bahasa indonesia 8

Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 8. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 8. Tampilkan semua postingan

bahasa indonesia 8


Kalimat adalah satuan gramatikal terbesar yang mengandung predikat dan
mengiingkapkan sebuah pikiran. Dalam wiijud lisan, kalimat ditandai oleh
intonasl akhir (llhat 3.5.2). Intonasi icu ditandai dengan tinggi rendah nada,
panjang pendek durasi, dan keras iembut tekanan, serta disela dengan jeda
dan diakhiri intonasi akhir. Intonasi akhir tersebut diikuti oleh kesenyapan
untuk menghindari perpaduan, asimilasi bimyi, atau proses fonologis lainnya.
Dalam wujud tulisan berhiiruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik {.), tandn seru (!), atau tanda tanyn (?).
Sementara itu, di dalamnya dapat disertakan piila berbagai tanda baca, seperti
koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda pisah (-), atau tanda kurung (()).
Tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru sepadan dengan intonasi akliir yang
disertai kesenyapan, sedangkan tanda baca lain sepadan dengan jeda.
Secara gramatikal kalimat pada dasarnya terdiri atas unsur subjek dan
predikat yang dapat diikuti oleh objek, pelengkap, dan/atau keterangan. Perlu
atau tidaknya kehadiran objek, pelengkap, dan/atau keterangan bergantung
pada verba pengisi predikat.
Kehadiran suatu kalimat tidak saja dipengaruhi oleh kalimat yang
mendahuluinya, tetapi juga memengaruhi kalimat yang mengikutinya. Oleh
karena itu, dalam sebuah wacana (teks) ada kalimat yang hanya terdiri atas satu
frasa atau satu kata. Frasa atau kata itu, jika dilihat dari fungsi sintaktisnya,
dapat berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan. Berikut
ini kutipan teks yang terdiri atas satu paragraf.
(1) Wilis sendiri masih tercekam rasa berdosa atas tewasnya Satiari.
Apakah sekarang dia harus mengulangi melamar Tantriani?
Kenapa? la tidak dapat menipu diri sendiri. la membutuhkan
reman hidup. Teman bertimbang. [....] Ternyata tidak banyak
manusia yang mampu tinggai dalam kesendirian.
Teks tersebut terdiri atas tujuh kalimat, dua di antaranya diakhiri
dengan tanda tanya dan selebihnya diakhiri dengan tanda titik. Ketujuh
kalimat yang membentuk wacana itu dapat diungkapkan kembali menjadi
(2a—2g) seperti di bawah ini.
(2) a. Wilis sendiri masih tercekam rasa berdosa atas tewasnya Satiari.
b. Apakah sekarang dia harus mengulangi melamar Tantriani.^
c. Kenapa?
d. la tidak dapat menipu diri sendiri.
e. la membutuhkan teman hidup.
f. Teman bertimbang.
g. Ternyata tidak banyak manusia yang mampu tinggai dalam
kesendirian.
Seperti tampak pada contoh (2), panjang kalimat dapat beragam.
Kalimat (2a) dan (2g), misalnya, terdiri atas sembilan kata, sedangkan kalimat
(2c) hanya terdiri atas satu kata. Tentu saja ada kalimat yang lebih panjang
daripada (2a) dan (2g). Kalimat (2b) dan (2c) disebut kalimat interogatifd2in
yang lain disebut kalimat deklaratif. Kalimat (2f) sesungguhnya merupakan
bagian dari kalimat yang lebih lengkap, yaitu {la membutuhkan) teman
bertimbang. Oleh karena itu, kalimat (2f) disebut kalimat tidak lengkap.
9.2 UNSUR KALIMAT
Jika dilihat dari segi bentuknya, kalimat adalah konstruksi sintaktis terbesar
yang terdiri atas dua, tiga, atau empat unsur. Kedudukan setiap unsur
dalam kalimat berbeda-beda. Ada kalimat seperti Ibu pergi ke pasar yang
salah satu unsurnya dapat dihilangkan, tetapi tetap menghasilkan konstruksi
yang berupa kalimat, seperti Ibu pergi. Ada pula kalimat seperti Masalah itu
menyangkut masa depan kita yang salah satu unsurnya, yaitu masa depan kita,
tidak dapat dihilangkan. Jika bagian itu dihilangkan, kalimat itu menjadi
tidak berterima, seperti * Masalah itu menyangkut.
Hubungan kalimat dengan bagian-bagiannya yang lebih kecil yang
disebut konstituen-konstituen kalimat bersifat hierarkis. Struktur serta
hierarki konstituen kalimat Anak itu melempar bola ke lapangan dapat
digambarkan seperti pada contoh (3) berikut.
Representasi struktur konstituen seperti itu lazim disebut dia
gram pohon. Pada contoh (3) itu tampak bahwa kata merupakan konstituen
terkecil. Dalam bagan tersebut terdapat simpul, berupa pertemuan cabang,
yang menunjukkan kata-kata yang membentuk konstituen yang lebih besar,
Makin dekat simpul itu ke akar, makin besar konstituen yang diwakilinya,
Bagian kalimat yang terdapat langsung di bawah suatu konstituen {Anak
itu dan melempar bola ke lapangan) merupakan konstituen langsung dari
konstituen tersebut.
Pada contoh (3) itu tampak bahwa kalimat Anak itu melempar bola
ke lapangan mempunyai dua konstituen langsung berupa frasa anak itu dan
melempar bola ke lapangan. Bagian melempar bola ke lapangan j uga mempunyai
konstituen langsung, yaitu melempar bola dan ke lapangan. Unsur anak dan
itUy melempar dan bola, serta ke dan lapangan masing-masing merupakan
konstituen langsung Adiii frasa anak itu, melempar bola, dan ke lapangan, tetapi
bukan konstituen langsung dari kalimat itu karena terdapat konstituen yang
lebih besar sebelum kalimat, yaitu anak itu, melempar bola, dan ke lapangan.
Selain itu, kalimat melempar bola serta ke lapangan masih terdapat dalam
satu konstituen melempar bola ke lapangan.
Konstituen yang bukan konstituen langsung dari suatu kon￾struksi lazim disebut konstituen taklangsung. Konstituen kalimat yang
berupa kata {anak, itu, melempar, bola, ke, dan lapangan) disebut konstituen
akhir kalimat tersebut karena tidak dapat dibagi lagi ke dalam konstituen
yang lebih kecil.
Pengelompokan kata dalam satuan yang lebih besar didasarkan
pada hubungan makna kata-kata tersebut. Kata itu lebih erat hubungannya
dengan anak daripada dengan melempar karena itu membentuk satu satuan
yang lebih besar—anak itu. Hubungan antara kata boLt dan melempar lebih
erat daripada antara bola dan ke dan kata ke lebih dekat dengan kpangan.
Ungkapan ke lapangan dapat ditulis berurutan, sedangkan bola ke tidak dapat
disatukan.
9.2.1 Kalimat, Klausa, dan Frasa
Kalimat diuraikan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, yaitu klausa,
fiasa, dan kata. Klausa merupakan konstruksi sintaktis yang terdiri atas
subjek dan predikat dengan atau tanpa objek, pelengkap, atau keterangan.
Sementara itu, frasa merupakan satuan sintaktis yang terdiri atas dua kata
atau lebih yang tidak mengandung unsur predikatif.
Baik kalimat maupun klausa merupakan konstruksi sintaktis yang
mengandung unsur subjek dan predikat. Jika dilihat dari segi struktur
internalnya, kalimat dan klausa terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan
atau tanpa objek, pelengkap, atau keterangan. Perbedaan pokok antara kedua
konsep satuan sintaktis itu adalah bahwa kalimat dapat terdiri atas dua klausa
atau lebih (lihat 9.5Di samping konstruksi (4), terdapat konstruksi sintaktis yang me
ngandung dua unsur predikat atau lebih. Dalam hal demikian, konsep
kalimat dan klausa dapat dibedakan dengan jelas.Contoh:
(5) a. Dia berangkat pukul 06.00.
b. Saya sedang mandi.
c. Dia berangkat pukul 06.00 ketika saya sedang mandi.
Ketiga konstruksi pada contoh (5) itu merupakan kalimat karena
masing-masing tidak menjadi bagian dari konstruksi yang lebih besar.
Kalimat (5a) terdiri atas satu klausa dengan struktur subjek + predikat +
keterangan. Kalimat (5b) juga terdiri atas satu klausa dengan struktur subjek
+ predikat. Kalimat (5c) terdiri atas dua klausa, yaitu dia berangkat pukul
06.00 dengan struktur subjek + predikat + keterangan dan ketika saya sedang
mandi dengan struktur konjungsi + subjek + predikat. Klausa yang terakhir
itu merupakan bagian dari konstruksi sintaktis yang lebih besar, yaitu klausa
dia berangkat pukul 06.00y yang berfungsi sebagai keterangan terhadap frasa
pukul 06.00. Klausa dia berangkat pukul 06.00 pada (5c) itu lazim disebut
klausa utama atau induk kalimat, sedangkan klausa ketika saya sedang mandi
disebut klausa subordinatif atau anak kalimat. Oleh karena itu, kalimat (5a)
dan (5b), yang masing-masing hanya terdiri atas satu klausa disebut kalimat
simpleks, sedangkan kalimat (5c), yang terdiri atas dua klausa disebut kalimat
kompleks (lihat 9.5.1).
9.2.2 Unsur Wajib dan Unsur Takwajib
Seperti telah disinggung dalam 9.1, kalimat sekurang-kurangnya terdiri atas
unsur predikat dan unsur subjek. Kedua unsur kalimat itu merupakan unsur
yang kehadirannya selalu wajib. Di samping kedua unsur itu, dalam suatu
kalimat kadang-kadang ada kata atau kelompok kata yang dapat dihilangkan
tanpa memengaruhi bagian yang tersisa sebagai kalimat, tetapi ada pula yang
tidak. Hal itu akan tampak lebih jelas pada contoh (6) berikut.
(6) Barangkali mereka menghadiri pertemuan itu kemarin sore.
Kalimat (6) itu terdiri atas empat unsur, yaitu barangkaliy mereka,
menghadiri pertemuan itu, dan kemarin sore. Dari keempat unsur itu, unsur
barangkali dan kemarin sore dapat dihilangkan tanpa memengaruhi bagian
yang tersisa sebagai kalimat, sedangkan yang lain tidak. Contoh kalimat (7—
9) dapat diterima, tetapi kalimat (10—12) tida(7) Mereka menghadiri pertemuan itu kemarin sore.
(8) Barangkali mereka menghadiri pertemuan itu.
(9) Mereka menghadiri pertemuan itu.
(10) *(Barangkali) menghadiri pertemuan itu (kemarin sore).
(11) *(Barangkali) mereka pertemuan itu (kemarin sore).
(12) *(Barangkaii) mereka menghadiri (kemarin sore).
Berdasarkan uraian singkat tersebut, unsur kalimat dapat dibedakan
atas unsur wajib dan unsur takwajib (manasuka). Unsur wajib adalah unsur
kalimat yang harus hadir, sedangkan unsur takwajib adalah unsur kalimat yang
dapat tidak hadir. Dengan demikian, bentuk mereka menghadiri pertemuan
itu pada kalimat (6) merupakan unsur wajib, sedangkan barangkali dan
kemarin sore merupakan unsur takwajib. Unsur wajib dan takwajib dalam
kalimat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.Perlu diingat bahwa pembedaan unsur kalimat atas wajib dan takwajib
tidak berkaitan langsung dengan bentuk dan fungsi konstituen kalimat. Pada
umumnya konstituen yang berfungsi sebagai keterangan, seperti barangkali
dan kemarin sore pada contoh (6) di atas, dapat dihilangkan. Demikian
pula halnya dengan keterangan (alat) dengan pisau pada Dia memotong kue
dengan pisau, keterangan (tempat) ke sekolah pada Dia sudah berangkat ke
sekolah, dan keterangan (cara) dengan diam-diam pada Saya meninggalkan
rapat dengan diam-diam. Akan tetapi, pada kalimat tertentu konstituen yang
berfungsi sebagai keterangan itu wajib hadir atau tidak dapat dihilangkan.
Contoh:
(13) a. Mereka berasal dari Banten.
b. * Mereka berasal.
(14) a. Dia menuju ke Bogor.
b. *Dia menuju.
(15) a. Upacara pembukaan kongres itu dilangsungkan pada pagi
hari.
b. *Upacara pembukaan kongres itu dilangsungkan.
Bentuk dari Banten pada (13a), ke Bogor pada (l4a), dan pada
pagi hari pada (15a) tidak dapat dihilangkan karena bentuk (13b), (14b),
dan (15b) tergolong kalimat yang takberterima. Dalam hal tertentu ada
kemungkinan kalimat (15b) dipakai orang, tetapi secara lepas tidak mungkin
dapat ditafsirkan apabila konteks situasi pemakaiannya tidak diketahui.
Contoh:
(15) c. i. Upacara pembukaan kongres itu dilangsungkan nanti malam.
ii. Upacara pembukaan kongres itu dilangsungkan di auU
universitas.
iii. Upacara pembukaan kongres itu dilangsungkan dengan
tertib.
Selain itu, verba seperti dilangsungkan tersebut perlu juga diikuti
atau didahului oleh adverbia kewaktuan, adverbia kecaraan, atau adverbia
keniscayaan.
Contoh:
(15) d. i. Upacara pembukaan kongres itu dilangsungkan.
i. Upacara pembukaan kongres itu secepatnya dilangsungkan.
ii. Upacara pembukaan kongres itu pasti dilangsungkan.
V. Upacara pembukaan kongres itu akan dilangsungkan.
V. Upacara pembukaan kongres itu belum dilangsungkan.
vi. Upacara pembukaan kongres itu sudah dilangsungkan.
9.2.3 Keserasian Antarunsur
Penggabungan dua kata atau leblh dalam satu kalimat menuntut adanya
keserasian di antara unsur-unsur tersebut, baik dari segi makna maupun dari
segi bentuk. Berdasarkan Hal itu, berikut ini dikemukakan keserasian unsur￾unsur kalimat tersebut, yakni keserasian makna dan keserasian bentuk.
9.2.3.1 Keserasian Makna
Pada dasarnya orang membuat kalimat berdasarkan pengetahuannya tentang
dunia di sekelilingnya sehingga kalimat seperti berikut ini janggal.
(16) a. *Batu itu memakan rumput.
b. *Kuda kami membaca radio.
Kejanggalan makna pada (16a) timbul karena verba memakan
menuntut nomina insani sebagai pelakunya. Kenyataan bahwa batu itu
bukan insani mengakibatkan untaian (16a) itu terasa janggal. Kejanggalan
makna pada (16b) juga timbul karena verba membaca menuntut nomina
insani sebagai pelakunya, sedangkan verba membaca menuntut nomina yang
berwujud sesuatu yang dapat dibaca sebagai objeknya. Kenyataan bahwa
kuda kami bukan orang dan radio tidak berwujud sesuatu yang dibaca
mengakibatkan kalimat pada (l6b) itu terasa aneh.
Kejanggalan lain dapat timbul karena dilandasi oleh faktor budaya
suatu bangsa sehingga yang janggal bagi suatu bangsa belum tentu janggal
bagi bangsa lain.
Contoh:
(17) a. ?Bu Fulani memanjat pohon kelapa di kebunnya.
b. ?Tuti akan menyembelih hewan kurban besok,
Verba memanjat dan menyembelih dalam bahasa dan budaya Indonesia pada
umumnya menunmt pelaku seorang pria. Seorang pria biasa memanjat pohon dan
menyembelih hewan kurban. Kedua kalimat di atas tidak lazim digunakan karena
tidak sesuai dengan budaya atau kebiasaan yang berlaku di Indonesia. Seandainya
kalimat seperti itu dipakai, akan muncuUah citra khusus mengenai Bu Fulani dan
Tuti.
Berkaitan dengan keserasian makna tersebut, perlu dikemukakan
bahwa acap kali orang tidak menyatakan bagian yang dapat dipulihkan/
dipahami sendiri oleh pendengar/pembaca.
Contoh:
(18) a. i. Membangun gedung bertingkat
ii. Biaya membangun gedung bertingkat mahalsekali.
iii. *Waktu membangun gedung bertingkat mahal sekali.
b. i. Membangun gedung bertingkat lama.
ii. Waktu membangun gedung bertingkat lama.
iii. * Biaya membangun gedung bertingkat lama.
Ketakberterimaan kalimat (iii) pada contoh (18a) dan (18b) disebab￾kan oleh tidak adanya keserasian makna antara (frasa nominal) subjek dan
(frasa adjektival) predikat.
9.2.3.2 Keserasian Bentuk
Selain tuntutan akan adanya keserasian makna, bahasa Indonesia seperti
halnya dengan kebanyakan bahasa di dunia ini menuntut adanya keserasian
bentuk di antara unsur-unsur kalimat, khususnya antara nomina dan
pronomina dan, dalam batas tertentu, antara nomina dan verba.
Penggunaan pronomina sebagai pengganti nomina atau frasa nominal
yang menyatakan orang harus tunduk pada ketentuan jumlah yang melekat
pada makna pronomina tersebut.
Contoh:
(19) a. Pelamar banyak, tetapi mereka tidak memenuhi syarat.
b. *Pelamar banyak, tetapi dia tidak memenuhi syarat.
(20) a. Pelamar ada, tetapi mereka tidak memenuhi syarat.
b. Pelamar ada, tetapi dia tidak memenuhi syarat.
Anteseden (yaitu nomina atau frasa nominal yang digantikan)
pronomina mereka pada (19a) adalah frasa {banyak) pelamar bermakna
jamak. Oleh karena itu, pronomina dia (19b) yang acuannya orang ketiga
tunggal tidak dapat digunakan sebagai penggantinya. Pronomina mereka
pada (20a) dan dia pada (20b) dapat digunakan karena antesedennya {ada)
pelamar dapat bermakna jamak atau tunggal. Pemakaian pronomina mereka
atau dia pada (20a) dan (20b) itu bergantung pada konteks wacana. Kata
pelamar pada (20a) mengacu pada pelamar yang berjumlah lebih dari satu
orang, sedangkan pada (20b) kata pelamar itu mengacu pada pelamar yang
jumlahnya satu orang.
Pada konstruksi pemilikan yang unsur-unsurnya terdiri atas nomina
milik dan pronomina milik, yang antesedennya berupa nomina jamak, perlu
diperhatikan apakah nomina milik itu merupakan milik bersama atau per￾seorangan. Apabila pemilikan itu bersifat perseorangan, pronomina yang di
gunakan adalah pronomina persona ketiga jamak atau adverbia masing-masing.
Contoh:
(21) a. Murid-murid itu menyelesaikan tugas mereka pada waktunya.
b. Murid-murid itu menyelesaikan tugas mereka masing-masing
pada waktunya.
Pada (21a) tugas mengandung makna tunggal. Jadi, tugas pada
kalimat (21a) merupakan nomina milik bersama murid-murid. Pada (21b)
perlu ditambahkan bentuk masing-masing se-swAdki pronomina pemilik untuk
menyatakan bahwa tugas itu bersifat perseorangan.
Dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah verba yang menun￾tut nomina jamak sebagai subjek. Verba itu biasanya berafiks ber- atau ber￾Contoh:
(22) a. Pasukan itu berlarian ketika mendengar pesawat terbang
mendarat.
b. Kedua anak itu bersalaman di depan sekolah,
Verba berlarian (22a) dan bersalaman (22b) menuntut subjek jamak.
Verba bersubjek jamak dapat pula digunakan untuk menyatakan makna
jamak nomina taktakrif (takdefinit) seperti pada (23) berikut.
Contoh:
(23) a. Kicau burung bersahutan sepanjang pagi.
b. Wartawan mengerumuni tokoh itu.
c. Kendaraan lalu-lalang di depan rumahnya.
Kehadiran verba bersahutan^ mengerumuni, dan lalu-lalang pada
contoh tersebut masing-masing mengisyaratkan bahwa nomina kicau burung,
wartawan, dan kendaraan mengandung makna jamak. Hal serupa tampak
pula pada kalimat yang predikatnya berupa adjektiva yang diulang.
Contoh:
(24) a. Murid di sekolah ini pintar-pintar.
b. Rumah di kampung itu bagus-bagus.
c. Buku di toko itu mahal-mahal.
Bentuk pintar-pintar, bagus-bagus, dan mahal-mahal mengisyarat
kan bahwa murid, rumah, dan buku mengandung makna jamak dan seka￾ligus menyatakan makna 'keberagaman.
9.3 KATEGORI, FUNGSI, DAN PERAN
Suatu bentuk kata yang tergolong dalam kategori tertentu dapat mempunyai
fungsi sintaktis dan peran semantis yang berbeda dalam kalimat. Kata Ali,
misalnya, berkategori nomina dan berfungsi sebagai subjek (S) dengan peran
sebagai pelaku pada (25a), sebagai predikat (P) dengan peran sebagai atribut
terhadap subjek pada (25b), sebagai objek (O) dengan peran sebagai sasaran
pada (25c), dan sebagai pelengkap (Pel) dengan peran sebagai peruntung
{beneficiary) pada (25d).

9.3.1 Kategori
Pada Bab IV—VIII telah dibahas lima kategori kata utama (26a) dan enam
kategori kata tugas (26b) berikut.
(26) a. Verba (V)
Adjektiva (Adj)
Adverbia (Adv)
Nomina (N)
Numeraiia (Num)
b. Preposisi (Prep)
Konjungsi (Konj)
Interjeksi (Interj)
Artikula (Art)
Partikel (Part)
Pronomina (Pron)
Kelas kata numeraiia lazim juga dikelompokkan sebagai adjektiva. Pada
buku ini numeraiia diperlakukan sebagai kelas kata tersendiri. Selain kelas kata
itu, terdapat kategori frasa yang dibedakan berdasarkan unsur utamanya. Pada
(26a) unsur utamanya berturut-curut adalah nomina, verba, adjektiva, adverbia,
dan numeraiia, sedangkan pada (26b) unsur utamanya adalah preposisi. Perlu
diingat bahwa tidak ada frasa yang unsur utamanya berupa konjungsi, interjeksi,
artikula, atau partikel.
(27) a. Frasa Nominal (FN) b. Frasa Preposisional (FPrep)
Frasa Verbal (FV)
Frasa Adjektival (FAdj)
Frasa Adverbial (FAdv^
Frasa Numeralia (FNum)
Hubungan antara kelas kata dan kategori frasa dapat dilihat pada
contoh berikut.
(28) meja (N) —»• meja itu (FN)
pergi (V) —>• sudah pergi (FV)
sakit (Adj) —* agak sakit (FAdj)
sering (Adv) —*■ sering sekali (FAdv)
kepada (Prep) —> kepada saya (FPrep)
Sementara itu, perlu dibedakan antara kategori dan bentuk kata ka￾rena ada kata tertentu yang memiliki keanggotaan rangkap. Artinya, kata
tersebut tergolong dalam dua kategori atau lebih.
(29) a. i. Kamarnya sudah saya sapu.
ii. Jangan lupa membeli sapu.
Sungai itu sangat dalam.
i. Pekerjaan ini harus diselesaikan dalam tiga minggu.
ii. Sudah beberapa hari mereka di dalam hutan.
Kata sapu pada (29a.i) merupakan verba, sedangkan pada (29a.ii) merupakan
nomina. Kata dalam pada (29b.i) merupakan adjektiva, pada (29b.ii)
merupakan preposisi, dan pada (29b.iii) merupakan nomina.
9.3.2 Fungsi Sintaktis
Fungsi sintaktis adalah slot atau gatra yang diisi oleh kata atau satuan lain
dalam hubungannya dengan unsur lain dalam kalimat. Fungsi itu bersifat
sintaktis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat.
Fungsi sintaktis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap,
dan keterangan.
Untuk mengetahui fungsi sintaktis unsur kalimat, perlu dikenali ciri
umum tiap-tiap fungsi itu. Di bawah ini berturut-turut dibicarakan fungsi
predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan

9.3.2.1 Predikat
Predikat merupakan unsur pokok yang disertai subjek di sebelah kiri dan,
jika ada, unsur objek, pelengkap, dan/atau keterangan-wajib di sebelah
kanan. Predikat kalimat dapat berupa verba atau frasa verbal, adjektiva atau
frasa adjektival, nomina atau frasa nominal, numeralia atau frasa numeral,
atau frasa preposisional.
Contoh:
(30) a. Ayahnya guru bahasa Inggris. (P=FN)
b. Adiknya dua orang. (P=FNum)
c. Ibu sedang kepasar. (P=FPrep)
d. Dia sedang tidur. (P=FV)
e. Gadis itu cantik sekali. (P=FAdj)
Kalimat seperti (30a) yang subjeknya FN dan predikatnya FN relatif
sukar untuk diketahui apakah kalimat itu berpola S-P ataukah P-S. Dalam Hal
demikian, diperlukan cara lain untuk menentukan subjek dan predikatnya.
Cara yang pertama adalah melihat FN yang dilekati partikel -lah. Jika partikel
itu hadir, FN yang dilekati -lah selalu berfungsi sebagai predikat. Cara yang
kedua adalah memperhatikan pola intonasi yang digunakan. Unsur predikat
pada kalimat mempunyai pola intonasi menurun, yaitu (2) 3 1 pada pola S-P
dan (2) 3 2 pada pola P-S.
Contoh:
(31) a. i. Penulisnya dia.
ii. Anak itu reman Tono.
2-23 /2-3U#
b. i. Dialah penulisnya.
ii. Teman Tono anak itu.
2-3 2(2) /2-2U#
Predikat dalam bahasa Indonesia dapat mengisyaratkan mzkndijumlah
FN subjek.

Contoh:
(32) a. Penumpang bus itu bergantung (pada ambang pintu bus).
b. Penumpang bus itu bergantungan (pada ambang pintu bus).
Pada (32a) FN penumpang bus itu cenderung bermakna tunggal, te￾tapi pada (32b) FN penumpang bus itu bermakna jamak karena ke￾hadiran bentuk verba predikat bergantungan,
9.3.2.2 Subjek
Subjek merupakan fungsi sintaktis terpenting kedua setelah predikat. Pada
umumnya subjek berupa nomina, frasa nominal, atau klausa seperti tampak
pada contoh berikut.
(33) a. Harimau {itu) binatang liar.
b. Anak itu belum makan.
c. Yang tidak ikut upacara akan dikenai sanksi.
(34) a. Bahwa biaya renovasi gedung itu mencapai 1,2 triliun
rupiah tidak masuk akal.
b. Bahwa kegiatan berjalan kaki itu menyehatkan badan
sudah sering dikatakannya.
c. Bahwa pendidikan itu penting sudah diketahui orang banyak.
Pada umumnya subjek terletak di sebelah kiri predikat. Jika unsur
subjek lebih panjang daripada unsur predikat, subjek sering juga diletakkan
di akhir kalimat seperti tampak pada contoh (35b) berikut.
(35) a. Manusiayang mampu hidup dalam kesendirian tidak banyak.
b. Tidak banyak manusia yang mampu hidup daUtm kesendirian.
Subjek pada kalimat imperatif (lihat paparan kalimat imperatif pada
9.5.3.2) adalah orang kedua atau orang pertama jamak inklusif dan dapat
tidak hadir.
Contoh:
(36) a. Tolong {kamu) bersihkan meja ini.
b. Mari {kita) makan

Subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelaku apabila
kalimat itu dipasifkan seperti tampak pada contoh berikut (lihat paparan
tentang kalimat pasif pada 9.5.2.1).
(37) a. Anak itu [S] menghabiskan kue saya.
b. Kue saya dihabiskan (oleh) anak itu [Pell •
9.3.2.3 Objek
Objek adalah Rings! sintaktis yang kehadirannya ditentukan oleh predikat
yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya selalu langsung sete￾lah predikat. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan memperhatikan
(1) jenis predikat yang dilengkapinya dan (2) ciri khas objek itu sendiri.
Predikat yang berupa verba transitif biasanya ditandai oleh kehadiran afiks
tertentu. Sufiks -kan dan -i pada umumnya merupakan pemarkah verba
transitif. Pada contoh berikut terlihat penggunaan verba transitif dengan
atau tanpa sufiks -kan atau -z.
(38) a. Taufik menundukkan Lin Dan.
b. Mereka mengakhiri pertemuan itu pukul 17.15.
c. Pemerintah perlu memelihara kebudayaan daerah.
d. Karyawan menerima THR dua minggu sebelum Lebaran.
Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Jika tergolong
nomina, frasa nominal, atau pronomina yang mengacu pada persona ketiga
tunggal, objek itu dapat diganti dengan -nya. Jika objek berupa pronomina
aku atau kamu (tunggal), bentuk -ku dan -mu dapat digunakan.
Contoh:
(39) a. Adi mengunjungi Pak Rustam setiap bulan.
b. Adi mengunjungi«j/iZ setiap bulan.
(40) a. Saya sudah membaca buku itu kemarin.
b. Saya sudah mcmhzcznya kemarin.
(41) a. i. Ina mencintai dia.
ii. Ina mencintaiw^z?.
b. i. Ibu mengasihi aku.
ii. Ibu mengasihi^M.
c. i. Saya ingin menemui kamu.
ii. Saya ingin menemuizww.
Selain satuan berupa nomina dan frasa nominal, objek dapat pula
berupa klausa yang didahului bahwa seperti pada (42) berikut.
(42) a. Pemerintah mengumumkan bahwa harga BBM akan naik.
b. Kami menyadari bahwa pendidikan itu penting.
Objek pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek jika kalimat
itu dipasifkan seperti tampak pada contoh berikut.
(43) a. Pembantu membersihkan ruangan saya. [O]
b. Ruangan saya [5] dibersihkan (oleh) pembantu.
Potensi ketersulihan unsur objek dengan -nya (contoh 39—41) dan
pengedepanannya menjadi subjek kalimat pasif itu (contoh 43) merupakan
ciri utama yang membedakan objek dari pelengkap yang berupa nomina
atau frasa nominal.
9.3.2.4 Pelengkap
Pengertian objek dan pelengkap sering dicampuradukkan. Hal itu dapat
dipahami karena antara kedua konsep itu memang terdapat kemiripan. Baik
objek maupun pelengkap berwujud nomina atau frasa nominal dan juga
dapat menduduki tempat yang sama, yakni di sebelah kanan verba predikat.
Contoh:
(44) a. Dia menjual barang-barang elektronik di Glodok.
b. Dia berjualan barang-barang elektronik di Glodok.
Pada kedua contoh di atas tampak bahwa barang-barang elektronik
adalah frasa nominal dan terletak di sebelah kanan verba menjual dan
berjualan. Akan tetapi, pada kalimat (44a) frasa nominal itu dinamakan
objek, sedangkan pada (44b) disebut pelengkap, yang juga dinamakan
komplemen.
Persamaan dan perbedaan antara objek dan pelengkap dapat dilihat
pada ciri-ciri berikut

Berlkut adalah beberapa contoh pelengkap dengan predikat yang
berupa verba taktransitif {45), verba transitif (46), dan adjektiva (47).
(45) a. Orang itu bertubuh raksasa.
b. Negara ini berlandaskan hiikum.
c. Dia menjadi anak kebanggaan orang tuanya.
d. Dia bertanya kapan kita akan menengok Ruslan.
(46) a. Saya mengambilkan Ibu air minum.
b. Beliau menghadiahi S2.ya. sebuah jam tangan.
c. Tri memanggil anaknya Gus.
d. Dia mencarikan saya pekerjaan.
(47) a. Ibunya sakit kepala.
b. Anak itu pandai menari.
c. Dia sukar sekali ditemui.
d. Beliau senang bermain tenis.
Sering kali nomina mempunyai hubungan khusus dengan ver
ba atau adjektiva yang diikutinya sehingga seolah-olah kediianya tidak dapat
dipisahkan lagi.

Contoh:
(48) makan waktu
cuci muka
balik nama
tembus cahaya
masuk hitungan
banjir uang
biru laut
kurang darah
Gabungan verba atau adjektiva dengan nomina seperti itu me￾rupakan verba atau adjektiva majemuk yang berfungsi sebagai satu
kesatuan dalam kalimat. Kadang-kadang hubungan antara nomina
dan verba atau adjektiva itu begitu erat sehingga menjadi semacam
idiom. Perhatikan bentuk-bentuk, seperti naik haji, turun tangan, lupa
daratan, keras kepala, dan meninggal dunia\ Oleh karena itu, nomina
haji, tangan, daratan, kepala, dan dunia dalam gabungan itu bukan
sebagai objek atau pelengkap jika gabungan kata itu hadir dalam ka
limat.
Contoh:
(49) a. Bapak sudah naik haji.
b. Pemerintah diminta turun tangan.
c. Mereka sampai lupa daratan.
d. Orang tahu dia keras kepala.
e. Orang yang disegani itu meninggal dunia.
9.3.2.5 Keterangan
Keterangan merupakan fungsi sintaktis yang paling beragam dan paling
mudah berpindah letaknya. Keterangan dapat berada di akhir, awal, dan
tengah kalimat. Pada umumnya, kehadiran keterangan dalam kalimat bersifat
manasuka. Konstituen keterangan biasanya berupa frasa preposisional,
nomina atau frasa nominal, numeralia atau frasa numeral, atau frasa adverbial.

Contoh:
(50) a. Sahetapi menyerahkan makalahnya di kantor.
b. Kemarin pagi dia memotong rambutnya.
c. Pak Bejo mempunyai sawah lima hektare.
d. Dia menyelesaikan pekerjaan itu secepat-cepatnya.
Bentuk di kantor, kemarin pagi, lima hektare, dan secepat-cepatnya pada
contoh (50) merupakan keterangan yang bersifat manasuka.
Selain oleh satuan yang berupa kata atau frasa, fungsi kete
rangan dapat pula diisi oleh klausa seperti pada contoh berlkut.
(51) a, Darwls menghampiri profesor itu sebelum seminar itu berakhir.
b. Dani memotong rambutnya segera setelah dia diterima bekerja
di bank.
Makna keterangan ditentukan oleh perpaduan makna unsur￾unsurnya. Dengan demikian, keterangan di kantor (50a) mengandung makna
tempat, kemarin pagi (50b) mengandung makna waktu, lima hektare (50c)
mengandung makna kuantitas, dan secepat-cepatnya (50d) mengandung
makna cara. Sementara itu, sebelum seminar itu berakhir (51a) dan segera
setelah dia diterima bekerja di bank (51b) merupakan keterangan yang berupa
klausa yang mengandung makna waktu.
Berdasarkan makna-makna keterangan seperti yang telah disebutkan
di atas, berikut ini didaftarkan beberapa jenis keterangan yang lazim
digunakan dalam bahasa Indonesia.
Tabel 9.3 memperliharkan ciga belas jenis keterangan yang berturut￾turut menyatakan tempat, waktu, aiat, tujuan, cara, penyerta, pembandingan/
kemiripan, kesalingan, sebab, akibat, kuantitas, kualitas, dan sudut pandang.
Paparan setiap jenis keterangan itu adalah sebagai berikut.
9.3.2.5.1 Keterangan Tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang menunjukkan tempat terjadi￾nya peristiwa atau keadaan. Berbeda dengan keterangan waktu, keterangan
tempat hanya dapat diisi oleh frasa preposisional. Preposisi yang dipakai,
antara lain, di, ke, dari, sampai, dan pada. Sesudah preposisi itu terdapat
kata yang mempunyai ciri tempat seperti di sini, di sana, dari sana, dari
sini, ke mana, dan dari situ. Di samping bentuk di atas, preposisi dapat
pula bergabung dengan nomina lain untuk membentuk keterangan tempat
asalkan nomina itu memiliki ciri semantis yang mengandung makna tempat.
Kata seperti jembatan, rumah, Jakarta, dan nomor memiliki ciri semantis
tempat, tetapi pukul, tanggal, dan tahun tidak. Oleh karena itu, kalimat
(52—56) berikut dapat diterima, tetapi (57) ditolak.
52) Di sana akan dilakukan peletakan batu pertama.
(53) Dari sini kita harus melancarkan serangan.
(54) Buku itu diletakkan di atas meja.
(55) Sumi berangkat dari rumah pukul enam.
(56) Keluarganya akan pindah ke Jakarta.
(57) *Keluarganya akan pindah ke tahun.
Frasa preposisional yang wujudnya mirip dapat menyatakan
keterangan yang berbeda. Preposisi sampai, misalnya, dapat dipakai
dengan kata yang berciri semantis tempat atau waktu, seperti da
pat dilihat pada contoh (58) dan (59).
(58) a. Dia mengerjakan soal itu sampai pukul lima.
b. Dia mengerjakan soal itu sampai nomor lima.
(59) a. Saya akan menemanimu sampai hari Minggu.
b. Saya akan menemanimu sampai jembatan gantung.
Pukul lima dan hari Minggu pada (58a) dan (59a) mempunyai ciri se
mantis yang menyatakan waktu, sedangkan nomor lima dan jembatan
gantung pada (58b) dan (59b) mempunyai ciri tempat, Karena ciri itulah,
penambahan preposisi sampai menimbulkan keterangan yang berbeda-beda.
Tidak mustahil bahwa kedua makna itu terdapat dalam satu frasa yang sama.
Lihatlah kalimat (60) yang berikut.
(60) Aku akan menantimu sampai di kereta terakhir.
Frasa sampai di kereta terakhir dapat berfungsi sebagai keterangan
waktu atau tempat, bergantung pada konteks kalimat sebelumnya.
Ada sekelompok nomina, seperti atas, bawah, dalam, dan belakang
yang dapat membentuk keterangan tempat.
Contoh:
(61) Kasus itu sudah sampai ke atas.
(62) Dokumen itu ada di bawah sekali.
(63) Pemasangan antena itu dilakukan dari dalam.
(64) Waktu itu mereka memang berjalan di belakang.
Di samping kedudukannya sebagai nomina biasa, nomina seperti itu
sering pula dipakai dengan nomina atau frasa nominal lain. Dalam konteks
tertentu pemakaiannya ternyata manasuka.
Contoh:
(65) a. Paspor itu ada di meja.
b. Paspor itu ada di atas meja.
(66) a. Uangnya disimpan di lemari.
b. Uangnya disimpan di dalam lemari.
(67) a. Paspor itu ada di lemari.
b. Paspor itu ada di atas lemari.
(68) a. Uangnya ada di meja.
b. Uangnya ada di bawah meja.
Kalimat (65a) dan (65b) mempunyai tafsiran yang sama meskipun
pada (65b) telah ditambahkan kata atas^ demikian pula (66a) dan (66b) yang
telah ditambahi kata dalam. Akan tetapi, pada kalimat (67) akan tampak
bahwa ada tidaknya kata atas memengaruhi makna kalimat. Pada (67a)
diketahui bahwa paspor yang dimaksud tentulah ada di dalam lemari; pada
(67b) secara jelas dinyatakan bahwa paspor tersebut tidak di dalam, tetapi di
atas lemari. Kalimat (68a) dan (68b) juga mempunyai makna yang berbeda,
selaras dengan penjelasan untuk kalimat (65a dan 65b).
Adanya kesamaan dan perbedaan makna dan tafsiran seperti diuraikan
di atas ditentukan oleh ciri semantis kata yang berdiri di kanan atau kiri kata,
seperti atas, bawah, atau dalam. Setiap kata mempunyai kodrat semantis
yang membawa pengaruh dalam hubungannya dengan kata lain. Kata seperti
meja mengandung makna suatu permukaan yang datar sehingga jika kata itu
berfungsi sebagai tempat diletakkannya sesuatu, tafsiran di dan di atas tidak
berbeda. Namun, jika yang dibicarakan adalah kegiatan duduk di meja dan
di atas meja, tafsirannya maknanya jelas berbeda. Kata seperti lemari berbeda
dengan meja karena kodrat semantis kata lemari menunjukkan adanya ruang
untuk menempatkan atau menyimpan barang. Masalah kodrat semantis
itu agak rumit karena semua aspek kehidupan manusia ikut menentukan
ruang lingkup makna sebuah kata. Telah dikatakan bahwa di lemari dan di
dalam lemari tidak mempunyai perbedaan tafsiran karena kodrat semantis
kata lemari yang mengandung makna ruang. Hal itu ternyata tidak seratus
persen benar karena di rumah dan di dalam rumah tidak mengikuti kaidah
itu seperti pada contoh (69) berikut.
(69) a. Ayah ada di rumah.
b. Ayah ada di dalam rumah.
Kata rumah juga mempunyai fitur makna 'tempat tinggal'. Oleh
karena itu, kalimat (69a) cenderung ditafsirkan ayah tinggal di rumah',
dalam arti 'tidak masuk kerja atau 'tidak keiuar rumah' (lihat 7.1.2).
9.3.2.5.2 Keterangan Waktu
Keterangan waktu memberikan informasi saat terjadinya suatu peristiwa.
Fungsi keterangan itu diisi oleh berbagai macam bentuk, yaitu (a) kata
tunggal, (b) frasa nominal, dan (c) frasa preposisional. Pada umumnya
keterangan waktu diletakkan di bagian belakang kalimat, tetapi dapat pula di
bagian tengah atau di depan kalimat. Keterangan waktu yang berbentuk kata
tunggal beberapa, di antaranya, ialah pernah, sering, selalu, kadang-kadang,
biasanya, kemarin, sekarang, besok, lusa, tadi, dan nanti. Keterangan waktu
yang berbentuk frasa nominal dapat berupa pengulangan kata, seperti pagi￾pagiy malam-malam, siang-siang, dan sore-sore atau gabungan bentuk yang
lain, seperti sebentar lagi, kemarin dulu, dan tidak lama kemudian.
Contoh:
(70) Pemerintah mengumumkan desentralisasi itu kemarin.
(71) Saatnya telah tiba untuk lepas landas sekarang.
(72) Tadi dia menanyakan lagi seal itu.
(73) Dia biasanya datang ke kantor pagi-pagi.
(74) Ada apa kamu datang malam-malam begini?
(75) Sebentar lagi laporan itu akan kami selesaikan.
Keterangan waktu yang berbentuk frasa preposisional diawali dengan
preposisi dan dilkuti oleh nomina tertentu. Preposisi yang dipakai, antara lain
di, dari, sampai, pada, sesudah, sebelum, ketika, sejak, buat, dan untuk. Frasa
nominal yang mengikutinya bukanlah sembarang frasa nominal, melainkan
frasa nominal yang memiliki ciri waktu. Dengan demikian, frasa nominal
seperti pukul, tanggal, tahun, minggu, zaman, hari, bulan, masa, saat, Senin,
Kamis, Januari, malam permulaan, akhirpertunjukan, subuh, dan Natal dapat
digabungkan dengan preposisi tersebut untuk mengisi keterangan waktu,
seperti pada (76—81). Sebaliknya, frasa nominal yang tidak memiliki ciri
waktu, m\s>2\ny2^jembatan tidak akan dapat dipakai sebagai keterangan waktu
seperti terlihat pada contoh (82) di bawah ini.
(76) Pada saat itu kita belum memiliki teknologi canggih.
(77) Mereka menunggu Anda sampai dengan pukul lima sore.
(78) Haji Dahlan meninggal sebelum subuh.
(79) Jatah ini harus dipakai untuk bulan depart.
(80) Kebijaksanaan ini berlaku sejak tahun 1985.
(81) Semua hadirin berdiri pada akhirpertunjukan itu.
(82) *Para penumpang turun pada akhirjembatan itu.
Frasa pada akhir jembatan itu pada kalimat (82) bukanlah kete￾rangan waktu karena frasa nominal akhir jembatan tidak memiliki ciri waktu
seperti akhir pertunjukan pada kalimat (81).
9.3.2.5.3 Keterangan Alat
Keterangan alat adalah keterangan yang menyatakan adanya alat yang
digunakan untuk melakukan suatu perbuatan. Pengertian alat dalam hal
itu tidak harus berupa benda konkret. Frasa preposisional yang menyatakan
keterangan alat itu diwujudkan dengan preposisi dengan atau tanpa.
Contoh:
(83) Kami biasanya pergi ke kantor dengan bus.
(84) Pekerja bangunan itu meratakan tanah dengan buldoser.
(85) Janganlah kita menilai mereka dengan ukuran Barat.
(86) Kita akan gagal tanpa bantuan mereka.
Keterangan alat ditandai dengan preposisi dengan atau tanpa.,
padahal preposisi itu juga dipakai untuk menandai keterangan penyerta
dan keterangan cara. Oleh karena itu, tidak mustahil terdapat bentuk yang
paralel seperti pada tiga contoh berikut.
(87) Saya bekerja dengan orang besar.
(88) Saya bekerja dengan kemauan besar.
(89) Saya bekerja dengan kapak besar.
Wujud luar ketiga keterangan di atas sama. Akan tetapi, jika
diperhatikan jenis nomina yang berdiri di kanan preposisi, akan tampak
bahwa pada kalimat (87) orang adalah maujud bernyawa sehingga dengan
orang besar pastilah menyatakan keterangan penyerta. Sebaliknya, dengan
kemauan besar pada kalimat (88) dan dengan kapak besar pada kalimat (89)
tidak mungkin merupakan keterangan penyerta karena, baik nomina kemauan
maupun kapak, bukanlah benda bernyawa. Berdasarkan ciri semantis yang
terdapat pada nomina kemauan dan kapak, frasa dengan kemauan besar
adalah keterangan cara, sedangkan dengan kapak besar adalah keterangan
alat. Pembedaan itu diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa ketiga kalimat
tersebut menjawab pertanyaan yang berbeda-beda.
Contoh:
(90) a. Bagaimana dia bekerja?
b. Dia bekerja dengan kemauan besar.
(91) a. Dengan siapa dia bekerja?
b. Dia bekerja dengan orang besar.
(92) a. Dengan apa dia bekerja?
b. Dia bekerja dengan kapak besar.
9.3.2.5.4 Keterangan Tujuan
Keterangan tujuan adalah keterangan yang menyatakan arah, jurusan, atau
maksud perbuatan atau kejadian. Wujud keterangan tujuan selalu dalam
bentuk frasa preposisional dan preposisi yang dipakai adalah demi, bagi,
guna, dan untuk. Keempat preposisi itu diikuti oleh frasa nominal seperti
pada contoh yang berikut.
(93) Dia bersedia berkorban demi kepentingan negara.
(94) Marilah kita mengheningkan cipta bagi para pahlawan.
(95) Masih adakah orang yang rela berkorban guna kepentingan umumi
(96) Satu asas diperlukan untuk kesatuan danpersatuan bangsa.
Frasa setelah preposisi dapat berupa frasa verbal. Perhatikan kalimat
yang berikut.
(97) Dia memang mempunyai tekad besar untuk merantau.
(98) Guna menurunkan injlasi, kita perlu mengencangkan ikat pinggang.
Pada umumnya preposisi yang dapat dipakai dengan verba ialah
untuk dan guna. Dari segi maknanya, keempat preposisi yang membentuk
keterangan tujuan itu mempunyai makna yang sama atau mirip.
9.3.2.5.5 Keterangan Gira
Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan cara berlangsungnya
suatu peristiwa. Seperti halnya keterangan waktu, keterangan cara dapat
berupa kata tunggal atau frasa preposisional. Kata tunggai yang menyatakan
keterangan cara itu berupa adjektiva yang diapit afiks se-...-nya. Pada contoh
berikut keterangan cara itu dinyatakan melalui penggunaan seenaknya,
secepatnya, dan sepenuhnya.
(99) Dia berbicara seenaknya dengan atasannya.
(100) Masalah itu harus diselesaikan secepatnya.
(101) Kami percayakan seal ini sepenuhnya kepada Anda.
Frasa preposisional yang menyatakan keterangan cara terdiri atas
preposisi dengan, secara, atau tanpa yang diikuti frasa adjektival atau frasa
nominal sebagai komplemen. Preposisi tanpa biasanya hanya dapat diikuti
frasa nominal sebagai komplemennya. Jika komplemen preposisi itu berupa
bentuk ulang adjektiva, preposisi yang mendahuluinya dapat dilesapkan
(lihat (102b) dan (103b)). Sementara itu, jika keterangan cara itu berupa
frasa preposisional dengan adjektiva bukan bentuk ulang, preposisinya tidak
dapat dilesapkan (lihat (104b) dan (105b)).
(102) a. Kereta itu pun meninggalkan stasiun denganperlahan-lahan.
b. Kereta itu pun meninggalkan stasiun perlahan-lahan.
(103) a. Beri tahu kepada adikmu secara baik-baik.
b. Beri tahu kepada adikmu baik-baik.
(104) a. Dia menjawab pertanyaan itu dengan tegas.
b. *Dia menjawab pertanyaan itu tegas.
(105) a. Dia menerangkan seal itu dengan jelas.
b. *Dia menerangkan soal \t\x jelas.
Jika komplemen preposisi itu berupa frasa nominal, preposisinya
dapat berupa dengan, secara, atau tanpa. Preposisi secara umumnya dapat
diganti dengan dengan cam. Contoh (106—109) berterima, tetapi (110)
tidak berterima.
(106) a. Marilah kita selesaikan masalah ini secara balk.
b. Marilah kita selesaikan masalah ini dengan cara baik.
(107) Tanpa kemauan besar tidak akan berhasil.
(108) Dengan percaya dirt ia tampil di depan pendukungnya.
(109) a. Kita lebih baik menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
b. Kita lebih baik menyelesaikan masalah ini dengan cara
kekeluargaan.
(110) a. Dia bekerja dengan kemauan besar.
b. *Dia bekerja secara kemauan besar.
Keterangan cara juga dapat dibentuk dengan menambahkan se-...-nya
pada bentuk ulang kata tertentu.
Contoh:
(111) Kamu boleh makan sepuas-puasnya. —> sepuasnya
(112) Qsiv'Adltx como\\ sebanyak-banyaknya. sebanyaknya
(113) Kita harus menyelesaikan
masalah ini secepat-cepatnya. secepatnya
Bentuk ulang dengan se-...-nya itu menyatakan makna elatif. Makna
elatif itu dapat pula dinyatakan dengan se-... mungkin. Bandingkan contoh
(111—113) dengan (11 la—113a) berikut.
(Ilia) Kamu boleh makan sepuas mungkin.
(112a) Carilah contoh sebanyak mungkin.
(113a) Kita harus menyelesaikan persoalan ini secepat mungkin.
Bentuk keterangan cara yang ketiga berupa pengulangan kata ter
tentu yang diikuti oleh afiks -an. Kadang-kadang dapat pula didahului oleh
preposisi.
Contoh:
(114) Waktu itu kami berjuang mati-matian.
(115) Dia terang-terangan menolak ajakan siapa pun untuk berbuat curang.
(116) Makin diejek, makin habis-habisan dia memacu semangat belajamya.
Keterangan cara dapat pula berupa se- yang diikuti oleh kata tertentu.
Sering kali kata demi juga dipakai sebagai kombinasinya.
Contoh;
(117) a. mnndnv selangkah.
b. Selangkah demi selangkah kami pun bergerak terus.
(118) a. Anak itu memperlihatkan kemajuan meskipun
b. Kemajuan tetap ada meskipun sedikit demi sedikit.
(119) a. SWdkzn ma.]u setapak.
b. Dari posisi paling belakang akhirnya pebalap itu merangkak
setahap demi setahap maju ke posisi depan,
9.3.2.5.6 Keterangan Penyerta
Keterangan penyerta adalah keterangan yang menyatakan ada tidaknya
orang lain yang menyertai dalam melakukan suatu perbuatan. Keterangan
penyerta itu dinyatakan dengan menggabungkan preposisi dengan, tanpa,
atau bersama dengan frasa nominal yang berupa maujud bernyawa.
Contoh:
(120) Ibu pergi ke Yogya dengan saya.
(121) Dia merumuskan konsep itu dengan staf ahlinya.
(122) Pak Badri berangkat ke Mekah tanpa istrinya.
(123) Pasukan pejuang itu menyerbu benteng musuh bersama rakyat.
9.3.2.5.7 Keterangan Pembandingan
Keterangan pembandingan (atau kemiripan) adalah keterangan yang
menyatakan kesetaraan, kemiripan, atau perbedaan antara suatu keadaan,
kejadian, atau perbuatan dan keadaan, kejadian, atau perbuatan yang lain.
Wujud keterangan itu selalu berbentuk frasa dengan preposisi, seperti
laksana, sebagai, atau seperti.
Contoh:
(124) Tekadnya untuk merantau teguh laksana gunung karang
(125) Apakah selamanya mereka akan hidup sebagai buruh harian?
(126) Berpikirlah seperti orang dewasa.
9.3.2.5.8 Keterangan Kesalingan
Keterangan kesalingan adalah keterangan yang menyatakan bahwa suatu
perbuatan diiakukan secara berbalasan. Keterangan kesalingan dinyatakan
dengan satu sama lain atau saling sthdum verba atau di bagian akhir kalimat.
Contoh:
(127) a. i. Kedua negara itu bersepakat untuk tidak menyerang
sama lain.
ii. Kedua negara itu bersepakat untuk tidak saling menyerang.
b. i. Indonesia dan Australia berjanji akan menghormati
satu sama lain.
ii. Indonesia dan Australia berjanji akan saling menghormati.
9.3.2.5.9 Keterangan Sebab
Keterangan sebab adalah keterangan yang menyatakan sebab atau alasan
terjadinya suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan. Wujud keterangan itu
selalu berupa konstruksi yang diawali dengan karena, lantaran, sebab, berkat,
gara-gara, atau mentang-mentang.
Contoh:
(128) Banyak pemimpin dunia jatuh karena korupsi.
(129) Banyak orang merantau lantaran ingin memperbaiki kehidupannya.
(130) Narti datang terlambat sebab anaknya sakit.
(131) Berkat ketekunannya, Amri berhasil meraih cita-citanya.
(132) Gara-gara tingkah laku anaknya, kedua orang tua itu dijauhi para
tetangganya.
(133) Mereka berbuat seenaknya mentang-mentang kaya.
Gara-gara dan mentang-mentang merupakan bahasa lisan yang tidak
baku, pada umumnya menyatakan sebab yang negatif, sedangkan berkat
menyatakan sebab yang positif.
9.3.2.5.10 Keterangan Akibat
Keterangan akibat adalah keterangan yang menyatakan akibat atau
konsekuensi terjadinya suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan. Wujud
keterangan itu selalu berupa konstruksi dengan konjungsi akibat, sehingga,
atau sampai-sampai.
Contoh:
(134) Hutan itu gundul akibatpembalakan liar.
(135) Dia bekerja tidak kenal waktu sehingga lupa makan.
(136) la terlalu sibuk mengurus organisasi sampai-sampaipulang larut malam.
9.3.2.5.11 Keterangan Kuantitas
Keterangan kuantitas adalah keterangan yang menyatakan jumiah sesuatu
yang dibicarakan. Keterangan kuantitas ditandai oleh kata, seperti sebanyak,
sedikit, atau sama sekali.
Contoh:
(137) Ayah saya mempunyai sapi sebanyak sepuluh ekor.
(138) la menambahkan gula sedikit ke dalam kopi itu.
(139) la tidak mengetahui sama sekali rencana itu.
9.3.2.5.12 Keterangan Kualitas
Keterangan kualitas adalah keterangan yang menyatakan kadar se
suatu yang dibicarakan. Keterangan kualitas ditandai dengan agak, amat,
paling, sangat, atau terlalu.
Contoh:
(140) Mereka berbicara agak keras.
(141) Pak Sudarta tnengendarai mobil itu amat pelan.
(142) Mereka hadir dalam pertemuan itu paling awal.
(143) Jawabannya sangat meyakinkan.
(144) Kadang-kadang kita menanggapi suatu masalah terlalu berlebihan.
9.3.2.5.13 Keterangan Sudut Pandang
Keterangan sudut pandang adalah keterangan yang menyatakan acuan yang
relevan untuk kebenaran hal yang dinyatakan klausa itu. Keterangan sudut
pandang ditandai oleh bentuk-bentuk, seperti ddri sudut tnenuvut
dilihat dari dan secara ....
Contoh:
(145) Dari sudut ilmu pengetahuan, pendidikan itu termasuk penelltian
terapan.
(146) Menurut dokter, Wawan harus berkonsultasi secara berkala.
Di samping ketiga belas jenis keterangan tersebut, ada pula jenis
keterangan lain yang selalu berbentuk klausa subordinatif, yaitu keterangan
syarat, keterangan pengandaian, keterangan konsesif, dan keterangan hasil (lihat
10.2.3).
9.3.3 Peran
Pada dasarnya setiap kalimat memerikan suatu peristiwa atau keadaan yang
melibatkan satu argumen atau lebih dengan peran tematis yang berbeda￾beda. Argumen itu berupa frasa nominal seperti dalam kalimat berikut.
(147) Ida memberikan hadiah kepada ibunya.
Pada kalimat (147) terdapat tiga argumen, yaitu Ida, hadiah, dan
ibunya. Kalimat itu mengandung subjek Ida sebagai pelaku, objek hadiah
sebagai sasaran, dan keterangan ibunya sebagai peruntung atau pihak yang
memperoleh manfaat. Oleh karena itu, dalam pemerian kalimat, kategori
leksikal perlu dibedakan dari fungsi sintaktis dan peran tematis unsur kalimat.
Setiap bentuk kata atau frasa yang menjadi unsur kalimat termasuk dalam
kategori kata atau frasa tertentu dan masing-masing mempunyai fungsi
sintaktis serta peran tematis. Pada 9.3.3.1—9.3.3.14 berikut dibicarakan
peran tematis (1) pelaku (aktor), (2) agen, (3) sasaran, (4) pengalam, (5)
peruntung, (6) penerima, (7) penyebab, (8) tema, (9) tetara, (10) hasil, (11)
lokasi, (12) alat, (13) tujuan, dan (14) (bahan).
9.3.3.1 Pelaku
Peran pelaku atau aktor mengacu pada argumen yang melakukan perbuatan
yang dinyatakan oleh verba predikat yang tidak memengaruhi argumen
lainnya. Pelaku pada umumnya adalah manusia atau binatang. Peran pelaku
itu merupakan peran tematis subjek pada kalimat aktif (lihat Tina, kucing
say a, dan burung-burungipdiddL (148) dan pelengkap pada kalimat pasif (lihat
Tina, anak saya, dan pemerintah) pada (149).
(148) a. Tina sedang membaca koran.
b. Kucing saya selalu tidur di kursi.
c. Burung-burung berkicau menyambut terbit matahari.
(149) a. Koran sedang dibaca Tina.
b. Mobil saya dipakai anak saya.
c. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengatasi
kemiskinan.
9.3.3.2 Agen
Peran agen mengacu pada argumen yang melakukan perbuatan yang
dinyatakan oleb verba predikat yang memengarubi argumen lainnya. Agen
pada umumnya berupa manusia atau binatang. Peran agen itu merupakan
peran tematis subjek pada kalimat aktif.
(150) a. Mereka menyelesaikan masalab dengan musyawarab.
b. Anak-anak memperbaiki mainannya.
9.3.3.3 Sasaran
Peran sasaran mengacu pada argumen yang dikenai perbuatan yang
dinyatakan oleb predikat. Peran sasaran itu merupakan peran objek (libat
uang (151a) dan pidato Presiden pada (151b)) atau pelengkap, seperti air
minum pada (152a) dan bahasa Inggris pada (152b).
(151) a. Dia mengirimkan kepada ibunya.
b. Kami mendengarkan pidato Presiden.
(152) a. Ibu mengambilkan ayab air minum.
b. Anak itu sedang belajar bahasa Inggris.
9.3.3.4 Pengalam
Peran pengalam mengacu pada argumen yang mengalami keadaan atau
peristiwa yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur
subjek kalimat yang predikatnya adjektiva atau verba taktransitif yang lebih
menyatakan keadaan, seperti saya, mereka, dan para pengungsi pada contoh
berikut.
(153) a. beruntung had ini.
b. Mereka kehujanan di jalan.
c. Para pengungsi menderita kelaparan.
9.3.3.5 Perimtimg
Peran peruntung atau benefaktif mengacu pada argumen yang memperoleh
keuntungan atau manfaat dari keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang
dinyatakan oleh predikat. Peran peruntung pada umumnya dimarkahi
preposisi demi, untuk, dan bagi. Selain itu, peran peruntung merupakan
peran argumen yang hadir setelah predikat bersufiks -kan.
Contoh:
(154) a. i. Ibu membeli kalung untuk 7«//.
ii. Ibu membelikan Tuti kalung.
b. Mereka membanting tulang demi keluarganya.
c. Ruang kerja ini disediakan bagi direkturyang bam.
9.3.3.6 Penerima
Peran penerima {recipient) atau resipien mengacu pada argumen yang me￾nerima sesuatu dari keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang dinyatakan
oleh predikat. Misalnya, dia pada (155a) atau para spekulan pada (155b)
merupakan penerima.
(155) a. Dia menerima kiriman uang dari orang tuanya.
b. Presiden memberi peringacan keras kepada para spekulan.
9.3.3.7 Penyebab
Peran penyebab mengacu pada argumen yang menyebabkan terjadinya
sesuatu. Misalnya, tsunami pada (156a) dan pembangunan jembatan pada
(156b) berikut ini.
(156) a. Tsunami mengakibatkan kapal sebesar itu terhempas jauh ke darac.
b. Pembangunan jembatan memudahkan lalu lintas barang dan
jasa antardaerah.
9.3.3.8 Tema
Peran tema {theme) mengacu pada argumen yang terlibat (mengenai atau
dikenai) dalam keadaan, perbuatan, atau proses yang dinyatakan oleh
predikat. Dalam kalimat nominal dan kalimat ekuatif, konstituen kalimat
yang berfungsi sebagai subjek merupakan unsur yang dijelaskan atau yang
menjadi pokok pembicaraan. Oleh karena itu, jika dilihat dari segi peran,
unsur kalimat yang berfungsi sebagai subjek itu berperan sebagai tema.
Contoh:
(157) a. Jakarta adalah ibukota negara Repubiik Indonesia.
b. Jaya Wijaya adalah gunung tertinggi di Indonesia.
c. Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman budaya.
9.3.3.9 Tetara
Peran tetara {associate) mengacu pada argumen yang menjelaskan status atau
identitas argumen lain. Perhatikan guru saya pada (158a) dan ibunya pada
(158b) berikut, yang masing-masing menjalankan peran tetara dari bapak itu
dan wanita itu.
(158) a. Bapak itu guru saya.
b. Wanita itu ibunya.
Guru saya pada (158a) berperan sebagai tetara karena saya dan
Bapak itu identik acuannya. Demikian pula ibunya pada kalimat (158b)
identik acuannya dengan wanita itu.

9.33.10 Hasil
Peran hasil {factitive) mengacu pada argumen yang merupakan hasil dari
proses yang dinyatakan oleh verba predikat. Pada contoh (159) terlihat
bahwa jembatan dan puskesmas, tenda darurat, dan lubang perlindungan
masing-masing merupakan hasil dari proses atau perbuatan yang dinyatakan
oleh verba membanguny membuat, dan menggali.
(159) a. Pemerintah membangun jembatan dan puskesmas.
b. Para pengungsi membuat tenda darurat.
c. Anjing hutan menggali lubang perlindungan.
93.3.11 Lokasi
Peran lokasi mengacu pada argumen yang menggambarkan ruang dan/atau
waktu terjadinya peristiwa atau proses. Peran itu dimarkahi oleh preposisi
lokatif diy dari, dan ke.
(160) a. Kami tinggal di Jakarta.
b. Keiuarga kami baru saja puiang dari Puncak.
c. Anak-anak berangkat ke kampus.
9.3.3.12 Mat
Peran alat atau instrumen mengacu pada argumen yang menggambarkan alat
atau sarana yang dipakai untuk tujuan tertentu. Peran itu biasanya dimarkahi
dengan preposisi dengan atau tanpa.
(161) a. Mereka membuka pintu itu dengan kunci cadangan.
b. Dia tidak dapat membaca tanpa kacamata.
93.3.13 Tujuan
Peran tujuan mengacu pada argumen yang menggambarkan akhir atau ujung
gerakan atau peristiwa.
(162) a. U'xsihtrdoz untuk kesembuhan ibunya.
b. Pahlawan berjuang demi negara.

933.14 Siunber (Bahan)
Peran sumber atau bahan mengacu pada argumen yang menggambarkan asal
atau bahan baku sesuatu. Perhatikan ban mobil pada (163a) dan tanah pada
(163b) berikut.
(163) a. Kursi itu terbuat dari ban mobil.
b. Tuhan menciptakan manusia dari tanah.
Dari uraian di atas tampak bahwa antara bentuk, fungsi, kategori, dan
peran tidak ada hubungan satu lawan satu. Fungsi merupakan suatu "tempat"
dalam struktur kalimat dengan unsur pengisi berupa bentuk (bahasa) yang
termasuk dalam kategori tertentu dan mempunyai peran tematis tertentu
pula.
9.4 KALIMAT DASAR
Paparan tentang kalimat dasar berikut berkaitan dengan batasan dan perluasan
kalimat dasar. Batasan atau pemahaman tentang kalimat dasar dikemukakan
berdasarkan pola dan konstituennya. Uraian perluasannya didasarkan pada
aposisi dan suplementasi.
9.4.1 Batasan Kalimat Dasar
Kalimat dasar adalah kalimat yang (1) terdiri atas satu klausa, (2) unsur￾unsurnya lengkap, (3) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang
paling umum, dan (4) tidak mengandung pertanyaan, perintah, seruan,
atau pengingkaran. Dengan kata lain, kalimat dasar di sini identik dengan
kalimat tunggal deklaratif afirmatif yang unsur-unsurnya bersifat wajib dan
urutannya paling lazim, yaitu subjek + predikat + (objek) + (pelengkap) +
(keterangan) —> S P (O) (Pel) (Ket).
9.4.1.1 Pola Kalimat Dasar
Ada lima fungsi sintaktis yang digunakan dalam pemerian kalimat. Dalam
suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaktis itu terisi, tetapi paling tidak
harus ada subjek dan konstituen pengisi predikat. Kehadiran konstituen
lainnya ditentukan oleh predikat
Contoh;
(164) a. Dia (S) tidur (P).
b. Mereka (S) sedang belajar (P) bahasa Inggris (Pel).
c. Mahasiswa (S) mengadakan (P) seminar (O).
d. Buku itu (S) terietak (P) di meja (Ket).
e. Ayah (S) membelikan (P) saya (O) baju (Pel).
f. Dia (S) meletakkan (P) uang (O) di atas meja itu (Ket).
Kalimat (164) di atas masing-masing terdiri atas (a) S-P; (b) S-P-Pel;
(c) S-P-O; (d) S-P-Ket; (e) S-P-O-Pel; dan (f) S-P-O-Ket. Selain itu, tampak
pula bahwa kalimat dimulai dengan subjek dan berturut-turut diikuti
predikat, objek, pelengkap, dan akhirnya keterangan jika tiga konstituen
yang terakhir itu hadir.
Jika pemakaian bahasa Indonesia diamati, misalnya dalam suatu teks,
akan ditemukan banyak kalimat yang urutan unsurnya berbeda dengan
yang diperlihatkan pada contoh (164), terutama yang menyangkut letak
keterangan dan/atau letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan
dalam bahasa Indonesia banyak jenisnya dan letaknya dapat berpindah￾pindah: di akhir, di awal, bahkan di tengah kalimat seperti terlihat pada
contoh (165) berikut.
(165) a. Dita membeli mangga kemarin.
b. Kemarin Dita membeli mangga.
c. Dita kemarin membeli mangga.
Di antara ketiga bentuk pada (165) itu hanya kalimat (165a) yang me￾ngandung informasi tunggal, yaitu mengungkapkan peristiwa Dita membeli
mangga dan itu terjadi kemarin. Kalimat (I65b) mengandung informasi
tambahan bahwa peristiwa Dita membeli mangga itu terjadi kemarin, bukan
hari ini atau hari lain. Kalimat yang sama dapat pula menyatakan informasi
tambahan bahwa peristiwa membeli mangga itu merupakan salah satu
kegiatan Dita kemarin. Informasi tambahan terakhir ini juga terkandung
dalam (165c).
Kenyataan lain yang akan tampak jika mengamati suatu teks adalah
bahwa banyak kalimat yang predikatnya mendahului subjek kalimat. Kalimat
demikian pada umumnya dapat diubah susunannya sehingga berpola S-P.
Kalimat Tidak banyak (P) orangyang jujur (S) dapat diubah menjadi Orang
yang jujur (S) tidak banyak (P). Berdasarkan pertimbangan di atas, pola
umum kalimat dasar dalam bahasa Indonesia dapat dinyatakan seperti (166).

166) S-P-(0)-(Pe!)-(Ket)
Dengan catatan bahwa unsur objek, pelengkap, dan keterangan yang
ditulis di antara tanda kurung itu tidak selalu harus hadir dan keterangan
dapat lebih dari satu.
Apabila konstituen kalimat dasar yang tidak wajib hadir diabaikan,
dari pola umum (166) itu dapat diturunkan enam tipe kalimat dasar. Keenam
tipe kalimat dasar itu, yang dibedakan berdasarkan pola urutan unsurnya
yang wajib, terlihat pada Tabel 9.4 berikut.
9.4.1.2 Konstituen Kalimat Dasar
Unsur-unsur kalimat pada Tabel 9.4 di atas tidak memperiihatkan secara
jelas hubungan struktural unsur kalimat. Akan tetapi, kalau diperhatikan
kelima tipe kalimat (2—6), tampak bahwa kehadiran objek, pelengkap, atau
keterangan wajib itu sangat ditentukan oleh bentuk dan jenis verba predikat.
Verba menjadi pada Dia menjadi ketua koperasi menghasilkan kalimat yang
termasuk tipe S-P-Pel, sedangkan verba tinggal pada Kami tinggal di Jakarta
menghasilkan kalimat yang termasuk tipe S-P-Ket walaupun kedua verba itu
termasuk verba taktransitif. Dari uraian di atas tampak bahwa verba predikat
dalam bahasa Indonesia mempunyai peranan yang dominan karena me￾nentukan kehadiran konstituen lain dalam kalimat.
Contoh:
(167) Ayah membeli baju baru.
S P O
(168) Ayah membelikan adik saya baju baru.
S P O Pel
Verba membeli menuntut kehadiran dua konstituen kalimat, yaitu
ayah (yang membeli) dan baju baru (yang dibeli). Berbeda dengan membeli,
verba membelikan menuntut, paling tidak secara potensial, hadirnya tiga
konstituen kalimat, yaitu ayah (yang membeli), baju baru (yang dibeli), dan
adik saya (yang dibelikan),
Kalimat (168) memang dapat ditambah dengan konstituen seperti
untuk adik saya sehingga terciptalah kalimat (I68a) berikut.
(I68a) Ayah membeli baju baru untuk adik saya. (S-P-O-Ket)
S P O Ket
Akan tetapi, konstituen untuk adik saya tidak dituntut kehadirannya
oleh verba membeli, baik secara faktual maupun secara potensial. Hal itu
berbeda dengan membelikan. Konstituen untuk adik saya pada kalimat
(I68a) tidak harus ada secara eksplisit asalkan konteks situasi pemakaiannya
menentukan bahwa adik saya itulah yang dibelikan baju tersebut sehingga
terdapatlah kalimat (I68b) berikut.

(168b) Ayah mcmbelikan baju baru.
S P Pel
Jadi, pengertian bahwa haju baru itu dibeli untuk seseorang yang
identitasnya dapat diketahui dari konteks situasi (dan bukan untuk ayah)
tetap tersirat pada (I68b).
Sudah beberapa kali disinggung bahwa kehadiran unsur objek,
pelengkap, dan/atau keterangan wajib sangat bergantung pada bentuk dan
jenis predikat. Dengan kata lain, unsur yang terdapat di sebelah kanan meru￾pakan konstituen yang berfungsi melengkapi verba predikat. Oleh karena
itu, konstituen objek, pelengkap, dan keterangan wajib sering juga disebut
konstituen komplementasi. Hubungan struktural unsur-unsur kalimat dasar
dan wajib tidaknya kehadiran unsur-unsur itu dapat diperjelas dengan con￾toh (169—172) berikut dengan catatan bahwa fungsi yang tidak wajib hadir
ditulis di antara tanda kurung.
(169) Dia sedang tidur {di kamar sebelah)
9.4.2 Perluasan Kalimat Dasar
Pada kalimat dasar hanya dibicarakan unsur yang wajib hadir dalam kalimat,
seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan kadang-kadang keterangan.
Pada kenyataannya, suatu kalimat sering tidak hanya terdiri atas unsur wajib,
tetapi juga unsur takwajib. Dari segi struktur, kehadiran unsur takwajib itu
memperluas kalimat. Dari segi makna, unsur takwajib itu membuat informasi
yang terkandung dalam kalimat menjadi lebih lengkap.
Perluasan kalimat dasar itu dapat dilakukan dengan penambahan
unsur lain yang berupa keterangan, baik aposisi maupun suplementasi.
Perluasan kalimat dasar dengan penambahan keterangan berikut ini terbatas
pada keterangan yang berupa kata atau frasa. Penambahan keterangan yang
berupa klausa akan dikemukakan pada 10.2.
Pada umumnya kehadiran keterangan dalam kalimat tidak wajib
sehingga keterangan diperlakukan sebagai unsur takwajib dalam arti bahwa
tanpa keterangan pun kalimat telah mempunyai makna mandiri.
Contoh:
(173) a. Mereka mengusir binatang buas itu.
b. Mereka mengusir binatang buas itu dipinggir hutan.
(174) a. Usul penelitian itu akan diklrimkan.
b. Usul penelitian itu akan diklrimkan minggu depart.
Meskipun kalimat (173a) dan (174a) hanya terdiri atas unsur wajib,
dari segi makna kalimat itu telah dapat memberikan makna yang utuh. Pada
(173a) terdapat sekelompok orang yang melakukan perbuatan pengusiran
terhadap binatang buas. Namun, ada keterangan lain yang dapat ditambahkan
agar berita yang disampaikan itu mengandung makna yang lebih lengkap.
Pada (173b) ditambahkan tempat peristiwa pengusiran itu, yakni di pinggir
hutan. Pada (174b) keterangan yang ditambahkan bertalian dengan waktu
dilakukannya pengiriman usul itu, yakni minggu depan.
Jumlah keterangan yang dapat ditambahkan pada kalimat secara
teoretis tidak terbatas, tetapi dalam kenyataan orang akan menghindari
jumlah yang berlebihan. Berikut adalah contoh yang memuat beberapa
keterangan, yakni keterangan waktu, tempat, dan alat/cara.
(175) Kemarin mereka menangkap ikan itu di tepi danau dengan jala.
Nomina kemarin menyatakan keterangan waktu, frasa preposisional
di tepi danau menyatakan keterangan tempat, dan frasa preposisional dengan
jala menyatakan keterangan alat/cara.
9.4.2.1 Aposisi
Kalimat dasar dapat pula diperluas dengan cara menambahkan un
sur tertentu yang beraposisi dengan salah satu unsur kalimat (biasa￾nya nomina atau frasa nominal) yang ada. Kedua unsur kalimat yang sederajat
dan mempunyai acuan yang sama itu masing-masing disebut aposisi.

Contoh:
(176) Ir. Soekarno, Presiden Indonesia pertama, adalah tokoh pendiri Gerakan
Nonblok.
Bentuk Ir. Soekarno dan Presiden Indonesia pertama masing-masing
merupakan aposisi. Salah satu dari kedua bentuk itu, Ir. Soekarno presiden
Indonesia pertama, dapat dilesapkan tanpa mengakibatkan perubahan makna
dasar kalimat. Bandingkan kalimat (177) dengan kalimat berikut ini.
(177) a. Ir. Soekarno adalah tokoh pendiri Gerakan Nonblok.
b. Presiden Indonesia pertama adalah tokoh pendiri Gerakan
Nonblok.
Aposisi seperti terlihat pada (176) itu lazim disebut aposisi penuh.
Berikut adalah beberapa contoh yang lain.
(178) a. Alan, jicara bulu tangkis putra Olimpiade Barcelona,
menerima hadiah uang.
b. Murid-murid itu menyanyikan Indonesia Raya, lagu
kebangsaan kita.
c. Ketua Panitia Pemilu, Menteri Dalam Negeri, akan mengumumkan
nama-nama calon anggota MPR dalam waktu dekat.
Pada kalimat (179) bentuk alasannya dan bahwa anaknya sakit keras
membentuk konstruksi aposisi, tetapi hanya konstituen alasannya yang dapat
digunakan untuk menggantikan konstruksi aposisi itu.
(179) Alasannya, bahwa anaknya sakit keras, sukar diterima.
Bandingkan contoh (179) itu dengan contoh berikut.
(180) a. Alasannya sukar diterima.
b. *Bahwa anaknya sakit keras sukar diterima.
Bentuk (180b) tidak sama maknanya dengan (179) karena bentuk
bahwa anaknya sakit keras tidak menyatakan alasan, tetapi kenyataan. Jenis
konstruksi aposisi demiklan disebut aposisi sebagian, seperti juga yang
terlihat pada contoh berikut.
(181) a. Dokter Pepen, waktu itu dokter Puskesmas^ mengoperasi saya.
b. Dia membelikan anaknya sebuah boneka, hadiah ulang tahunnya.
c. Pemberantasan korupsi, agenda utama Pemerintahy harus
dilakukan secara sungguh-sungguh.
Pada contoh (181) itu hanya konstituen pertama {Dokter Pepen, sebuah
boneka, dan pemberantasan korupst) yang dapat digunakan untuk menggantikan
konstruksi aposisi yang berkaitan dengan makna yang relatif sama.
Pada contoh-contoh aposisi di atas tampak bahwa konstituen
pertama dan kedua dipisahkan dengan tanda koma untuk mengisyaratkan
bahwa konstituen yang kedua tidak mewatasi makna konstituen yang
mendahuluinya. Dalam bahasa lisan konstituen kedua itu akan diucapkan
dengan kelompok tona tersendiri. Konstituen kedua pada contoh-contoh di
atas berfungsi hanya sebagai penjelasan atau keterangan tambahan terhadap
unsur pertama. Atas dasar itu, konstruksi aposisi seperti pada contoh-contoh
di atas disebut juga aposisi takmewatasi atau aposisi takrestriktif. Banding￾kan dengan kalimat berikut.
(182) Affandi pelukis itu akan tetap dikenang.
Bentuk Affandi diwatasi oleh pelukis itu dalam arti acuan bentuk
Affandi itu menjadi terbatas pada orang tertentu yang profesinya adalah
pelukis. Pada umumnya frasa nominal yang terdiri atas gelar, pangkat,
atau jabatan yang diikuti nama diri tergolong aposisi mewatasi atau aposisi
restriktif.
Contoh:
(183) a. Ustad Amir tidak mengajar hari ini.
b. Kolonel Jafar memimpin rapat.
c. Dokter Baba belum datang.
Bentuk Amir, Jafar, dan Baba merupakan nama diri dan masing￾masing mewatasi makna atau acuan bentuk ustad, kolonel, dan dokter karena
selain Amir, Jafar, dan Baba banyak ustad, kolonel, dan dokter lain.

Aposisi takrestriktif biasanya terbatas pada frasa nominal. Makna
unsur kedua dari bentuk aposisi yang takmewatasi itu dapat
a) sama dengan yang pertama dengan makna yang (a) menyatakan
jabatan, julukan, atau pangkat; (b) mengidentifikasi makna (acuan)
konstituen pertama; (c) merumuskan kembali makna konstituen
pertama;
b) berfungsi sebagai atribut terhadap konstituen pertama;
c) menyatakan bagian unsur pertama yang berupa (a) pemberian contoh
atau (b) pengkhususan.
Contoh:
(184) a. Komandan operasi itu, {yaitu) Kolonel Edi, memerintahkan
penyerangan. [menyatakan pangkat]
b. Kolonel Edi, {yaitu) komandan operasi itu, memerintahkan
penyerangan. [menyatakan jabatan]
c. Kesebelasan VShAS, yang dijuluki tim ayam kinantan,
mengalahkan Persija. [menyatakan julukan]
d. Alat-alat yang diperlukan, yaknipalu, paku, dan tang, sudah
tersedia. [identifikasi]
e. Bahasa serumpun, maksudnya bahasa-bahasa daerah
di Indonesia, memengaruhi pertumbuhan bahasa Indonesia,
[perumusan ulang]
(185) Banyak pemuda, pejuang kemerdekaan kita, yang gugur selama revolusi
fisik beriangsung. [atribut terhadap konstituen pertama]
(186) a. Alasannya, seperti tempat tinggalyangjauh, tidak bisa diterima.
[pemberian contoh]
b. Dia suka membaca buku, terutama cerita detektif.
[pengkhususan]
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dirangkum jenis aposisi seperti
Bagan 9.2 berikut ini.
9.4.2.2 Suplementasi
Suplementasi merupakan unsur yang ditambahkan oleh penulis atau
pembicara dengan maksud memberikan keterangan tambahan terhadap
pokok yang dibicarakan. Secara struktural suplementasi berada di luar
kalimat inti, tetapi secara semantis ia berkaitan dengan salah satu bagian
kalimat inti. Suplementasi berada di antara awal dan akhir kalimat. Dalam
bahasa lisan suplementasi ditandai oleh prosodi yang berbeda dengan prosodi
kalimat inti. Dalam bahasa tulis suplementasi itu diapit oleh tanda pisah,
tanda koma, atau tanda kurung.
Suplementasi dibedakan menjadi interpolasi dan lampiran. Interpolasi
berada di tengah kalimat, sedangkan lampiran berada di akhir kalimat. Pada
umumnya suplementasi berbentuk klausa.
Contoh:
(187) a. Kongres Bahasa Indonesia IX, diikuti oleh peserta dart dalam dan
luar negeri, telah menghasilkan rumusan bagi pengembangan dan
pembinaan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah.
b. Makassar {terkenal dengan sebutan Kota Angin Mamiri) menjadi
pusat pengembangan wilayah Indonesia timur.
c. Orang itu—konon selalu mendapat peringkat satu ketika menjadi
taruna—terpilih sebagai tokoh berbahasa Indonesia terbaik pada
tahun 2003.
d. Musisi itu menyindir perilaku pejabat melalui lagu-lagu yang
diciptakannya~<^« saya setuju dengan cam itu.
e. Obama terpilih sebagai presiden Amerika berkulit hitam pertama
{halyang tidak pernah terbayangkan 50 tahun lalu).
Contoh (187a—187c) di atas merupakan interpolasi, sedangkan con￾toh (187cl—187e) merupakan lampiran.
9.5 JENIS KALIMAT
Jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut (1) jumlah klausanya, (2) predikatnya,
(3) kategori sintaktiknya, dan (4) kelengkapan unsurnya. Berdasarkan
jumlah klausanya, kalimat dapat dibagi atas (a) kalimat simpleks, (b) kalimat
kompleks, (c) kalimat majemuk, dan (d) kalimat majemuk kompleks,
Berdasarkan jenis predikatnya, kalimat dapat dibedakan menjadi (a)
kalimat berpredikat verbal, (b) kalimat berpredikat adjektival, (c) kalimat
berpredikat nominal (termasuk pronominal), (d) kalimat berpredikat
numeralia, dan (e) kalimat berpredikat preposisional. Kalimat berpredikat
verbal dapat dikelompokkan berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina
atau frasa nominal objeknya menjadi (i) kalimat taktransitif dan (ii) kalimat
transitif.
Berdasarkan kategori sintaktisnya, kalimat dapat dibagi atas
(a) kalimat deklaratif yang lazim digunakan untuk membuat pernyataan,
(b) kalimat imperatif yang lazim digunakan untuk membuat perintah, (c)
kalimat interogatif yang lazim digunakan untuk bertanya, dan (d) kalimat
eksklamatif yang lazim digunakan untuk menyatakan perasaan yang dalam,
seperti keheranan dan kekaguman.
Berdasarkan kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (a)
kalimat lengkap (juga disebut kalimat mayor) dan (b) kalimat taklengkap (juga
disebut kalimat minor). Terakhir, kalimat berdasarkan kemasan informasinya
dibedakan dari segi konstruksinya atas (1) inversi, (2) pengedepanan, (3)
pengebelakangan, (4) dislokasi kiri, (5) dislokasi kanan, (6) ekstraposisi, (7)
pembelahan, dan (8) pemasifan.
9.5.1 Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausanya
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibagi atas kalimat simpleks,
kalimat kompleks, kalimat majemuk, dan kalimat majemuk kompleks.
Keempat kalimat tersebut diuraikan berikut ini.
9.5.1.1 Kalimat Simpleks
Kalimat simpleks, yang lazim disebut kalimat tunggal, adalah kalimat yang
terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti bahwa unsur untuk tiap bagian kalimat,
seperti subjek dan predikat, hanyalah satu dan merupakan satu kesatuan.
Dalam kalimat simpleks terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Di
samping itu, tidak mustahil ada pula unsur manasuka seperti keterangan
tempat, keterangan waktu, atau keterangan alat. Dengan demikian, kalimat
simpleks tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi juga dapat panjang
seperti contoh berikut.
(188) a. Dia akan pergi.
S P
b. Kami mahasiswa Universitas Terbuka.
S P
c. Mereka akan membentuk kelompok belajar.
S P O
d. Guru matematika kami akan dikirim ke luar negeri.
S P Ket
e. Pekerjaan dia mengawasi semua narapidana di sini.
S P Pel Ket
9.5.1.2 Kalimat Kompleks
Kalimat kompleks, yang lazim disebut kalimat majemuk bertingkat, adalah
kalimat yang terdiri atas dua klausa dan salah satu klausanya menjadi bagian
dari klausa yang lain. Klausa yang menjadi bagian klausa lain itu biasanya
berupa perluasan salah satu unsur kalimat. Klausa yang menjadi bagian
dari klausa yang lain itu disebut klausa subordinatif, sedangkan klausa yang
lainnya disebut klausa utama. Klausa subordinatif itu tidak dapat berdiri
sendiri sebagai kalimat yang mandiri atau sebagai kalimat yang lepas, ia selalu
bergantung pada kehadiran klausa utama. Klausa subordinatif ini, pada edisi
sebelumnya disebut anak kalimat, sedangkan klausa utama disebut induk
kalimat.
Contoh:
(189) a. Pak Bayu datang ketika rapat telah selesai.
b. Yoga berkata bahwa ibunya akan datang besok pagi.
c. Lukisan yangpemah menghebohkan itu dibuat Afgani
beberapa tahun lain

Konstituen ketika rapat telahselesai (189a), bahwa ibunya akan datang
besok pagi (189b), yangpernah menghebohkan (189c) merupakan klausa
subordinatif yang merupakan periuasan salah satu unsur klausa utama.
9.5.1*3 Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk, yang lazim disebut kalimat majemuk setara, adalah
kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih dan mempunyai hubungan
setara. Hubungan antarklausa itu dapat ditandai dengan kehadiran konjungsi
dan., atau, atau tetapi.
Contoh:
(190) a. Para demonstran terkonsentrasi di depan gedung DPR dan
polisi berjaga-jaga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak
diinginkan.
b. Frida sedang membaca dan adiknya sedang bermain catur.
(191) a. Pendukung kedua tim dapat menyaksikan pertandingan itu
secara langsung atau mereka dapat menyaksikannya melalui
siaran televisi.
b. Kamu mau ikut atau tinggal di rumah saja?
(192) a. Sudah seminggu Pak Wongso sakit, tetapi pihak keluarga
belum membawanya ke rumah sakit.
b. Mahasiswa ingin berdialog, tetapi ide itu dianggap tidak
praktis.
Selain tiga konjungsi di atas, konjungsi serta, sedangkan, padahal, dan
melainkan dapat juga digunakan, Konjungsi serta maknanya mirip dengan
konjungsi dan. Sementara itu, sedangkan,padahal, dan melainkan maknanya
mirip dengan konjungsi tetapi.
(193) Pemerintah dan DPR menyetujui kenaikan BBM serta (mereka)
menyetujui kompensasi yang akan diberikan.
(194) a. Ibu sedang memasak, ayah membaca koran.
b. Dia pura-pura tidak tdihu, padahal (ia) tabu banyak.
c. Buronan itu tidak berobat di Singapura, melainkan
(ia) bersembunyi di Kolombia.
Pada contoh-contoh di atas unsur subjek pada klausa kedua yang
diapit tanda kurung dapat dilesapkan. Pelesapan itu dilakukan apabila subjek
kedua klausa tersebut sama.
9.5*1 >4 Kalimat Majemuk Kompleks
Kalimat majemuk kompleks adalah kalimat majemuk yang salah satu
konstituennya atau lebih berupa kalimat kompleks atau kalimat kompleks
yang salah satu konstituennya berupa kalimat majemuk.
Contoh:
(195) a. Partai yang propemerintah setuju dengan rencana kenaikan
harga BBM, tetapi partai oposisi menentangnya karena tidak
sesuai dengan aspirasi rakyat.
b. Riedl menegaskan bahwa ia slap menerima tawaran PSSI
dan mantan pemain nasional Austria itu berjanji akan
membentuk timnas yang andal.
c. Bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa negara sudah banyak
diketahui orang, tetapi tidak semua orang Indonesia merasa
bangga karena bahasa Indonesia dianggap tidak bergengsi dan
tidak berwibawa.
d. Anaknya yang kuliah di 1TB baru diwisuda dan anaknya yang
bekerja di Surabaya, karena prestasinya yang luar biasa, sudah
naik pangkat.
Contoh (195a) memperlihatkan kalimat majemuk kompleks yang
terdiri atas satu klausa utama, yaitu Partai yang propemerintah setuju dengan
rencana kenaikan harga BBM, dan satu kalimat kompleks, yaitu {tetapi) partai
oposisi menentangnya karena tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Hubungan
klausa pada kalimat majemuk ditandai dengan penggunaan konjungsi tetapi
yang menyatakan hubungan pertentangan, sedangkan hubungan klausa
pada kalimat kompleks ditandai dengan konjungsi karena yang menyatakan
hubungan penyebaban. Keempat kalimat tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut.
Contoh (195b) merupakan kalimat majemuk kompleks yang terdiri
atas dua kalimat kompleks, yaitu (1) Riedl menegaskan bahwa iasiap menerima
tawaran PSSI dan (ii) Mantan pemain nasional Austria itu berjanji akan
membentuk timnas yang andal. Konstituen bahwa ia slap menerima tawaran
PSSI merupakan klausa subordinatif pada Riedl menegaskan bahwa ia siap
menerima tawaran PSSI. Sementara itu, konstituen {id) akan membentuk
timnas yang andal merupakan klausa subordinatif pada Mantan pemain
nasional Austria itu berjanji akan membentuk timnas yang andal. Kalimat
(195b) dapat digambarkan sebagai berikut.

Contoh (195c) terdiri atas empat klausa, Klausa pertama Bahwa
bahasa Indonesia menjadi bahasa negara (Kl^) sudah banyak diketahui orang
(Klj) dihubungkan secara koordinatif dengan klausa kedua {tetapi) tidak
semua orang merasa bangga (KI2) karena dianggap tidak bergengsi dan tidak
berwibawa (Kl^). Diagram pohon kalimat (195c) tersebut tampak sebagai
berikut.
Contoh (195d) terdiri atas tiga klausa. Klausa Anaknyayang
kuliah di ITS baru diwisuda (Klj) dihubungkan secara koordinatif dengan
klausa kedua {dan) anaknya yang bekerja di Surabaya sudah naik pangkat
(KI2) yang dihubungkan secara subordinatif dengan klausa ketiga karena
prestasinya yang luar biasa (Kl^). Diagram pohon kalimat (195d) tersebut
tampak sebagai berikut.

9.5>2 Kalimat Berdasarkan Predikat
Dilihat dari predikatnya, kalimat simpleks dapat dikelompokkan menjadi (1)
kalimat berpredikat frasa verbal, (2) kalimat berpredikat frasa adjektival, (3)
kalimat berpredikat frasa nominal, (4) kalimat berpredikat frasa numeralia,
dan (5) kalimat berpredikat frasa preposisional.
9.5.2.1 Kalimat Berpredikat Verbal
Seperti telah dijelaskan pada Bab IV, ada dua jenis verba, yaitu verba transitif
dan taktransitif Kedua jenis verba itu berpengaruh terhadap jenis kalimat
yang menggunakannya sebagai predikat. Kalimat yang berpredikat verba
transitif memerlukan kehadiran objek, sedangkan kalimat yang berpredi
kat verba taktransitif tidak memerlukan kehadiran objek, Di samping itu,
terdapat kalimat dengan verba pasif.
Dengan demikian, kalimat verbal, berdasarkan fungsi predikatnya,
yaitu berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina atau frasa nominal yang
menjadi objeknya dibedakan menjadi (i) kalimat taktransitif dan (ii) kalimat
transitif. Sementara itu, kalimat verbal, berdasarkan peran subjeknya, dapat
pula dibedakan atas kalimat aktif (jika subjek berperan sebagai pelaku) dan
kalimat pasif (jika subjek berperan sebagai sasaran). Berikut adalah pem￾bahasan untuk tiap tipe kalimat di atas.
9.5.2.1.1 Kalimat Taktransitif
Kalimat taktransitif hanya memiliki dua unsur wajib, yaitu unsur yang
berfungsi sebagai subjek dan unsur yang berfungsi sebagai predikat. Pada
umumnya, urutan unsur itu adalah subjek-predikat. Jenis verba yang dapat
mengisi fungsi predikat terbatas pada verba taktransitif (lihat Bab IV). Seperti
halnya dengan kalimat simpleks lain, kalimat simpleks yang takberobjek dan
takberpelengkap juga dapat diikuti oleh unsur takwajib seperti keterangan
tempat, keterangan waktu, keterangan cara, atau keterangan alat. Berikut
adalah beberapa contoh kalimat verbal yang takberobjek dan takberpeleng
kap dengan unsur takwajib diletakkan dalam tanda kurung.
(196) a. Bu Camat sedang berbelanja.
b. Pak Halim belum datang.
c. Mereka (di lapangan).
d. Dia bekeija (dengan pena).
e. Kami (biasanya) berenang (pada hari Minggu pagi).
f. Padi mulai menguning.

Dari contoh (196a—1960 di atas tampak pula bahwa verba yang
berfungsi sebagai predikat dalam tipe kalimat itu ada yang berprefiks ber￾dan ada pula yang berprefiks meng-. Dari segi semantis, verba di atas ada
yang bermakna inheren proses (seperti menguning) dan banyak pula yang
bermakna inheren perbuatan (seperti berbeUnja dan mendarat). Karena
predikat dalam kalimat takberobjek itu adalah verba taktransitif, kalimat
seperti itu dinamakan kalimat taktransitif.
Ada pula verba taktransitif yang diikuti oleh nomina, tetapi nomina
itu merupakan bagian dari paduan verba tersebut.
Contoh:
(197) a. Irak sudah bertekuk lutut.
b. Pak Ahmad akan naik haji.
c. Guntur selalu naik sepeda ke sekolah.
Hubungan bertekuk dengan lutut pada kalimat (197a) merupakan
hubungan yang terpadu sehingga paduan itu sudah merupakan idiom verbal.
Demikian pula hubungan antara naik dan haji pada kalimat (197b), kedua
kata itu telah membentuk suatu makna baru sehingga salah satu dari kata
itu tidak dapat digantikan oleh kata lain tanpa mengubah makna. Dengan
adanya kenyataan itu, lutut dan haji merupakan bagian integral dari verba
bertekuk dan naik sehingga menjadi verba majemuk, yaitu verba majemuk
taktransitif
Jika kalimat (197b) dibandingkan dengan kalimat (197c), secara
sepintas kedua kalimat itu mempunyai struktur yang sama karena kedua￾duanya mengandung verba naik. Akan tetapi, hubungan antara naik dan
haji di pihak yang satu serta naik dan sepeda di pihak yang lain tidaklah
sama. Sepeda pada kalimat (197c) tidak membentuk satuan makna dengan
verbanya sehingga dapat pula diganti dengan kata lain, seperti oplet, delman,
atau becak. Di samping perbedaan itu, verba majemuk, seperti naik haji,
menerangkan keseluruhan frasa idiomatis tersebut, bukan hanya haji-ny2..
Sebaliknya, sepeda dan delman dapat diberi keterangan secara tersendiri.
Perhatikan kalimat (198) yang berterima dan kalimat (199) yang tidak
berterima.
(198) a. Kegemarannya sepeda balap.
b. Saya lebih suka naik oplet.
c. Mereka akan naik haji besok.
(199) *Mereka akan naik haji besar.

Ada pula verba majemuk yang dapat berubah status jika diberi kete￾rangan tambahan tertentu. Verba seperti memusingkan dapat membentuk
verba majemuk memusingkan kepala seperti pada (200).
(200) Tingkah lakunya memusingkan kepala.
Karena memusingkan pada dasarnya adalah verba transitif, tidak
mustahil bahwa keterangan yang ditambahkan dapat memisahkan kepala
dari verbanya. Dengan demikian, kalimat (200) dapat diubah menjadi (201).
(201) Tingkah lakunya memusingkan kepala orang tuanya.
Kalimat (200) adalah kalimat taktransitif dengan verba majemuk me
musingkan kepala sebagai predikat. Sebaliknya, kalimat (201) bukanlah
kalimat taktransitif, melainkan kalimat transitif (dengan verba memusingkan)
yang akan dibicarakan di bagian berikut.
Perlu diingat bahwa sejumlah verba taktransitif dapat diikuti
langsung oleh nomina atau frasa nominal, yang berfungsi sebagai pelengkap.
Verba berisi, berdasarkan^ dan berlandaskan pada (202) serta merupakan,
menyerupaiy dan menjadi pada (203) merupakan predikat yang tergolong
verba taktransitif.
(202) a. Botol itu berisi air putih.
b. Peraturan itu berdasarkan surat keputusan menteri.
c. Semua organisasi berlandaskan Pancasila dan Undang￾Undang Dasar 1945.
(203) a. Kebijaksanaan Pemerintah itu merupakan langkah penting.
b. Anak itu menyerupai ibunya.
c. Dia menjadi tentara sejak tahun 1945.
Frasa nominal air putih, surat keputusan menteri, serta Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 pada (202) serta langkah penting, ibunya, dan
tentara pada (203) berfungsi sebagai pelengkap; frasa-frasa nominal itu tidak
dapat dikedepankan sebagai subjek kalimat pasif. Jadi, bentuk seperti *Air
putih diisi (oleh) botol itu, *Surat Keputusan Menteri didasarkan peraturan itu,
*Pancasila dan UUD 1945 dilandaskan semua organisasi, *Langkah penting
dirupakan kebijaksanaan Pemerintah itu, *Ibunya diserupai oleh anak itu, atau
*Tentara dijadi dia sejak tahun 1945 tidak berterima sebagai kalimat dalam
bahasa Indonesia.
Selain jenis verba taktransitif di atas, terdapat pula sekelompok verba
taktransitif berafiks ke-...-an yang dapat diikuti nomina atau frasa nominal
sebagai pelengkapnya.
Contoh:
(204) a. Mobil itu kelebihan muatan.
b. Ibu kehilangan dompet di pasar,
c. Kami kehabisan makanan.
Frasa nominal muatan, dompet, dan makanan pada contoh itu berfungsi
sebagai pelengkap. Frasa-frasa nominal itu tidak dapat dikedepankan sebagai
subjek kalimat pasif karena, seperti telah disebutkan, kelebihan, kehilangan,
dan kehabisan merupakan verba taktransitif. Jadi, bentuk *Muatan kelebihan
mobil itu, *Dompet kehilangan {oleh) ibu di pasar dan *Makanan kehabisan
{oleh) kami tidak berterima dalam babasa Indonesia.
9.5*2.1.2 Kalimat Transitif
Kalimat transitif dibedakan menjadi tiga, yaitu (a) kalimat yang unsur
objeknya dapat hadir secara manasuka; (b) kalimat yang hanya mewajibkan
hadirnya satu nomina atau satu frasa nominal sebagai objek; atau (c) kalimat
yang mewajibkan hadirnya satu nomina atau satu frasa nominal sebagai
objek dan satu nomina atau satu frasa nominal sebagai pelengkap.
Objek dalam kalimat transitif dapat hadir secara manasuka karena
tanpa kehadiran objek, kalimat tetap berterima, baik secara gramatikal
maupun secara semantis.
Contoh:
(205) a. Ardi sedang membaca buku.
b. Ardi sedang membaca.
Bagi penutur bahasa Indonesia kalimat (205b) dapat diterima karena
unsur objek dalam kalimat (205a) lebih bersifat menjelaskan daripada
melengkapkan. Berbeda dengan kalimat (206) di bawah ini.
(206) a. Saadi segera menyurati sahabatnya.
b. *Saadi menyurati.
Kata sahabatnya pada kalimat (206a) harus hadir karena tanpa kata
itu, selain kalimat menjadi tidak gramatikal, informasi kalimat itu juga tidak
lengkap sehingga kalimat itu tidak berterima.
Kalimat transitif mempunyai tiga unsur wajib, yaitu subjek, predikat,
dan objek. Predikat dalam kalimat jenis ini berupa verba transitif yang
menuntut hadirnya nomina atau frasa nominal sebagai objek. Apabila ada
kata atau frasa lain yang mengikutinya, pada umumnya kata atau frasa lain
yang mengikuti tersebut berfungsi sebagai keterangan. Perhatikan contoh
(207a—207e) dan (208a—208e) berikut ini.
(207) a. Pemerintah akan memasok semua kebutuhan Lebaran.
b. Presiden menyetujui pembentukan Panitia Pemilihan Umum.
c. Nilai ujian menentukan kelulusan para siswa.
d. Bertambahnya wilayah permukiman mempersempit lahan
resapan.
e. Kepala scasiun memberangkatkan kereta api itu.
(208) a. Pemerintah akan memasok semua kebutuhan Lebaran tahun ini.
b. Presiden menyetujui pembentukan Panitia Pemilihan Umum
hari ini.
c. Nilai ujian menentukan kelulusan para siswa di seluruh
Indonesia.
d. Bertambahnya wilayah permukiman mempersempit lahan
resapan di Jakarta.
e. Kepala stasiun memberangkatkan kereta api itu terlalu cepat.
Verba predikat pada kalimat di atas masing-masing adalah me
masok, menyetujui, menentukan, mempersempit, dan memberangkatkan. Setiap
verba itu didahului subjek dan diikuti objek. Urutan kata dalam kalimat
transitif adalah subjek, predikat, dan objek. Tentu saja ada unsur takwajib,
seperti keterangan tempat, keterangan waktu, dan/atau keterangan alat yang
dapat ditambahkan pada kalimat transitif itu.
Wujud verba pada kalimat jenis itu beragam, semuanya ber￾prefiks meng-, ada yang tanpa sufiks {memasok, membela), ada yang memakai
sufiks -i {menyetujui) atau -kan {menentukan), serta ada yang mengandung
prefiks per- {mempersempit) dan ber- {memberangkatkan). Perlu ditekankan
bahwa frasa nominal yang berfungsi sebagai objek dapat dijadikan subjek
pada padanan pasif kalimat transitif itu.
Pada Bab IV telah dijelaskan bahwa ada verba dalam bahasa Indonesia
yang secara semantis mensyaratkan hadirnya tiga nomina atau frasa nominal
dalam kalimat. Nomina atau frasa nominal itu masing-masing merupakan
subjek, objek, dan pelengkap. Perhatikan kalimat berikut.
(209) a. Ida membeli buku.
b. Ida membelikan buku.
c. Ida membelikan adiknya buku.
Dari contoh (209a) diketahui bahwa yang melakukan pekerjaan
adalah Ida. Dengan ditambahkannya sufiks -kan pada verba dalam kalimat
(209b) terasa adanya perbedaan makna: yang melakukan perbuatan 'membeli'
memang Ida, tetapi 'buku yang dibelinya' itu bukan untuk dia sendiri,
melainkan untuk seseorang yang tidak dimunculkan dalam kalimat tersebut.
Keberterimaan dan tafsiran kalimat (209b) itu sangat bergantung pada
konteks. Pada contoh (209c) 'seseorang' itu secara eksplisit disebutkan, yaitu
adiknya. Pada contoh (209c) ada dua nomina yang terletak di sebelah kanan
verba predikat. Kedua nomina itu masing-masing berfungsi sebagai objek
dan pelengkap. Objek dalam kalimat aktif secara langsung mengikuti verba,
tanpa preposisi, dan dapat dijadikan subjek dalam kalimat pasif. Sebaliknya,
pelengkap dalam kalimat itu berada di belakang objek. Bandingkan kedua
kalimat berikut.
(210) a. Ida sedang mencarikan adiknya pekerjaan.
b. Ida sedang mencarikan pekerjaan.
Pada kalimat (210a) adiknya adalah objek dan pekerjaan adalah
pelengkap. Pada kalimat (210b) pekerjaan langsung mengikuti verba, tetapi
tidak menjadi objek karena tidak dapat menjadi subjek dalam padanan
kalimat pasif. Adanya objek (dalam hal ini pihak yang dicarikan pekerjaan)
tetap tersirat dalam makna verba. Kalimat (210c) menyatakan secara eksplisit
untuk siapa pekerjaan itu. Kalimat (210b) hanya dapat digunakan jika
konteksnya jelas. Perlu diingat bahwa objek pada verba seperti mencarikan
dapat dilesapkan, tetapi pelengkap tidak. Kalimat (210d) berikut tidak
berterima.
c. Ida sedang mencarikan pekerjaan untuk adiknya.
d. *Ida sedang mencarikan adiknya.

Makna untuk orang lain pada kalimat seperti di atas pada umumnya
dinamakan peran peruntung atau benefaktif. Berikut adalah beberapa contoh
lain kalimat berobjek dengan makna peruntung.
(211) Saya harus membelikan anak saya hadiah ulang tahun.
(212) Kamu harus membuatkan PakAli laporan tahunan.
Kalimat transitif dapat pula mempunyai objek yang maknanya bukan
peruntung, melainkan sasaran. Pada umumnya dalam kalimat seperti itu
terdapat dua jenis verba yang terlibat dengan kata dasar yang sama, tetapi
dengan afiksasi yang berbeda.
(213) a. Dia menugasi saya untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
b. Dia menugaskan pekerjaan itu kepada saya.
(214) a. Ayah mengirimi uang tiap bulan.
b. Ayah mengirimkan uang kepada kami tiap bulan.
(215) a. Dosen itu memberi kamu kesempatan.
b. Dosen itu memberikan kesempatan kepada kamu.
Pada ketiga pasangan kalimat di atas, objeknya adalah nomina atau
frasa nominal yang langsung mengikuti verba, yaitu saya dan pekerjaan itu
pada (213), kami dan «^«^pada (214), serta kamu dan kesempatan pada (215).
Nomina atau frasa nominal di sebelah kanan objek itu, dengan atau tanpa
preposisi, berfungsi sebagai pelengkap: pekerjaan itu dan kepada saya (213b),
uangAasi kepada kami (2l4b), serta kesempatan dan kepada kamu (215b).
Berbeda dengan kalimat dwitransitif yang bermakna benefaktif,
kalimat dwitransitif yang bermakna direktif mengharuskan pemakaian verba
yang berbeda, baik dalam bentuk aktif maupun pasifnya. Perhatikan kalimat
pasif (216—218) yang masing-masing merupakan padanan dari kalimat
aktif (213—215) di atas.
(216) a. Saya ditugasi dia untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
b. Pekerjaan itu ditugaskan (oleh) dia kepada saya.
(217) a. Kami dikirimi oleh ayah uang tiap bulan.
b. Uang dikirimkan ayah kepada kami tiap bulan.
(218) a. Kamu diberi dosen itu kesempatan.
b. Kesempatan diberikan (oleh) dosen itu kepada kami.

Dari contoh (a) dan (b) pada (216—218) dl atas tampak bahwa
pemilihan suatu bentuk verba tertentu menentukan nomina atau frasa
nominal mana yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Jika
yang dijadikan predikat adalah verba ditugasi, yang menjadi subjek adalah
say a, bukan pekerjaan itu. Sebaliknya, jika verbanya adalah ditugaskan, yang
menjadi subjek adalah pekerjaan itu. Pembolak-balikan aturan ini jika tidak
cermat akan menimbulkan kalimat yang salah: *Dia ditugaskan pekerjaan itu
atau *menyelesaikan pekerjaan itu ditugasi kepadanya.
Ada kalimat transitif lain lagi yang perlu dibicarakan di sini.
Contoh
(219) Saya menganggap dia orangpintar.
(220) Saya mengira dia orangJawa.
Verba predikat menganggap pada (219) diikuti oleh dua nomina {dia
dan orang pintar). Hal yang sama juga terlihat pada (220): dua nomina {dia
dan orang Jawa) mengikuti verba predikat mengira. Hanya nomina yang
pertama itu yang dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif seperti yang
terlihat pada contoh berikut.
(221) a. Dia saya anggap orang pintar.
b. *Orang pintar dianggap dia oleh saya.
(222) a. Dia saya kira orang Jawa.
b. *Orang Jawa saya kira dia,
Pada kedua contoh di atas hanya kalimat (a) yang berterima; kalimat
(b) tidak. Perlu dikemukakan bahwa pelengkap verba seperti itu bukan hanya
berupa frasa nominal, melainkan dapat pula berupa kategori lain, seperti
frasa adjektival atau frasa verbal, seperti pada contoh berikut.
(223) Dia menganggap saya marah.
(224) Saya mengira dia tidak tahu.
Uraian di atas bertalian dengan kalimat yang predikatnya verba atau
frasa verbal. Penamaan kalimat berpredikat verbal itu didasarkan pada jenis
verba predikat yang telah dikemukakan pada Bab IV.
Contoh:
(225) a. Dia sedang memasak.
b. Dia sedang memasak nasi.
(226) a. Saya akan menulis.
b. Saya akan menulis sepucuk surat kepadanya.
(227) a. Pak Saleh mengajar.
b. Pak Saleh sedang mengajar anaknya.
(228) a. Kami menonton minggu lain.
b. Kami menonton pertandingan itu minggu lain.
(229) a. Ayah sedang membaca.
b. Ayah sedang membaca harian Kompas kemarin.
Verba memasak (225), menulis (226), mengajar {117), menonton (228),
dan membaca (229) termasuk verba semitransitif. Kalimat (a) pada contoh di
atas tergolong kalimat taktransitif, sedangkan kalimat (b) tergolong kalimat
transitif karena bentuk nasi, sepucuk surat, anaknya, pertandingan itu, dan
harian Kompas kemarin merupakan objek kalimat. Jadi, kalimat (b) pada
contoh di atas dapat dipasifkan seperti berikut.
(230) Nasi sedang dimasaknya.
(231) Sepucuk surat akan saya tulis kepadanya.
(232) Anaknya sedang diajar Pak Saleh.
(233) Pertandingan itu kami tonton minggu lalu.
(234) Harian Kompas kemarin sedang dibaca Ayah.
(Bandingkan anaknya pada (227b dan 232). Pada (227b) anaknya
bermakna 'anak Pak Saleh', tetapi anaknya pada (232) tidak dengan serta￾merta dapat diartikan 'anak Pak Saleh'.)
9.5.2.1.3 Kalimat Pasif
Pengertian aktif dan pasif dalam kalimat menyangkut beberapa hal: (1)
macam verba yang menjadi predikat, (2) subjek dan objek, dan (3) bentuk
verba yang dipakai.
Contoh:
(235) Pak Budi mengangkat seorang asisten baru.
(236) Istri gubernur akan membuka pameran itu,
(237) Pak Saleh harus memperbaiki rumah tua itu dengan segera,
(238) Kama dan saya harus menyelesaikan tugas ini.
(239) Nenek mencium pipi bayi itu.
(240) Saya sudah mencuci mobil itu.
Semua contoh di atas menunjukkan bahwa verba yang terdapat dalam
tiap-tiap kalimat adalah verba transitif. Karena kalimat itu transitif, paling
tidak ada tiga unsur wajib di dalamnya, yakni subjek, predikat, dan objek.
Verba transitif yang dipakai adalah verba dalam bentuk aktif, yakni verba
berprefiks meng-.
Pemasifan dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara: (1)
menggunakan verba berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks
di~. Jika digunakan simbol S untuk subjek, P untuk predikat, dan O untuk
objek, kaidah pembentukan kalimat pasif dari kalimat aktif dalam bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Cara Pertama
a) Pertukarkanlah S dengan O.
b) Gantilah prefiks meng- menjadi di- pada P.
c) Tambahkan kata oleh di depan unsur yang tadinya S.
Penerapan kaidah pemasifan cara pertama itu pada bentuk kalimat
(235) di atas dapat dilihat pada (241) berikut.
(241) Pak Budi mengangkat seorang asisten baru.
a. *Seorang asisten baru mengangkat Pak Budi. (Kaidah a.l)
b. Seorang asisten baru diungkut Pak Budi. (Kaidah a.2)
c. Seorang asisten baru diangkat oleh Pak Budi. (Kaidah a.3)
Keddakberterimaan kalimat (24la) menunjukkan bahwa pemasifan
tidak cukup dengan mengubah objek menjadi subjek, tetapi harus diikuti
pengubahan verba berawalan meng- menjadi di- dan diikuti kata oleh yang
dapat digunakan secara opsional. Dengan cara yang sama, dapat pula
diperoleh kalimat pasif (242) sebagai padanan kalimat aktif (236) di atas.
(242) a. Pameran itu akan dibuka istri gubernur.
b. Pameran itu akan dibuka oleh istri gubernur.
Kebertenmaan kalimat (242a) dan (242b) menunjukkan bahwa
kehadiran bentuk oleh pada kalimat pasif bersifat manasuka. Akan tetapi,
jika verba predikat tidak diikuti langsung oleh pelengkap pelaku (yang
sebelumnya subjek kalimat aktif) atau disela oleh keterangan, bentuk oleh
wajib hadir. Atas dasar itulah bentuk (243a) berikut berterima, sedangkan
bentuk (243b) tidak berterima sebagai bentuk pasif dari kalimat (237) di
atas.
(243) a. Rumah tua itu harus diperbaiki dengan segera oleh Pak Saleh.
b. *Rumah tua itu harus diperbaiki dengan segera Pak Saleh.
Pemasifan dengan cara pertama itu pada umumnya digunakan jika
subjek kalimat aktif berupa nomina atau frasa nominal seperti pada contoh
(235—237) di atas. Jika subjek kalimat aktif berupa pronomina persona,
padanan pasifnya lazim dibentuk dengan cara kedua. Akan tetapi, apabila
subjek kalimat aktif itu berupa gabungan pronomina dengan pronomina
atau frasa lain, padanan pasifnya dibentuk dengan cara pertama itu. Karena
itulah, bentuk (244a) berterima, sedangkan bentuk (244b), yang dibentuk
dengan cara kedua tidak berterima sebagai bentuk pasif kalimat (238) di
atas. Perlu diingat bahwa kehadiran oleh pada (244a) berikut wajib.
(244) a. Tugas itu harus diselesaikan oleh kamu dan saya.
b. ?Tugas itu harus kamu dan saya selesaikan.
2) Cara Kedua
Seperti telah disinggung di atas, padanan pasif dan kalimat aktif transitif
yang subjeknya berupa pronomina dibentuk dengan cara kedua. Adapun
kaidah pembentukan kalimat pasif cara kedua itu adalah sebagai berikut.
a) Pindahkan O ke awal kalimat.
b) Tanggalkan prefiks meng- pada P.
c) Pindahkan S ke tempat yang tepat sebelum verba.
Berikut adalah penerapan kaidah pemasifan cara kedua pada bentuk
kalimat (245).
(245) Saya sudah mencuci mobil itu.
a. *Mobil itu saya sudah mencuci. (Kaidah b.l)
b. *Mobil itu saya sudah cuci. (Kaidah b.2)
c. Mobil itu sudah saya cuci. (Kaidah b.3)
Dengan cara yang sama, dapat pula diperoleh bentuk pasif (246)
sebagai padanan kalimat aktif (239).
(246) Pipi bayi itu nenek cium.
Jika subjek kalimat aktif transitif berupa pronomina persona ketiga
atau nama diri yang relatif pendek, padanan pasifnya dapat dibentuk dengan
cara pertama atau cara kedua seperti pada contoh berikut.
(247) a. Mereka akan membersihkan ruangan ini.
b. i. Ruangan ini akan dibersihkan (oleh) mereka.
ii. Ruangan ini akan mereka bersihkan.
(248) a. Dia sudah membaca buku itu.
b. i. Buku itu sudah dibaca olehnya/(oleh) dia.
ii. Buku itu sudah dia baca.
iii. Buku itu sudah dibacanya.
(249) a. Ayah belum mendengar berita duka itu.
b. i. Berita duka itu belum didengar (oleh) Ayah,
ii. Berita duka itu belum Ayah dengar.
Apabila subjek kalimat aktif transitif itu panjang, padanan kalimat
pasifnya dibentuk dengan cara pertama, bukan dengan cara kedua.
Contoh:
(250) a. Para peserta seleksi masuk pegawai negeri sipil belum menerima
pengumuman basil seleksi itu.
b. Pengumuman basil seleksi itu belum diterima (oleb) para
peserta seleksi masuk pegawai negeri sipil.
c. *Pengumuman basil seleksi itu belum para peserta seleksi
masuk PNS terima.
Pembentukan kalimat pasif dengan cara