bahasa indonesia 4

Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 4. Tampilkan semua postingan

bahasa indonesia 4


Ada juga konfiks ke-.-.-an yang berasal dari verba transitif.
(282) kecopetan dompet: dompet dicopet
kecurian mobil: mobil dicuri
Kelompok verba berikut bertalian dengan gejala alam yang meru
(283) kemalaman 'terkena malam'
kehujanan 'terkena hujan'
kebanjiran 'terkena ban]if
kegelapan 'terkena gelap'
Kelompok verba berikut bertalian dengan perasaan jasmani.
(284) kepanasan 'terkena panas'
keiaparan 'terkena lapar'
kesakitan 'terkena sakit'
kedinginan 'terkena dingin'
keracunan 'terkena racun'
kecanduan 'terkena candu'
ketakutan 'terkena takut'
kesepian 'terkena sepi'
berikut.
Kelompok verba yang bertalian dengan verba adalah sebagai
(285) kedatangan tamu
kejatuhan batu bata
ketahuan ayah
kedapatan penjaga keamanan
ketumpahan kopi
'didatangi tamu'
'dijatuhi batu bata'
'diketahui ayah'
'didapati penjaga keamanan'
'ditumpahi kopi'
4.3.2 Penurunan Verba Taktransitif dengan Reduplikasi
Makna penurunan verba taktransitif dengan reduplikasi atau peng￾ulangan dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Makna pertama menyiratkan perbuatan yang dilakukan tanpa tujuan
khusus, Orang yang duduk-duduk, misalnya, melakukan perbuatan
duduk untuk berbincang-bincang tentang apa saja, tanpa ada masalah
khusus yang harus dipecahkan. Dapat juga orang sekadar duduk (di
taman) untuk menghirup udara segar atau menikmati pemandangan di
sekitar. Orang yang makan-makan di warung belum tentu melakukan
perbuatan itu karena lapar. Mungkin saja perbuatan ini dilakukan karena
orang tersebut merasa kesal menunggu bus yang tak kunjung datang.
Contoh lain:
(286) mandi —> mandi-mandi
minum —> minum-minum
ingat —> ingat-ingat
lihat lihat-lihat
2) Makna kedua adalah 'berbuat secara berulang atau terus-menerus dengan
variasi.' Anak-anak yang berlari-lari di lapangan, misalnya, melakukan
perbuatan berlari terus-menerus atau berulang-ulang.
Contoh lain:
(287) berteriak berteriak-teriak
tersendat —> tersendat-sendat
berputar berputar-putar
terkencing —► terkencing-kencing
3) Makna ketiga adalah 'resiprokatif (kesalingan).' Makna ini menun￾jukkan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan yang berbalasan,
Perbuatan bersalam-salaman, misalnya, juga menyiratkan adanya
perbuatan yang berbalasan. Demikian puia verba-verba berikut.
(288) berpeluk-pelukan
berpukul-pukulan
bersuap-suapan
bertoiong-tolongan
bersahut-sahutan
berkejar-kejaran
bantu-membantu
tolong-menolong
tembak-menembak
hormat-menghormati
Semua verba di atas adalah taktransitif walaupun diturunkan dari verba
transitif. Hal itu tampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa makna
yang resiprokatif itu telah menyatukan subjek dan objek. Dari kalimat
(289), subjek kami dan objek tetangga dijadikan subjek koordinatif pada
kalimat (290).
(289) Kami menghormati tetangga dan tetangga menghormati kami.
(290) Kami dan tetangga kami hormat-menghormati.
Karena kata saling juga menyatakan makna resiprokatif, banyak juga
verba reduplikasi yang berpadanan makna dengan verba yang memakai
saling. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa jika kata saling
sudah dipakai, verbanya tidak lagi diulang.
Contoh:
(291) cinta-mencintai — saling mencintai
hormat-menghormati —> saling menghormati
bantu-membantu saling membantu
4) Makna keempat menyiratkan adanya intensitas yang tinggi sehingga
diperoleh hasil perbuatan bertingkat elatif. Sesuatu yang porak-poranda^
misalnya, menyiratkan adanya intensitas dari perbuatan tersebut sehingga
keadaan yang diakibatkan olehnya tidak hanya rusak atau hancur saja,
tetapi juga rusak dan hancur sekaligus. Umumnya makna seperti ini
terdapat pada verba yang terbentuk melalui penguiangan dengan salin
suara.
Contoh:
(292) cerai-berai
pontang-panting
tunggang-langgang
hiruk-pikuk
5) Makna kelima adalah 'posesif, yakni makna yang menyatakan milik.
Makna ini khusus terdapat pada verba yang dasarnya telah direduplikasi
terlebih dahulu dan umumnya berkategori nomina. Dengan demikian,
makna ini sebenarnya adalah makna umum dari prefiks ber-\ hanya saja
dasar katanya kebetulan berbentuk reduplikasi.
Contoh;
(293) bercita-cita
berangan-angan
mempunyai cita-cita
'mempunyai angan-angan'
Ada reduplikasi verba yang wujudnya masih verba, tetapi setelah
mengalami reduplikasi, berubah menjadi nomina. Kara turunan, seperti
jahit-menjahithcvmdknz. 'segala hal yang berkaitan dengan menjahit'.
Contoh:
(294) menyulam
menulis
mengarang
menari
memasak
sulam-menyulam
tulis-menulis
karang-mengarang
tari-menari
masak-memasak
4.4 VERBA HASIL REDUPLIKASI
Verba yang dihasilkan dengan pengulangan atau reduplikasi bertolak dari
verba dasar, verba berafiks, atau verba majemuk. Ada reduplikasi utuh
dan reduplikasi parsial. Pada reduplikasi utuh terjadi pengulangan verba
sepenuhnya, sedangkan pada reduplikasi parsial hanya pangkal verba yang
diulang.
Contoh:
(295) makan —> makan-makan
main —> main-main
berjalan —> berjalan-jalan
terjatuh —> terjatuh-jatuh
memukul memukul-mukul
dibuat dibuat-buat
Reduplikasi pada contoh tersebut berlangsung ke arah kanan,
sesuai dengan urutan ujaran. Jenis reduplikasi itu dapat disebut reduplikasi
progresif. Reduplikasi dapat juga dilakukan ke arah yang berlawanan, yakni
ke kiri. Jenis reduplikasi tersebut dinamakan reduplikasi regresif.
Contoh:
(296) pukul-memukul <— memukul
cinta-mencintai <— mencintai
maaf-memaafkan <— memaafkan
hormat-menghormati <— menghormati
Proses pengulangan itu dapat terjadi pada tataran morfologi sebagai
peranti pembentukan leksem baru. Pengulangan itu disebut reduplikasi
leksikal atau reduplikasi morfemis. Pengulangan pada tataran sintaksis
menghasilkan bentuk kata {word-form) yang bersifat morfosintaksis dan
bertalian dengan makna berbagai kategori semantik atau kategori gramatikal.
Makna itu menyatakan hubungan antara verba yang diulang itu selaku
predikat dan satuan (argumen) lain dalam klausa atau kalimat. Pengulangan
semacam itu disebut reduplikasi sintaksis.
Pada reduplikasi utuh yang leksikal atau morfemis, verba yang diulang
merupakan leksem baru yang berkelas kata lain yang nonverbal. Makna
bentuk ulang itu tidak selalu jelas pertaliannya dengan bentuk dasarnya.
(297) oleh (verba) —*■ oleh-oleh (nomina)
tiba (verba) —► tiba-tiba (adverbia)
kira (verba) —*■ kira-kira (adverbia)
alih (verba) —> alih-alih (konjungsi)
Reduplikasi leksikal juga terjadi pada kelompok tiruan bunyi yang
sangat terbatas (dengan variasi fonem).
Contoh:
(298) cas-cis-cus
ngak-ngik-ngok
dag-dig-dug
dar-der-dor
tak-tik-tuk
Contoh tersebut agaknya memperlihatkan pola reduplikasi progresif
dan regresif sekaligus yang dapat dianggap dasarnya cisy ngiky dugy dory dan
tik.
Reduplikasi leksikal lain ialah kelompok bentuk ulang yang
menyatakan 'perihal yang dinyatakan verba itu' atau segala hal yang
berkenaan dengan aktivitas yang dinyatakan verba'.
Contoh:
(299) tarik-menarik menarik
sahut-menyahut menyahut
tolak-menolak <— menolak
sikut-menyikut ^ menyikut
tembak-menembak <— menembak
Reduplikasi sintaksis diterapkan untuk memarkahi berbagai
kategori semantik atau gramatikal, yaitu (1) kejamakan (pluralitas),
(2) keanekaan (diversitas), (3) keserempakan (kesimultanan), (4) kesa￾lingan (keresiprokalan), (5) perulangan (keiteratifan), (6) keberlanjutan
(keduratifan), (7) peningkatan atau pengurangan intensitas, (8) kesantaian
atau kesambillaluan, (9) ketakterdugaan, (10) kekonsesifan (penguluran),
dan (11) kesertamertaan.
Berikut ini diuraikan macam ragam reduplikasi tersebut yang salah
satu atau kedua komponennya berupa verba (atau menghasilkan verba) atau
nomina.
1) kejamakan
(300) cerai-berai
bolak-balik
pontang-panting
obrak-abrik
mondar-mandir
desas-desus
2) keserempakan
(301) berlari-larian
beramai-ramai
berduyun-duyun
berbondong-bondong
berdesak-desakan
3) kesalingan (keresiprokalan)
(302) pukul-memukul
sahut-menyahut
tolong-menolong
cinta-mencintai
maaf-memaafkan
pinjam-meminjam
tawar-menawar
tukar-menukar
bersahut-sahutan
berpukul-pukulan
berpeluk-pelukan
berpandang-pandangan
berkirim-kiriman
4) perulangan (keiteratifan)
(303) mengingat-ingat
memukul-mukul
mengecek-ngecek
mengetes-ngetes
berteriak-teriak
berganti-ganti
disimpan-simpan
5) keberlanjutan (keduratifan)
(304) berjam-jam
bertahun-tahun
berhari-hari
beriarut-larut
berturut-turut
6) peningkatan atau pengurangan intensitas
(305) membongkar-bongkar
diangkat-angkat
tergila-gila
terheran-heran
awas-awas
ingat-ingat
menjadi-jadi
7) kesantaian
(306) tidur-tiduran
duduk-duduk
makan-makan
melihat-lihat
8) ketakterdugaan
(307) mengira-ngira
tahu-tahu mati
tidak datang-datang
tidak muncul-muncul
9) kekonsesifan
(308) kecil-kecil: Kecil-kecil, buah apel itu dibelinya juga.
mentah-mentah: Mentah-mentah, mangga itu dimakannya dengan
lahap.
sakit-sakit: Sakit-sakit, ia main tenis juga.
10) kesertamertaan
(309) Bangun-bangun, ia langsung minum kopi.
Datang-datang, dia langsung menyapa kami.
Pulang-pulangy Siti berteriak kegirangan.
4.5 VERBA MAJEMUK
Verba majemuk adalah verba yang terbentuk lewat proses penggabungan kata.
Dalam verba majemuk penjejeran dua kata atau lebih menghasilkan makna
yang masih dapat dirunut dari tiap-tiap kata yang tergabung. Misalnya,
bentuk adu dan lari dapat digabungkan menjadi adu lari. Makna bentuk
paduan itu masih dapat disimpulkan dari makna komponennya.
Ada beberapa ciri yang menandai verba majemuk. Ciri pertama ialah
kohesi yang kuat di antara komponennya sehingga tidak dapat disisipi kata
lain. Gabungan cetak ulang, wajib belajar, ambil bagian tidak mengizinkan
penyisipan satuan. Ciri kedua ialah sifat ketakterbalikan; artinya, letak
komponen mejemuk tidak dapat dipertukarkan. Misalnya, bentuk jual beli,
lipat ganda, dan tukar tambah urutannya tidak dapat dibalikkan.
Pada seksi 4.1.3.2 butir (4) dijelaskan bahwa ada majemuk kata
dan majemuk frasa. Ciri ketiga ialah bahwa pengafiksan dan reduplikasi
verba majemuk menyangkut semua komponen sekaligus. Misalnya,
pertanggungawaban., keikutsertaan^ dan reka cipta-reka cipta. Pada majemuk
frasa pengafiksan dan reduplikasi diterapkan pada salah satu komponennya
saja. Misalnya, salah-salah cetak, cetak-cetak coba, beralih nama, mengangkat
bicara, membawa dirt, dan tertangkap tangan.
Verba majemuk dapat dibagi berdasakan bentuk morfologis dan
hubungan komponennya. Berdasarkan bentuk morfologisnya, verba
majemuk terbagi atas (1) verba majemuk dasar, (2) verba mejemuk berafiks,
dan (3) verba majemuk berulang.
4.5.1 Verba Majemuk Dasar
Yang dimaksud dengan verba majemuk dasar ialah verba majemuk yang
tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta dapat
berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat, seperti yang terdapat dalam
contoh-contoh berikut.
(310) Komisi II DPR akan temu wicara dengan wartawan.
(311) Kenapa kamu maju mundur terus?
Verba majemuk seperti temu wicara dan maju mundur merupakan
verba majemuk dasar.
Contoh lain:
(312) a. hancur Icbur
pulang pergi
hilang lenyap
ikut campur
jual beli
jatuh bangun
b. kurang makan
berani mati
berani sumpah
salah dengar
salah hitung
kurang pikir
c. mabuk laut
gegar otak
jumpa pers
terjun payung
tatap muka
bunuh diri
Sebagaimana dapat dilihat pada contoh tersebut, ada tiga pola verba
majemuk dasar yang paling umum, yaitu (a) kedua komponen berupa verba
dasar, seperti hancur lebur dan pulang pergi\ (b) komponen pertama berupa
adjektiva dan komponen kedua berupa verba, seperti kurang makan dan
berani mati\ dan (c) komponen pertama berupa verba dasar dan komponen
kedua berupa nomina dasar, seperti mabuk laut dan gegar otak.
4.5.2 Verba Majemuk Berafiks
Verba majemuk berafiks ialah verba majemuk yang mengandung afiks
tertentu, seperti yang terdapat dalam kalimat berikut.
(313) Mereka menyebarluaskan berita itu ke seiuruh desa.
(314) Belakangan ini dia lebih banyak berdiam diri.
(315) Anggota partai itu mengikutsertakan keluarganya.
(316) Dia telah mendarmabaktikan segalanya kepada bangsa.
(317) Orang yang berakal budi tidak akan bertindak demikian gegabah.
(318) Pemerintah mungkin akan mengambil alih perusahaan itu.
(319) Ejekan itu memerahpadamkan wajahnya.
Verba majemuk, seperti menyebarluaskan^ berdiam diriy mengikutserta
kan, berakal budi, mengambil alih, dan memerahpadamkan adalah verba ma
jemuk berafiks.
Jika diperhatikan dasar pengafiksan pada contoh tersebut, akan
terlihat bahwa ada verba seperti sebar luas yang tidak dapat berdiri sendiri
dalam kalimat. Karena paduan morfem dasar seperti itu tidak dapat berdiri
sendiri dalam kalimat, verba tersebut harus berafiks. Ada juga yang dapat
berdiri sendiri dalam kalimat tanpa afiks, seperti ambil alih, tetapi lebih lazim
dipakai dengan afiks, terutama dalam bahasa baku. Ada pula yang dasarnya
berupa nomina majemuk, seperti darma bakti dan akal budi dan adjektiva
majemuk, seperti merahpadam. Dengan kata lain, kata majemuk yang bukan
verba dapat juga dibuat menjadi verba majemuk dengan menambahkan afiks
verba tertentu.
Ada juga verba majemuk berafiks yang salah satu komponennya,
biasanya komponen kedua, sudah lebih dahulu berafiks sebelum pemajemukan
terjadi. Misalnya, pada haus kekuasaan dan hilang ingatan. Nomina berafiks
kekuasaan dan ingatan telah terbentuk lebih dahulu.
Berdasarkan uraian di atas, verba majemuk berafiks dapat dibagi
menjadi tiga kelompok.
1) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang
tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat disebut verba majemuk terikat.
Jumlah verba kelompok ini tidak banyak.
Contoh:
(320) beriba hati
berkembang biak
bertolak pinggang
bertutur sapa
2) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang
dapat berdiri sendiri disebut verba majemuk bebas. Verba kelompok ini
banyak jumlahnya dan dasarnya dapat berupa (a) verba, (b) nomina, atau
(c) adjektiva.
(321) a. melipatgandakan
menaikturunkan
merataptangisi
memberi tabu
menggarisbawahi
memukul mundur
b. membalas budi
menganaktirikan
berinduk semang
mendarmabaktikan
c. membagi rata
menghitamlegamkan
mengawetmudakan
memerahpadamkan
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa berbagai afiks dapat di￾tambahkan untuk membentuk verba majemuk berafiks. Sebagaimana
pengafiksan umumnya, yang menjadi kendala terhadap penambahan afiks
pada pangkal yang berupa bentuk majemuk bebas terutama adalah faktor
semantis.
Sekali lagi ditekankan bahwa jika pangkal majemuk diapit prefiks
dan sufiks atau konfiks, komponen majemuk itu dirangkaikan menjadi satu,
seperti babak belur setelah diberi konfiks menjadi membabakbelurkan. Akan
tetapi, jika afiks itu hanya berupa prefiks atau sufiks, komponennya tetap
dituliskan terpisah, seperti daya guna setelah diberi prefiks menjadi berdaya
guna dan tanda tangan setelah diberi sufiks menjadi tanda tangani dan setelah
diberi konfiks menjadi menandatangani.
3) Verba majemuk berafiks yang salah satu komponennya telah berafiks
tidak banyak jumlahnya.
Contoh:
(322) haus kekuasaan
hllang ingatan
hilang pikiran
4.5.3 Verba Majemuk Berulang
Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasi jika kemaje￾mukannya bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat di￾reduplikasikan pula.
Contoh:
(323) Dia sekarang tinggal goyang-goyang kaki.
(324) Sudah tiga tahun ia tidak pulang-pulang kampung.
(325) Pesawat televisi itu ternyata berpindah-pindah tangan.
Berdasarkan hubungan komponen-komponennya, verba majemuk
terbagi atas (i) verba majemuk subordinatif dan (ii) verba majemuk koor￾dinatif. Verba majemuk subordinatif ialah verba majemuk yang salah satu
komponennya merupakan inti. Pada verba majemuk jumpa pers, haus
kekuasaany dan temu wicara, misalnya, tampak jumpa^ haus, dan temu
merupakan inti; dan komponen kedua terikat kepadanya. Hubungan itu
dapat dilihat dengan jelas apabila verba majemuk itu diparafrasakan sebagai
berikut.
jumpa pers 'jumpa dengan pers'
haus kekuasaan 'haus akan kekuasaan'
temu wicara '(ber)temu untuk berbicara'
Dalam parafrasa tersebut terlihat bahwa komponen kedua tiap-tiap
verba majemuk tersebut bersifat atributif (menerangkan). Dengan demikian,
komponen itu bukan merupakan inti.
Verba majemuk koordinatif ialah verba majemuk yang kedua kom￾ponennya merupakan inti. Pada verba majemuk timbul tenggelamy jatuh
bangun, dan mencumbu rayu, misalnya, kedua komponen tiap-tiap verba itu
merupakan inti. Hubungan itu dapat dilihat pada parafrasa berikut.
timbul tenggelam 'timbul dan tenggelam'
jatuh bangun 'jatuh dan bangun'
mencumbu rayu 'mencumbu dan merayu'
Jelaslah bahwa bukan satu komponen yang menjadi inti, tetapi ke￾dua-duanya. Dari parafrasanya terlihat bahwa hubungan kedua komponen
bersifat koordinatif. Verba majemuk kadang-kadang dapat menjadi idiom
sekaligus.
Idiom juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna
dari perpaduan itu tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing￾masing kata yang tergabung. Kata naik, misalnya, dapat dipadukan dengan
kata darah sehingga menjadi naik darah. Akan tetapi, perpaduan itu telah
menumbuhkan makna tersendiri yang terlepas dari makna naik ataupun
darah. Makna naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Kata￾kata seperti naik haji, makan hati (dalam arti menderita'), angkat kaki, dan
gulung tikar merupakan idiom juga.
Jika dipakai formula untuk membedakan idiom dengan verba
majemuk, perbedaan itu adalah sebagai berikut.
a) Jika makna komponen A + makna komponen B menghasilkan makna
C yang tidak dapat dijabarkan dari A dan B, itu berarti idiom.
b) Jika makna komponen A + makna komponen B menghasilkan makna
A + B yang dapat dijabarkan atau dirunut dari kedua komponennya,
itu berarti verba majemuk.
Contoh verba majemuk idiom.
(326) angkat bicara
banting tulang
balik nama
buang air
cuci mata
cuci tangan
main kayu
makan angin
masuk akal
mohon diri
naik haji
naik pangkat
jatuh hati
jual tampang
plndah buku
potong kompas
putus akal
siiat lidah
tabu adat
tarik suara
tekuk lutut
terima kasih
tunjuk hidung
turun tangan
tumpah darah
unjuk gigi
Sifat idiomatik verba pada daftar tersebut merupakan hasil pemakaian
bahasa secara figuratif atau majasi. Ma)as yang berperan di sini ialah metafor
dan metonim yang diterapkan pada masa lalu. Metafor itu didasarkan pada
kemiripan atau keserupaan yang dibandingkan, sedangkan metonim berdasar
asosiasi atau reiasi. Makna idiom pada masa kini harus dipelajari.
4.6 FRASA VERBAL DAN FUNGSINYA
Verba dapat diperluas dengan menambahkan unsur tertentu, tetapi basil
periuasan itu masih tetap ada pada tataran sintaksis yang sama. Verba datang,
misalnya, dapat diperluas menjadi tidak datang atau sudah datang dan kedua
bentuk periuasan ini berada pada tataran yang sama, yakni tataran frasa.
Baik verba maupun verba yang telah diperluas, yang dinamakan frasa verbal,
dapat menduduki fungsi yang berbeda-beda dalam kalimat.
4.6.1 Batasan Frasa Verbal
Frasa verbal ialah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan
verba sebagai intinya, tetapi bentuk ini bukan merupakan klausa. Dengan
demikian, frasa verbal mempunyai inti dan kata lain yang mendampinginya.
Posisi kata pendamping ini tetap {fixed) sehingga tidak dapat dipindahkan
secara bebas ke posisi lain. Perlu ditegaskan bahwa unsur pengisi subjek dan
objek tidak termasuk dalam frasa verbal. Frasa verbal dalam kalimat tampak
pada beberapa contoh berikut.
(327) Kesehatannya sudah membaik.
(328) Pesawat itu akan mendarat.
(329) Anak-anak tidak hams pergi sekarang.
(330) Kami hams menulis kembali makalah kami.
(331) Murid-murid sering makan dan minum di kantin.
(332) Kamu boleh menyanyi atau menari.
Konstruksi sudah membaik^ akan mendarat^ tidak harus pergi, harus
menulis kembali, makan dan minum, dan menyanyi atau menari adalah frasa
verbal.
Yang menjadi verba inti pada kalimat (327—330) masing-masing
adalah membaik, mendarat, pergi, dan menulis. Pada kalimat (331) dan (332)
kedua verba pada tiap-tiap kalimat, yaitu makan dan minum dan menyanyi
atau menari, menjadi inti dengan dan serta atau sebagai penghubungnya.

4.6.2 Jenis Frasa Verbal
Jika dilihat dari konstruksinya, frasa verbal terdiri atas verba inti dan kata
lain yang bertindak sebagai penambah arti verba tersebut. Konstruksi,
seperti sudah membaik, akan mendarat, dan tidak hams pergi pada contoh di
atas merupakan jenis frasa verbal endosentrik atributif. Frasa verbal seperti
makan dan minum serta menyanyi atau menari masing-masing mempunyai
dua verba inti yang dihubungkan dengan kata dan dan atau. Frasa seperti itu
disebut frasa verbal endosentrik koordinatif.
4.6.2.1 Frasa Endosentrik Atributif
Frasa verbal yang endosentrik atributif terdiri atas inti verba dan pewatas
{modifier) yang ditempatkan di muka atau di belakang verba inti. Yang di
muka dinamakan pewatas depan dan yang di belakang dinamakan pewatas
belakang.
4.6.2.1.1 Pewatas Depan
Berdasarkan ciri semantisnya, kata-kata yang tergolong sebagai pewatas
depan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pewatas depan yang
digunakan sebagai (1) pemarkah modalitas, (2) pemarkah negasi, dan (3)
pemarkah aspektualitas.
Pewatas depan pemarkah modalitas terlihat dalam penggunaan kata
akan, hendak, harus, mesti, perlu, dapat, hisa, boleh, suka, ingin, dan man.
Dalam konstruksi frasa verbal pemarkah modalitas itu dapat digunakan
secara tersendiri ataupun secara berdampingan dengan pemarkah modalitas
yang lain. Contoh berikut memperlihatkan bahwa akan dan hams (termasuk
mesti) mendahului pemarkah modalitas lainnya.
(333) akan harus
akan dapat
akan bisa
akan suka
harus boleh
harus dapat
harus bisa
harus suka
Contoh pemakaian pewatas depan dalam kalimat dapat ditunjukkan
sebagai berikut.
(334) Pemerintah akan menertibkan pengurusan sertifikat tanah.
(335) Kami harus memeriksa semua barang yang masuk.
(336) Mahasiswa dapat mengajukan permohonan cuti akademik.
(337) Manajer itu seialu mau mendengarkan keluhan karyawan.
(338) Klta akan harus mengambll langkah yang lebih cepat.
(339) Mereka harus dapat menyelesaikan tugas itu minggu ini.
(340) Dia harus mau melaksanakan tugas itu.
(341) Nanti kalau sudah besar, Tuti tentu akan suka sambal terasi.
Dari contoh-contoh tersebut jelaslah bahwa kata-kata pewatas depan,
seperti akan, harus, dan dapat yang merupakan pemarkah modalitas itu
mematuhi urutan tertentu.
Contoh:
(342) Dia tidak menikah.
(343) Dia tidak harus menikah.
(344) Dia harus tidak menikah.
Pada kalimat (342), tidak mengingkarkan verba menikah. Pada kalimat
(343) yang diingkarkan adalah harus atau harus menikah. Pada nomor (344)
harus tidak dikenai ingkar oleh kata tidak', yang dikenai ingkar hanyalah
kata menikah saja. Dengan demikian, makna kalimat (344) sama dengan 'dia
harus lajang'. Dari contoh-contoh tersebut tampak bahwa, baik dia maupun
harus yang berdiri di muka kata tidak tidak diingkarkan.
Pada dasarnya, pemarkah pengingkar tidak dapat ditempatkan di
antara pemarkah modalitas, di antara pemarkah aspektualitas, atau di antara
kedua kelompok itu. Demikian pula kata belum yang dapat diartikan 'masih
dalam keadaan tidak ...'. Berikut adalah beberapa contoh tambahan.
(345) Pak Menteri tidak akan datang (karena dia sibuk).
(346) Pak Menteri akan tidak datang (karena dia marah).
(347) Untuk menjadi pramugari seseorang harus belum kawin.
(348) Anda baru berumur 19 tahun; Anda belum harus kawin sekarang.
(349) Dia tidak akan dapat menepati janji.
(350) Dia akan tidak dapat menepati janji.
(351) Dia tidak akan tidak mau datang.
Pemarkah aspektualitas yang digunakan sebagai pewatas depan dalam
frasa verbal endosentrik atributif ialah mulai, sedang, tengah, masih, baru,
sudahy dan telah.
(352
(353
(354
(355
(356
(357
(358
Karyawan mulai bekerja pukul delapan pagi.
Mereka masih menunggu bus kota.
Menara stasiun televisi itu baru dibangun.
Anak-anak sedangltengah berolahraga.
Dia masih mengharapkan hadiah yang lebih besar.
Paman sudah!telah mengambil\dnmzn anaknya.
Mereka sedang!tengah menggarap soal itu.
Meskipun dari segi maknanya kata sudah dan sedang mirip dengan
pemarkah waktu akauy perilaku sintaktisnya berbeda. Pemarkah aspektualitas
sudah dapat mendahului atau mengikuti akan atau hams.
Contoh:
(359) Dia sudah akan setuju tadi.
(360) Kami sudah harus berada di sana pukul 06.30.
(361) Kami harus sudah berada di sana pukul 06.30.
Pemarkah aspektualitas sedang dapat berperilaku sama dengan sudah,
tetapi terbatas pada akan saja. Kata sedang pada umumnya tidak dapat
bergabung dengan harus.
Contoh:
(362) Ali sedang akan menggarap soal itu ketika kami datang.
(363) Kalau kamu datang sekarang, dia akan sedang menggarap soal itu.
Dengan memperhatikan keserasian makna, sudah dapat, sudah boleh,
sedang suka, dan sedang ingin dapat diterima, tetapi * dapat sudah, *suka
sedang, dan * ingin sedang tidak berterima.
Contoh:
(364) Pasien itu sudah boleh diberi makanan lunak.
(365) Perusahaan kami sudah dapat mengekspor sepatu ke Eropa.
(366) Pemerintah sudah akan dapat memenuhi kebutuhan pangan
tahun depan.
(367) Kami harus sudah dapat berdiri sendiri tahun ini.
Contoh tersebut memperlihatkan bagaimana kata sedang dan sudah
digabungkan dengan pemarkah modalitas. Jika maknanya memungkinkan,
ketiga kata pewatas depan juga dapat digunakan secara berurutan seperti
terlihat pada contoh (366) dan (367).
Pertukaran tempat dari pemarkah modalitas dan pemarkah
aspektualitas itu pada umumnya menimbulkan pergeseran arti yang halus
seperti antara kalimat (362—363) dan antara (359—363) yang membalik￾balik sudah, harus, sedang, dan akan. Waiaupun demikian, pembalikan
tempat itu kadang-kadang juga menimbulkan perbedaan makna, seperti
yang terlihat pada (360—361).
Pemarkah modalitas yang menjadi pewatas depan dibagi menjadi dua
kelompok: (1) yang berkenaan dengan 'keizinan dan kemungkinan', antara
lain boleh, bisa, dan dapaP, dan (2) yang berkenaan dengan 'kewajiban dan
keperluan', antara lain harus, mesti, patut, perlu, dan wajib.
(368) Sesudah makan, mereka boleh bermain.
(369) Kami mencari orang yang bisaldapat merampungkan
pekerjaan ini.
(370) Anda harus berlaku adil kepada semua karyawan.
(371) Engkau mesti makan. Jika tidak, engkau nanti sakit.
(372) Orang yang berjasa patut diberi penghargaan.
(373) la perlu mengurus dagangannya di Surabaya.
(374) Orang tua wajib memberikan contoh yang baik kepada anaknya.
4.6.2.1.2 Pewatas Belakang
Berbeda dengan pewatas depan, pewatas belakang sangat terbatas macam
dan kemungkinannya. Pada umumnya pewatas belakang verba terdiri atas
kata-kata seperti lagi (dalam arti 'tambah satu kali', bukan 'sedang') dan
kembali. Berikut adalah contohnya.
(375) Dia menangis lagi.
(376) Kami harus menulis kembali makalah itu.
(377) Duta pelajar itu akan datang lagi ke sekolah ini.
(378) Dia tidak akan dapat mengingkari lagi janji itu.
Contoh (375—378) menunjukkan kemungkinan adanya pewatas de￾pan dan pewatas belakang pada frasa verbal yang sama.
Sebagai pewatas belakang, lagi dan kembali memiliki ciri makna
yang sama.
Contoh:
(379) Pintu harap ditutup lagi.
(380) Pintu harap ditutup kembali.
Jika didahului pemarkah negasi tidaky kedua pewatas itu mem￾perlihatkan perilaku sintaktis yang berbeda.
Contoh:
(381) a. Dia tidak ingin dipenjara lagi.
b, Dia tidak ingin lagi dipenjara.
c. Dia tidak lagi ingin dipenjara.
(382) a. Dia tidak ingin dipenjara kembali.
b. Dia tidak ingin kembali dipenjara.
c. *Dia tidak kembali ingin dipenjara.
Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa tidak lagi ingin
merupakan bentuk yang berterima, sedangkan *tidak kembali ingin
takberterima. Ketakberterimaan ini menyangkut kata kembali sebagai
pewatas belakang yang digabungkan dalam frasa verbal yang mengandung
pemarkah negasi tidak. Bandingkan dengan tidak kembali yang berterima
karena kembali digunakan sebagai verba, bukan sebagai pewatas verba.
Contoh:
(383) a. Sudah lama sekali dia tidak kembali ke kota kelahirannya.
b. Sudah lama sekali dia tidakpulang ke kota kelahirannya.
4.6.2.2 Frasa Endosentrik Koordinatif
Wujud frasa endosentrik koordinatif sangatlah sederhana, yakni dua verba
yang digabungkan dengan memakai kata penghubung dan atau atau. Tentu
saja sebagai verba bentuk itu dapat didahului atau diikuti oleh pewatas depan
dan pewatas belakang. Perhatikan contoh berikut.
(384) Mereka menangis dan meratapi nasibnya.
(385) Kami pergi atau menunggu dulu?
(386) Orang yang kuat imannya tidak akan menangis dan meratapi
nasibnya.
(387) Anak harus mematuhi dan melaksanakan perintah orang tuanya.
(388) Dia tidak akan mengakui atau mengingkari perbuatannya.
(389) Sesudah ujian kami akan makan dan minum lagi di kantin.
Pewatas pada frasa koordinatif itu memberi keterangan tambahan
pada kedua verba yang bersangkutan dan bukan pada verba yang pertama
saja. Dengan demikian, pewatas tidak akan pada kalimat (388) memberi
keterangan tambahan pada mengakui dan mengingkari^ bukan pada mengakui
saja.
4.6.3 Fungsi Verba dan Frasa Verbal
Jika ditinjau dari segi fimgsinya, verba atau frasa verbal menduduki fungsi
utama predikat. Walaupun demikian, verba dapat pula menduduki fungsi
lain, seperti pelengkap, keterangan, atribut, dan aposisi.
4.6.3.1 Verba dan Frasa Verbal sebagai Predikat
Telah dikemukakan bahwa verba berfungsi utama sebagai predikat atau
sebagai inti predikat kalimat.
Contoh
(390
(391
(392
(393
(394
(395
Kaca jendela itu pecah.
Orang tuanya bertani.
Kedua sahabat itu berpelukan.
Mobil yang ditumpanginya tahanpeluru.
Pemerintah akan mengeluarkan peraturan moneter baru.
Para tamu bersalam-salaman dengan akrab.
Dalam kalimat (390—393), verba pecah, bertani, berpelukan, dan
tahan peluru berfungsi sebagai predikat. Perlu diperhatikan bahwa tahan
peluru merupakan verba majemuk. Jadi, tahan dan peluru bukan dua kata
yang berdiri sendiri. Predikat kalimat (394—395) adalah frasa verbal, tetapi
diikuti oleh unsur-unsur lain. Pada (394) predikat akan mengeluarkan
diikuti oleh objek kalimat peraturan moneter baru. Pada (395) keterangan
cara dengan akrab mengikuti predikat bersalam-salaman
4.6.3.2 Verba dan Frasa Verbal sebagai Pelengkap
Verba dan frasa verbal beserta periuasannya dapat berfungsi sebagai pelengkap
dalam kallmat seperti terlihat pada contoh-contoh berikut.
(396) Dia sudah berhenti merokok.
(397) Tetangganya merasa tidak bersalah.
(398) Reza baru mulai mengerti masalah itu.
Verba merokok, frasa verbal tidak bersalah, dan perluasan verba
mengerti masalah itu dalam kalimat (396—398) berfungsi sebagai pelengkap
dari predikat berhenti, merasa, dan baru mulai. Tiap-tiap predikat itu tidak
lengkap sehingga predikat yang bersangkutan tidak berterima jika tidak
diikuti oleh pelengkap.
4.6.3.3 Verba dan Frasa Verbal sebagai Keterangan
Dalam kalimat berikut verba dan periuasannya berfungsi sebagai ke
terangan.
(399) Ibu sudah pergi (untuk) berbelanja.
(400) Paman datang (untuk) berkunjung.
(401) Saya bersedia (untuk) membantu Anda.
(402) Mereka baru saja pulang (dari) bertamasya.
Contoh di atas memperlihatkan dua verba yang letaknya berurutan;
yang pertama merupakan predikat dan yang kedua berfungsi sebagai
keterangan. Pada kalimat (399—401) terkandung pengertian maksud' atau
'tujuan' dari perbuatan yang dinyatakan predikat. Oleh karena itu, kata
untuk dapat disisipkan: pergi [untuk) berbelanja, datang [untuk) berkunjung,
dan bersedia [untuk) membantu Anda. Pada kalimat (402) terkandung
pengertian asal' dan, oleh sebab itu, dapat disisipkan kata dark pulang [dari)
bertamasya. Dalam hal ini verba (dengan periuasannya) menjadi bagian dari
frasa preposisional, seperti juga dalam kedua kalimat berikut.
(403) Dia bersahabat dengan gadis Australia itu untuk memperoleh
status pendudtik menetap.
(404) Petugas memasuki rumah yang terbakar itu dengan memecahkan
kaca jendela untuk menyelamatkan penghuninya.
Dalam contoh (405) dan (406) di bawah ini frasa verbal pada awal
kalimat mengungkapkan keadaan subjek {bayi itu dan dia) pada waktu segera
setelah peristiwa yang dinyatakan oleh predikat.
(405) Baru menetek, bayi itu sudah menangis lagi.
(406) Bangun-bangun, dia sudah minta kopi.
4.6.3.4 Verba yang Bersifat Atributif
Verba (bukan frasa) juga bersifat atributif, yaitu memberikan keterangan
tambahan pada nomina. Dengan demikian, sifat itu ada pada tataran frasa.
Contoh:
(407) Anjing tidur tidak boleh diganggu.
(408) Para pendaki sedang berada dalam situasi berbahaya.
(409) Kami terpaksa bekerja lembur karena banyak pekerjaan mendesak.
(410) Emosi tak terkendali sangat merugikan.
Verba tidur, berbahaya, mendesak, dan tak terkendali bersifat atributif
dalam frasa nominal anjing tidur, situasi berbahaya, pekerjaan mendesak, dan
emosi tak terkendali. Setiap verba menerangkan nomina inti, yaitu anjing,
situasi, pekerjaan, dan emosi. Verba yang berfungsi atributif seperti itu
merupakan kependekan dari bentuk lain yang memakai kata yang. Dengan
demikian, bentuk panjangnya adalah {anjing tidur, {situasi) yang
berbahaya, {pekerjaan) yang mendesak, dan {emosi) yang tak terkendali.
Perlu diingat di sini bahwa verba yang berfungsi atributif itu tidak
dapat diperluas tanpa adanya penghubung yang. Contoh-contoh berikut
tidak dapat diterima.
(411) *Anjing tidur nyenyak tidak boleh diganggu.
(412) *Para pendaki sedang berada dalam situasi berbahaya bagi mereka.
4.6.3.5 Verba yang Bersifat Apositif
Verba dan perluasannya dapat juga bersifat apositif, yaitu sebagai ke￾terangan yang ditambahkan atau diselipkan, seperti yang terdapat dalam
kalimat berikut.
(413) Pekerjaannya, mengajar, sudah ditanggalkan.
(414) Usaha Pak Suroso, berdagang kain, tidak begitu maju.
(415) Sumber pencarian penduduk desa itu, bertani dan beternak,
sudah lumayan.
Verba dan perluasannya mengajar, berdagang kain, serta bertani dan
beternak dalam kalimat-kalimat di atas berfungsi sebagai aposisi. Konstruksi
tersebut masing-masing menambah keterangan padapekerjaannya, usaha Pak
Suroso, dan sumber pencarian penduduk desa itu. Sebagaimana dapat dilihat,
verba (dengan perluasannya) yang berfungsi sebagai aposisi tersebut diapit
tanda koma. Dalam bahasa lisan, keterangan yang ditambahkan seperti itu
biasanya dinyatakan dengan intonasi yang direndahkan.
Dari uraian yang dinyatakan pada 4.6.3.1—4.6.3.5 dapat disimpul￾kan bahwa verba pada tataran klausa dapat berfungsi sebagai predikat,
pelengkap, keterangan, atribut, dan aposisi. Pada tataran frasa, verba menjadi
inti frasa verbal.


5.1 BATASAN DAN CIRI ADJEKTIVA
Adjektiva adalah kata yang memberikan kecerangan tentang sesuatii yang
dinyatakan oleh nomina. Keterangan icu dapat mengungkapkan kualitas
tertentu dari nomina yang diterangkan, misalnya kualitas yang berhubungan
dengan warna, seperti merahy kuning, dan biru\ ukuran, seperci berat, besar,
dan sempity serta jarak, seperti y/twA, dekaU dan renggang (selanjutnya iihat
5.2.1).
Contoh:
(1) lampu merah
karcu kuning
langit biru
keias bemt
untung besar
rumah sempit
tetangga dekat
saudara jauh
hubungan renggang
Adjektiva dapat didahului ataii diikuti oleh kata yang menjadi
pewatasnya. Pewaras yang mendahului adjektiva, antara lain, adalah kata
sangaty lebihy pnltngy makiriy dan terlalu. Pewatas yang mengikuti adjektiva,
antara lain, adalah kata benar, betul, niauy dan sekali.
Contoh:
(2) sangat su\f.2Lr
lebih lebar
paling pandai
makin gemuk
terlalu manja
pelik benar
berani betul
indah nian
raj in sekali
Adjektiva dapat ditinjau dari ciri semantis dan sintaksis. Jika dilihat
dari ciri semantisnya, adjektiva terdiri atas adjektiva bertaraf dan takbertaraf.
Sementara itu, jika dilihat dari ciri sintaksis (yang lazim disebut periiaku
sintaksis), adjektiva memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi atributif, fungsi
predikatif, dan fungsi adverbial atau keterangan (lihat 5.3 dan 6.5).
Contoh:
(3) a. Bus itu melaju sangat cepat jalan tel.
b. Keputusan hakim itu sah.
c. Di ruang kerjanya terdapat beberapa buku tebal.
d. Pekerjaan itu terlalu jika harus diselesaikan dalam
dua hari.
e. Burung itu terbang tinggi.
Contoh (3a) dan (3b) merupakan adjektiva bertaraf dan takbertaraf,
sedangkan (3c), (3d), dan (3e) merupakan adjektiva atributif, predikatif, dan
adverbial.
5.2 JENIS ADJEKTIVA BERDASARKAN CIRI SEMANTIS
Berdasarkan ciri semantisnya, adjektiva digunakan untuk menyatakan
berbagai tingkat kualitas atau berbagai tingkat perbandingan, sebagaimana
yang diungkapkan oleh kata, seperti sangat, agak, lebih, dan paling.
Contoh:
(4) sangat mudah
agak besar
lebih pendek
paling tua
Tidak semua adjektiva memperlihatkan ciri semantis seperti itu.
Artinya, tidak semua adjektiva dapat mengungkapkan tingkat kualitas atau
tingkat perbandingan sehingga pevratas gradasi seperti sangat, agak, lebih,
dan paling itu pun tidak dapat mendahului adjektiva yang bersangkutan.
Adjektiva yang demikian tampak pada contoh berikut.
Contoh:
(5) abadi
buntu
gaib
kekal
lancing
langgeng
mutlak
sah
Dengan demikian, yang dicontohkan tersebut termasuk adjektiva
tingkat kualitas yang mutlak.
Ada adjektiva tertentu yang dapat didahului atau tidak dapat
didahului kata, seperti sangat, agak, lebih, dan paling. Contoh adjektiva yang
dapat didahului kata tersebut adalah tinggi, merah, banyak, cantik, dan geUp.
Contoh adjektiva yang tidak dapat didahului kata seperti itu adalah adjektiva
kekal, abadi, sah, gaib, dan ganda. Adjektiva yang dapat didahului oleh kata,
seperti sangat, agak, lebih, dan paling disebut adjektiva bertaraf, sedangkan
yang tidak dapat didahului kata-kata itu disebut adjektiva takbertaraf.
Adjektiva bertaraf dapat dikelompokkan menjadi delapan jenis, yaitu
(1) adjektiva pemeri sifat, (2) adjektiva ukuran, (3) adjektiva warna, (4)
adjektiva bentuk, (5) adjektiva waktu, (6) adjektiva jarak, (7) adjektiva sikap
batin, dan (8) adjektiva cerapan.
5.2.1 Adjektiva Pemeri Sifat
Adjektiva pemeri sifat adalah adjektiva yang memerikan kualitas atau
intensitas, baik yang bercorak fisik maupun mental.
Contoh:
(6) boros
ganas
kaya
kikir
miskin
rindu
sedih
sehat
sengsara
5.2.2 Adjektiva Ukuran
Adjektiva ukuran adalah adjektiva yang mengacu pada kualitas yang sifatnya
dapat ditentukan secara kuantitatif.
Contoh:
(7) berat
besar
kecil
lapang
longgar
luas
panjang
pendek
rendah
ringan
sempit
tinggi
5.2.3 AdjektivaWarna
Adjektiva warna adalah adjektiva yang berhubungan dengan atau mengacu
pada berbagai warna.
Contoh:
(8) biru
hijau
jingga
kuning
putih
lembayung
hitam
merah
ungu
Nama warna lain banyak yang diambil dari nama buah atau
tumbuhan, seperti cokelat, sawo {matan^, kopi {susti). Di samping itu, ada
beberapa unsur serapan dari bahasa asing, seperti oranye dan krem. Corak
warna merah, kuning, hijau, hitam, dan putih dinyatakan sebagai berikut.
(9) merah bata
merah bungur
merah dadu
merah darah
merah delima
merah hati
merah jambu
merah lembayung
merah masak
merah menyala
merah merang
merah murup
merah padam
merah saga
merah sepang
merah tua
merah marak
(10) kuning gading
kuning langsat
kuning emas
kuning telur
(11) hijau gadung
hijau lumut
hijau maya-maya
hijau daun
(12) biru gerau
biru langit
biru laut
biru lebam
(13) hitam arang
hitam birat
hitam jengat
hitam kumbang
hitam langit
hitam kelam
hitam kusam
hitam lotong
hitam manggis
hitam manis
hitam legam
hitam pekat
(14) putih kuning
putih lesi
putih timah
putih metah
putih mutiara
putih tuiang
Di samping itu, jika warna akan diberi nuansa, secara umum dapat
dipakai pewatas seperti muda dan tua di sebelah kanan adjektiva warna. Ada
pula pewatas semu yang dipakai di kiri adjektiva. Dalam frasa adjektival itu
muda bermakna pucat' atau 'kurang gelap, tua bermakna agak kehitam￾hitaman' atau sangat', sedangkan semu bermakna 'agak' atau 'sedikit'.
Contoh:
(15) a. biru muda, merah muda, kuning muda
b. hijau tua, merah tua, biru tua
c. semu merah, semu kuning
Nama warna dapat pula diperoleh melalui penggabungan dua warna
yang unsur keduanya dinyatakan dalam bentuk ulang.
Contoh:
(16) a. biru kehijau-hijauan
b. kelabu kehitam-hitaman
c. cokelat kemerah-merahan
d. hijau kekuning-kuningan
5.2.4 Adjektiva Bentuk
Adjektiva bentuk adalah adjektiva yang merujuk pada bentuk suatu benda,
baik yang didasarkan pada ukuran dua dimensi maupun tiga dimensi.
Contoh:
(17) cembung
cekung
datar
rata
bulat
bundar
lonjong
persegi

Adjektiva bentuk ini dapat juga digunakan untuk manusia atau
makhluk hidup yang lain. Perbedaannya ialah bahwa adjektiva bentuk yang
merujuk pada benda memiliki ciri yang objektif, sedangkan yang merujuk
pada manusia atau makhluk hidup lain tidak sepenuhnya objektif karena
dapat dipengaruhi oleh pandangan atau penilaian yang agak subjektif. Faktor
kesubjektifan adjektiva bentuk ini memperlihatkan ciri yang hampir sama
dengan adjektiva ukuran atau dengan kesan penglihatan yang merupakan
bagian adjektiva cerapan (lihat 5.2.2 dan 5.2.8).
Contoh:
(18) kurus
gemuk
tinggi
pendek
5.2.5 Adjektiva Waktu
Adjektiva waktu adalah adjektiva yang mengacu pada masa atau waktu
tertentu yang berkaitan dengan terjadinya atau berlangsungnya suatu proses,
perbuatan, atau keadaan.
Contoh:
(19) lama
cepat
larut
suntuk
lambat
singkat
perlahan
mendadak
5*2.6 Adjektiva Jarak
Adjektiva jarak adalah adjektiva yang mengacu pada ruang di antara dua
benda, tempat, atau maujud.
Contoh:
(20) jauh
dekat
lebar
rapat
renggang
akrab
5*2.7 Adjektiva Sikap Batln
Adjektiva sikap batin adalah adjektiva yang menggambarkan suasana hati
atau perasaan.
Contoh:
(21) bahagia
bangga
benci
berani
bosan
cemas
gembira
heran
ragu-ragu
iba
jemu
kagum
kesal
ngeri
rindu
risau
sayang
sedih
segan
piiu
takut
5*2.8 Adjektiva Cerapan
Adjektiva cerapan adalah adjektiva yang berdasarkan arti dasarnya bertaiian
dengan pancaindra, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman atau
penghiduan, perabaan, dan pencitarasaan.
Contoh:
(22) a. penglihatan: cantik, buruk, tampan^ indah
b. pendengaran: bising, garau, jelasy merdu, nyaring, serak
c. penciuman: anyir, busuky hancing, haruniy semerbak,
tengiky wangi
d. perabaan: basahy halusy kasaVy kerasy kesaty lembab, lembuty
licin, tajam
e. pencitarasaan: asaniy enaky kelaty lezaty manisy pahit, payauy
sedapy tawar
Perlu ditambahkan bahwa adjektiva cerapan tertentu tidak hanya ber￾hubungan dengan salah satu indra tertentu, misalnya sedapy lembuty dan tajam.
Contoh:
(23) a. i. Masakannya sedap sekali. [pencitarasaan]
ii. Penampiiannya sedap dipandang mata. [penglihatan]
iii. Bau masakannya sangat sedap. [penghiduan]
iv. Suaranya sedap didengar. [pendengaran]
b. i. Kulit bayi itu sangat lembut. [perabaan]
ii. Jika dibandingkan dengan yang lain, bau parfum ini
lebih lembut. [penghiduan]
iii. Setelah mendengar suara lembut ibunya, bayi itu
berhenti menangis. [pendengaran]
iv. Lukisan itu didominasi oleh sapuan warna lembut.
[penglihatan]
c. i. Pisau itu tidak tajam lagi. [perabaan]
ii. Di antara saudara-saudaranya. Ante adalah anak yang
pendengarannya paling tajam. [pendengaran]
iii. Sebelum mobil itu meledak, tercium bau gas yang
sangat tajam. [penghiduan]
iv. Meskipun dia sudah tua, penglihatannya masih cukup
tajam. [penglihatan]


5.3 ADJEKTIVA DARI SEGI PERILAKU SINTAKTIS
Sebagaimana yang telah disinggung pada 5.1, adjektiva memilikl fungsi
atributif, fungsi predikatif, dan fungsi adverbial atau keterangan.
5.3.1 Fungsi Atributif
Fungsi atributif adjektiva merupakan bagian dari frasa nominal. Adjektiva
yang berfungsi atributif ini terietak di sebelah kanan nomina.
Contoh:
(24) a. Baju merah itu merupakan baju kesayangannya.
b. Gadis kecil itu biasa bermain di kebun di beiakang rumahnya.
c. Saya sering mendengar suara lembutnydi lewat radio.
d. Hidupnya amat sederhana sehingga di rumahnya tak satu
pun terlihat barang mahal.
e. Ibu saya menyukal mawarputih.
Contoh di atas memperlihatkan fungsi adjektiva sebagai pewatas
pada frasa nominal. Pewatas nomina yang lebih dari satu lazim dirangkaikan
dengan yang.

Dari contoh-contoh yang ditampilkan itu terdapat adjektiva atributif
tanpa yang dan ada pula adjektiva atributif dengan yang. Adjektiva pada
jenis pertama berada langsung sesudah nomina, sedangkan pada jenis
kedua terdapat yang di antara nomina dan adjektiva yang diterangkannya
itu. Perbedaan sintaktis itu merupakan perwujudan dari adanya perbedaan
semantis yang dikandungnya. Adjektiva atributif tanpa;/^j!«^menggambarkan
bahwa nomina yang diterangkan tidak memperoleh penekanan informasi
tambahan, sedangkan adjektiva atributif dengan yang mengandung makna
bahwa nomina yang diterangkan memperoleh penekanan informasi
tambahan.
Perhatikan, misalnya, baju merah pada Dia memakai baju merah
dan baju yang merah pada Dia memakai baju yang merah. Kata merah pada
contoh pertama (tanpa yan^ hanya menerangkan warna baju yang dipakai,
tidak ada tambahan informasi apa-apa. Lain halnya yang merah pada
contoh kedua; penambahan yang menyatakan bahwa baju yang dipakainya
berwarna merah, bukan baju yang berwarna lain.
5*3.2 Fungsi Predikatif
Fungsi predikatif adjektiva terlihat pada adjektiva atau frasa adjektival yang
merupakan predikat atau pelengkap dalam kalimat.
Contoh adjektiva sebagai predikat:
(25) a. Gedung yang baru itu sangat megah.
b. Setelah menerima taper, mereka pun gembira.
c. Rumah di kompleks yang sedang dibangun itu harganya mahal.
d. Kelihatannya dia ramah.
e. Hatinya tidak akan tenang sehc\um suaminya kembali.
Contoh adjektiva sebagai pelengkap:
(26) a. Kabar itu membuat mereka gembira.
b. Perbuatannya saya anggap sangat membanggakan.
c. Disangkanya saya ini kaya betul.
d. Ayah mengecat pintu dapur biru muda.
Jika subjek atau predikat kalimat berupa frasa atau klausa yang
panjang, demi kejelasan, antara subjek dan predikat itu kadang-kadang
disisipkan kata adalah dan adjektiva yang semula berfungsi sebagai predikat
berubah menjadi pelengkap.

Contoh:
(27) a. Yang disarankannya kepadamu itu (adalah) baik.
b. Mereka yang setuju dengan ide itu (adalah) kurang
waras.
c. Apa yang dia kemukakan kemarin malam (adalah)
benar.
d. Bahwa saya menolak usulnya (adalah) Hdak benar.
e. Seorang Istri yang cemburu karena hampir setiap
malam suaminya pulang terlambat (adalah) wajar.
5.3.3 Fungsi Adverbial atau Keterangan
Adjektiva berfungsi sebagai adverbial atau keterangan jika adjektiva itu
mewatasi verba yang berfungsi sebagai predikat. Selain itu, adjektiva dengan
fungsi adverbial tersebut juga digunakan sebagai pewatas kalimat. Adjektiva
yang berfungsi adverbial itu memperlihatkan pola sebagai berikut:
a) adjektiva
b) adjektiva ulang
c) dengan + adjektiva
d) se- + adjektiva + -nya
e) se- + adjektiva ulang + -nya
f) dengan + se- + adjektiva ulang + -nya
Pola frasa adjektiva! dengan fungsi adverbial itu pada umumnya
digunakan setelah predikat. Namun, ada pula yang digunakan sebelum
predikat, bahkan sebelum subjek.
Contoh:
(28) a. i. Dia tegas menolak usul itu.
ii. Tegas dia menolak usul itu.
iii. Dia menolak tegas usul itu.
b. i. Dia tegas-tegas menolak usul itu.
ii. Tegas-tegas dia menolak usul itu.
iii. Dia menolak tegas-tegas usul itu.
iv. Dia menolak usul itu tegas-tegas.
c. i. Dia dengan tegas menolak usul itu.
ii. Dengan tegas dia menolak usul itu.
iii. Dia menolak dengan tegas usul itu.
iv. Dia menolak usul itu dengan tegas.
(29) a.
c.
(30) a.
b.
d.
(31) a.
b.
c.
II.
11.
Dia cepat pergi.
Cepat dia pergi.
Dia pergi cepat.
Dia cepat-cepat pergi.
Cepat-cepat dia pergi.
Dia pergi cepat-cepat.
Dia dengan cepat pergi.
Dengan cepat dia pergi.
Dia pergi dengan cepat.
Dia secepatnya pergi.
Secepatnya dia pergi.
Dia pergi secepatnya.
Kami tulus mengucapkan terima kasih.
Tulus kami mengucapkan terima kasih.
Kami dengan tulus mengucapkan terima kasih.
Dengan tulus kami mengucapkan terima kasih.
Kami mengucapkan terima kasih dengan tulus.
Kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya.
Setulus-tulusnya kami mengucapkan terima kasih.
Kami setulus-tulusnya mengucapkan terima kasih.
Kami mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya.
Dengan setulus-tulusnya kami mengucapkan terima kasih.
Kami dengan setulus-tulusnya mengucapkan terima kasih.
. Mereka telah melaksanakan tugas dengan baik.
i. ^Dengan baik mereka telah melaksanakan tugas.
ii. Mereka dengan baik telah melaksanakan tugas.
. Mereka telah melaksanakan tugas sebaik-baiknya,
i. .^Sebaik-baiknya mereka telah melaksanakan tugas.
ii. ?Mereka sebaik-baiknya telah melaksanakan tugas.
. Mereka telah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
i. Dengan sebaik-baiknya mereka telah melaksanakan tugas.
ii. Mereka dengan sebaik-baiknya telah melaksanakan tugas.
Pola^f- + adjektiva + -nya^ terutamapadabentuky^^/zi^w^^, merupakan
adverbial yang berperan sebagai pewatas kalimat.
Contoh:
(32) a. Sebaiknya mereka segera menikah.
b. Mereka sebaiknya segera menikah.
c. Mereka segera menikah sebaiknya.
Contoh (27—32) memperlihatkan bahwa keenam pola yang di￾sebutkan di atas tidak berlaku bagi semua jenis adjektiva yang dikemukakan
pada 5.2. Hal itu berarti bahwa penggunaan pola-pola tersebut bergantung
pada perilaku semantis adjektiva yang bersangkutan.
5.4 PERTARAFAN ADJEKTIVA
Seperti yang telah disinggung pada 5.2, adjektiva digunakan untuk
menyatakan berbagai tingkat kualitas dan tingkat pembandingan. Adjektiva
tingkat kualitas atau intensitas dinyatakan dengan pewatas, seperti benar^
sangat, terlalu, agak., dan making sedangkan tingkat perbandingan dinyatakan
dengan pewatas seperti lebih.> kurang, dan paling.
5.4.1 Tingkat Kualitas
Berbagai tingkat kualitas secara relatif menunjukkan tingkat intensitas yang
lebih tinggi atau lebih rendah. Berdasarkan kualitas atau intensitasnya,
adjektiva dapat dibedakan menjadi enam tingkat, yaitu
a) t
b) t
c) t
d) t
e) t
0
ngkat positif,
ngkat intensif,
ngkat elatif,
ngkat eksesif,
ngkat augmentatif, dan
ngkat atenuatif.
5.4.1.1 Tingkat Positif
Tingkat positif—memerikan kualitas atau intensitas maujud yang di￾terangkan—dinyatakan oleh adjektiva (33a—33c) atau frasa adjektival
(34a—34c)

Contoh:
(33) a. Indonesia kaya akan hutan.
b. Daerah tempat tinggal mereka tenang dan damai.
c. Setiap hari toko itu ramai dikunjungi para pembeli.
Ketiadaan kuaiitas yang diungkapkan adjektiva tersebut dinyatakan
dengan pemakaian pewatas tidak atau tak.
Contoh:
(34) a. Anak tetangga saya tidak senang bermain bola.
b. Dia tidakpuas selama cita-citanya belum tercapai.
c. Selama anaknya belum pulang, Pak Embo dan istrinya
taktenang.
5.4.1.2 Tingkat Intensif
Tingkat intensif menekankan kadar kuaiitas atau intensitas dan dinyatakan
oleh pewatas seperti benar, betul, sx-SMSungguh. Kata benardaxi ^d'^«/digunakan
setelah kata yang diwatasinya, sedangkan sun^uh digunakan sebelum kata
yang diwatasinya.
Contoh:
(35) a. Pak Asep senang benar dengan pekerjaannya.
b. Mobil itu kencang betul jalannya.
c. Pemandangan di gunung itu sungguh menakjubkan.
Penafian atau pengingkaran yang sungguh-sungguh terhadap
intensitas atau kuaiitas dinyatakan dengan pemakaian pewatas sama sekali
tidak tidak ... sama sekali, tidak ... sedikit pun ijugd), atau sedikit pun
ijuga) tidak....
Contoh:
(36) a. Adik saya sama sekali tidak sombong.
b. Adik saya tidak sombong sama sekali.
c. Sama sekali adik saya tidak sombong.
d. Adik saya tidak sombong sedikit pun.
e. Sedikit pun ijuga) adik saya tidak sombong.
f. Dia sedikit pun ijuga) tidak sombong.
5.4.1.3 Tingkat Elatif
Tingkat elatif menggambarkan tingkat kualitas atau intensitas adjektiva yang
Keelatifan adjektiva tersebut dinyatakan dengan pemakaian pewatas
amat, sangat, atau sekali. Untuk memberikan tekanan yang melebihi tingkat
elatif, dalam ragam takformal, kadang-kadang digunakan kombinasi dari
pewatas itu, misalnya pada frasa adjektival terlalu amat kaya, amat sangat
membosankan, atau sungguh mahabesar.
Contoh:
(37) a. Sikapnya amat ramah ketika menerima kami.
b. Sikapnya sangat ramah ketika menerima kami.
c. Sikapnya ramah sekali ketika menerima kami.
(38) a. Gaya kerjanya amat sangat cekatan.
b. Orang itu memang amat cerdas sekali.
c. Orang itu memang sangat cerdas sekali.
Konstruksi amat sangat tidak dapat diubah menjadi sangat amat.
Demikian pula halnya dengan {amat) sangat ... sekali yang tidak dapat
diubah menjadi sangat {amat) ... sekali sehingga dalam contoh berikut, ada
konstruksi yang memang tidak pernah digunakan (39a) dan ada pula yang
tidak lazim karena hanya sesekali saja digunakan, terutama dalam bahasa
lisan (39b).
Contoh:
(39) a. Gaya kerjanya sangat amat cekatan.
b. Gaya kerjanya amat sangat cekatan sekali.
Ketiga pewatas tingkat elatif \m--amat., sangat, dan j^^^//~memiliki
makna yang sama. Atas dasar itu, seyogianya dapat dibedakan antara amat
malas, sangat malas, atau malas sekali yang merupakan bentuk baku (terutama
dalam ragam tulis) dan amat sangat malas atau amat sangat malas sekali yang
merupakan bentuk tidak baku yang biasanya hanya digunakan dalam ragam
lisan yang takformal.
Yang juga termasuk adjektiva dalam tingkat elatif ialah adjektiva yang
diawali unsur terikat maha... dan adi.... Cara penulisan maha yang diikuti
kata dasar berbeda dengan yang diikuti kata berimbuhan.
Contoh:
(40) Mahaagung
Mahakuasa
Mahakudus
Mahasuci
Mahatahu
Maha Pengasih
Maha Penyayang
Maha Pemurah
Maha Pengampun
Maha Mengetahui
adibusana
adikodrati
adikuasa
adiluhung
adikarya
5.4.1.4 Tingkat Eksesif
Tingkat eksesif mengacu pada kadar kualitas atau intensitas yang ber￾lebihan atau yang melampaui batas kewajaran. Bentuk yang menyatakan
tingkat keeksesifan itu ialah kata seperti terlalu dan terlampau, sedangkan
dalam ragam takformal kadang-kadang digunakan kata kelewat.
Contoh:
(41) a. Mobil itu terlalu mahal.
b. Seal yang diberikan tadi terlampau sukar.
c. Orang yang melamar kelewat banyak.
Tingkat eksesif dapat juga dinyatakan dengan penambahan sufiks ke-
...-an pada adjektiva.
Contoh:
(42) a. Jas yang saya kenakan kebesaran.
b. Anda membeii mobil itu kemahalan.
c. Stasiun bus antarkota kejauhan bagi saya.
d. Kakinya sakit karena sepatunya kekecilan.

5.4.1.5 Tingkat Augmentatif
Tingkat augmentatif menggambarkan makin tingginya tingkat kualitas
atau intensitas. Tingkat augmentatif ini dinyatakan dengan pemakaian
pewatas {sc)makin... {st)makin ... atau kian ... kian .... Jika frasa adjektival
yang pertama menyatakan waktu, misalnya makin lama dan kian lama pada
contoh (43c) dan (43d), frasa adjektival pertama itu dapat dihilangkan.
Contoh:
(43) a. Sutarno menjadi makin kaya.
b. Makin banyak peserta makin baik.
c. Saya rasa udara di Jakarta {makin lama) makin panas.
d. Penyediaan rumah untuk rakyat {kian lama) menjadi kian
penting.
e. Anak itu makin besar makin pintar.
5.4.1.6 Tingkat Atenuatif
Tingkat atenuatif memerikan penurunan kadar kualitas atau pelemahan
intensitas. Keatenuatifan adjektiva tersebut dinyatakan dengan pemakaian
pewatas agak atau sedikit.
Contoh:
(44) a. Gadis itu agakpemalu.
b. Saya agak tertarik membaca novel itu.
c. Ante sedikit kesal ketika bukunya sobek.
Pada adjektiva warna, tingkat atenuatif dinyatakan dengan bentuk
reduplikasi adjektiva yang diberi afiks ke'...-an.
Contoh:
(45) a. Warna bajunya kekuning-kuningan.
b. Mata bintang film itu kebiru-biruan.
c. Pada waktu fajar langit berwarna kemerah-merahan.
5.4.2 Tingkat Pembandingan
Jika dua maujud atau lebih dibandingkan, tingkat kualitas atau intensitasnya
dapat setara atau taksetara. Tingkat yang setara disebut tingkat ekuatif;
tingkat yang taksetara dapat dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu
tingkat komparatif dan tingkat superlatif. Tingkat komparatif digunakan

untuk menyatakan ketidaksetaraan kualitas atau intensitas dua maujud yang
dibandingkan. Tingkat superlatif digunakan untuk menyatakan tingkat
'paling kualitas atau intensitas salah satu dari tiga maujud atau lebih yang
dibandingkan.
5.4.2.1 Tingkat Ekuatif
Tingkat ekuatif mengacu pada kadar kualitas atau intensitas yang sama atau
hampir sama. Untuk menyatakan tingkat ekuatif, dapat digunakan bentuk:
(a) klitik se- + adjektiva, (b) sama + adjektiva + -nya + dengan, (c) sama +
adjektiva + -nya., dan (d) sama-sama + adjektiva.
Contoh:
(46) a. Tuti secantik ibunya.
b. Petani itu menemukan intan sebesar \sx\tTcn^.
c. Harga semen di Jakarta tidak semahal di Jayapura.
d. Toni tidak seberani adiknya.
Dalam contoh (47) bentuk adjektiva yang menyatakan makna negatif,
yaitu makna yang tidak diharapkan, dapat didahului klitik se-. Kalimat
dengan predikat se- + adjektiva juga berterima jika dinegasikan dengan tidak.
Contoh:
(47) a. i. Pertunjukan hari ini semenjemukan pertunjukan kemarin.
ii. Pertunjukan hari ini tidak semenjemukan pertunjukan
kemarin.
b. i. Naik bus malam seberbahaya naik sepeda motor.
ii. Naik bus malam tidak seberbahaya naik sepeda motor.
c. 1. Mandor itu seceroboh pendahulunya.
ii. Mandor itu tidak seceroboh pendahulunya.
d. i. Perilaku koruptor sejahat perilaku teroris.
ii. Perilaku koruptor tidak sejahat perilaku teroris.
e. i. Tutur katanya seindah wajahnya.
ii. Tutur katanya tidak seindah wajahnya.
Bentuk se- kurang lazim ditambahkan pada adjektiva yang berupa
gabungan sinonim
Contoh:
(48) a. Tini secantik jelita ibunya.
b. Keadaan negeri itu sebelumnya sekacau balau sekarang.
Bentuk sama + adjektiva + -nya + dengan digunakan di antara dua
nomina yang dibandingkan (49), sedangkan bentuk sama + adjektiva +
-nya dan bentuk sama-sama + adjektiva digunakan setelah dua nomina yang
dibandingkan (50, 51).
Contoh:
(49) a. Kota Garut sama bersihnya dengan Ciamis.
b. Harga tanah di Bandung sama mahalnya dengan di Surabaya.
c. Guru sama disiplinnya dengan murid.
(50) a. Kota Garut dan Ciamis sama bersihnya.
b. Harga tanah di Bandung dan di Surabaya sama mahalnya.
c. Guru dan murid sama disiplinnya.
(51) a. Kota Garut dan Ciamis sama-sama bersih.
b. Harga tanah di Bandung dan di Surabaya sama-sama mahal.
c. Guru dan murid sama-sama disiplin.
Dalam contoh (49) dan (50) dua nomina yang dibandingkan belum
tentu mempunyai sifat yang sesuai dengan makna adjektiva. Pada contoh (49a)
dan (50a), misalnya, kota Garut dan kota Ciamis belum tentu bersih, tetapi
kadar bersihnya sama. Akan tetapi, dalam contoh (51), selain mempunyai
kualitas yang sama, dua nomina yang dibandingkan juga mempunyai sifat
yang sesuai dengan makna adjektiva. Pada contoh (51c), misalnya, guru dan
murid mempunyai kadar disiplin yang sama dan dapat dipastikan bahwa guru
dan murid betul-betul disiplin. Makna seperti itu tidak ditemukan pada con
toh (49c) dan (50c) yang bermakna bahwa guru dan murid memang sama
kadar disiplinnya, tetapi keduanya belum tentu disiplin.
Jika berdasarkan konteksnya, acuan nomina pembanding sudah
diketahui atau sudah jelas, nomina itu dapat dilesapkan.
Contoh:
(52) a. Becak sama sempitnya. (dibandingkan dengan bemo)
b. Menggambar dengan pensil pun sama baiknya.
(dibandingkan dengan menggambar dengan cat air)
c. Mi goreng sama enaknya. (dibandingkan dengan mi rebus)Pada contoh (52), kata bemo^ cat air^ dan mi rebus suddh. jelas acuannya
karena kata itu sudah disebut dalam kalimat sebelum contoh (52a)—(52c).
5.4.2.2 Tingkat Komparatif
Tingkat komparatif mengacu pada kadar kualitas atau intensitas yang lebih
atau yang kurang. Kadar yang lebih dinyatakan dengan bentuk lebih ...
daripada..., sedangkan kadar yang kurang dinyatakan dalam bentuk kurang
... daripada ... atau kalah ... daripada .... Kata daripada dapat disulih dengan
frasa jika dibandingkan dengan yang apabila digunakan untuk menyatakan
tingkat komparatif dengan menggunakan kata kalah^ kata dibandingkan
boleh dilesapkan. Dalam ragam takformal, penggunaan kata daripada sering
kali bersaing dengan kata dari.
Contoh:
(53) a. Mangga arumanis lebih enak jika dibandingkan dengan!
daripada mangga golek.
b. Tulisannya lebih ilmiah jika dibandingkan dengan!
daripada tulisan pakar asing.
c. Juned kurang cerdikjika dibandingkan dengan!daripada Daud.
d. Gajl saya kalah besar daripada gajinya. (= Gaji saya kalah
besar dibandingkan dengan gajinya)
e. Edi kalah tinggi daripada Wawan. (= Edi kalah tinggi
jika dibandingkan dengan Wawan)
Pengungkapan tingkat komparatif dengan kata kurang pada adjektiva
tertentu menimbulkan kesan janggal sehingga jarang sekali atau bahkan
tidak pernah digunakan.
Contoh:
(54) a. Restoran ini lebih kotor daripada restoran itu.
b. ?Restoran ini kurang bersih daripada restoran itu.
(55) a. Direktur yang sekarang lebih otoriter daripada direktur
sebelumnya.
b. ?Direktur yang sekarang kurang demokratis daripada direktur
sebelumnya.
(56) a. Ternyata rumahmu lebih besar daripada rumahku.
b. ?Ternyata rumahmu kurang kecil daripada rumahku.
(57) a. Amir lebih rajin daripada kakaknya.
b. ?Amir kurang malas daripada kakaknya.
Pada contoh di atas terlihat digunakannya pasangan adjektiva
yang berantonim, yaitu kotor dan bersih, otoriter dan demokratis, besar dan
kecil, serta rajin dan malas. Pasangan seperti itu bertalian dengan konsep
pemarkahan, yaitu konsep yang menyangkut cara pandang manusia tentang
alam sekitarnya. Dalam Hal itu, orang biasanya memakai bentuk yang
dianggapnya netral atau yang disenangi.
Jika dihubungkan dengan pasangan adjektiva yang dicontohkan,
yang dianggap netral atau yang disenangi adalah demokratis, bersih, besar, dan
rajin. Keempat adjektiva itu tergolong adjektiva takbermarkah, sedangkan
otoriter, kotor, kecil, dan malas merupakan adjektiva bermarkah. Yang sering
atau biasa digunakan ialah adjektiva takbermarkah, sedangkan penggunaan
adjektiva bermarkah pada umumnya dihindari.
Contoh:
(58) a. Seberapa ramah teman baru Ali?
b. Seberapa angkuh teman baru Ali?
Adjektiva yang takbermarkah ramah pada (58) menyiratkan
sikap pembicara yang netral, yang tidak berpraduga. Pembicara sekadar
menanyakan derajat keramahan teman baru Ali. Mungkin saja teman
baru Ali itu malah tidak ramah. Sementara itu, pada penggunaan angkuh,
yang tergolong adjektiva bermarkah, pembicara sudah berpraduga bahwa
teman baru Ali itu memang angkuh dan ingin tahu lebih jauh lagi tentang
keangkuhannya tersebut.
Seperti telah disebutkan di atas, bentuk komparatif dapat tidak diikuti
kata daripada atau dari karena maujud yang diperbandingkan dianggap
sudah diketahui atau sudah dipahami. Contohnya, pertanyaan seperti
Boleh saya lihat yang lebih murah diucapkan seorang calon pembeli kepada
pelayan toko yang memperlihatkan barang yang terlalu mahal harganya bagi
si calon pembeli. Selanjutnya perlu ditambahkan bahwa pemakaian kata
lebih di belakang frasa nominal menyiratkan makna 'lebih dari jumlah yang
dinyatakan oleh kata atau frasa di depannya'.
Contoh:
(59) a. la pernah tinggal di Aceh sebulan lebih.
b. Dia sudah diberi lima puluh ribu rupiah lebih.
Bentuk atau lebih di belakang frasa nominal berasal dari bentuk atau
lebih dari itu.
Contoh:
(60) a. Bilangan yang terdiri atas tiga kata atau lebih ditulis
dengan angka.
b. Yang ingin lulus ujian itu harus mencapai nilai tujuh
atau lebih.
Kadang-kadang bentuk lebih {banyak) dipakai sebelum frasa verbal
untuk menunjukkan kadar sesuatu yang lebih tinggi daripada yang lain.
Contoh:
(61) a. Drama ini lebih {banyak) bercorak dagelan (daripada komedi).
b. Ternyata la lebih {banyak) memperhatikan adik saya (daripada
saya).
Hal lain yang perlu dikemukakan ialah bahwa lebih dari dipakai di
muka adjektiva tertentu dengan makna 'di atas taraf yang diharapkan .
Contoh:
(62) a. Penghasilannya lebih dari cukup.
b. Hasil ujiannya lebih dari memuaskan.
Tingkat komparatif juga tampak pada pemakaian daripada pada
klausa subordinatif suatu kalimat majemuk. Secara tersirat, perbuatan yang
diacu dalam klausa pembanding dianggap lebih baik.
Contoh:
(63) a. (Lebih baik) kamu bell kemeja batik saja daripada baju
kaos untuk pertemuan nanti malam.
b. Daripada melamun, (lebih baik) saya membersihkan
kamar saja sampai petang.
5.4.2.3 Tingkat Superlatif
Tingkat superlatif mengacu pada tingkat kualitas atau intensitas yang
paling tinggi di antara semua maujud yang diperbandingkan, Tingkat itu
dalam kalimat dinyatakan dengan pemakaian afiks ter- atau pewatas paling
sebelum adjektiva yang bersangkutan. Adjektiva superlatif dapat diikuti frasa
preposisional dengan dari atau di antara.
Contoh:
(64) a. Putrilah yang terpandai {di antara semua anakku).
b. Toni paling rajin {dari semua mahasiswa).
c. Ini yang termahal {dari kamar yang pernah saya sewa).
d. Inilah yang paling baik {dari semua pekerjaan yang pernah
kaulakukan).
e. Dialah yang paling tidak sombong {di antara teman￾temannya).
f. Saya memerlukan (waktu) paling lama dua jam untuk datang.
Bentuk yang menyatakan tingkat superlatif dapat juga digabungkan
dengan frasa numeraiia.
Contoh:
(65) a. Surabaya adalah kota terbesar kedua setelah Jakarta.
b. Dia terpilih sebagai salah seorang dari sepuluh pemain
terbaik.
c. Lionel Messi termasuk salah satu pemain sepak bola terbaik
di antara sepuluh pemain terbaik dunia.
Pada umumnya bentuk ter- tidak dapat dilekatkan pada adjektiva
yang berawalan seperti berbahaya, menyedibkan, dan menggembirakan.
Contoh:
(66) a. *Ular adalah hewan predator yang terberbahaya.
b. Ular adalah hewan predator yang paling berbahaya.
(67) a. *Bencana tsunami merupakan peristiwa yang termenyedihkan.
b. Bencana tsunami merupakan peristiwa yang paling
menyedihkan.
5.5 ADJEKTIVA DARI SEGI BENTUK
Dari segi bentuknya, adjektiva dapat dibedakan menjadi adjektiva dasar dan
adjektiva turunan.
5.5.1 Adjektiva Dasar
Meskipun sebagian besar adjektiva dasar merupakan bentuk yang
monomorfemis, ada juga adjektiva dasar yang berbentuk peruiangan semu.
Contoh;
(68) besar
bundar
sakic
merah
pura-pura
hati-hati
sia-sia
remang-remang
5.5.2 Adjektiva Turunan
Adjektiva turunan, yang merupakan bentuk polimorfemis, dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu adjektiva berimbuhan, adjektiva berulang, dan
adjektiva majemuk.
5.5.2.1 Adjektiva Berimbuhan
Adjektiva berimbuhan dapat diperinci iebih lanjut menjadi (1) adjektiva
dengan bentuk dan ter-y (2) adjektiva dengan infiks -em-y dan (3) adjektiva
dengan sufiks ke'...-an. Di samping itu, ada pula (4) adjektiva dengan sufiks
yang berasal dari bahasa Arab dan (5) adjektiva dengan sufiks dari bahasa
Belanda atau Inggris.
5.5.2.1.1 Adjektiva Berafiks
Adjektiva berafiks dapat diperinci iebih lanjut menjadi (1) adjektiva
berprefiks, (2) adjektiva berinfiks, (3) adjektiva bersufiks, dan (4) adjektiva
berkonfiks.
1) Adjektiva Berprefiks
Bentuk seperti sebesavy setinggiy semeriahy dan senyaman tergolong sebagai
adjektiva dengan prefiks se-. Adapun adjektiva berprefiks ter- dapat dijumpai
pada bentuk, seperti termahal, terpanjang, termegah, dan termiskin. Kedua
bentuk adjektiva itu tidak akan dibahas lebih lanjut karena masing-masing
sudah dikemukakan pada paparan tentang adjektiva tingkat ekuatif (5.4.2.1)
dan adjektiva tingkat superlatif (5.4.2.3).
Yang periu ditambahkan ialah bahwa jika suku kata pertama bentuk
dasarnya berakhir dengan konsonan /r/, prefiks ter- berubah menjadi te-.
Contohnya, bentuk dasarpercaya yang didahului prefiks ter- berubah menjadi
tepercaya, bukan terpercaya (lihat 4.1.3.3).
5.5.2.1.2 Prefiks Serapan
2) Adjektiva Berinfiks
Pengafiksan dengan infiks atau sisipan -em- digunakan pada bentuk dasar
yang berupa nomina, verba, atau adjektiva (yang jumlahnya sangat terbatas).
Contoh:
Adjektiva Nomina
gemetar getar
gemuruh guruh
kemilap <— kilap
kemilau kilau
temaram taram
Adjektiva Verba
semerbak <— serbak
Adjektiva Adjektiva
gemerlap •<— gerlap
gemilang gilang
semilir <— silir
Periu diperhatikan perbedaan perilaku sintaktis dari bentuk dasar
nomina, verba, dan adjektiva yang disisipi -em- tersebut. Bentuk dasar
nomina dapat berdiri sendiri tanpa penyisipan -em- terlebih dahuiu.
Sebaliknya, bentuk dasar verba dan adjektiva tidak dapat berfungsi sebagai
unsur sintaksis sebelum disisipi -em-.Contoh:
(72) a. Ada getar perasaan yang dalam pada dirinya.
b. Jangan gemetar, dia bukan orang jahat.
(73) a. Ketika angin berembus, taman bunga itu semerbak baunya.
b. ?Ketika angin berembus, taman bunga itu serbak baunya.
(74) a. Banyak orang berdandan serba gemerlap.
b. ?Banyak orang berdandan scrhz gerlap.
3) Adjektiva Bersufiks
Adjektiva yang bersufiks -H-wi atau -iahl-wiah memiliki dasar nomina yang
pada umumnya berasal dari bahasa Arab. Selain itu, sufiks-sufiks tersebut
sering juga diterapkan pada nomina serapan yang berasal dari bahasa lain.
Contoh:
(75) Nomina Adjektiva Adjektiva
alam alami alamiah
islam isiami islamiah
insan insani insaniah
hewan hewani -
dunia duniawi
manusia manusiawi
gereja gerejawi
raga ragawi
(77) a. Pewarna alami makanan dapat dibuat dari daun suji.
b. Dia menghindari makanan yang mengandung protein
hetvani.
c. Hal itu terjadi semata-mata karena kesalahan manusiawi.
d. Antropologi ragawi diajarkan di beberapa fakultas.
Aturan pemakaian sufiks -H-wi atau -iahl-wiah dalam banyak hal
ditentukan oleh aturan fonologi dan tata bahasa Arab. Secara umum, sufiks -ii
-wi muncul di belakang kata yang berakhir dengan konsonan, sedangkan sufiks
-iahi-wiah di belakang kata yang berakhir dengan vokal /a/. Ada pula bentuk
turunan yang diserap secara utuh, seperti hakiki, rohani, ilmiah, dan harfiah.
Adjektiva yang bersufiks -if, -er, -al, -is, dan -us yang diserap dari
bahasa Belanda atau bahasa Inggris berasal dari nomina.
Contoh:
Adjektiva Nomina
administrate administrasi
agres// <- agresi
komplement^r <- komplemen
parlement^r <- parlemen
prosedur^/ <- prosedur
struktur^z/ <- struktur
birokratb <- birokrasi
hierarkzj hierarki
religi«j religi
4) Adjektiva Berkonliks
Adjektiva dengan konfiks ke-...-an pada umumnya digunakan pada bentuk
dasar yang juga berupa adjektiva seperti pada contoh berikut (lihat juga
5.4.1.4).
sempit
haus
sakit
girang
kesempitan
kehausan
kesakitan
kegirangan
Contoh:
(79) Hampir semua bajunya kesempitan karena dia sekarang
bertambah gemuk.
Karena udara panas, anak itu kehausan.
Kakinya masih kesakitan gara-gara terantuk batu di
tempat yang gelap.
Dia kegirangan mendapat hadiah komputer.
5.5.3 Adjektiva Berulang
Adjektiva turunan yang berupa bentuk ulang digunakan dengan fungsi
predikatif (5.3.2) atau adverbial (5.3.3). Adjektiva bentuk ulang ini
mengandung makna kejamakan, keanekaan, atau keintensifan. Perulangan
itu terjadi melalui tiga macam cara, yaitu (1) perulangan penuh, (2)
perulangan berafiks, atau (3) perulangan salin suara.
Contoh perulangan penuh:
(80) a. Biiah rambutan itu kecil-kecil.
b. Pipi anak-anak di pegunungan merah-merah.
c. Rumah orang Toraja panjang-panjangContoh perulangan berafiks:
(81) a. Mereka mengadakan jamuan makan besar-besaran.
b. Anak muda itu sedang belajar berdagang secara kecil-kec'tlan.
c. Dia menjawab secara asal-asalan pertanyaan itu.
Contoh perulangan salin suara:
(82) a. Dia telah mengganti pakaiannya yang compang-camping
dengan baju baru.
b. Suara di tempat pelelangan ikan terdengar hiruk-pikuk.
c. Setelah mendengar bunyi ledakan, mereka lari kocar-kacir.
5.5.4 Adjektiva Majemuk
Adjektiva majemuk perlu dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) yang
berupa gabungan morfem terikat dengan morfem bebas dan (2) yang berupa
gabungan morfem bebas dengan morfem bebas.
5.5.4.1 Gabungan Morfem Terikat dengan Morfem Bebas
Contoh berikut merupakan adjektiva majemuk yang merupakan gabungan
antara morfem terikat dan morfem bebas. Pada kata adikodrati, misalnya,
terdapat morfem terikat adi- dan morfem bebas kodrati. Contoh lain yang
sejenis dengan itu adalah sebagai berikut.
(83) adikodrati panteistis
anasional paranormal
antarbangsa pascajual
antiperang nirgelar
asusila pascalahir
awahama prokomunis
diapositif purnawaktu
diatonik semipermanen
dursila serbaguna
ekstrakurikuler subtropis
hiperkorek superberat
inframerah supranasional
inkonsticusional swasembada
interfakultas takorganik
interlokal taktakrif
internasional transkontinental
mahabesar tunakarya
mahasuci tunanetra
multinasional ultrakanan
niraksara ultramodern
5.5.4.2 Gabungan Morfem Bebas dengan Morfem Bebas
Adjektiva majemuk yang berupa gabungan morfem bebas dengan morfem
bebas memperlihatkan struktur yang polanya berbeda, yaitu pola (1) adjektiva
+ adjektiva, (2) adjektiva + nomina, dan (3) adjektiva + verba. Adjektiva
majemuk tersebut termasuk majemuk frasa.
1) Pola Adjektiva + Adjektiva
Berdasarkan makna unsur-unsurnya, adjektiva gabungan morfem bebas
yang terdiri atas adjektiva dan adjektiva ini perlu dibedakan antara yang
bersinonim dan yang berantonim.
Contoh yang bersinonim:
(84) aman sejahtera
arif bijaksana
basah kuyup
cantik jelita
cerah ceria
gagah berani
gagah perkasa
gelap gulita
lemah lembut
letih iesu
muda beiia
muda remaja
pahit getir
siap sedia
siap siaga
sunyi senyap
Contoh yang berantonim:
(85) baik buruk
besar kecil
kalah menang
kaya miskin
pahit manis
panjang pendek
suka duka
susah senang
tinggi rendah
tua muda
Di antara gabungan yang bersinonim dapat disisipkan kata dan,
sedangkan kata atau dapat digunakan di antara gabungan yang ber￾antonim.
Contoh:
(86)
(87)
basah kuyup
cantik jelita
gagah berani
kaya miskin
besar kecil
kalah menang
basah dan kuyup
cantik dan jelita
gagah dan berani
kaya atau miskin
besar atau kecil
kalah atau menang
2) Pola Adjektiva + Nomina
Pada gabungan morfem bebas yang terdiri atas adjektiva dan nomina ini,
unsur adjektiva merupakan inti dan nomina yang mengikutinya sebagai
pewatas.
Contoh:
(88) baik budi
baik hati
bebas bea
bebas tugas
besar kepala
bulat telur
buta huruf
cacat hukum
hampa udara
haus ilmu
kedap suara
peka cahaya
rabun ayam
setia kawan
Jenis gabungan morfem bebas ini ada yang tergolong idiom yang
maknanya tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna unsur-unsurnya.
Contoh:
(89) berat had
nngan jodoh
besar hati
besar kepala
besar muiut
bulat hati
gila hormat
ringan kaki
kuat iman
panjang akal
lemah hati
mabuk asmara
panjang tangan
pendek akal
ringan tangan
tinggi hati
Sebagai idiom, gabungan semacam itu tidak dapat disisipi unsur lain
tanpa mengubah maknanya.
besar mulut tidak sama dengan besarpada mulut
panjang tangan tidak sama dengan panjang pada tangan
ringan kaki tidak sama dengan ringan pada kaki
Namun, gabungan antara adjektiva dan nomina yang lain ada pula
yang dapat disisipi unsur lain tanpa menimbulkan perubahan makna,
meskipun strukturnya berbeda dari segi keketatan kompositumnya.
setia kawan sama dengan setia pada kawan
buta politik sama dengan buta pada politik
hampa udara sama dengan hampa dengan udara
peka cahaya sama dengan peka pada cahaya
Saiah satu unsur gabungan morfem bebas yang merupakan idiom itu ada
yang berbentuk adjektiva berulang.Contoh:
(90) panas-panas tahi ayam
hangat-hangat kuku
jinak-jinak merpati
malu-malu kucing
silu-silu asam
suam-suam kuku
tua-tua keladi
tua-tua kelapa
3) Pola Adjektiva + Verba
Unsur verba pada gabungan morfem bebas jenis ini dihasilkan melalui
proses morfosintaktis tertentu. Sebagaimana yang ditampilkan pada contoh
berikut, bentuk majemuk (sebelah kiri) berasal dari bentuk frasa (sebelah
kanan). Gabungan siap kerja, misalnya, berawal dari siap {untuk) bekerja
yang kemudian berubah menjadi siap kerja.
Contoh:
(91) laik laut ^ layak (untuk) melaut atau beriayar
laik udara <— layak (untuk) mengudara atau terbang
siap kerja *— siap (untuk) bekerja
siap tempur <— siap (untuk) bertempur
Tidak semua gabungan morfem bebas jenis ini mengalami proses
morfosintaktis seperti yang telah disebutkan. Ketika menyampaikan laporan
tentang tingkat kepadatan lalu lintas, misalnya, sering digunakan penyebutan
seperti ramai lancar dan padat merayap. Bentuk ramai lancar tergolong
gabungan morfem bebas dengan morfem bebas yang berpoia adjektiva +
adjektiva sehingga bentuk itu dapat diparafrasa menjadi ramai dan lancar dxzw
ramai, tetapi lancar. Perlu diingat bahwa bentuk padat merayap mempunyai
pola adjektiva + verba, bukan adjektiva + adjektiva.5.6 FRASAADJEKTIVAL
Frasa adjektival adalah frasa yang intinya adjektiva dan pewatasnya adverbia.
Pewatas yang berasal dari kelas kata adverbia itu berupa (1) pemarkah negasi,
(2) pemarkah keaspekan, (3) pemarkah modalitas, (4) pemarkah kualitas,
dan (5) pemarkah pembandingan.
5.6.1 Frasa Adjektival dengan Pemarkah Negasi
Pemarkah negasi tidak atau tak pada frasa adjektival mendahului adjektiva.
Contoh:
(92) a. Anak gadis itu tidakpandai, tetapi tekun sehingga dia
berhasii menyelesaikan kuliahnya.
b. Dalam kegiatan tersebut perlu dianggarkan biaya
takterduga.
c. Menurut teman-teman di kantornya, cara dia berbicara
tidak lugas.
d. Dia tidak setegar adiknya ketika mendengar berita duka
itu.
e. Penduduk di Surabaya tidak sepadat di Jakarta.
Kata tidak atau tak menegasikan atau menafikan adjektiva atau frasa
adjektival yang mengikutinya.
Contoh:
(93) a. Anak itu cerdas. —> Anak itu tidak cerdas,
b. Anak itu sangat cerdas. —> Anak itu tidak sangat cerdas.
c. Anak itu terlalu cerdas. —> Anak itu tidak terlalu cerdas.
d. Anak itu cukup cerdas. Anak itu tidak cukup cerdas.
e. Anak itu cerdas benar. —> Anak itu tidak cerdas benar.
Contoh Anak itu tidak sangat cerdas (93b) berbeda dari Anak itu sangat
tidak cerdas. Yang pertama berarti bahwa anak itu memang cerdas, tetapi
tidak sangat cerdas karena tingkat kecerdasannya biasa-biasa saja. Adapun
sangat tidak cerdas pada yang kedua menggambarkan ketidakcerdasan anak
itu yang mencapai taraf 'kesangatan'. Artinya, jika diungkapkan dengan
menggunakan pilihan kata yang berbeda, Anak itu sangat tidak cerdas
mengandung makna atau maksud yang sama dengan Anak itu sangat bodoh
atau Anak itu bodoh sekali.
Perlu ditambahkan bahwa frasa adjektival yang didahului agak atau
cukup tidak dapat dinegasikan karena kedua pewatas itu memiliki ciri makna
pada tingkat kualitas yang berada di antara pasangan adjektiva berantonim
yang mengikutinya. Pewatas agak dan cukup pada agak mahal dan cukup
mahal, misalnya, memperlihatkan tingkat kualitas antara mahal dan murah.
Meskipun demikian, jika diikuti dengan bagian kalimat yang merupakan
penjelasan atau keterangan lebih lanjut, pewatas cukup dapat didahului
pemarkah negasi. Hal itu berbeda dari penggunaan agak yang tetap tidak
dapat didahului pemarkah negasi.
Contoh:
(94) a. Harga mobil itu agak mahal. —*■ *Harga mobil itu tidak
agak mahal.
b. Harga mobil itu cukup mahal. —> *Harga mobil itu tidak
ukup mahal.
(95) a. Ruangan ini —> *K\i2ing2inm\ tidak agak gelap.
b. Ruangan ini tidak cukup gelap.
(96) a. Gadis itu agak cantik. *Gadis itu tidak agak cantik.
b. Gadis itu cukup cantik. *Gadis itu tidak cukup cantik.
(97) a. Pria itu tidak cukup tinggi untuk menjadi pramugara.
b. *Pria itu tidak agak tinggi untuk menjadi pramugara.
5*6.2 Frasa Adjektival dengan Pemarkah Keaspekan
Pada frasa adjektival pemarkah keaspekan seperti akauy sudah, telah, sedang,
dan belum digunakan sebelum adjektiva.
Contoh:
(98) a. Kami akan senangsekali jika mereka juga bisa hadir.
b. Hidupnya sekarang sudah bahagia karena semua anaknya
telah bekerja.
c. Ketenarannya telahpudar karena setahun yang laiu dia
teriibat penipuan.
d. Saya lihat dia sedangsedih karena saudara sepupunya di
Jakarta meninggal.
e. Dia belumpuas juga meskipun hampir semua prestasi sudah
diraihnya.
5.6.3 Frasa Adjektival dengan Pemarkali Modalitas
Sama halnya dengan pemarkah negasi dan pemarkah keaspekan, pe￾markah modalitas, seperti ingin^ tnaUi harus^ dan mesti dalam konstruksi
frasa adjektival juga mendahului adjektiva yang menjadi intinya.
Contoh:
(99) a. Setlap orang past! ingin selamat di dunia dan akhirat.
b. Jika Anda mau aman dalam perjalanan, mobil hams
diservis dulu.
c. Dalam era kesejagatan, kita harus berani menghadapi
berbagai tantangan.
d. Sebagai anggota pramuka, kita mesti setia pada Dasadarma
Pramuka.
5.6.4 Frasa Adjektival dengan Pemarkak Kualitas
Pemarkah kualitas ada yang mendahului adjektiva, seperti agak^ sangat,
cukupy dan terUlu dan ada yang mengikutinya, seperti sekali dan benar.
Contoh:
(100) a. hndk i'tn sangat kuat.
b. Agak jauh juga rumahnya.
c. Meskipun tidak menjadi juara kelas, anak itu cukup
gembira dengan basil belajarnya selama ini.
d. Bagi dia yang hidupnya pas-pasan, harga rumah itu
terlalu mahal.
e. Jalan di depan rumahnya becek sekali kalau hujan.
f. Sejuk benar udara di sini.
5.6.5 Frasa Adjektival dengan Pemarkali Pembandingan
Kata seperti lebih, kurangy dan paling merupakan pemarkah pembandingan
yang posisinya pada frasa adjektival mendahului adjektiva.
Contoh:
(101) a. Saya lebih senang di sini daripada di sana.
b. Partai oposisi itu kurangpuas dengan basil kerja
pemerintah selama tiga tahun terakhir ini.
c. Anaknya^/zw^paling besar pernah mengikuti UKBI di
Badan Bahasa 5.7 ADJEKTIVA DAN KELAS KATA LAIN
Ada golongan adjektiva yang dihasilkan lewat proses transposisi. Transposisi,
yang mengubah kelas kata tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk,
dianggap sebagai penurunan dengan derivasi nol atau konversi. Lewat proses
transposisi itu, adjektiva yang berasal dari verba disebut adjektiva deverbal,
sedangkan adjektiva yang berasal dari nomina adalah adjektiva denominal.
5.7.1 Adj ektiva Deverbal
Ada sekelompok verba dalam bahasa Indonesia yang tanpa perubahan
bentuk dapat digunakan sebagai adjektiva. Kelompok adjektiva deverbal ini
diturunkan dari kata dasar yang dibubuhi dengan afiks-afiks tertentu seperti
(i) meng'y (ii) meng-...'kan, (iii) ter-^ dan (iv) ber-.
Contoh:
(102) a. menarik
memukau
memikat
mencekam
b. menggembirakan
memalukan
menakutkan
mengherankan
c. terkenal
terharu
terkejut
tercinta
d. beruntung
berbahaya
berkembang
berharga
Tiap-tiap kata dalam pengelompokan di atas dapat juga digunakan
sebagai verba. Kata pada kelompok (i) dan (ii) yang digunakan sebagai verba
dapat diikuti oleh nomina. Perhatikan penggunaan perhatian gubernur, hati
siapa punyang melihatnya, dan suasana kampung ^2iA2i (103a)—(103c) serta
rakyat, gurunya, dan para wisatawan pada (104a)—(104c).
Contoh:
(103) a. Pertunjukan itu perhatian gubernur.
b. Senyumnya memikat hati siapa pun yang melihatnya.
c. Suara burung gagak membuat suasana kampung
makin mencekam.
(104) a. Cairnya bancuan itu menggembirakan rakyat.
b. Penampilan siswanya dalam turnamen tidak memalukan gurunya.
c. Adanya jaminan keamanan menenteramkan para wisatawan.
Kata pada kelompok (i—ii) di atas dapat pula digunakan sebagai
adjektiva. Dalam hal itu, nomina setelah verba tidak bar us hadir, ter￾utama apabiia nomina ini merujuk pada pembicara atau pada orang dalam
arti yang umum. Dengan demikian, contoh di atas dapat diubah menjadi
sebagai berikut.
(105) a. Pertunjukan itu menarik.
b. Senyumnya memikat.
c. Suasana kampung itu mencekam.
(106) a. Cairnya bantuan itu menggembirakan.
b. Penampilan siswanya tidak memalukan.
c. Adanya jaminan keamanan menenteramkan.
Perhatikan bahwa sebagai adjektiva, bentuk-bentuk itu dapat
dibubuhi pewatas seperti sangat, palingy atau sehingga terbentuklah frasa
adjektival seperti sangat menariky sangat memikaty sangat mencekamy paling
menariky paling memikaty paling mencekamy lebih menariky lebih memikaty
lebih mencekamy dan lebih menenteramkan.
Kata pada kelompok (iii) juga dapat digunakan sebagai adjektiva
sehingga dapat pula dibubuhi pewatas seperti palingy sangaty dan agak. Perlu
diingat bahwa bentuk seperti terkenal dan terkejut masing-masing dapat pula
dikontraskan dengan dikenal dan dikejutkan. Namun, perbedaan makna
akan muncul antara terkenal dan dikenal atau antara terkejut dan dikejutkan.