bahasa indonesia 9

Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 9. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 9. Tampilkan semua postingan

bahasa indonesia 9


 kedua yang berasal dari
kalimat aktif transitif yang subjeknya berupa pronomina persona ketiga atau
nama diri pada umumnya terbatas pada pemakaian sehari-hari. Pronomina
aku, engkau, dan dia (yang mengikuti atau mendahului predikat) pada
kalimat pasif cenderung dipendekkan menjadi ku-, kau-, dan -nya seperti
tampak pada contob berikut. Khusus untuk dia^ pengubahan pronomina
itu menjadi -nya dalam kalimat pasif tetap menuntut hadirnya prefiks di￾sebagai penanda pasif.
(251) a. i. Surat itu baru aku terima kemarin.
ii. Surat itu baru ^«terima kemarin.
b. i. Buku ini perlu engkau baca.
ii. Buku ini perlu ^^«baca.
c. i. Pena saya dipinjam oleb dia.
ii. Pena saya dipinjamw^/?.
iii. Pena saya dipinjam olebwy^.
Perubahan kalimat aktif transitif yang mengandung kata modal,
seperti ingiriy berhasil, atau mauy cenderung menimbulkan pergeseran makna.
Contob:
(252) a. Andi ingin menyalami Tuti.
b. Tuti ingin disalami Andi.
Pada kalimat (252a) jelas babwa yang ingin melakukan perbuatan
menyalami adalah Andi, tetapi (252b) cenderung ditafsirkan babwa yang
menginginkan salaman itu adalab Tuti, bukan Andi. Tafsiran makna kalimat
pasif yang berbeda dengan makna padanan kalimat aktif itu timbul karena
kodrat kata ingin yang cenderung dikaitkan dengan unsur di sebelah kiri
yang mendahuluinya. Hal itu tampak lebih nyata pada keganjilan pasangan
kalimat Audi ingin mencuci mobilnya dan *Mobilnya ingin dicuci Andi.
Arti pasif dapat pula bergabung dengan unsur lain seperti unsur ketak￾sengajaan. Jika kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif dan dalam kalimat
pasif itu terkandung pula pengertian babwa perbuatan yang dinyatakan oleh
verba itu mengandung unsur ketaksengajaan prefiks yang digunakan untuk
verba bukan lagi di-, melainkan ter-. Perhatikan perbedaan antara kalimat
(253a) dan kalimat (253b) berikut ini.
(253) a, Muatan itu dilempar ke laut.
b. Muatan itu terlempar ke laut.
Kalimat (253a) menunjukkan babwa seseorang melakukan perbuatan
itu dengan niat dan kesengajaan. Sebaliknya, kalimat (253b) mengacu pada
suatu keadaan yang menggambarkan ketaksengajaan si pelaku perbuatan.
Pada (253b) mungkin saja muatan itu terlempar oleh orang lain atau
mungkin juga oleh guncangan kapal yang terlalu keras.
Di samping makna ketaksengajaan itu, verba pasif yang memakai
ter- juga dapat menunjukkan kekodratan. Artinya, kita tidak memasalahkan
siapa yang melakukan perbuatan tersebut sehingga seolah-olah sudah
menjadi kodrat bahwa sesuatu harus demikian keadaannya. Sebagai contoh,
perhatikanlah kalimat yang berikut.
(254) Gunung Merapi terletak di Pulau Jawa.
(255) Seal Ini terlepas dari rasa senang dan tidak senang.
Pada contoh itu tidak ada unsur sengaja atau tidak sengaja sehingga
siapa yang meletakkan gunung itu (254) atau yang melepaskan soal ini (255)
tidak perlu dipertanyakan.
Bentuk kalimat pasif lain yang bermakna adversatif, yaitu makna yang
tidak menyenangkan, tampak pada contoh (256) dan (257). Makna kalimat
yang predikatnya memakai ke-...-an ini adalah pasif dengan tambahan makna
adversatif.
Contoh:
(256) a. Soal itu diketahui oleh orang tuanya.
b. Soal itu ketahuan oleh orang tuanya.
(257) a. Partai kita dimasuki unsur kiri.
b. Partai kita kemasukan unsur kiri.
9.5.2.2 Kalimat Adjektival
Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa adjektiva atau
frasa adjektival seperti terlihat pada contoh berikut.
(258) a. Anaknya pintar.
b. Pernyataan orang itu benar.
c. Alasan para pengunjuk rasa agak aneh.
Subjek kalimat pada ketiga contoh di atas adalah anaknya, pernyataan
orang itu, dan alasan para pengunjuk rasa, sedangkan predikatnya adalah
pintar, benar, dan agak aneh. Kalimat yang predikatnya adjektiva atau frasa
adjektival sering juga dinamakan kalimat statif. Kalimat statif kadang-kadang
memanfaatkan verba adalah untuk memisahkan subjek dari predikatnya.
Hal itu dilakukan apabila subjek, predikat, atau kedua-duanya panjang.
Contoh:
(259) a. Pernyataan ketua organisasi itu adalah tidak benar.
b. Gerakan badannya pada tarian yang pertama adalah anggun
dan memesona.
c. Tindakan main hakim sendiri oleh tokoh masyarakat itu
adalah sangat tidak pantas.
Predikat dalam kalimat statif kadang-kadang diikuti oleh kata atau
frasa lain.
Contoh:
(260) a. Ayah saya sakit perut.
b. Orang itu memang kuat kepercayaannya.
c. Penampilannya sangat memikatperhatian penonton.
d. Saya percaya akan kekuasaan Tuhan.

Pada contoh di atas tampak bahwa predikat sakity kuat, memikat, dan
percaya masing-masing diikuti oleh kata atau frasa tambahan, yakni peruty
kepercayaannyUy perhatian penontoHy dan akan kekuasaan Tuhan. Kata atau
frasa yang mengikuti predikat dalam kalimat statif disebut pelengkap. Jadi,
kata peruty kepercayaannyUy perhatian penontouy dan akan kekuasaan Tuhan
pada contoh di atas merupakan pelengkap terhadap predikat masing-masing.
Seperti yang dapat dilihat dari contoh di atas, pelengkap dapat berupa kata
atau frasa dan kategorinya pun dapat berupa frasa nominal, frasa verbal, atau
frasa preposisional.
Jika kalimat statif dibandingkan dengan kalimat ekuatif, akan terlihat
bahwa keduanya hanya memiliki dua unsur fungsi wajib, yakni subjek dan
predikat sehingga kedua macam kalimat itu mempunyai kemiripan. Dalam
hal pengingkaran keduanya berbeda: dalam kalimat ekuatif pengingkaran
dinyatakan dengan bukany sedangkan tidak digunakan dalam kalimat statif.
Contoh:
(261) a. Pak Irwan bukan guru saya.
b. Pak Irwan tidak sakit.
Tidak mustahil bahwa dalam kalimat statif dipakai pula kata ingkar
bukany tetapi pemakaian itu khusus untuk menunjukkan adanya kontras
dengan sesuatu yang lain yang dipikirkan atau dinyatakan oleh pembicara
atau penulis. Bandingkan kalimat-kalimat berikut.
(262) a. Ahmad tidak sakit.
b. Ahmad bukan sakit.
Kalimat (262a) menyatakan suatu keadaan secara biasa. Pada kalimat
(262b) pembicara atau penulis menyimpan informasi tambahan yang tidak
dinyatakan, misalnya Ahmad malas.
9.5.2.3 Kalimat Nominal
Dalam bahasa Indonesia ada kalimat yang predikatnya berupa nomina
(termasuk pronomina) atau frasa nominal. Dengan demikian, kedua nomina
atau frasa nominal yang dijejerkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat
untuk subjek dan predikatnya terpenuhi. Syarat untuk kedua unsur itu
penting karena jika tidak dipenuhi, jejeran nomina atau frasa nominal itu
tidak akan membentuk kalimat.
Contoh:
(263) a. Buku cetakan Bandung itu
b. Buku itu cetakan Bandung.
Urutan kata seperti pada (263a) membentuk satu frasa dan bukan
kalimat karena cetakan Bandung itu merupakan pewatas dan bukan predikat.
Sebaliknya, urutan pada (263b) membentuk kalimat karena penanda batas
frasa itu memisahkan kalimat menjadi dua frasa nominal: Buku itu sebagai
subjek dan cetakan Bandung sebagai predikat. Kalimat yang predikatnya
nominal sering dinamakan kalimat ekuatif. Pada kalimat ekuatif nomina
atau frasa nominal yang pertama merupakan subjek, sedangkan yang kedua
merupakan predikat. Akan tetapi, jika frasa nominal pertama dibubuhi
partikel -kh, frasa nominal pertama itu menjadi predikat, sedangkan frasa
nominal kedua menjadi subjek.
Contoh:
(264) a. Dia guru saya.
b. Dia/tf/? guru saya.
(265) a. Orang itu penolongnya.
b. Orang \t\ilah penolongnya.
Subjek pada (264a) dan (265a) adalah dia dan orang itu. Pada (264b)
dan (265b) justru sebaliknya, dialah dan orang itukh tidak lagi berfungsi
sebagai subjek, tetapi sebagai predikat. Hal itu disebabkan oleh kenyataan
bahwa dalam struktur bahasa Indonesia partikel -kh pada umumnya me￾nandai predikat.
Seperti halnya dengan kalimat statif, kalimat berpredikat no
minal kadang-kadang memanfaatkan adalah untuk memisahkan subjek
dari predikat. Adalah pada umumnya dipakai jika subjek, predikat, atau
kedua-duanya panjang. Tampaknya diperlukan semacam pemisah di antara
keduanya untuk memudahkan pengenalan bagian-bagian kalimat yang
berpredikat nomina atau frasa nominal.
Contoh:
(266) a. Promosi bagi seorang karyawan adalah masalah biasa.
b. Ini adalah masalah keluarga mereka sendiri.
c. Pernyataan itu adalah pernyataan untuk konsumsi masyarakat
luar.
Jika kalimat dengan predikat nominal diselipi adalah, verba itu
berfungsi sebagai predikat; sedangkan nomina atau frasa nominal yang
mengikutinya menjadi pelengkap. Dalam pemakaian bahasa Indonesia
sehari-hari kata adalah dapat disulih dengan kata ialah atau merupakan.
Kendala pemakaian ialah adalah bahwa kata itu tidak dapat mengawali
kalimat, sedangkan merupakan dapat. Bandingkan contoh di bawah ini.
(267) a. Adalah masalah biasa promosi bagi seorang karyawan itu.
b. *Ialah masalah biasa promosi seorang karyawan itu.
c. Merupakan masalah biasa promosi bagi seorang karyawan itu.
9.5*2.4 Kalimat Numeral
Selain jenis kalimat yang berpredikat frasa verbal, adjektival, atau nominal
sebagaimana telah dibicarakan di atas, ada pula kalimat dalam bahasa
Indonesia yang predikatnya berupa frasa numeral, seperti tampak pada
contoh berikut.
(268) a. Anaknya banyak.
b. Utangnya hanya sedikit.
(269) a. Rumahnya (buah).
b. Lebar sungai itu lebih dari dua ratus meter.
Pada contoh di atas tampak bahwa predikat yang berupa numeralia
(kata bilangan) taktentu {banyak dan sedikit) tidak dapat diikuti kata peng￾golong, sedangkan predikat yang berupa numeralia tentu dapat diikuti kata
penggolong, seperti buah (269a) dan wajib diikuti ukuran seperti meter
(269b).
9.5.2.5 Kalimat Frasa Preposisional
Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa frasa preposisional
(lihat 9.3.2.6).
Contoh:
(270) a. Ibu sedang ke pasar.
b. Mereka ke rumah kemarin.
(271) a. Ayah di dalam kamar.
b. Anak itu sedang di sekolah.
(272) a. Gelang itu untuk Rita.
b. Surat itu untuk saya.
(273) a. Ayahnya dari Jawa.
b. Ibunya dari Sunda.
(274) a. Cirebon di antara Jakarta dan Semarang.
b. Rumah saya di antara rumah Pak Ali dan Pak Rahman.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua frasa preposisional dapat
menjadi predikat kalimat. Contoh berikut terasa janggal dan takberterima
sebagai kalimat jika tidak disertai verba karena frasa preposisional dengan
ibunyUy sepanjangmalam, mengenai reformasiy dan kepada saya tidak berfungsi
sebagai predikat.
Contoh:
(275) a. *\z dengan ibunya.
b. *Rumah makan sepanjang malam.
c. *Pembicaraan mengenai reformasi.
d. *Buku itu kepada saya.
9.5.3 Kalimat Berdasarkan Klasifikasi Sintaktis
Berdasarkan klasifikasi sintaktisnya, kalimat dapat dibagi atas (1) kalimat
deklaratif yang berisi pernyataan, (2) kalimat imperatif yang berisi perintah,
(3) kalimat interogatif yang berisi pertanyaan, dan (4) kalimat eksklamatif
yang berisi seruan

9*5*3.1 Kalimat Deklaratif
Kalimat deklaratif (juga dikenal sebagai kalimat berita dalam buku-buku
tata bahasa Indonesia) secara formal, jika dibandingkan dengan ketiga
jenis kalimat yang lainnya, tidak bermarkah khusus. Bentuk kalimat
deklaratif pada umumnya digunakan oleh pembicara/penulis untuk mem￾buat pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar atau
pembacanya, Jika pada suatu saat terjadi suatu peristiwa dan kemudian
seseorang ingin menyampaikan peristiwa itu kepada orang lain, orang itu
dapat memberitakan kejadian itu dengan menggunakan bermacam-macam
bentuk kalimat deklaratif, antara lain, seperti berikut.
(276) a. Tadi pagi ada parade mobil bias di dekat taman kota.
b. Saya melihat ada bus mogok di tepi Sungai Kahayan tadi pagi.
c. Waktu ke kantor, saya melihat ada jip menyalip mobil
ambulans.
d. Saya senang melihat pertandingan voli tadi pagi antara
MAN 1 dan SMAN 1.
e. Kemarin sore ada sedan mewab diberbentikan polisi karena
melanggar aturan.
Dari segi bentuknya, kalimat di atas bermacam-macam. Ada yang
berbentuk inversi (276a), ada yang berbentuk aktif (276b—276d), dan ada
yang berbentuk pasif (276e). Akan tetapi, jika dilibat fungsi komunikatifnya
atau makna ilokusionernya, kalimat di atas adalab sama, yaitu semuanya
menyatakan/berisi berita. Dengan demikian, bentuk kalimat untuk me
nyampaikan berita dapat bermacam-macam asalkan isinya merupakan
pemberitaan. Dalam bentuk tulis, kalimat deklaratif diakhiri dengan tanda
titik. Dalam bentuk lisan, suara berakhir dengan nada turun.
9.5.3.2 Kalimat Imperatif
Kalimat yang isi atau maksudnya memerintah, menyuruh, atau meminta
lazim disebut kalimat imperatif atau kalimat perintah. Kalimat imperatif itu
jika ditinjau dari isinya dapat diperinci menjadi enam golongan, yaitu
1) perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya
melakukan sesuatu;
2) perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi
menyuruh atau mempersilakan lawan bicara bersedia melakukan sesuatu;
3) permohonan jika pembicara, demi kepentingannya, meminta lawan
bicara melakukan sesuatu;
4) ajakan dan harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara
melakukan sesuatu;
5) larangan atau perintah negatif, jika pembicara meminta lawan bicara
untuk tidak melakukan sesuatu; dan
6) pembiaran jika pembicara meminta lawan bicara untuk membiarkan
sesuatu terjadi atau berlangsung.
Kalimat imperatif memiliki ciri formal seperti berikut:
1) intonasi yang ditandai nada rendah pada akhir tuturan;
2) pemakaian partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan,
permohonan, atau larangan;
3) susunan inversi sehingga urutannya menjadi predikat subjek; dan
4) pelaku tindakan tidak selalu terungkap.
Kalimat imperatif dapat diwujudkan sebagai berikut.
1) Kalimat imperatif yang hanya terdiri atas predikat verbal dasar, adjektival,
atau frasa preposisional yang taktransitif.
Contoh:
(277) Tidur!
(278) Tenang!
(279) Ke pasar!
2) Kalimat imperatif lengkap yang berpredikat verbal, baik transitif maupun
taktransitif.
Contoh:
(280) Kamu kerjakan bagian pendahuluan!
(281) Anak-anak belajar!
Kamu dan anak-anak pada contoh di atas digunakan secara vokatif.
3) Kalimat yang dimarkahi oleh berbagai kata yang menyatakan ha￾rapan, suruhan, larangan, dan/atau permintaan.
Contoh:
(282) Harap penonton bersabar!
(283) Silakan Saudara antre!
(284) Jangan berbicara keras-keras!
(285) bersihkan ruangan saya!
9.5.3.2.1 Kalimat ImperatifTaktransitif
Kalimat imperatif taktransitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif)
yang dapat berpredikat verba dasar, frasa adjektival, frasa verbal yang ber￾prefiks her- atau meng-, atau frasa preposisional.
Contoh:
(286) a. Engkau masuk!
b. Masuk!
(287) a. Engkau tenang!
b. Tenang!
Engkau pada kedua contoh di atas digunakan secara vokatif. Kalimat im
peratif (286b) dan (287b) dapat dilengkapi dengan kata panggilan atau vokatif.
(288) Masuk, Mir!
(289) Tenang, anak-anak!
Kalimat imperatif taktransitif yang dijabarkan dari kalimat deklaratifyang
predikat verbanya berawalan ber- dan meng- dapat dilihat pada contoh berikut.
(290) a. Kamu berlibur ke tempat nenekmu!
b. Beriiburlah ke tempat nenekmu!
(291) a. Engkau menyeberang dengan hati-hati.
b. Menyeberanglah dengan hati-hati.
Pada contoh-contoh di atas tampak bahwa, baik predikat verba
dasar {masuk) ^ predikat adjektival {tenang maupun predikat verba turunan
{berlibur dan menyeberang tidak mengalami perubahan apapun.

Kalimat imperatif taktransitif yang diturunkan dari kalimat deklaratif
berpredikat frasa preposisional dapat dilihat pada contoh berikut.
(292) a. Engkau pergi ke sana!
b. Ke sanalah!
9.5.3.2.2 Kalimat Imperatif Transitif
Kalimat imperatif yang berpredikat verba transitif mirip dengan konstruksi
kalimat deklaratif pasif. Petunjuk bahwa verba kalimat dapat dianggap
berbentuk pasif ialah adanya kenyataan bahwa lawan bicara yang dalam
kalimat deklaratif berfungsi sebagai subjek pelaku menjadi pelengkap pelaku,
sedangkan objek sasaran dalam kalimat deklaratif menjadi subjek sasaran
dalam kalimat imperatif. Kalimat (a) pada contoh berikut adalah kalimat
deklaratif, sedangkan kalimat (b) adalah kalimat imperatif.
(293) a. Engkau menganugerahi umat-Mu yang taat.
b. Anugerahilah umat-Mu yang taat!
(294) a. Kamu menyadarkan mereka yang terlena.
b. Sadarkanlah mereka yang terlena!
(295) a. Anda memperbaiki sepeda mini itu.
b. Perbaikilah sepeda mini itu!
(296) a. Saudara memberangkatkan kereta itu sesuai dengan aba-aba.
b. Berangkatkanlah kereta itu sesuai dengan aba-aba!
(297) a. Kamu menganggap dia seorang presiden.
b. Anggaplah dia seorang presiden!
(298) Masalah itu diselesaikan saja secara adat!
(299) Konsep perjanjian itu diketik serapi-rapinya, ya!
Pemakaian bentuk pasif dalam kalimat imperatif sangat umum dalam
bahasa Indonesia. Hal itu mungkin berkaitan dengan keinginan penutur
untuk meminta agar orang lain melakukan sesuatu untuknya, tetapi tidak
secara langsung. Tentu saja kalimat (298), misalnya, dapat memiliki padanan
Selesaikan saja masalah itu secara adat! Namun, bentuk pasif dengan di- akan
terasa lebih halus karena yang disuruh seolah-olah tidak merasa diperintah
untuk melakukan sesuatu. Si penyuruh hanya menekankan pada kenyataan
bahwa masalah itu harus segera diselesaikan.
1) Kalimat Imperatif Halus
Di samping bentuk imperatif pasif, bahasa Indonesia juga memiliki sejumlah
kata yang dipakai untuk menghaluskan isi kalimat imperatif. Kata seperti
tolongy coba, silakan, sudilah^ dan kiranya sering dipakai untuk maksud itu.
Untuk menyatakan kalimat imperatif halus itu, dalam bahasa Indonesia
dapat juga digunakan partikel -lab atau sufiks -kan pada verba.
Contoh:
(300) a. Tolong kirimkan kontrak ini.
b. Tolong kontrak ini dikirim segera.
c. Tolonglah mobil saya dibawa ke bengkel.
d. Tolong bawalah mobil saya ke bengkel.
(301) a. Coba buat rancangan konsinyasi penyempurnaan Tata
Bahasa Baku.
b. Cobalah buat rancangan konsinyasi penyempurnaan
Tata Bahasa Baku.
c. Coba buatlah rancangan konsinyasi penyempurnaan
Tata Bahasa Baku.
d. Coba buatkan rancangan konsinyasi penyempurnaan
Tata Bahasa Baku.
e. Cobalah buatkan rancangan konsinyasi penyempurnaan
Tata Bahasa Baku.
(302) a. Silakan masuk, Bu.
b. Silakan menunggu sebentar.
c. Silakan mengisi formulir ini.
d. Silakan ke situ dulu.
(303) a. Sudilah Bapak mengunjungi pameran kami.
b. Sudilah kiranya Saudara menolong saya.
c. Sudi apalah kiranya Bapak menerima usul saya.
(304) a. Kiranya Anda tidak berkeberatan menerima kunjungan kami.
b. Pembatalan itu kiranya dapat ditinjau kembali.
Perhatikan letak partikel -lah pada contoh-contoh di atas. Pada kalimat
(300c, 30lb, 303a—b) partikel itu dapat diletakkan pada kata penghalus
atau pada verbanya (300d) dan (301 c). Pada kalimat dengan verba, partikel
-lah hanya dapat ditempelkan pada kata penghalus (300c) dan (301b dan d).
Jika partikel -lah dapat melekat pada kata penghalus dan pada verba, sufiks
kan hanya dapat melekat pada verba.
2) Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat imperatif juga dapat digunakan untuk mengungkapkan permintaan.
Kalimat seperti itu ditandai oleh kata minta atau mohon. Subjek kalimat
imperatif permintaan ialah pembicara, yang sering tidak dimunculkan.
Contoh:
(305) a. Saya minta perhatian, Saudara-Saudara!
b. Minta tolong rapikan ruangan ini!
c. Minta maaf, Pak!
(306) a. Mohon diperhatikan aturan ini.
b. Mohon ditandatangani surat ini.
c. Mohon diterima dengan baik.
(307) a. Minggir!
b. Pergi!
c. Duduk!
Seperti yang dapat disimak dari contoh-contoh di atas, panjang
pendeknya kalimat imperatif menggambarkan tingkat kehalusan atau
kekasaran yang terkandung dalam kalimat imperatif yang bersangkutan.
Artinya, makin pendek kalimat imperatif, makin terasa kasar makna perintah
yang dikandungnya. Perhatikan contoh (308) berikut.
(308) a. Keluar!
b. Keluarlah karena saya ada tamu yang menunggu.
3) Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan
Kalimat imperatif ajakan biasanya didahului kata ayo, ayolah, marly atau
marilahy sedangkan kalimat imperatif harapan biasanya didahului kata harap
atau hendaknya.
Contoh:
(309) a. Ayolah, masuk!
b. Ayo, cepat!
c. Ayo, kita beristirahat sebentar,
(310) a. AZ/zn, kita makan.
b. Man, ke sini sebentar.
c. Marilah, kita bersatu.
(311) a. Harap duduk dengan tenang.
b. Harap membaca dulu.
(312) a. Hendaknya Anda pulang saja.
b. Hendaknya nasihat ini Anda turuti.
4) Kalimat Imperatif Larangan
Kalimat imperatif dapat bersifat larangan. Larangan yang lunak menggunakan
kata jangan atau janganlah, sedangkan larangan keras yang biasanya disertai
sanksi menggunakan kata dilarang.
Contoh:
(313) a. Jangan parkir di depan pintu!
b. Jangan meludah di sembarang tempat!
c. Jangan hidup boros!
d. Janganlah datang terlambat!
e. Janganlah membaca sambil tiduran!
(314) a. Dilarang membuang sampah sembarangan!
b. Dilarang menghina sesama!
c. Dilarang merokok di tempat umum!
5) Kalimat Imperatif Peringatan
Kalimat imperatif peringatan ditandai dengan kata awas atau hati-hati.
Dengan kalimat ini pembicara atau penulis bermaksud memperingatkan
orang lain untuk tidak melakukan sesuatu di tempat yang dipasang papan
peringatan karena berbahaya atau dapat berakibat fatal.
Contoh:
(315) a. tegangan tinggi!
b. Awas lintasan kereta api!
c. Hati-hati di jalan!
d. Hati-hati jalan licin!

6) Kalimat Imperatif Pembiaran
Kalimat imperatif pembiaran dinyatakan dengan kata biar{lah) atau
biarkan{lah). Dengan kalimat itu penutur meminta seseorang membiarkan
sesuatu terjadi atau berlangsung. Dalam perkembangannya kemudian
pembiaran berarti meminta izin agar sesuatu jangan dihalangi (316c).
Contoh:
(316) a. mereka yang mengerjakan!
b. Biarlah saya pergi dulu, kau tinggal di sini!
c. Biarkan mereka bekerja di kebun sekarang!
d. Biarkanlah saya menanyai orang itu!
9.5.3.3 Kalimat Interogatif
Kalimat interogatif, lazim digunakan untuk bertanya dan karena itu sering
disebut kalimat tanya, secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya apa,
siapa, berapa, kapan, bila, bagaimana, dan di mana dengan atau tanpa partikel
-kah sebagai penegas. Kalimat interogatif diakhiri dengan tanda tanya (?)
pada bahasa tulis atau dengan intonasi naik pada bahasa lisan, terutama jika
tidak ada kata tanya (atau intonasi turun).
Kalimat interogatif biasanya digunakan untuk meminta (1) jawaban
"ya" atau "tidak" atau (2) informasi mengenai sesuatu atau seseorang kepada
lawan bicaraatau pembaca. Ada tigacara untuk membentukkalimat interogatif
dari kalimat deklaratif, yaitu (1) dengan menambahkan partikel penanya
apa, yang harus dibedakan dari kata tanya apa, (2) dengan membalikkan
susunan kata, (3) dan dengan menggunakan kata bukan, bukankah, tidak,
atau tidakkah. Kalimat deklaratif dapat diubah menjadi kalimat interogatif
dengan menambahkan kata apa pada kalimat tersebut. Partikel -kah dapat
ditambahkan pada partikel tanya untuk mempertegas pertanyaan. Intonasi
yang dipakai dapat sama dengan intonasi kalimat berita.
Contoh:
(317) a. Dia istri Pak Bambang.
b. Apakah dia istri Pak Bambang?
(318) a. Pemerintah akan menaikkan harga minyak dan gas.
b. Apakah pemerintah akan menaikkan harga minyak dan gas?
(319) a. Suaminya seorang guru.
b. Apakah suaminya seorang guru?
(320) a. Kebohongannya terbongkar di pengadilan.
b. Apakah kebohongannya terbongkar di pengadilan?
Semua kalimat (b) pada contoh (317—320) memerlukan jawaban
"ya" atau "trdak".
Cara lain untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan
mengubah urutan kata dari kalimat deklaratif. Ada beberapa kaidah yang
perlu diperhatikan dalam hal ini.
1) Jika dalam kalimat deklaratif terdapat kata seperti dapat^ bisa, harus-,
sudahy atau mau kata itu dapat dipindahkan ke awal kalimat dan ditambah
pertikel -kah.
Contoh:
(321) a. Dia dapat pergi sekarang.
b. Dapatkah dia pergi sekarang?
(322) a. Narti harus segera kuliah.
b. Haruskah Narti segera kuliah?
(323) a. Dia sudah selesai dengan kuliahnya.
b. Sudahkah dia selesai dengan kuliahnya?
Bentuk seperti sedang, akan., dan telah umumnya tidak dipakai dalam
kalimat seperti itu.
2) Dalam kalimat yang predikatnya nomina atau adjektiva, urutan subjek
dan predikatnya dapat dibalikkan dan kemudian ditambahkan partikel
'kah pada frasa yang telah dipindahkan ke muka.
Contoh:
(324) a. Masalah ini urusan Pak Ali.
b. Urusan Pak hWkah masalah ini?
(325) a. Linda teman Rudi,
b. Teman Ku6\kah Linda?
(326) a. Ayahnya sedang sakit.
b. Sedang sd\dtkah ayahnya?
(327) a. Anaknya rajin.
b. Rajinkah anaknya?
3) Jika predikat kalimat berupa verba taktransitif, verba ekatransitif,
atau verba semitransitif, verba beserta objek atau pelengkapnya dapat
dipindahkan ke awal kalimat dan kemudian ditambah partikei -kah.
Contoh:
(328) a. Dia menangis kemarin.
b. Menangiskah dia kemarin?
(329) a. Mereka bekerja di pabrik roti.
b. Bekerja di pabrik rotikah mereka?
(330) a. Dia mengendarai mobil itu.
b. Mengendarai mobil itukah dia?
(331) a. Orang itu menolong tetangganya.
b. Menolong tetangganyakah orang itu?
Kalimat yang berobjek dan berpeiengkap seperti di atas lebih umum
diubah menjadi kalimat interogatif dengan memakai partikei apakah
seperti berikut.
(328) c. Apakah dia menangis kemarin?
(329) c. Apakah mereka bekerja di pabrik roti?
(330) c. Apakah dia mengendarai mobil itu?
(331) c. orang itu menolong tetangganya?
Cara lain untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan
menempatkan kata bukanlbukankah, {apalatau) belum atau tidak.
Contoh:
(332) a. Dia cakap.
b. Dia cakap, bukani
c. Bukankah dia cakap?
(333) a. Universitas itu sudah memulai perkuliahan.
b. Universitas itu sudah memulai perkuliahan, bukan}
c. Bukankah universitas itu sudah memulai perkuliahan?
(334) a. Mereka menerima putusan hakim itu.
b. Mereka menerima putusan hakim itu, bukan}
c. Bukankah mereka menerima putusan hakim itu?
(335) a. Para peserta sudah datang.
b. Para peserta sudah datang, {apa!atau) belum}
(336) a. Rahasianya sudah ketahuan.
b. Rahasianya sudah ketahuan, {apa!atau) belum}
(337) a. Kamu mengerti soal ini.
b. Kamu mengerti soal ini, {apalatau) tidak}
(338) a. Paket ini akan dikirim.
b. Paket ini akan dikirim, {apalatau) tidak}
Pada contoh-contoh di atas tampak bahwa kata-kata bukan, belum,
dan tidak ditempatkan di akhir kalimat dan didahului oleh tanda koma.
Kata belum dan tidak dapat didahului apa atau atau. Sementara itu, tampak
bahwa kata bukankah seperti pada (332c), (333c), dan (334c) selalu ada di
awal kalimat. Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar belum, bukan, atau
{apa) tidak dinamakan kalimat interogatif embelan.
Pembentukan kalimat interogatif juga dapat dilakukan dengan
mempertahankan urutan kalimatnya seperti urutan kalimat deklaratif, tetapi
dengan intonasi yang berbeda, yakni intonasi naik. Urutan kata dalam (339),
(340), (341), dan (342) adalah urutan kata dalam kalimat deklaratif, tetapi,
jika diucapkan dengan intonasi naik (dalam bahasa tulis diakhiri tanda tanya
(?)), kalimat tersebut menjadi kalimat interogatif.
(339) Jawabannya sudah diterima?
(340) Dia jadi pergi ke Medan?
(341) Penjahat itu belum tertangkap?
(342) Anggi kuliah di Fakultas Teknik?

Cara terakhir untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan
memakai kata tanya seperti apa, bagaimana, herapa, bilamana, kapan, ke
mana, mengapa, atau siapa. Sebagian besar dari kata tanya itu digunakan
untuk menanyakan unsur wajib dalam kalimat seperti pada (343b) dan
(344b), sebagian lain digunakan untuk menanyakan unsur takwajib seperti
pada (345b) dan (348b). Jawaban atas berbagai pertanyaan itu dapat berupa
sasaran (343—344), cara (345), keadaan (346), jumlah (347), syarat (348),
waktu (349), tempat (350), perbuatan (351), atau pelaku (352). Jawaban
atas berbagai pertanyaan itu bukan ya atau tidak.
(343) a. Pak Tarigan meminjam buku.
b. Pak Tarigan meminjam apa?
(344) a. Dia mencari Pak Achmad.
b. Dia mencari siapa?
(345) a. Dia memecahkan masalah itu dengan balk.
b. Bagaimana dia memecahkan masalah itu?
(346) a. Diana sekarang makin cantik.
b. Bagaimana Diana sekarang?
(347) a. Penduduk Indonesia hampir tiga ratusjuta orang.
b. Berapa Iximlzh penduduk Indonesia?
(348) a. Mereka mengungsi kalau banjir.
b. Kapan mereka mengungsi?
(349) a. Minggu depan mereka akan berangkat ke Jayapura.
b. Kapan mereka akan berangkat ke Jayapura?
(350) a. Keluarga Daryanto akan pindah ke Surabaya.
b. Keluarga Daryanto akan pindah ke mana?
(351) a. Nyoman sedang berdoa.
b. Nyoman sedang mengapa^.
(352) a. Joni membaca buku.
b. Siapa yang membaca buku?
Letak sebagian besar kata tanya itu dapat berpindah tanpa meng￾akibatkan perubahan apa pun. Dengan demikian, kalimat Keluarga Daryanto
akanpindah ke mana? 6.2i^2iX. diubah menjadi Ke mana keluarga Daryanto akan
pindah? dan seterusnya. Sebagian yang lain, seperti bagaimana, mempunyai
letak yang tegar, yakni di awal kalimat. Jadi, kalimat (345b) tidak dapat
diubah menjadi Dia memecahkan masalah itu bagaimana^ karena mengubah
makna. Jika kata tanya itu terletak di bagian akhir kalimat, misalnya Sekarang
penyelesaian masalah itu bagaimana^ maknanya berubah. Dalam kalimat
tersebut yang dipertanyakan adalah kelanjutan penyelesaian masalah itu dan
bukan cara penyelesaiannya.
Dalam kalimat interogatif yang memakai kata tanya siapa atau apa
yang juga menggantikan unsur wajib, pemindahan kata tanya tersebut ke
depan akan mengakibatkan perubahan struktur kalimat. Perhatikan kembali
kalimat (343b) dan (344b) di atas. Jika apa dan siapa dipindahkan ke depan,
seluruh konstruksi kalimat berubah. Bandingkan kalimat (c) dan (d) pada
contoh berikut.
(343) c. Pak Tarigan membaca apai
d. Apa yang dibaca Pak Tarigan?
(344) c. Dia mencari siapa?.
d. Siapa yang cari?
Penempatan apa dan siapa di awal kalimat mengakibatkan dua hal,
yaitu (1) kata sambung yang harus muncul dan (2) klausa sesudah
yang berbentuk pasif. Sebagai akibat dari perubahan itu, urutannya menjadi
predikat dan subjek, seperti terlihat pada diagram berikut.
Kata tanya apa dan siapa pada contoh (343a) dan (344b) menggantikan
objek pada kalimat sebelumnya yang kemudian dipindahkan ke depan. Ada
pula pemakaian lain dari kedua kata itu, yakni untuk menggantikan subjek
pada kalimat sebelumnya,
Contoh:
(353) a. Angin puting beliung menghancurkan desa mereka.
b. Apa yang menghancurkan desa mereka?
(354) a. Taufik memenangi pertandingan itu.
b. Siapa yang memenangi pertandingan itu?
Pada contoh (b) di atas, apa dan siapa masing-masing menggantikan
subjek angin puting beliung Taufik pada contoh (a). Pada contoh (353a
dan 354a) di atas kata yang harus muncul mengikuti apa dan siapa. Perlu
diperhatikan bahwa apa dan siapa dalam kalimat (353b) dan (354b) itu
menjadi predikat, sedangkan konstituen lain menjadi subjek. Selain itu, jika
kalimat interogatif menjadi bagian kalimat deklaratif, kalimat interogatif itu
kehilangan sifat keinterogatifannya sehingga tanda baca yang dipakai pun
adalah tanda titik, bukan tanda tanya.
Contoh:
(355) Saya tidak tabu kapan mereka akan berangkat.
(356) Kami mengerti bagaimanaperasaan dia.
(357) Direktur tidak peduli apa Anda setuju atau tidak.
9.5*3.4 Kalimat Eksklamatif
Kalimat eksklamatif, juga dikenal dengan nama kalimat seru atau kalimat
interjeksi, secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa^ atau bukan main
pada kalimat berpredikat adjektival. Kalimat eksklamatif biasa digunakan
untuk menyatakan perasaan kagum atau heran.
Pembentukan kalimat eksklamatif dari kalimat deklaratif dilakukan
dengan cara berikut.
1) Urutan unsur kalimat diubah dari S-P menjadi P-S.
2) Predikat adjektival ditambah partikel -nya.
3) Tambahkan kata seru seperti alangkah, betapa, atau bukan main jika di￾anggap perlu

Dengan menerapkan kaidah di acas, dapat dibuat kalimat eksklama￾tif dari kalimat dekiaratif seperti pada beberapa contoh berikut.
(358) a. Pergaulan mereka luas.
b. 1. *Luas pergaulan mereka. (kaidah a)
ii. Luasnya pergaulan mereka! (kaidah b)
iii. Alangkah luasnya pergaulan mereka! (kaidah c)
Dengan cara yang sama, dapat dihasilkan kalimat eksklamatif (b) dari
kalimat dekiaratif (a) pada contoh-contoh berikut.
(359) a. Pandangan mereka revolusioner sekali.
b. {Alangkah/Betapa/Bukan main) revolusionernya pandangan
mereka!
(360) a. Anak Itu sangat cerdas.
b, {Alangkah/Betapa/Bukan main) cerdasnya anak itu!
9.5.4 Kalimat Berdasarkan Kelengkapan Unsur
Berdasarkan kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (1) ka
limat lengkap atau kalimat mayor dan (2) kalimat taklengkap atau kalimat
minor. Pengertian lengkap di sini mengacu pada kalimat yang terdiri atas
unsur utama, yaitu S-P-(0)-(Pel)-(Ket). Kalimat lengkap dapat berupa
kalimat dasar atau kalimat luas. Berikut ini dipaparkan kedua jenis kalimat
tersebut berdasarkan kelengkapan unsurnya itu.
9.5.4.1 Kalimat Lengkap
Apabila dicermati, kalimat lengkap (kalimat mayor) dapat berupa kalimat
dasar atau kalimat luas. Oleh karena itu, kalimat lengkap dapat berupa S-P,
S-P-O, S-P-O-Pel, atau berupa S-P-Ket, S-P-O-Ket, S-P-O-Pel-Ket. Predikat
kalimat lengkap yang berpola S-P dapat berupa verba atau frasa verbal,
nomina atau frasa nominal, adjektiva atau frasa adjektival, atau numeralia
atau frasa numeralia.
Contoh;
(361) a. Mereka belum tidur.
b. Perjalanan lancar.
c. Indonesia negara hukum.
d. Anaknya lima orang.

Kalimat lengkap dengan pola S-P-O hanya mempunyai predikat
yang berkategori verba transitif yang mewajibkan hadirnya dua nomina atau
frasa nominal, yaitu satu sebagai subjek dan satu lagi sebagai objek, misalnya
kalimat (362).
(362) Kami sedang merancang gedung.
Kalimat lengkap dengan pola S-P-O-Pel hanya mempunyai predikat
yang berkategori verba transitif yang mewajibkan hadirnya tiga nomina atau
frasa nominal, yaitu satu sebagai subjek, satu sebagai objek, dan satu lagi
sebagai pelengkap, misalnya kalimat (363).
(363) Sponsor lomba mengarang itu memberi para pemenang uang dan buku.
Kalimat lengkap dengan pola-pola itu mempunyai predikat yang
beragam. Seperti yang terlihat pada contoh berikut, kalimat lengkap seperti
itu dapat pula ditambah konstituen keterangan waktu itu, dari Bogor ke
Jakarta, sejak dulu, besar-besar, untuk perkantoran, dan pada acara itu.
(364) a. Mereka belum tidur waktu itu.
b. Perjalanan dari Bogor ke Jakarta lancar.
c. Indonesia negara hukum sejak dulu.
d. Rumahnya tiga buah besar-besar.
(365) Kami sedang merancang gedung untuk perkantoran.
(366) Panitia akan mengumumkan para pemenang lomba pada acara itu.
9.5*4.2 Kalimat Taklengkap
Kalimat taklengkap (kalimat minor) pada dasarnya adalah kalimat yang unsur￾unsurnya tidak lengkap. Keberterimaan kalimat itu sangat ditentukan oleh
hadirnya kalimat lain dalam konteks wacana, baik karena sudah diketahui
maupun karena sudah disebutkan. Perhatikan penggalan percakapan berikut.
(367) Himawan : Kamu tinggal di mana, Gas?
Agastya : Di Kampung Melayu.
Bentuk Di Kampung Melayu sebenarnya merupakan bagian dari
bentuk kalimat lengkap Saya tinggal di Kampung Melayu. Di luar konteks
wacana, kalimat taklengkap sering juga digunakan dalam iklan, papan
petunjuk, atau slogan.
Contoh:
(368) a. Menerima pegawai baru untuk ditempatkan di luar Jakarta.
b. Belok kiri langsung.
c. Merdeka atau mati.
Bentuk-bentuk pada (368) itu tampaknya, secara berurutan, berasal
dari (369) berikut.
(369) a. Kami menerima pegawai baru untuk ditempatkan di luar
Jakarta.
b. Yang akan berbelok ke kiri langsung membelok.
c. Tekadpara pejuang dulu hanya satu: merdeka atau mati.
Selain bentuk kalimat taklengkap di atas, ditemukan pula ungkapan
tetap (formula) yang berdiri sendiri seperti kalimat.
Contoh:
(370) a. Selamat malam.
b. Selamat hari ulang tahun.
c. Apa kabar?
d. Merdeka!
e. Selamat jalan.
f. Sampai jumpa lagi.
Bentuk-bentuk seperti pada (370) itu tidak mempunyai padanan
bentuk lengkap.
9.5.5 Kalimat dan Kemasan Informasi
Di bawah ini akan dibicarakan beberapa konstruksi kalimat yang bertalian
dengan pengemasan informasi yang berbeda dengan bentuk padanannya yang
lebih dasar dalam hal isi informasi yang terkandung, bukan dalam hal syarat
kebenarannya atau ilokusinya. Informasi di sini meliputi proposisi kalimat,
maujud, dan sifat maujud dalam kalimat tersebut. Jadi, informasi dalam
kalimat Adiknya sakit keras selain proposisinya, juga siapa acuan adiknya
dan bagaimana dia. Informasi biasanya dibedakan atas informasi lama dan
informasi baru. Informasi lama adalah informasi yang sudah diketahui/
dikenal oleh pendengar, sedangkan informasi baru adalah informasi yang
belum diketahui oleh pendengar. Sehubungan dengan hal itu, dapat
dikemukakan beberapa prinsip umum yang berlaku pada banyak bahasa
mengenai penataan informasi baru dan lama tersebut di dalam kalimat,
1) Konstituen yang panjang cenderung ditempatkan di akhir atau menjelang
akhir kalimat.
2) Fokus (unsur yang paling penting) cenderung ditempatkan di akhir atau
menjelang akhir kalimat.
3) Informasi yang sudah dikenal cenderung ditempatkan mendahului
informasi yang belum dikenal.
4) Konstruksi kemasan informasi cenderung terbatas konteks berlakunya.
Konstruksi yang berkaitan dengan kemasan informasi yang akan
dibicarakan pada bagian ini berkenaan dengan masalah (1) inversi, (2)
pengedepanan, (3) pengebelakangan, (4) dislokasi kiri, (5) dislokasi kanan,
(6) ekstraposisi, dan (7) pembelahan.
Konstruksi pasif yang dari segi pengemasan informasi menun￾jukkan kesejajaran antara susunan sintaktis dengan peran tematis argumen
telah dibicarakan di atas (lihat 9.3,3).
9.5.5.1 Inversi
Inversi adalah pembalikan urutan antara subjek dan predikat kalimat. Dalam
bahasa Indonesia susunan yang paling umum adalah subjek mendahului
predikat. Jadi, inversi dalam bahasa Indonesia akan menghasilkan konstruksi
kalimat dengan predikat mendahului subjek.
Contoh:
(371) a. Anak itu sedang tidur.
b, Sedang tidur anak itu.
(372) a. ?Tamu ada di luar.
b. Ada tamu di luar.
Pada contoh (371a) anak itu takrif sehingga menjadi informasi lama
bagi pendengar. Penataan informasi seperti itu sangat lazim. Pembalikan
predikat dengan subjek seperti pada (371b) menjadikan sedang tidur (bukan
sedang main) bersifat kontrastif dan, karena itu, merupakan informasi baru
walaupun muncul mendahului subjek.
Contoh (372a) terasa janggal. Hal itu disebabkan oieh kenyataan
bahwa subjeknya {tamu) bersifat taktakrif. Penempatan subjek tamu (in
formasi baru) sesudah predikat ada pada contoh (372b) sesuai dengan prinsip
umum mengenai penataan informasi. Pada contoh berikut tampak nomina
takrif dapat mengikuti verba ada karena berfungsi sebagai informasi baru.
(373) Eva : Ada siapa di rumah?
Ari : Di rumah ada ayah, {add) ibu, {add) Andi, dan {add)
saya.
(374) a. Ayah, ibu, Andi, dan saya ada di rumah.
b. Ada ayah, ibu, Andi, dan saya di rumah.
Contoh (373) sebagai jawaban atas pertanyaan Ada siapa di rumah?
berterima. Nomina ayah, ibu^ Andi^ dan saya termasuk takrif yang menjadi
fokus. Sebagai fokus, nomina subjek tersebut merupakan informasi baru
sehingga penempatannya sesudah verba (di akhir kalimat) sejalan dengan
prinsip umum pengemasan informasi. Hal itu akan menjadi lebih jelas jika
dibandingkan dengan contoh (372). Contoh (372b) dengan subjek berupa
nomina takrif berterima, tetapi contoh (372a) yang mempunyai konstruksi
inversi terasa janggal.
Verba ada dalam kalimat inversi tertentu (biasanya subjeknya berupa
frasa nominal abstrak) dapat digantikan dengan verba terdapat makna
yang relatif sama. Bandingkan kalimat (a) dan (b) berikut.
(375) a. perbedaan penilaiaan antara dia dan saya.
b. Terdapat perbedaan penilaian antara dia dan saya.
(376) a. Ada kekeliruan dalam laporan itu.
b. Terdapat kekeliruan dalam laporan itu.
Konstruksi inversi dengan verba adalah sering digunakan dalam
wacana untuk memperkenalkan topik. Dalam konteks tertentu, adalah dapat
digantikan dengan verba tersebutlah.
Contoh:
(377) a. Adalah sebuah kisah tentang seorang raja yang sangat
termasyhur pada masa itu.
b. Tersebutlah sebuah kisah tentang seorang raja yang sangat
termasyhur pada masa itu.
(378) a. Adalah sebuah kerajaan yang termasyhur pada masa itu.
b. Tersebutlah sebuah kerajaan yang termasyhur pada masa itu.
Penggantian adalah dengan tersebutlah pada (377) dan (378) terasa
wajar.
9.5.5.2 Pengedepanan
Pengedepanan adalah pemindahan unsur kalimat tertentu dari tempat yang
biasa ke bagian awal kalimat.
Contoh:
(379) a. Dia membaca novel itu sejak pagi. (pola dasar)
b. Novel itu dia baca sejak pagi. (pengedepanan/pemasifan)
c. Sejak pagi dia membaca novel itu. (permutasi)
Pengedepanan pada (379b), yang lazim disebut pemasifan, merupakan
penyejajaran peran tematis (sasaran) dengan fungsi sintaktis unsur kalimat
subjek. Penempatan frasa nominal novel itu yang bersifat takrif sebagai
subjek sesuai dengan kecenderungan umum pengemasan informasi (lihat
tentang pemasifan pada 9.5.2.1). Nominapagi pada contoh di atas mengacu
pada pagi hari waktu berbicara sehingga bersifat takrif. Penempatan frasa
preposisional sejak pagi (informasi lama) di awal kalimat pada contoh (379c)
sesuai dengan kecenderungan umum pengemasan informasi. Pengedepanan
keterangan waktu sejak pagi pada (379c) memberikan penekanan bahwa
kegiatan membaca itu dilakukan sejak pagi, bukan kegiatan yang baru saja
dilakukan.
Contoh (380) berikut memperlihatkan bahwa hanya keterangan yang
mengandung nomina takrif yang dapat ditempatkan di awal kalimat.
(380) a. Di dusun itu dia tinggal serumah dengan orang tuanya.
b. ?Di sebuah dusun dia tinggal serumah dengan orang tuanya.
Contoh (380a) terasa wajar, sedangkan contoh (380b) terasa janggal.
Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa di dusun itu pada (380a) takrif,
sedangkan di sebuah dusun pada (380b) taktakrif.
Pengedepanan sering digunakan untuk memperkenalkan kembali
topik. Gejala demikian lazim disebut topikalisasi. Dalam bahasa lisan topik
diucapkan dengan intonasi naik dan sisanya (lazim disebut komen) dengan
nada rendah.
Contoh:
(381) a. Saya tidak tahu tentang rapat itu.
b. Tentang rapat itu, saya tidak tahu.
(382) a. Kami mendengar bahwa ayahnya telah meninggal dunia.
b. Bahwa ayahnya telah meninggal dunia kami dengar.
Pengedepanan tanpa perubahan bentuk pada verba seperti contoh di
atas terbatas hanya pada verba dasar seperti pada contoh (381). Pengedepanan
klausa tanpa meninggalkan jejak berupa pronomina di tempat semula
terbatas pada klausa pelengkap dengan predikat verba taktransitif. Jika
predikat tergolong verba transitif, pengedepanan klausa pelengkap atau FN
objek akan meninggalkan jejak berupa pronomina di tempat semula. Gejala
demikian disebut dislokasi kiri (lihat 9.5.5.4).
Bentuk lain yang lazim digunakan untuk memperkenalkan kembali
topik yang sudah dibicarakan sebelumnya adalah mengenaittentang dan
berbicara mengenailtentang pada contoh berikut.
Contoh:
(383) a. Mengenai penundaan konferensi itu, saya tidak tahu.
b. Berbicara tentang mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah terus
berupaya mengambil berbagai kebijakan, seperti peningkatan mutu
guru, perbaikan pendapatan guru, perbaikan sarana belajar-mengajar,
dan pemberian beasiswa kepada murid-murid yang berprestasi.
9.5.5.3 Pengebelakangan
Pengebelakangan adalah pemindahan unsur kalimat dari posisi dasarnya ke
bagian akhir kalimat.
Dian meletakkan laporan dari daerah itu di mejaku.
Dian meletakkan di mejaku laporan dari daerah itu.
Kami berbicara mengenai rencana kepindahannya ke Medan
selama dua jam.
Kami berbicara selama dua jam mengenai rencana
kepindahannya ke Medan.
Pengebelakangan unsur objek pada (384) dan pelengkap pada (385)
mengikuti keterangan waktu pada kedua contoh itu dilakukan karena unsur
objek dan pelengkap pada kedua kalimat itu relatif panjang.
Keberterimaan pengebelakangan tidak hanya bergantung pada pan￾jangnya unsur yang dipindahkan, tetapi juga pada relatif unsur yang ber￾sangkutan dan konstituen yang dilewatinya.
Contoh:
(386) a. i. Anda akan menemukan laporan keuangan terakhir
perusahaan itu di atas meja Anda.
ii. Anda akan menemukan di atas meja Anda laporan keuangan
terakhir perusahaan itu.
b. 1. Anda akan menemukan laporan keuangan terakhir
perusahaan itu di antara tumpukan map di atas meja
panjang yang terletak dekat jendela.
ii. ?Anda akan menemukan di antara tumpukan map di atas
meja panjang yang terletak dekat jendela laporan keuangan
terakhir perusahaan itu.
c. i. Bapak aknn menemukan laporan yang dihuat oleh
perusahaan itu sesuai dengan saran-saran yang Bapak berikan
di atas meja Bapak.
ii. Bapak akan menemukan di atas meja Bapak laporan yang
dibuat perusahaan itu sesuai dengan saran-saran yang Bapak
berikan.
Pada contoh (386a) tampak bahwa panjang FN objek dan FPrep kete￾rangan tempat hampir sama. Oleh karena itu, pengebelakangan FN objek
tidak mudak. Pada (386b.ii) FN objek reladf lebih pendek daripada
FPrep keterangan tempat. Oleh karena itu, pengebelakangan meng￾akibatkan kalimat yang janggal. Sebaliknya, pada (386c) FN jauh lebih
panjang daripada FPrep keterangan tempat. Oleh karena itu, pengebelakangan
FN objek terasa mutlak.
9.5.5.4 Dislokasi Kill
Dislokasi kiri adalah pemindahan unsur kalimat tertentu ke sebelah kiri,
yakni ke awal kalimat, dengan meninggalkan jejak di tempat semula berupa
pronomina.
Contoh:
(387) a. Mobil Pak Wahyu berwarna merah.
b. Pak Wahyu, mohWnya berwarna merah.
(388) a. Pintu kamar itu terbuat dari jati.
b. Kamar itu, pintu«y^ terbuat dari jati.
Pada contoh (387b) FN Pak Wahyu berkoreferensi dengan -nya dan
pada (388b) kamar itu berkoreferensi dengan -nya. Jika dibandingkan dengan
kalimat (387a), dapat dikatakan bahwa -nya pada (387b) menduduki tempat
semula FN Pak Wahyu dan pada (388b) -nya menduduki tempat semula FN
kamar itu.
FN subjek takrif di awal kalimat dapat berfungsi sebagai topik oleh
adanya jeda yang relatif panjang di antara subjek dan predikat melalui proses
dislokasi kiri.
Contoh:
(389) a. Anak itu sakit minggu lalu.
b. Anak itu, dia sakit minggu lalu.
(390) a. Bu Surti akan pindah ke kota Kupang.
b. Bu Surti, dia akan pindah ke kota Kupang.
Pronomina dia pada (389b) berkoreferensi dengan Anak itu dan dia
pada (390b) berkoreferensi dengan Bu Surti.
FPrep keterangan dapat juga mengalami dislokasi kiri jika no￾mina komplemennya takrif.
Contoh:
(391) a. Mereka tinggal di Bogor.
b. Di Bogor, mereka tinggal di sana.
(392) a. Pak Ramli sudah datang pukul 10.00.
b. Pukul 10.00, Pak Ramli sudah datang waktu itu.
Pada contoh (391b) tampak bahwa jejak untuk FPrep lokatif adalah
di sana (juga di sini), sedangkan untuk FN temporal (waktu) pada (392b)
digunakan waktu itu.
Periu diingat bahwa dislokasi kiri oleh sebagian ahli bahasa disamakan
dengan topikalisasi. Di dalam buku ini kedua istiiah itu dibedakan. Dislokasi
kiri selalu meninggalkan jejak di tempat semula, sedangkan topikalisasi
hanya berupa pengedepanan unsur tertentu tanpa meninggalkan jejak di
tempat semula.
9.5.5.5 Dislokasi Kanan
Dislokasi kanan adalah pemindahan unsur kalimat tertentu ke sebelah
kanan, yakni ke akhir kalimat dengan meninggalkan jejak di tempat semula.
Dislokasi kanan berfungsi untuk menegaskan kembali status ketopikan unsur
yang dipindahkan. Seperti halnya dengan dislokasi kiri, dislokasi kanan juga
dapat diberlakukan pada FN takrif, FPrep lokatif, dan FN temporal.
Contoh:
(393) a. Anak baru itu pendiam sekali.
b. Dia pendiam sekali, anak baru itu.
c. Anak baru itu, dia pendiam sekali.
(394) a. Saya belum membaca surat itu kemarin.
b. Saya belum membacawy^ kemarin, surat itu.
c. Surat itu, saya belum membacawy^ kemarin.
(395) a. Hujan sering turun di Bandung.
b. Hujan sering turun di sana, di Bandung.
c. Di Bandung, hujan sering turun di sana.
(396) a. Dia belum pindah ke Lampung tahun 2000.
b. Dia belum pindah ke Lampung waktu itu, tahun 2000.
c. Tahun 2000, dia belum pindah ke Lampung waktu itu.
Kalimat a pada (393—396) merupakan bentuk kalimat dasar. Contoh
kalimat b pada (393—396) merupakan kalimat basil dislokasi kanan unsur
kalimat yang dicetak miring pada kalimat a (393—396). Contoh c pada
(393—396) merupakan kalimat basil dislokasi kiri unsur kalimat yang
sama. Baik dislokasi kiri maupun dislokasi kanan menunjukkan bahwa
unsur yang mengalami dislokasi itu merupakan informasi lama karena status
ketopikannya.
9.5.5.6 Ekstraposisi
Ekstraposisi adalah pemindahan unsur kalimat panjangyang berupa klausa ke
akhir kalimat tanpa meninggalkan jejak di tempat semula. Istilah ekstraposisi
oleh sebagian ahli bahasa termasuk gejala pengebelakangan. Di dalam buku
ini pengebelakangan digunakan untuk pemindahan unsur kalimat yang tidak
berupa klausa ke akhir kalimat.
Contoh:
(397) a. Bahwa dia tidak bersalah sudah jelas.
b. Sudah jelas bahwa dia tidak bersalah.
(398) a. Untuk mengangkat lemari ini tidak mudah.
b. Tidak mudah untuk mengangkat lemari ini.
(399) a. Bukti bahwa dia terlibat korupsi sudah cukup.
b. Sudah cukup bukti{nya) bahwa dia terlibat korupsi.
c. Bukti{nya) sudah cukup bahwa dia terlibat korupsi.
(400) a. Biaya untuk sekolah di luar negeri mahal sekali.
b. Mahal sekali biaya untuk sekolah di luar negeri.
c. Biaya{nya) mahal sekali untuk sekolah di luar negeri.
Kalimat a pada contoh (397—400) merupakan bentuk kalimat dasar.
Kalimat b pada contoh (397—400) merupakan hasil ektraposisi seluruh
konstituen yang berupa klausa atau FN + klausa. Kalimat c pada contoh
(399—400) merupakan hasil ekstraposisi klausa yang berhulu FN.
Klausa berhulu FN dapat mengalami dislokasi kanan seperti tampak
pada contoh berikut.
(401) a. Waktu untuk menyerahkan laporan s\x<i2\\\\h2i.
b. Waktu{nya) sudah tiba untuk menyerahkan laporan.
c. ^2kz\xnya sudah tiba, untuk menyerahkan laporan.
(402) a. Manfaat orang rajin membaca banyak sekali.
b. Manfaa^nya) banyak sekali orang rajin membaca.
c. Manfaatwj^ banyak sekali, orang rajin membaca.
Kalimat (401b) dan (402b) merupakan basil ekstraposisi klausa
komplemen FN, sedangkan kalimat (401c) dan (402c) merupakan basil
dislokasi kanan klausa komplemen FN tersebut. Perbedaan (401b) dan
(401c) terletak pada adanya jeda sesudab predikat untuk kalimat (401c),
sedangkan untuk (402b) tidak ada.
9.5.5.7 Pembelahan
Pembelaban adalab pemisaban suatu kalimat menjadi dua bagian.
Contob:
(403) a. Saya sedang membaca novel Siti Nurbaya.
b. Adalab novel Siti Nurbaya yang sedang saya baca.
c. (Buku) yang sedang saya baca adalab novel Siti Nurbaya.
d. Novel Siti Nurbaya adalab (buku) yang sedang saya baca.
Kalimat (403a) merupakan kalimat dasar (takterbelab). Kalimat
(403b), (403c), dan (403d) merupakan kalimat terbelab yang berasal dari
kalimat a. Kalimat a dapat dianggap terbagi atas novel Siti Nurbaya dan Saya
sedang membaca. Pada (403b), objek novel Siti Nurbaya dilatardepankan
dan yang lainnya sedang saya baca (berasal dari saya sedang membaca)
dilatarbelakangkan. Pada (403c) urutan bagian-bagian itu sama dengan
bentuk dasar, yaitu subjek + predikat lalu pelengkap, sedangkan pada (403d)
adalab kebalikan dari (403c). Bentuk (403b) lazim disebut kalimat terbelab
murni, sedangkan (403c) dan (403d) disebut kalimat terbelab palsu. Kalimat
(403c) dan (403d) dibedakan menjadi kalimat terbelab palsu dasar (403c)
dan kalimat terbelab palsu terbalik (403d). Perlu diperbatikan babwa bentuk
Saya sedang membaca pada (403a) berubab menjadi sedang saya baca karena
kebadiran yang sebagai subjek klausa pasif.
Perlu diingat babwa pada kalimat terbelab palsu sering juga di￾gunakan kata apa atau nomina tertentu mendabului Vax^iyang.
Contoh:
(404) a. Ketidakhadirannya dalam seminar itu merepotkan panitia.
b. Adalah ketidakhadirannya dalam seminar itu yang merepotkan
panitia.
c. Apa yang merepotkan panitia adalah ketidakhadirannya dalam
seminar itu.
d. Ketidakhadirannya dalam seminar itu adalah apa yang
merepotkan panitia.
Dari segi pengemasan informasi, pelatardepanan konstituen ter￾tentu merupakan cara untuk menandai pentingnya informasi yang di￾latardepankan itu dan biasanya ditandai dengan prosodi, yakni dengan
memberi tekanan pada konstituen yang dilatardepankan itu. Sebaliknya,
pelatarbelakangan mengisyaratkan bahwa informasi yang dilatarbelakangkan
itu dipraanggapkan.
9.6 PENGINGKARAN
Pengingkaran kalimat dilakukan dengan menambahkan kata ingkar yang
sesuai di awal frasa predikatnya. Dalam bahasa Indonesia terdapat dua kata
ingkar, yaitu tidak {tak) dan bukan.
Contoh:
(405) a. Dia masuk hari ini.
b. Dia tidak masuk hari ini.
(406) a. Pemuda itu mahasiswa.
b. Pemuda itu bukan mahasiswa.
Kalimat b pada contoh (405) dan (406) di atas merupakan ben￾tuk ingkar kalimat (405a) dan (406a). Kehadiran kata ingkar itu dapat
mengingkarkan (1) seluruh kalimat, seperti pada (405b) dan (406b) atau (2)
bagian kalimat seperti pada contoh (407b) berikut.
(407) a. Dia akan berangkat besok, tidak (berangkat) hari ini.
b. Dia akan berangkat besok, bukan hari ini.
Kata tidak pada (407a) mengingkarkan verba predikat berangkat
pada klausa kedua (yang dapat dilesapkan), sedangkan bukan pada (407b)
mengingkarkan frasa nominal hari ini.
9.6.1 Lingkup Pengingkaran
Kata ingkar seperti tidak mempunyai ruang lingkup pengingkaran yang
berbeda-beda bergantung pada ada tidaknya keterangan.
Contoh:
(408) a. Dia membeli mobil baru.
Dia tidak membeli mobil baru.
Bukan mobil baru yang dia beli.
Dia tidak membeli mobil baru kemarin.
Bukan kemarin dia membeli mobil baru.
Dia tidak membeli mobil baru kemarin di pameran mobil.
Bukan di pameran mobil dia membeli mobil baru kemarin.
b.
c.
d.
Makna kalimat (408b.i), (408c.i), dan (408d.i) yang menggunakan
tidak masing-masing mengungkapkan makna yang sama dengan (408b.ii),
(408c.ii), dan (408d.ii) yang menggunakan bukan.
Dari contoh di atas tampak bahwa makna pengingkaran ber￾pindah-pindah sesuai dengan tekanan yang diberikan. Untuk itu, paparan
selanjutnya tentang pengingkaran ini berkaitan dengan pengingkaran
kalimat dan pengingakaran bagian kalimat.
9.6.1.1 Pengingkaran Kalimat
Pengingkaran kalimat dilakukan dengan menambahkan kata ingkar yang
sesuai dengan predikatnya. Kata ingkar tidak atau bukan ditempatkan di
awal predikat. Jenis predikat yang dapat diingkarkan dengan tidak adalah
a) predikat verbal, jenis deklaratif dan interogatif;
b) predikat adjektival, jenis deklaratif, interogatif, dan eksklamatif;
c) predikat numeralia taktentu, jenis deklaratif, dan interogatif.
Contoh:
(409) a. i. Tuti akan datang nanti.
ii. Tuti tidak akan datang nanti.
b. i. Apa mereka tinggal di Kendari?
ii. Apa mereka tidak tinggal di Kendari?
(410) a.
b.
(411) a.
b.
Ibunya sakit keras.
Ibunya tidak sakit keras.
Apa ayahnya marah?
Apa ayahnya tidak marah?
Alangkah bijaksananya orang tua itu.
Alangkah tidak bijaksananya orang tua itu.
Teman saya sedikit.
Teman saya tidak sedikit.
Apa uangnya banyak?
Apa uangnya tidak banyak?
Jika predikat mengandung kata sudah, kalimatnya diingkarkan dengan
mengganti kata sudah dengan kata belum seperti pada contoh berikut.
(412) a.
b.
(413) a.
b.
(414) a.
b.
Mereka sudah kembali.
Mereka belum kembali.
Apa kamu sudah makan?
Apa kamu belum makan?
Ayahnya sudah sembuh.
Ayahnya belum sembuh.
Apa dia sudah besar?
Apa dia belum besar?
Uangnya sudah banyak.
Uangnya belum banyak.
Apa anaknya sudah dua?
Apa anaknya belum dua?
Pada contoh (412—414) tampak bahwa kata ingkar belum digunakan
pada kalimat berpredikat verbal, adjektival, dan numeralia tak tentu, jenis
deklaratif dan interogatif. Berbeda dengan kata ingkar tidak yang dapat
digunakan untuk mengingkarkan kalimat adjektival eksklamatif, kata ingkar
belum (juga sudah) tidak pernah digunakan dalam kalimat eksklamatif, Hal
itu disebabkan oleh kenyataan bahwa kalimat eksklamatif selalu menyatakan
perasaan yang dalam tentang sesuatu yang timbul secara tiba-tiba, sedangkan
kata belum mengandung ciri makna proses, peristiwa, atau keadaan yang
melibatkan jangka waktu tertentu
Kata ingkar jangan digunakan untuk mengingkarkan kalimat
imperatif. Predikat kalimat imperatif terbatas pada verba atau frasa verbal
dan sejumlah kecil adjektiva atau frasa adjektival. Dengan demikian, kata
jangan digunakan hanya untuk mengingkarkan kalimat verbal dan
adjektival imperatif.
Contoh:
(415) a.
c.
Tutup pintu itu!
Jangan tutup pintu itu!
Tolong pindahkan buku-buku ini!
To\on^^ jangan pindahkan buku-buku ini!
Harap diam!
jangan diam!
Coba marah kepada anak itu!
Qohoi jangan marah kepada anak itu!
Kata ingkar bukan digunakan untuk mengingkarkan kalimat ber￾predikat nominal dan numeralia tentu yang tergolong jenis kalimat deklaratif
dan interogatif.
Contoh:
(416) a. 1.
11.
Pak Aman orang Minang.
Pak Aman bukan orang Minang.
Apa dia murid sekolah menengah kejuruan?
Apa dia bukan murid sekolah menengah kejuruan?
(417) a. i. Luas tanah itu 2.000 meter persegi.
ii. Luas tanah itu bukan 2.000 meter persegi.
b. 1. Apa harga televisi ini 500.000 rupiah?
11. Apa harga televisi Inl bukan 500.000 rupiah?
Kata ingkar bukan juga dipakai sebagai ekor kalimat interogatif
embelan (retoris) yang berbentuk deklaratif, baik yang positif maupun
negatif yang menghendaki jawaban positif.
Contoh:
(418) I. Dia pergl ke dokter, bukan?
II. Dia tldak pergl ke dokter, bukan?
Dia sakic, bukan?
Dia tidak sakit, bukarii
Anaknya banyak, bukan?
Anaknya tidak banyak, bukan?
Kamu sudah mandi, bukan?
Kamu belum mandi, bukarii
Rumahnya hanya satu, bukani
Rumahnya bukan hanya satu, bukani
Dia orang Bugis, bukan?
Dia bukan orang Bugis, bukan?
Penggunaan kata ingkar, seperti yang dipaparkan melalui contoh￾contoh di atas, dapat dirangkum dalam bentuk cabel berikut.

9.6.1.2 Pengingkaran Bagian Kalimat
Bagian kalimat tertentu dapat diingkarkan dengan menempatkan kata
ingkar yang sesuai di depan unsur yang diingkarkan itu. Salah satu jenis
pengingkaran unsur kalimat adalah pengingkaran pengontrasan. Kata ingkar
yang digunakan untuk tujuan itu adalah bukan ... melainkan tidak ...
tetap

Contoh:
(419) a. Dia tiba bukan kemarin, melainkan tadi pagi.
b. Dia tidak berangkat dengan kereta api, tetapi dengan bus.
c. Saya ingin minum, bukan makan.
d. Dia akan datang sebelum magrib, bukan sesudah magrib.
Untuk menguatkan pengontrasan itu, kata ingkar bukan ditambahi
partikel -nya seperti tampak pada contoh berikut.
(420) a. Dia tidak masuk bukannya karena malas, melainkan
karena sakit.
b. Dia tidak lulus bukannya karena bodoh, melainkan karena
malas.
c. Sudah terinjak, dia bukannya marah, malah senyum.
d. Waktu dipanggil, anak itu bukannya datang, malah lari.
Pada contoh-contoh (420) itu tampak dua bentuk penghubung, yaitu
melainkan (420a, b) dan malah (420c, d). Bentuk melainkan untuk unsur￾unsur yang tidak kontradiktif, sedangkan bentuk malah khusus digunakan
untuk mempertentangkan dua unsur yang kontradiktif
Pengingkaran unsur kalimat tertentu juga terjadi pada kalimat verbal,
yang mengandung bentuk seperti mungkin, mau, boleh, dan bisa. Penempatan
ingkar tidak di depan kata-kata itu cenderung hanya mengingkarkan kata
tersebut. Hal itu akan tampak jelas jika bentuk-bentuk itu dipindahkan ke
awal kalimat.
Contoh:
(421) a.
(422) a.
b.
Dia tidak mungkin datang.
i. Tidak mungkin dia datang.
Dia mungkin tidak datang.
i. Mungkin dia tidak datang.
Mereka tidak ingin mengadakan pesta.
i. Tidak ingin mereka mengadakan pesta.
Mereka ingin tidak mengadakan pesta.
i. Ingin mereka tidak mengadakan pesta.

(423) a.
b.
(424) a.
b.
(425) a.
b.
Dia tidak boleh ikut.
Tidak boleh dia ikut.
Dia boleh tidak ikut.
Boleh dia tidak ikut.
Dia tidak mau makan bakso.
Tidak mau dia makan bakso.
Dia mau tidak makan bakso.
Mau dia tidak makan bakso.
Kamu tidak perlu masuk hari ini.
Tidak perlu kamu masuk hari ini.
Kamu perlu tidak masuk hari ini.
Perlu kamu tidak masuk hari ini.
Kalimat (a.11) pada contoh-contoh dl atas memperllhatkan bah￾wa kata Ingkar mungkin^ ingin, boleh, dan sejenlsnya hanya menglng￾karkan bentuk-bentuk Itu. Kalimat (b.ll) memperllhatkan bahwa kata Ingkar
dl depan verba predlkat menglngkarkan kalimat.

Pada 9.5.1 telah dikemukakan bahwa berdasarkan jumlah klausanya, kalimat
dapat dibedakan atas {1) kalimat simpleks, (2) kalimat kompleks, (3) kalimat
majemuk, dan (4) kalimat majemuk kompleks. Pembicaraan pada bab ini
akan berkisar hanya pada kalimat kompleks dan kalimat majemuk. Kalimat
simpleks tidak relevan dibahas dalam bab ini karena hanya terdiri atas satu
klausa. Pembahasan kalimat majemuk kompleks akan terungkap juga dalam
pembicaraan liubungan kiausa-klausa dalam kalimat kompleks dan dalam
kalimat majemuk. Baik kalimat majemuk maupun kalimat kompleks sama￾sama terdiri atas dua klausa atau lebih. Yang membedakan kedua macam
kalimat itu adalah jenis hubungan kiausa-klausa konstituennya. Pada kalimat
majemuk, kiausa-klausanya dihubungkan secara koordinatif, sedangkan pada
kalimat kompleks, klausa-klausanya dihubungkan secara subordinatif. Selain
hubungan koordinatif dan hubungan subordinatif, pada Bab X ini juga akan
dibicarakan pelesapan, yaitu suatu proses sintaktis yang terjadi apabila dua
klausa dihubungkan.
10.1 HUBUNGAN KOORDINATIF
Koordinasi berarti menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing￾masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konstituen
kalimat sehingga menghasilkan kalimat majemuk. Hubungan antara kiausa￾klausa dalam kalimat majemuk tidak membentuk satuan yang berhierarki
karena klausa yang satu bukanlah konstituen dari klausa yang lain.

Secara diagramatik hubungan itu dapat dilihat dalam bagan berikut yang
memperlihatkan bahwa konjungsi tidak termasuk dalam klausa mana pun,
tetapi merupakan konstituen tersendiri.
Untuk memperjelas bagan di atas, perhatikanlah contoh berikut ini!
a. Pengurus Darma Wanita Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengunjungi panti asuhan.
b. Mereka memberi penghuninya hadiah.
c. Pengurus Darma Wanita Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengunjungi panti asuhan dan mereka memberi
penghuninya hadiah.
Klausa (la) dan (lb) digabungkan dengan menggunakan konjungsi
dan sehingga terbentuklah kalimat majemuk (Ic). Karena klausa-klausa
dalam kalimat majemuk yang disusun dengan cara koordinasi mempunyai
kedudukan setara atau sama, klausa-klausa itu merupakan klausa utama.
Sesuai dengan Bagan 10.1 di atas, pembentukan kalimat (Ic) dapat
dijelaskan dalam diagram berikut
Pada diagram di atas dapat dilihat bahwa kedua klausanya setara.
Klausa yang satu bukan merupakan bagian dari klausa yang lain: keduanya
mempunyai kedudukan yang sama dan dihubungkan oleh konjungsi
dan. Selain dan, ada beberapa konjungsi lain untuk menyusun hubungan
koordinatif, yaitu atau, tetapi, serta, lalu, kemudian, lagipula, hanya, padahal,
sedangkan, baik... maupun..., tidak... tetapi..., dan bukan(nya)... melainkan
.... Perhatikan beberapa contoh berikut ini!
(2) Anda datang ke rumah saya atau saya datang ke rumah Anda.
(3) Polisi telah memberi tembakan peringatan, tetapi penjahat itu tetap
tidak mau menyerah.
(4) Orang tua gadis itu senang sekali serta bangga terhadap prestasi anaknya.
(5) la segera masuk ke kamar, lalu berganti pakaian.
(6) Saya memberitahukan hal itu kepada anak-anak, kemudian segera
kembali ke kantor.
(7) Pabrik itu mencemari lingkungan, lagi pula tidak memberi kontribusi
kepada masyarakat sekitar.
(8) Mereka tidak marah, hanya kecewa terhadap perlakuannya.
(9) Maruti malah udxiv, padahal adiknya menunggu sejak tadi.
(10) Adiknya kuliah di Yogya, sedangkan kakaknya kuliah di Malang.
(11) Kedua anaknya, baik yang tinggal di Pontianak maupun yang tinggal di
Denpasar akan datang hari ini.
(12) Dia tidak bekerja di kawasan industri, tetapi tinggal di sana.
(13) Dia bukannya sakit, melainkan lelah saja.
Konjungsi pada contoh (2) s.d. (13) bersifat koordinatif dan berfungsi
sebagai penghubung.
10.1.1 Ciri-Ciri Sintaktis Hubungan Koorclinatif
Kalimat majemuk yang hubungan antarklausanya bercorak koordinatif ini
memiliki ciri-ciri sintaktis sebagai berikut.
1) Hubungan koordinatif menggabungkan dua klausa atau lebih seperti
yang sudah dibicarakan pada 10.1. Di samping itu, salah satu klausa yang
dihubungkan oleh konjungsi koordinatif dapat berupa kalimat majemuk.
Contoh:
(14) Saya mengetahui kedatangannya, tetapi saya tidak mengetahui
maksud serta tujuannya dan tidak menemuinya.
Kalimat (14) dapat digambarkan sebagai berikut.
2) Pada umumnya posisi klausa yang didahului oleh konjungsi dan, atau,
atau tetapi tidak dapat diubah tempatnya karena alasan semantis atau
alasan sintaktis.
Contoh:
(15) Daiam perjalanan saya sering melihat orang makan kudapan dan
bungkusnya dibuang begitu saja.
(16) Ayahnya suka menonton film detektif, tetapi ibunya tidak.
(17) Saudara dapat mengontrakkan rumah Saudara atau menjualnya.
Apabila posisi klausa pertama dan kedua pada kalimat (15), (16),
dan (17) dipertukarkan, perubahan itu akan mengakibatkan kalimat
tersebut tidak berterima seperti terlihat pada contoh berikut.
(15a) *Bungkusnya dibuang begitu saja dan dalam perjalanan saya sering
melihat orang makan kudapan.
(16a) *lbunya tidak, tetapi ayahnya suka menonton film detektif.
(17a) *Menjualnya atau Saudara dapat mengontrakkan rumah Saudara.
Kalimat (15a) tidak berterima karena makna klausa pertama dan
klausa kedua tidak mempunyai pertalian. Kalimat (16a) tidak berterima
karena klausa pertama tidak mempunyai predikat, sedangkan kalimat
(17a) tidak berterima karena klausa pertama tidak mempunyai subjek.
Ketidakgramatikalan kalimat (16a) dan (17a) terjadi karena pelesapan
(juga pronominalisasi) yang terjadi pada kJausa kedua dalam kalimat
majemuk. Jadi, pertukaran klausa dalam kalimat majemuk setelah terjadi
proses sintaksis pada klausa kedua mengakibatkan kalimat takberterima.
Selain kendala sintaksis, pertukaran antarklausa dalam kalimat
majemuk juga terkendala secara semantis. Kalimat majemuk yang
menyatakan hubungan penjumlahan yang terikat urutan waktu (15)
tidak dapat diubah urutan klausanya.
3) Urutan klausa yang relatif tetap dalam hubungan koordinatif yang telah
dibicarakan di atas juga berhubungan erat dengan pronominalisasi.
Pronomina yang mendahului nomina yang diacunya (acuan kataforis)
tidak ditemukan dalam hubungan koordinatif.
Contoh:
(18) *Dia suka lagu keroncong, tetapi Hasan tidak mau membeli kaset
itu.
Pada kalimat (18) di atas, pronomina dia tidak mengacu pada
Hasan. Walaupun kalimat itu berterima, hubungan antara pronomina
dia dan nomina nama diri Hasan bukanlah hubungan kataforis.
4) Sebuah konjungsi koordinatif dapat didahului oleh konjungsi lain untuk
memperjelas atau mempertegas hubungan antara kedua klausa yang
digabungkan.
Contoh:
(19) Sidang mempertimbangkan usul salah seorang peserta dan kemudian
menerimanya dengan suara bulat.
(20) Terdakwa itu menunjukkan penyesalannya dan malahan meminta
maaf kepada keluarga korban.
Penggunaan konjungsi koordinatif kemudian sesudah konjungsi
koordinatif dan pada kalimat (19) lebih memperjelas gabungan klausa
yang menunjukkan hubungan waktu. Penggunaan konjungsi malahan
sesudah dan dalam kalimat (20) lebih menekankan hubungan klausa
yang menunjukkan penguatan atau penegasan. Hal itu akan dibicarakan
lebih lanjut pada 10.1.3
5) Konjungsi yang berfungsi sebagai penghubung dalam kalimat majemuk
tidak termasuk konstituen salab satu klausa kalimat majemuk. Konjungsi
itu merupakan konstituen langsung dari kalimat majemuk.
Contoh:
(21) Andi sedang belajar, tetapi adiknya hanya menonton TV
10.1.2 Ciri-Ciri Semantis Hubungan Koordinatif
Klausa-klausa yang dihubungkan oleh konjungsi tidak menyatakan per￾bedaan tingkat pesan.
Contoh:
(22) Orang tua itu bekerja dengan sungguh-sungguh dan anak-anaknya
berhasil.
(23) Pemuda itu bekerja keras dan berhasil.
(24) Ayahnya telah tiada, tetapi anaknya berhasil meraih gelar sarjana.
Dalam kalimat (22) informasi yang dinyatakan dalam klausa Orang
tua itu bekerja dengan sungguh-sungguh mempunyai peranan yang sama
pentingnya dengan informasi yang diberikan oleh klausa anak-anaknya
berhasil. Kedua klausa itu mengisyaratkan adanya hubungan sebab-akibat.
Ciri-ciri semantis dalam hubungan koordinatif ditentukan oleh
makna dari macam konjungsi yang dipakai dan makna leksikal atau
gramatikal dari klausa yang dibentuk. Konjungsi dan, misalnya, menyatakan
gabungan antara satu klausa dan klausa lainnya. Sebaliknya, konjungsi tetapi
menyatakan pertentangan. Makna leksikal dari bekerja dengan sungguh￾sungguh dan anak-anaknya berhasil pada (22) dan bekerja keras dan berhasil
pada (23) menyatakan hubungan sebab-akibat, sedangkan makna leksikal
dari telah tiada ... berhasil meraih gelar sarjana pada (24) menyatakan
hubungan pertentangan. Biasanya kegagalan seseorang dalam "bersekolah"
disebabkan oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah faktor orang
tua yang meninggal. Namun, contoh (24) tidak memperlihatkan berlakunya
kebiasaan itu karena meskipun sang ayah sudah meninggal, si anak dapat
berhasil menjadi sarjana.
10.1.3 Hubungan Semantis Antarklausa dalam Kalimat Majemuk
Seperti yang sudah dibicarakan pada 10.1, klausa yang terdapat da
lam kalimat majemuk dihubungkan oleh konjungsi, seperti dan, serta, lalu,
kemudian, tetapi, padahal, sedangkan, baik ... maupun ..., tidak ... tetapi ...,
dan bukan ... melainkan .... Dalam bagian ini akan dibicarakan hubungan
semantis antarklausa yang mempergunakan konjungsi itu.
Seperti dinyatakan sebelumnya, hubungan semantis antar
klausa dalam kalimat majemuk ditentukan oleh dua hal, yaitu arti konjungsi
dan arti klausa-klausa yang dihubungkan.
Contoh:
(25) a. Engkau harus menjadi orang kaya dan tetap rendah hati.
b. Engkau harus menjadi orang kaya, tetapi tetap rendah hati.
(26) a. Pengurus KUD harus berwibawa dan tidak sombong.
b. Pengurus KUD harus berwibawa, tetapi tidak sombong.
Kalimat (25a) dan (25b) terdiri atas klausa-klausa yang sama.
Demikian pula kalimat (26a) dan (26b). Perbedaan antara kalimat (25a) dan
(25b) terletak pada konjungsi yang digunakan. Kalimat (25a) menggunakan
konjungsi dan, sedangkan kalimat (25b) menggunakan konjungsi tetapi.
Perbedaan konjungsi yang digunakan untuk menggabungkan klausa
ke dalam setiap kalimat berpengaruh terhadap arti hubungan semantisnya.
Kalimat (25a) menyiratkan hubungan semantis yang menggabungkan
suatu pernyataan dengan pernyataan yang lain. Akan tetapi, kalimat (25b)
menyatakan arti hubungan semantis yang kontras, yaitu karakteristik orang
yang kaya dikontraskan dengan orang yang rendah hati. Dalam kalimat
(25b) tersebut arti hubungan semantis kontras terasakan sebagai syarat.
Sebagaimana halnya dengan kalimat (25a) dan (25b), perbedaan konjungsi
pada kalimat (26a) dan (26b) menyebabkan perbedaaan arti hubungan
semantis pada kedua kalimat itu.
Arti hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk juga
ditentukan oleh arti klausa-klausa yang dihubungkan.
Contoh:
(27) a. Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebagian
besar rakyat Indonesia teiah menggunakan hak piiihnya.
b. *Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebuah
kalimat luas terdiri atas dua klausa atau lebih.
Kalimat (27a) terdiri atas klausa Pemilihan umum baru saja berlalu
dengan tertib dan klausa sebagian besar rakyat Indonesia telah menggunakan
hak piiihnya. Keterkaitan makna memungkinkan kedua klausa tersebut
dapat digabungkan untuk membentuk kalimat majemuk (27a) yang secara
gramatikal benar dan berterima. Kalimat (27b) terdiri atas klausa Pemilihan
umum baru saja berlalu dengan tertib yang secara semantis sama sekali tidak
ada kaitannya dengan klausa sebuah kalimat luas terdiri atas dua klausa atau
lebih. Akibatnya, kedua klausa pada (27b) itu tidak dapat menjadi kalimat
majemuk sehingga kalimat (27b) secara gramatikal benar, tetapi tidak
berterima secara semantis.
Jika dilihat dari segi makna konjungsinya, hubungan semantis
antarklausa dalam kalimat majemuk ada tiga macam, yaitu (a) hubungan
penjumlahan, (b) hubungan perlawanan, dan (c) hubungan pemilihan.
Tiap-tiap hubungan itu berkaitan erat dengan jenis konjungsinya.
10.1.3.1 Hubungan Penjumlahan
Yang dimaksudkan dengan hubungan penjumlahan ialah hubungan yang
menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa, atau
proses.
Hubungan itu ditandai oleh konjungsi dan, serta, atau baik ...
maupun. Kadang-kadang konjungsi bersifat manasuka karena boleh dipakai
dan boleh tidak. Jika diperhatikan konteksnya, hubungan penjumlahan
dapat menyatakan (1) sebab-akibat, (2) urutan waktu, (3) pertentangan,
atau (4) perluasan.
10.1.3.1.1 Hubungan Penjumlaban yang Menyatakan Sebab-Akibat
Dalam hubungan seperti ini klausa kedua merupakan akibat dari klausa
pertama.
Contoh:
(28) Pengaruh Revolusi Bolsyewik makin tertanam dalam dirinya dan dari situ
idenya tentang revolusi sebagai perjuangan untuk menyelamatkan bangsa
Indonesia dari cengkeraman kaum kapitalis-kolonialis berkembang
cepat.
(29) Dalam keadaan buta huruf dan ketidaktahuan, pola pandangan seseorang
biasanya akan dibatasi oleh kepentingan kelompok saja dan orang ini
akan bersikap tidak mau tahu dengan perkembangan di luar dirinya.
(30) Baik ayah maupun ibunya tidak setuju jika Aminah menikah sebelum
kuliahnya selesai.
(31) Sudah sebulan kami mengarungi laut dan kami amat merindukan
daratan yang sejuk serta kehidupan yang normal.
(32) Pada hari yang naas itu, gempa menggoncang bumi dan rumah-rumah
jadi berantakan.
10.1.3.1.2 Hubungan Penjumlaban yang Menyatakan Waktu
Klausa kedua menyatakan peristiwa yang merupakan tindak lanjut dari
peristiwa yang dinyatakan dalam klausa pertama. Konjungsi yang dipakai,
antara lain, adalah dan, kemudian, atau lalu.
Contoh:
(33) Ibu hanya mengangguk-angguk dan air matanya terus mengalir.
(34) Dia mengambil handuk yang bersih dan mengompres Darini.
(35) Kepala negara mengucapkan pidato pembukaan, kemudian beliau
menggunting pita sebagai tanda diluncurkannya proyek raksasa ter￾sebut.
(36) Aku melompat dari anak tangga, kemudian berlari ke halaman sambil
berteriak.
(37) Dibelainya rambutnya yang halus itu, lalu disisirnya dengan rapi.
(38) Mereka datang menitipkan anaknya, lalu pergi tergesa-gesa.
10.1.3.1.3 Hubungan Penjumlaban yang Menyatakan Pertentangan
Klausa kedua menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang
dinyatakan dalam klausa pertama. Konjungsi yang dapat dipakai adaiah,
misalnya, sedangkan dan padahal.
Contoh:
(39) la selalu mengendarai motor ke kantor, sedangkan temannya naik kereta.
(40) Para tamu sudah mulai datang, sedangkan kami belum siap.
(41) Dia langsung mengkritik, sedangkan duduk perkaranya saja masih belum
jelas.
(42) Rambutnya sudah banyak yang pwx\\\, padahal ia masih muda.
(43) Dia sudah menangis, hasil pemeriksaan laboratorium saja belum
ada.
(44) Mereka sudah mengambil keputusan, padahal data-data yang lengkap
belum diperoleh.
10.1.3.1.4 Hubungan Penjumlaban yang Menyatakan Perluasan
Klausa kedua memberikan informasi atau penjelasan tambahan untuk
melengkapi pernyataan yang dikemukakan pada klausa pertama. Konjungsi
yang dapat dipakai adaiah, misalnya, dan, serta, dan balk ... maupun ....
Contoh:
(45) Sampai saat itu saya kagum akan kemahirannya dan kekaguman saya
bertambah dengan kemampuannya mengatasi tantangan hidup.
(46) Ujian seperti itu disebut uji bakat dan terutama untuk mengukur
kemampuan intelektual seseorang.
(47) Dia menggeleng dan mengatakan "tidak" serta memalingkan mukanya.
(48) Dia rajin membaca, baik waktu dia menjadi mahasiswa maupun setelah
dia bekerja.

10.1.3.2 Hubimgan Perlawanan
Yang dimaksudkan dengan hubungan perlawanan ialah hubungan yang
menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan
atau tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam klausa kedua. Hubungan
itu ditandai dengan konjungsi tetapi atau melainkan.
Hubungan perlawanan itu dapat dibedakan atas hubungan yang
menyatakan (1) penguatan, (2) implikasi, dan (3) perluasan.
10.1.3.2.1 Hubimgan Perlawanan yang Menyatakan Penguatan
Klausa kedua memuat informasi yang menguatkan dan menandas￾kan informasi yang dinyatakan dalam klausa yang pertama. Dalam klausa
yang pertama biasanya terdapat tidak/bukan saja atau tidaklbukan hanya,
tidak!bukan sekadar dan pada klausa kedua terdapat tetapi!melainkan juga.
Contoh:
(49) Masalah kemlskinan tidak hanya masalah nasional, tetapi juga masalah
kemanusiaan.
(50) Perang itu tidak saja menimbulkan korban jiwa, tetapijuga korban dalam
segala macam kehidupan.
(51) Ayahnya bukan saja dokter, melainkan juga dokter spesialis.
(52) Upaya penanggulangan pascagempa dipastikan tidak hanya menyedot
dana yang besar, tetapi juga dapat berdampak pada laju inflasi.
(53) Dongeng bukan hanya cerita khayalan untuk menidurkan anak,
melainkan juga suatu penghayatan terhadap budaya nasional.
Dalam bahasa Indonesia yang tidak baku, bentuk hanya sering diganti
dengan cuma.
10.1.3.2.2 Hubungan Perlawanan yang Menyatakan Implikasi
Klausa kedua menyatakan sesuatu yang merupakan perlawanan terhadap
implikasi klausa pertama. Konjungsi yang umumnya dipakai adalah tetapi.
Contoh:
(54) Suami-istri itu sudah lama menikah, tetapi belum juga dikaruniai seorang
anak pun.
(55) Adikku belum bersekolah, tetapi dia sudah pandai membaca.
Dalam kalimat (54) implikasi klausa pertama {Suami-istri itu sudah
lama menikah) ialah bahwa orang yang sudah lama menikah biasanya
mempunyai anak, sedangkan klausa kedua menyatakan perlawanan dari
implikasi tersebut. Demikian juga halnya dengan kalimat (55), implikasi
klausa pertama ialah orang yang belum bersekolah belum dapat membaca,
tetapi klausa kedua malah menyatakan sebaliknya.
Contoh:
(56) Sudah cukup lama mereka bekerja, tetapi tidak pernah berpikir untuk
menabung.
(57) Selama di perantauan sudah lima kali saya berkirim kabar kepada teman
saya di Jakarta, tetapi hanya sekali menerima balasan.
Selain dengan tetapi, perlawanan yang menyatakan implikasi dapat
juga dinyatakan dengan menggunakan Von]\xn^s{ jangankan. Perbedaannya
ialah jangankan tidak digunakan di antara dua klausa, tetapi di awal klausa
pertama.
Contoh:
(58) Jangankan mengikuti seminar internasional, seminar lokal pun dia
belum pernah ikut.
(59) jangankan berjalan, duduk pun Ani belum bisa.
Hubungan seperti di atas secara semantis dekat dengan hubungan
konsesif yang dibicarakan pada 10.2.3.5. Akibatnya, sering muncul
kalimat yang mengandung konjungsi walaupun yang oleh banyak orang
sering digabungkan dengan konjungsi tetapi, yaitu walaupun ..., tetapi ....
Penggunaan dua konjungsi tersebut dalam sebuah kalimat termasuk bentuk
yang lewah sebab walaupun merupakan konjungsi subordinatif dan tetapi
merupakan konjungsi koordinatif.
Secara semantis, walaupun telah menyatakan perlawanan dan tetapi
juga menyatakan perlawanan. Jika dalam kalimat majemuk kedua klausanya
menyatakan perlawanan, berarti tidak ada implikasi klausa itu terhadap
klausa yang lain yang diperlawankannya.
10.1.3*2.3 Perlawanan yang Menyatakan Perluasan
Hubungan perlawanan yang menyatakan perluasan dapat menggunakan
tetapi. Klausa kedua yang menggunakan konjungsi tetapi menginformasikan
bahwa klausa tersebut hanya merupakan informasi tambahan untuk
melengkapi apa yang dinyatakan oleh klausa pertama dan kadang-kadang
memperlemahnya. Perhatikan contoh berikut ini.
(60) Adat dipertahankan agar tidak berubah, tetapi unsur-unsur dari iuar
yang dianggap baik periu dimasukkan.
(61) Alam Minangkabau membuka diri terhadap perubahan sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman, tetapi pada waktu yang sama mampu
pula mempertahankan ciri-ciri aslinya.
(62) Bung Karno dan Bung Hatta kadang-kadang berselisih pendapat, tetapi
keduanya tetap bersatu dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
10.1.3.3 Hubungan Pemlliban
Yang dimaksudkan dengan hubungan pemilihan ialah hubungan yang me￾nyatakan pilihan di antara dua kemungkinan atau lebih yang dinyatakan
oleh klausa-klausa yang dihubungkan. Konjungsi yang digunakan untuk
menyatakan hubungan pemilihan itu ialah atau. Hubungan pemilihan itu
sering juga menyatakan pertentangan. Kalimat (64—68) merupakan contoh￾contoh kalimat yang memiliki hubungan pemilihan yang menyatakan
pertentangan, sedangkan kalimat (63) merupakan contoh kalimat yang
mempunyai hubungan pemilihan yang tidak menyatakan pertentangan.
(63) Dalam keadaan seperti itu dia terpaksa menyerah atau bertahan.
(64) Apakah dalam situasi formal kita harus berbicara lugas atau berbasa￾basi?
(65) Dia harus mengatakan yang benar sesuai dengan keyakinannya atau
berbohong untuk menyenangkan hati orang tuanya.
(66) la dihadapkan pada dilema memberhentikan pegawainya atau
menerima sanksi dari atasannya.
(67) Saya tidak tahu apakah dia akan menjual mobilnya atau meminjam uang
dari bank.
(68) Dia sedang melamun atau sedang memikirkan anak istrinya?
10.2 HUBUNGAN SUBORDINATIF
Konjungsi subordinatif menggabungkan dua klausa atau lebih sehingga
membentuk kalimat kompleks yang salah satu klausanya menjadi bagian
dari klausa yang lain. Jadi, klausa-klausa dalam kalimat kompleks yang
disusun dengan menggunakan konjungsi itu tidak mempunyai kedudukan
yang setara. Dengan kata lain, dalam kalimat kompleks terdapat klausa yang
berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain. Hubungan antara klausa￾klausa itu bersifat hierarkis. Oleh karena itu, kalimat kompleks disebut
juga kalimat majemuk bertingkat dalam buku-buku tata bahasa. Perhatikan
contoh penggabungan klausa dengan cara subordinatif berikut ini.
(69) a. Embo mengatakan (sesuatu).
b. Rini mencintai pemuda itu sepenuh hati.
c. Embo mengatakan bahwa Rini mencintai pemuda itu sepenuh
hati.
Klausa (69a) dan (69b) digabungkan dengan cara subordinatif
sehingga terbentuk kalimat kompleks (69c).
Hubungan subordinatif dapat digambarkan sebagai berikut.
Kalimat
Klausa 1
Klausa 2
Bagan 10.1 Hubungan Subordinatif
Pada Bagan 10.1 di atas tampak bahwa klausa 2 berkedudukan sebagai
konstituen klausa 1. Klausa 2 yang berkedudukan sebagai konstituen klausa
1 disebut klausa subordinatif, sedangkan klausa 1, tempat dilekatkannya
klausa 2, disebut klausa utama.
Sesuai dengan bagan di atas, pembentukan kalimat kompleks (69c)
dapat dijelaskan dalam diagram berikut.
Pada diagram itu tampak bahwa klausa utama Embo mengatakan
digabungkan dengan klausa subordinatif Rini mendntai pemuda itu sepenuh
hati dengan menggunakan konjungsi bahwa. Dalam struktur kalimat (69c)
klausa subordinatif menduduki posisi objek (O). Dengan kata lain, klausa
subordinatif itu merupakan klausa nominal karena menduduki fungsi yang
biasa diduduki oleh nomina. Selain konjungsi bahwa, klausa nominal yang
disubordinasikan dapat pula ditandai dengan konjungsi berupa kata tanya
seperti apakah {atau tidak).
(70) a. Saya dengar bahwa dia akan berangkat besok.
b, Saya tidak yakin apakah dia akan datang {atau tidak).
Klausa subordinatif dapat pula berupa klausa adverbial dalam
arti klausa itu berfungsi sebagai keterangan. Konjungsi yang diguna￾kan untuk menggabungkan klausa adverbial dengan klausa utama dapat
dikelompokkan berdasarkan jenis klausa adverbial sebagai berikut.
a) Konjungsi waktu: setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai,
ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama,
sehingga, sampai (dengan)
b) Konjungsi syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, apabila, mana￾kala
c) Konjungsi pengandaian; andai, andaikan, seandainya, andaikata,
sekiranya
d) Konjungsi tujuan: agar, supaya, biar, untuk, demi, bagi
e) Konjungsi konsesif: biarpun, meskipun, sungguhpun, sekalipun, walau￾pun, kendatipun
f) Konjungsi pembandingan atau kemiripan: seakan-akan, seolah-olah,
sebagaimanu, seperti, sebagai, bagaikan, Lzksana, alih-alih, iburat, bak,
bagai
g) Konjungsi sebab atau alasan: sebab, karena
h) Konjungsi basil atau akibat: sehingga, sampai(-sampai), akibatnya,
akhirnya
i) Konjungsi cara: dengan, tanpa, secara
j) Konjungsi alat: dengan, tanpa
k) Konjungsi komplementasi: bahwa
1) Konjungsi atribut: yang
m) Konjungsi perbandingan: lebih ... dari..., lebih ... daripada, sama ...
dengan ...
Contoh:
(71) a. Partisipasi masyarakat terhadap program keiuarga berencana
meningkat sesudah mereka menyadari manfaat keiuarga kecil,
b. Jika menyadari pentingnya program keiuarga berencana,
masyarakat pasti mau berpartisipasi dalam menyukseskan
program tersebut.
c. Andaikan memperoleh kesempatan, saya akan mengerjakan
pekerjaan itu sebaik-baiknya.
d. Anda harus berusaha dengan sungguh-sungguh agar dapat
berhasii dengan baik.
e. Meskipun usianya sudah lanjut, semangat belajarnya tidak
pernah padam.
f. Saya memahami keadaan dirinya sebagaimanu ia memahami
keadaan diri saya.
g. Perbaikan kampung kumuh itu berhasii karena mendapat
dukungan dari masyarakat.
h. Ledakan bom mobil itu demikian hebatnya sehingga
meruntuhkan atap gedung-gedung di sekitar kejadian.
i. Petani berusaha meningkatkan basil panennya tanpa
menggunakan pupuk kimia.
j. Mereka memperbaiki tanggul yang jebol dengan
mempergunakan peralatan seadanya.
k. Astuti mengatakan bahwa orang tuanya akan datang besok.
1. Orangj/^zw^sedang membaca buku itu teman saya.
m. Novel itu lebih bagus daripada novel ini.
Kalimat (71a) yang mengandung klausa adverbial yang me￾nyatakan waktu dapat digambarkan sebagai berikut.
Kalimat kompleks dapat pula disusun dengan memperluas salah satu
fungsi sintaktisnya (fungsi S, P, O, Pel, dan Ket) dengan klausa. Perluasan itu
dilakukan dengan menggunakan yang.
Contoh:
(72) a. Paman saya^^w^ tinggal di Bogor meninggal kemarin.
b. Saya membaca hnknyang mengisahkan perjuangan Pangeran
Diponegoro.
c. Wahyu menganggap Laksmi patungjj'^zw^cantik.
d. Pemerintah membangun jalan raya di daerah transmigrasi yang
menampung transmigran dari Jawa dan Bali.
Dalam kalimat (72a) fungsi S {Paman saya) diperluas dengan klausa
yang tinggal di Bogor. Dalam kalimat (72b) fungsi O {buku) diperluas dengan
klausa yang mengisahkan perjuangan Pangeran Diponegoro. Dalam kalimat
(72c) fungsi Pel {patun^ diperluas dengan klausa yang cantik. Dalam
kalimat (72d) fungsi Ket {di daerah transmigrasi) diperluas dengan klausa
yang menampung transmigran dari Jawa dan Bali. Klausa perluasan dengan
yang yang disematkan dalam klausa utama disebut sebagai klausa relatif dan
berfungsi sebagai pewatas (keterangan) bagi fungsi sintaktis tertentu,
Kalimat (72a) yang merupakan kalimat kompleks dengan klausa
relatif keterangan subjek dapat digambarkan dalam diagram berikut.

Kalimat kompleks dapat pula terbentuk apabila dua proposisi
diperbandingkan, satu dinyatakan pada klausa utama dan satu lagi pada
klausa subordinatif. Klausa subordinatif itu disebut klausa pembandingan.
Klausa pembandingan biasanya dibentuk dengan menggunakan bentuk lebih
... daripada, kurang... daripada, atau sama ... dengan.
Contoh:
(73) a. Dia bekerja lebih lama daripada istrinya (bekerja).
b. Saya berbicara kurang fasih daiam bahasa daerah daripada
(saya berbicara [fasih]) daiam bahasa Indonesia.
c. Kapitalisme sama berbahayanya dengan komunisme
(berbahaya).
Kalimat kompleks (73a) itu dapat dinyatakan daiam bentuk diagram
berikut.
Perlu diingat bahwa predikat bekerja dan keterangan lebih lama pada
klausa subordinatif pada (73a) harus dilesapkan.
10.2.1 Ciri-Ciri Sintaktis Hubungan Subordinatif
Ada empat ciri sintaktis daiam hubungan subordinatif,
1) Konjungsi menghubungkan dua klausa yang salah satu di antaranya
merupakan bagian dari klausa yang lain, seperti telah dibicarakan pada
10.2. Di samping itu, salah satu klausa yang dihubungkan oleh konjungsi
subordinatif dapat pula berupa kalimat kompleks.

Contoh:
(74) Ketua partai itu tetap menyatakan kebanggaannya karena ternyata
partainya masih dapat meraih hampir 14 juta suara pemilih setelah
suara itu dlhitung ulang.
2) Pada umumnya klausa-klausa yang dihubungkan oleh konjungsi
subordinatif dapat dipertukarkan tempatnya.
Contoh:
(75) Para pejuang itu pantang menyerah selama hayat dikandung badan.
(76) Pengusaha itu harus membayar pajak walaupun perusahaannya
mengalami kerugian.
(77) Kita jangan bertindak sebelum atasan mengambil putusan.
Urutan klausa pada kalimat (75), (76), dan (77) dapat dlubah,
yaitu dengan meletakkan klausa yang diawali oleh konjungsi di awal
kalimat. Pengubahan posisi urutan klausa itu akan menghasilkan kalimat
yang masih berterima, seperti terlihat pada kalimat (75a), (76a), dan
(77a) berikut ini.

(75a) Selama hayat dikandung badan, para pejuang itu pan tang menyerah.
(76a) Walaupun perusahaannya mengalami kerugian, pengusaha itu harus
membayar pajak.
(77a) Sebelum atasan mengambil putusan, kita jangan bertindak.
Pemakaian tanda baca koma dalam bahasa tulis atau jeda panjang
dalam bahasa lisan yang diletakkan di antara klausa subordinatif dan
klausa utama seperti pada kalimat (75a), (76a), dan (77a) di atas bersifat
wajib.
3) Hubungan subordinatif memungkinkan adanya acuan kataforis. Pada
kalimat (78) berikut ini pronomina mereka dapat mengacu pada frasa
nominal para demonstran itu.
(78) Meskipun mereka tidak puas, para demonstran itu dapat memahami
kebijakan perusahaan.
4) Konjungsi yang berfungsi sebagai penghubung dalam kalimat kompleks
merupakan konstituen langsung dari klausa subordinatif. Oleh karena
itu, pemindahan klausa subordinatif, misalnya, harus dengan konjungsi
subordinatifnya.
(79) a. Bu Ida tidak masuk kerja karena anaknya sakit.
b. Karena anaknya sakit, Bu Ida tidak masuk kerja.
c. ?Anaknya sakit karena Bu Ida tidak masuk kerja.
Kalimat (79b), yang merupakan kalimat kompleks yang dimulai
dengan konjungsi subordinatif, berterima dan maknanya relatif sama dengan
(79a). Kalimat (79c) yang dibentuk dari (79a), dengan mengedepankan
klausa kedua tanpa mengikutsertakan konjungsi {karena)., tidak berterima
karena maknanya berubah dari makna kalimat (79a).

10.2.2 Ciri-Ciri Semantis Hubungan Subordinatif
Ada dua ciri semantis pada hubungan subordinatif. Pertama, dalam
hubungan subordinatif, kiausa yang diawali konjungsi memuat informasi
atau pernyataan yang dianggap sekunder oleh pemakai bahasa, sedangkan
kiausa yang lain memuat pesan utama kalimat tersebut.
Contoh:
(80) Dia datang terlambat sehingga tidak dapat mengikuti pembukaan acara
pelatihan itu.
(81) Pemuda itu berhasil karena bekerja keras.
Dalam kalimat (80) pesan atau informasi kiausa pertama lebih
diutamakan daripada kiausa kedua. Dengan kata lain, datang terlambatnya
{dia) lebih diutamakan, sedangkan tidak dapat mengikuti pembukaan acara
pelatihan itu sebagai keterangan tambahan. Demikian pula dalam kalimat
(81), keberhasilanpemuda itu lebih diutamakan daripada kerja kerasnya.
Kedua, kalimat subordinatif yang dihubungkan oleh konjungsi
pada umumnya dapat diganti dengan kata atau frasa tertentu sesuai dengan
makna kiausa subordinatif itu. Jika kiausa subordinatif itu menyatakan
waktu, kata atau frasa yang mengacu pada waktu dapat dipakai sebagai
pengganti. Bandingkan (a) dan (b) pada contoh kalimat berikut. Pada (b)
kiausa subordinatif telah diganti dengan kata atau frasa.
(82) a. Kami harus pergi sebelum ia datang.
b. Kami harus pergi pukul lima.
(83) a. Dia menyatakan bahwa ayahnya akan datang.
b. Dia menyatakan hal itu.
(84) a. Saya tidak tabu kapan dia akan pindah.
b. Saya tidak tabu waktu kepindahannya.
10.2.3 Hubungan Semantis Antarklausa dalam Kalimat Kompleks
Seperti halnya dengan kalimat majemuk, hubungan semantis antar
klausa dalam kalimat kompleks juga ditentukan oleh macam kon
jungsi yang digunakan dan makna leksikal dari kata atau frasa dalam kiausa
masing-masing. Perhatikan hubungan semantis kedua kiausa pada contoh￾contoh berikut!
(85) Saya mau mengawinimu karena kamu anak petani.
(86) Saya mau mengawinimu meskipun kamu anak petani.
Klausa-klausa yang ada pada (85) dan (86) persis sama. Akan tetapi,
karena konjungsi yang digunakan berbeda, yakni karena pada (85) dan
meskipun pada (86), kalimat (85) dan (86) mempunyai makna yang jauh
berbeda, yaitu pada (85) menyatakan hubungan penyebab dan pada (86)
menyatakan hubungan konsesif.
Tentu saja kedua kalimat di atas dapat diterima karena makna
leksikal setiap kata pada tiap klausa adalah koheren dengan makna ieksikal
predikatnya. Seandainya klausa kedua diganti dengan komputer ini baik,
secara semantis bentuk *Saya mau mengawinimu karena!meskipun komputer
ini baik akan tidak berterima karena makna leksikal komputer ini baik tidak
koheren dengan mengawini.
Hubungan semantis antara klausa subordinatif dan klausa utama
banyak ditentukan oleh jenis dan fungsi klausa subordinatif. Berikut
ini adalah beberapa macam hubungan semantis yang ada antara klausa
subordinatif dan klausa utama:
(a) waktu (g) penyebaban
(b) syarat (h) hasil
(c) pengandaian (i) cara
(d) tujuan (j) alat
(e) konsesif (k) komplementasi
(f) pembandingan (1) atribut
Hubungan semantis (a)—(j) bertalian dengan peran semantis klausa
adverbial subordinatif, (k) bertalian dengan klausa nominal, (1) bertalian
dengan klausa relatif, dan (m) bertalian dengan klausa perbandingan.
10.2.3.1 Hubungan Waktu
Klausa subordinatif ini menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan
yang dinyatakan dalam klausa utama. Hubungan waktu itu dapat dibedakan
lagi menjadi (1) waktu batas permulaan, (2) waktu bersamaan, (3) waktu
berurutan, dan (4) waktu batas akhir terjadinya peristiwa atau keadaan.
10.2.3.1.1 Waktu Batas Pennulaan
Untuk menyatakan hubungan waktu batas permulaan, dipakai kon￾jungsi seperti sejak dan sedari.
Contoh:
(87) Sejak aku diserahkan orang tuaku kepada nenek, aku tidur di atas dipan
di kamar nenek yang luas.
(88) Anto selalu tertarik pada roda yang berputar sejak ia mulai belajar
merangkak.
(89) Sedari saya masih di SD, saya suka pelajaran bahasa.
(90) Saya sudah terbiasa dengan hidup sederhana sedari saya masih anak￾anak.
10.2.3.1.2 Waktu Bersamaan
Hubungan waktu bersamaan menunjukkan bahwa peristiwa atau
keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama dan klausa sub￾ordinatif terjadi pada waktu yang bersamaan atau hampir ber
samaan. Konjungsi yang dipakai untuk menyatakan hubungan itu, antara
lain, adalah {se) waktu, ketika, seraya, serta, sambil, sementara, selagi, tatkala,
dan selama.
Contoh:
(91) Peristiwa itu terjadi (se)waktu keiuargaku sedang dalam suasana
berkabung.
(92) Ketika masih anak-anak, aku sama sekali tidak mengerti akan hal itu.
(93) Anton menarik lengan saya seraya menunjuk ke sebuah mobil yang
sedang diperbaiki mesinnya.
(94) Begitu datang, dia memeiukku serta mencium tanganku.
(95) Pagi itu Ibu Sukaisih membuat kopi sambil menyusui bayinya.
(96) Beberapa orang beriring-iringan melewati depan rumah kami sementara
hujan lebat turun pada malam hari yang sepi dan pekat itu.
(97) Selagi Bapak bepergian, kami berdua sering dibawa kakak ke sawah.
(98) Hampir semua penumpang tertidur tatkala bus meraung mendaki jalan
yang diselubungi kabut tebal.
(99) Debar sengit berlangsung terus selama sidang beriangsung.

10.2.3.1.3 Waktu Beninitan
Hubungan waktu berurutan menunjukkan bahwa yang dinyatakan dalam
klausa utama terjadi/berlangsung lebih dahulu daripada yang dinyatakan
dalam klausa subordinatif. Konjungsi yang biasa dipakai untuk menyatakan
waktu berurutan, antara lain, adalah sebelum, setelah, sesudah, seusai, begitu,
dan sehabis.
Contoh:
(1 GO) Sanusi datang tepat pada waktunya sebelum rasa bosan mampu mengubah
niatku.
(101) la baru kembali ke desa setelah biaya untuk melanjutkan sekolahnya
habis.
(102) Sesudah dua tahun berkabung, Bapak ingin bekerja lagi di Balikpapan.
(103) Seusai melantik para menteri, Presiden menghadiri makan siang bersama,
(104) Begitu dia masuk, terjadilah perang muiut itu.
(105) Sehabis menyelesaikan pekerjaan rumahnya, adik langsung pergi ke
kamar tidur.
Bentuk se- dapat juga menandai hubungan waktu berurutan dengan
makna segera sesudah/setelah', misalnya setiba menjadi segera setelah tiba.
(106) a. Kresna langsung ke rumah pamannya setiba di Semarang.
b. Setiba di bandara ia segera melakukan koordinasi.
10.2.3.1.4 Waktu Batas Akhir Terjadinya Peristiwa atau Keadaan
Hubungan waktu batas akhir dipakai untuk menyatakan ujung sua￾tu proses dan konjungsi yang dipakai adalah sampai dan hingga.
Contoh:
(107) Kebiasaan hidup bergotong royong terus bertahan sampai saat kedatangan
orang-orang dari kota di desa kami.
(108) Yanto mengurus adik-adiknya hingga bapaknya pulang dari kantor
10.2.3*2 Hubimgan Syarat
Hubungan syarat terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya
menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam klausa utama,
Konjungsi yang lazim dipakai adalah jika{lau), kalau, dan asal{kan). Di
samping itu, konjungsi kalau, {apa)bila, dan bilamana juga dipakai jika
syarat itu bertalian dengan waktu.
Contoh:
(109) Jika Anda mau mendengarkannya, saya tentu senang sekali
menceritakannya.
(110) Anda boleh makan makanan yang mengandung lemak asalkan
mengetahui batas jumlah lemak yang tidak akan mengganggu kesehatan
Anda.
(111) Penyelesaian seperti itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat
kalau waktu memang mendesak.
(112) Hatiku bertambah senang apabila!bilamana aku teringat bahwa akulah
yang tertua.
10.2.3.3 Hubungan Pengandaian
Hubungan pengandaian terdapat dalam kalimat kompleks yang klausa sub
ordinatifnya menyatakan pengandaian terlaksananya apa yang dinyatakan
klausa utama. Konjungsi yang lazim dipakai adalah seandainya.
Contoh:
(113) Seandainya para anggota kelompok menerima aturan itu, selesailah
seluruh permasalahan tersebut.
Di samping itu, lazim pula dipakai Von)\m^s\ jangan-jangan jika hu
bungan pengandaiannya menggambarkan kekhawatiran seperti yang terlihat
pada contoh berikut.
(114) Sudah dua hari la tidak masuk jangan-jangan ia sakit.
Jika pengandaian itu berhubungan dengan 'ketakpastian', konjungsi
yang digunakan adalah kalau-kalau atau barangkali

(115) a. la menengok ke luar kalau-kaku anaknya sudah datang.
b. la menengok ke luar barangkali anaknya sudah datang.
10.2.3.4 Hubimgan Tujuan
Hubungan tujuan terdapat dalam kalimat yang klausa subordinatifnya me￾nyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang disebut dalam klausa utama.
Konjungsi yang biasa dipakai untuk menyatakan hubungan itu adalah agar,
supaya, untuk, demi, dan biar. Konjungsi biar terbatas pemakaiannya pada
ragam bahasa Indonesia informal.
Contoh:
(116) Saya sengaja tinggal di kota kecil agar dapat mengetahui kehidupan di
Sana.
(117) Untuk memperoleh tambahan penghasilan saya bekerja sampai malam
supaya anak-anak saya dapat melanjutkan sekolahnya.
(118) Anggota DPR itu pergi ke daerah bencana untuk memperoleh gambaran
yang leblh jelas.
(119) Kami pergi biar^xz. mengerjakan pekerjaannya.
(120) Riswanto membanting tulang demi menafkahi anak dan istrinya yang
tinggal di kampung.
10.2.3.5 Hubungan Konsesif
Hubungan konsesif terdapat dalam kalimat kompleks yang klausa
subordinatifnya mengandung pernyataan yang bertentangan dengan makna
klausa utama, tetapi tidak mengubah kenyataan dalam klausa utama.
Konjungsi yang biasa dipakai adalah walaupun, meskipun, sekalipun, biarpun,
kendatipun, sungguhpun, sekalipun, dan betapapun.
Contoh:
(121) Walaupun/meskipun hatinya sangat sedih, dia tidak pernah menangis di
hadapanku.
(122) Perjuangan berjalan terus kendatipun musuh telah menduduki hampir
semua kota besar.
(123) Ibunya terus menjahit sampai tengah malam sungguhpun dia telah
merasakan adanya kelainan dalam dadanya.
(124) Dia akan pergi sekalipun/biarpun kami mencoba menahannya.
(125) Betapapun sulitnya medan itu, kita harus melewatinya.

Perlu diingat bahwa dalam ragam baku konjungsi waUupun/meskipun
tidak diikuti oleh tetapi. Dengan demikian, kalimat (121) disarankan untuk
tidak diubah menjadi (121a) berikut.
(121a) *Walaupun/meskipun hatinya sangat sedih, tetapi dia tidak pernah
menangis di hadapanku.
Hubungan konsesif dapat juga ditandai dengan partikel pun pada
klausa subordinatif karena partikel itu dapat disulih dengan walaupun atau
meskipun sehingga mahal pun dapat diganti dengan walaupun mahal atau
meskipun mahal seperti pada contoh berikut.
(126) a. Mahal pun, buku itu dia beii juga.
b. Walaupun mahal, buku itu dia beli juga.
c. Meskipun mahal, buku itu dia beli juga.
Bentuk ulang, seperti mentah-mentah, kecil-kecil, dan tua-tua pada
contoh berikut dapat juga menyatakan hubungan konsesif dalam kalimat
kompleks karena bentuk ulang seperti itu dapat diparafrasakan masing￾masing menjadi walaupun mentah, walaupun kecil, dan walaupun tua.
(127) a. Mentah-mentah, mangga itu dimakan juga.
b. Walaupun mentah, mangga itu dimakan juga.
c. Meskipun mentah, mangga itu dimakan juga.
(128) a. Kecil-kecil, semangat hidupnya besar.
b. Walaupun kecil, semangat hidupnya besar.
c. Meskipun kecil, semangat hidupnya besar.
(129) a. Tua-tua, mobil itu masih bisa melaju dengan kencang.
b. Walaupun tua, mobil itu masih bisa melaju dengan kencang.
c. Meskipun tua, mobil itu masih bisa melaju dengan kencang.
10.2.3.6 Hubungan Pembandingan
Hubungan pembandingan terdapat dalam kalimat kompleks yang klausa
subordinatifnya menyatakan pembandingan, kemiripan, atau sama dengan
referensi apa yang dinyatakan pada klausa utama dengan yang dinyatakan

pada klausa subordinatif itu. Konjungsi yang biasa dipakai adalah seperti,
bagaikan, laksana, ibarat, sebagaimana, daripada, dan alih-alih.
Contoh:
(130) Pak Hamid menyayangi semua kemenakannya seperti dia menyayangi
anak kandungnya.
(131) Penjahat itu dengan cepat menyambar perhiasan korbannya bagaikanl
laksana seekor kucing menerkam mangsanya.
(132) Saya akan mcrio\or\^r[\\x sebagaimana ayahmu telah menolong keluargaku.
(133) Daripada menganggur, cobalah engkau bekerja di kebun.
(134) Alih-alih naik kereta api, la memilih naik pesawat terbang.
Klausa subordinatif pembandingan selalu mengalami pelesap￾an. Unsur yang dilesapkan adalah unsur yang menyatakan sifat yang terukur
yang ada pada klausa utama dan klausa subordinatif. Klausa utama dalam
hubungan pembandingan mempunyai unsur yang tarafnya sama (ekuatif)
atau berbeda (komparatif).
10.2.3*6.1 Hubungan Ekuatif
Hubungan ekuatif muncul apabila hal atau unsur pada klausa sub
ordinatif dan klausa utama yang dibandingkan sama tarafnya. Bentuk yang
digunakan untuk menyatakan hubungan ekuatif adalah sama ... dengan atau
bentuk se-.
Contoh:
(135) a. Gaji istrinya besar gaji saya (besar).
b. Gaji istrinya sebesar gaji saya.
(136) a. Rumah ini sama tua dengan saya (tua).
b. Rumah ini setua saya.
(137) a. Ingatannya sekarang tidak sama tajam dengan ingatannya
dahulu (tajam).
b. Ingatannya sekarang tidak setajam ingatannya dahulu.
Pada kalimat (135) unsur atau hal yang dibandingkan pada klausa
subordinatif dan klausa utama adalah gaji saya dan gaji istrinya yang sama
tarafnya dalam hal besarnya. Pada kalimat (136) unsur atau hal pada klausa
subordinatif dan klausa utama yang dibandingkan adalah saya dan rumah ini