi dari segi bentuknya, terbagi menjadi dua 
macam :
1) Asimilasi dari segi tempat keluarnya bunyi ( اخملرج في ), 
yaitu perubahan suatu bunyi pada bunyi huruf lain 
yang menyerupai atau dekat dengannya dari segi tempat 
keluarnya. Seperti perubahan bunyi nun / ن / yang keluar 
dari gusi dengan gigi pada makhroj bunyi huruf ba / 
الشفتانية ( / ب ) dengan cara menggantikannya menjadi 
mim / م / yang sama keluar dari dua bibir ( الشفتانية
انبعث- امبعث (, ) ينبت- ميبت (, ) من بعد- مم ) dalam kata (
بعد ). Dengan kata lain, perubahan nun yang keluar dari gusi dan gigi menjadi mim yang keluar dari dua bibir 
disebab kan mim ini sama dengan bunyi huruf ba yang 
keluar dari dua bibir.
2) Asimilasi dari segi sifatnya bunyi, yaitu perubahan bunyi 
pada bunyi huruf lain yang menyerupai atau dekat 
dengannya dari segi sifatnya, seperti perubahan bunyi 
huruf yang bersifat samar ( مهموس ) menjadi bunyi huruf 
yang bersifat jelas ( مجهور ). Contoh seperti dalam kata 
( ازدحام -ازحتام ) dan ( ازداد -ازتاد ), terlihat bunyi huruf ta / 
/ yang bersifat samar ( مهموس ) berubah menjadi bunyi 
yang bersifat jelas ( مجهور ) dengan cara menggantikannya 
menjadi dzal ( د ). Dengan kata lain, perubahan bunyi ta / 
ت / yang bersifat samar menjadi dzal / د / yang bersidat 
jelas sebab  dzal ini menyerupai sifat bunyi zai / ز / yang 
jelas.
e. Pembagian asimlasi dari segi jenis-jenis bunyinya, terbagi 
menjadi tiga bagian :
1) Asimilasi antara bunyi konsonan, yaitu asimilasi yang 
terjadi diantara bunyi-bunyi konsonan, seperti yang 
ada  antara zai / ز / dengan ta / ت /, atau antara nun 
/ ن / dengan ba / ب / dalam contoh-contoh sebelumnya.
2) Asimilasi antara bunyi vokal, yaitu asimilasi yang terletak 
diantara bunyi-bunyi vokal , seperti yang ada  dalam 
contoh-contoh berikut ini ( Umar, 383 :1991) :
ِ
احلمد ل ل
ُ ) - Q.S. Al-baqarah: 2, sebagian orang 
membacanya : ِ
احلمد ُل
ُ ( Asimilasi progresif antara dhomah 
dan kasrah), dan sebagian orang lain membacanya : ل احلم
ِ
ل ل د ( Asimilasi regresif antara kasrah dan dhamah).
ِ ُل مه الثلث ) -
ل ل فَ ) Q.s. An-nisa: 11, sebagian orang 
ِ ل مه الثلث : membacanya
 Asimilasi progresif ) ف ل ل ل
antara kasrah dengan dhamah).ilasi regresif) ُ عليه ُم اهلل : dibaca ,( علي ل ُهم اهلل ) -
antara dhamah dengan kasrah).
3) Asimilasi antara bunyi konsonan dengan vokal, yaitu 
asimilasi yang ada  diantara bunyi-bunyi konsonan 
dan bunyi vokal, terbagi menjadi dua macam :
a) Efek bunyi konsonan terhadap vokal, seperti menjadi 
tebalnya ( املفخمة ) bunyi-bunyi vokal yang terletak 
setelah bunyi-bunyi tang bersifat tebal, seperti dalam 
,طائر, صابر, ظاهر, ضابط ) kata
 dan menjadi ,( .طفل, صفر, ظالل, ضياء, طير, طني, طموح
tipisnya bunyi vokal yang terletak setelah bunyi-bunyi 
konsona yang bersifat tipis ( املرققة ), seperti dalam kata ( 
.( دائر, عابر, ماهر, بالل, حفر, خير, تني, سموح
b) Efek bunyi vokal terhadap bunyi konsonan, seperti 
menjadi lebih majunya tempat keluar huruf qof / ق / 
dibawah pengaruh vokal kasrah, seperti dalam kata ( قل
ف ), dan menjadi lebih terabaikannya tempat keluar bunyi 
‘ain / ع / dibawah pengaruh vokal dhamah panjang , 
seperti dalam kata ( ولج عُ ).
B. Disimilasi
1. Pengertian Disimilasi
Disimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua yang sama 
atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Disimilasi 
merupakan kebalikan dari asimilasi, yaitu fenomena yang terjadi 
ketika satu bunyi mempengaruhi bunyi lain yang ada didekatnya 
sehingga bunyi ini  berubah atau diganti menjadi bunyi huruf 
lain, akan tetapi perubahanya ini berbeda dengan bunyi yang 
berada didekatnya dari segi tempat keluarnya atau dari segi sifatnya. 
Dengan kata lain, Disimilasi ini merupakan perubahan suatu bunyi 
sebab  adanya pengaruh bunyi yang ada didekatnya, akan tetapi  perubahannya ini berbeda dengan bunyi yang ada didekatnya 
ini . Meskipun demikian, Disimilasi ini kurang populer 
dibandingkan dengan asimilasi. Begitupun demikian, Disimilasi ini 
mempunyai tujuan tersendiri sama halnya dengan tujuan asimilasi 
yaitu untuk mempermudah pelafalan bunyi dan untuk memperluas 
fleksibelitas otot ketika melafalkannya.
Disimilasi merupakan fenomena yang ada pada setiap bahasa. 
Misalnya dalam bahasa Inggris, kata “Marble” dan “Pilgrim”. 
Kedua kata ini  asalnya adalah “Malble” dan “Pilglim”, yakni 
(l) yang diganti dengan (r).26
Disimilasi dalam bahasa Arab terjadi dalam keadaan jika dalam 
satu kata ada  dua atau lebih dari bunyi konsonan. Umumnya, 
bunyi yang paling akhir dari kedua bunyi ini  digantikan 
menjadi bunyi layin ( لني ) panjang. Seperti yang ada  dalam 
kata ( سَ دس َّ ) dalam kata ini terkumpul tiga bunyi konsonan yaitu 
sin / س / yang bertasydid dan sin / س /yang terakhir. Maka sin / 
س / yang terakhir digantikan menjadi bunyi layn ( لني ) panjang, 
yaitu alif panjang ( مد الف ), sehingga kata ini  menjadi ( سىَّ َ
د
), seperti yang ada  dalam firman Allah Swt ( دسها من خاب َّ وقد
) Q.S. Asy-syamsi :10. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Badri 
( 84-85 : 1982 M) mengenai contoh-contoh Disimilasi ini ada  
dalam kata-kata ( ىَّ
َّى (, ) َّمتططى- َّمتطى (, ) تظن- تظن
َّر - تسر
.( تسر
2. Unsur-unsur Disimilasi
Seperti halnya asimilasi, Disimilasi ini mempunyai unsur￾unsur yang mencakup unsur berikut ini :
a. Bunyi yang mempengaruhinya, yaitu bunyi ( konsonan atau 
vokal) yang mempengaruhi bunyi lain, baik yang terletak 
sebelum atau sesudahnya dan menyebabkan bunyi yang dipengaruhinya itu berubah , baik berubah sifatnya ataupun 
tempat keluar nya.
b. Bunyi yang dipengaruhinya : yaitu bunyi ( vokal atau konsonan) 
yang berpindah makhroj atau sifatnya yang disebabkan oleh 
pengaruh bunyi yang mempengaruhinya.
c. Bentuk Disimilasi, yaitu bentuk perpindahan atau perubahan 
bunyi yang disebabkan oleh pengaruh bunyi pada bunyi yang 
dipengaruhinya, dan selalu membentuk bunyi yang berbeda 
dengan bunyi yang mempengaruhinya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah tabel dibawah ini Pembagian dan macam-macam Disimilasi
Disimilasi ini bermacam-macam, yang dapat dibagi menjadi 
berikut ini ( Al-khuli, 221-222 : 1987 M) :
a. Pembagian Disimilasi dari segi letak pengaruhnya, dibagi 
mejadi dua bagian :
1) Disimilasi Progresif, yaitu Disimilasi yang mana bunyi 
yang berada dibelakang mempengaruhi bunyi yang ada 
setelahnya, sehingga berubah dan berbeda dengan bunyi 
yang mempengaruhinya. Yakni perubahan ini terletak 
didepan. Bunyi sebelumnya mempengaruhi bunyi huruf 
sesudahnya. Seperti contoh dalam kata ( كتابلن – كتابان َ ) . 
Dari contoh ini , bunyi yang mempengaruhinya yaitu 
fathan panjang ( املد الف ), dan bunyi yang dipengaruhinya 
yaitu fathah pendek yang berubah menjadi kasrah 
pendek, dan perubahan ini berbeda dengan bunyi yang 
mempengaruhinya yaitu fathah panjang.
2) Disimilasi Regresif, yaitu Disimilasi yang mana suatu 
bunyi mempengaruhi bunyi huruf yang berada 
sebelumnya. Yakni, perubahan ini terletak dibelakang. 
Bunyi yang didepan mempengaruhi bunyi yang ada 
dibelakangnya. Seperti dalam kata ( جلمد - جمدَّ ) , dari 
contoh ini bunyi yang mempengaruhinya yaitu mim / 
م / yang ke-dua, dan bunyi yang dipengaruhinya yaitu 
mim / م / yang pertama, yang berubah menjadi lam / ل
/ agar berbeda dengan dengan mim / م / dari segi sifat 
dan tempat keluarnya ( mim) / م / merupakan bunyi dua 
bibir dan hidung, sedangkan lam /ل / merupakan bunyi 
gusi dan gigi samping).
b. Pembagian Disimilasi dari segi jarak antara bunyi yang 
mempengaruhinya dengan bunyi yang dipengaruhinya : 1) Disimilasi Langsung, yaitu Disimilasi yang mana 
bunyi yang mempengaruhinya berdekatan langsung 
dengan bunyi yang dipengaruhinya. Seperti dalam 
kata ( إجناص - إجاص َّ ). Dari conoh ini , bunyi yang 
mempengaruhinya yaitu ja / ج / yang ke-dua, dan bunyi 
yang dipengaruhinya yaitu ja / ج / yang pertama yang 
berubah menjadi nun / ن /.
2) Disimilasi tidak langsung, yaitu Disimilasi yang mana 
bunyi yang mempengaruhinya tidak berdekatan 
dengan bunyi yang dipengaruhinya. Seperti dalam 
kata ( بغدان -بغداد ). Dari contoh ini , bunyi yang 
mempengaruhinya yaitu bunyi dzal / د / yang pertama, 
dan bunyi yang dipengaruhinya yaitu dzal / د / yang ke￾dua yang berubah menjadi nun / ن /. Dalam contoh 
ini , dza pertama tidak berdekatan langsung dengan 
dza ke-dua, akan tetapi dipisah oleh vokal fathah panjang 
.( ألف املد )
C. Hal-Hal Yang ada  Antara Asimilasi Dan 
Disimilasi
Diantara Asimilasi dan Disimilasi ada  titik persamaan dan 
perbedaan yang bisa diringkas sebagai berikut ini:
1. Di dalam semua bahasa kejadian/fenomena Asimilasi ini lebih 
banyak dibandingkan Disimilasi. Dan Asimilasi ini lebih popular 
daripada Disimilasi.
2. Asimilasi dan Disimilasi keduanya memiliki peranan untuk 
mempermudah dan meringankan pelafalan.
3. Asimilasi serupa dengan Disimilasi, sebab  keduanya serupa dalam 
bentuknya dan efeknya terhadap dua bunyi yang saling berdekatan.
4. Asimilasi berbeda dengan Disimilasi sebab  Asimilasi ini merubah 
suatu bunyi menjadi bunyi lain yang sama dengan bunyi yang ada  didekatnya demikian juga Disimilasi ini merubah suatu bunyi pada 
bunyi lain yang berbeda dengan bunyi yang ada di dekatnya.
5. Asimilasi ini terkadang merubah suatu bunyi tanpa merubahnya 
menjadi fonem-fonem lain berbeda dengan Disimilasi yang merubah 
suatu bunyi menjadi fonem lain. Hal ini berarti bahwasannya 
Asimilasi ini tidak terpaku memperhatikan kandungan makna dan 
Disimilasi ini lebih banyak memperhatikan konteks makna daripada 
pelafalan.
6. Asimilasi ini bisa menjadi Asimilasi Parsial atau Asimilasi Total akan 
tetapi Disimilasi ini hanya ada  Disimilasi Total saja seperti 
yang ditemukan dalam semua keadaan.