bahasa indonesia 6

Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa indonesia 6. Tampilkan semua postingan

bahasa indonesia 6


hal yang berkaitan dengan kapal'
persuratkabaran 'hal yang berkaitan dengan surat kabar'
Jika dilihat keajekan hubungan nomina per-...-an dengan verba ber-,
nomina perlawanan dan permintaan kemungkinan besar berkaitan dengan
verba masa dulu berlawan dan berminta.
7) Penurunan Nomina dengan ke-.. -an
Nomina dengan ke-... -an dapat diturunkan dari pangkal verba, adjektiva,
atau nomina, baik yang monomorfermis maupun yang polimorfemis.
Bahkan, ke-...-an dapat pula ditambabkan pada frasa (verbal) tertentu.
Makna nomina turunan ini bergantung pada bentuk pangkal yang
dipakai.
a) Nomina ke-... -an yang diturunkan dari verba mempunyai makna 'hal
atau keadaan yang dinyatakan verba'.
Contoh:
(74) keberhasilan 'hal berhasil'
kedatangan 'hal datang'
kehadiran 'hal hadir'
kepergian 'hal pergi'
b) Nomina ke-... -an yang diturunkan dari adjektiva mempunyai makna
'hal atau keadaan yang dinyatakan adjektiva'.
Contoh:
(75) keberanian 'keadaan berani'
kebimbangan 'keadaan bimbang'
kekosongan 'keadaan kosong'
keragu-raguan 'keadaan ragu-ragu'
keseimbangan 'keadaan seimbang'
c) Nomina ke-...-an yang diturunkan dari dasar nomina mempu￾nyai makna 'hal mengenai nomina' atau 'kantor/wilayah kekuasaan
nomina'.
Contoh:
(76) kebangsaan 'hal mengenai bangsa'
kemanusiaan 'hal mengenai manusia'
kerakyatan 'hal mengenai rakyat'
kekeluargaan 'hal mengenai keluarga'
keuangan 'hal mengenai uang'
kedutaan 'kantor atau wilayah kekuasaan duta'
keiurahan 'kantor atau wilayah kekuasaan lurah'
kecamatan 'kantor atau wilayah kekuasaan camat'
kementerian 'kantor atau wilayah tanggung jawab menteri'
kerajaan 'wilayah kekuasaan raja'
Dalam hal ini dapat ditambahkan bentuk kepulauan yang memiliki
makna 'wilayah yang terdiri atas pulau-pulau'.
d) Nomina ke-...-an dapat pula diturunkan dari frasa verbal atau
adjektival yang bermakna 'hal yang dinyatakan bentuk pangkal'.
Contoh:
(77) keingintahuan
ketidaktahuan
ketidakjelasan
ketidakhadiran
kekurangmampuan
'hal ingin tahu/mengetahui'
'hal tidak tahu/tidak mengetahui'
'hal tidak jelas'
'hal tidak hadir'
'hal kurang mampu'
8) Penurunan Nomina dengan -el-, -em-, -er-y dan -in￾Penurunan nomina dengan memakai sisipan atau infiks dalam ba￾hasa Indonesia tidak produktif lagi. Bentuk-bentuk turunan dengan
infiks yang ada sudah membeku sehingga oleh sebagian orang
bentuk-bentuk itu dianggap sebagai kata dasar yang monomorfemis.
Apalagi makna sisipan itu tidak teratur sehingga bentuk-bentuk
turunan itu perlu dipelajari secara tersendiri. Berikut diberikan con
toh berdasarkan infiks yang dipakai.
(78) t^-Zunjuk
p<?/atuk
g^'/embung
t^/apak
k^/elawar
tunjuk
patuk
gembung
tapak
kelawar

k^wilau < kilau
k^Twuning < kuning
tmali < tali
k^welut < kelut
g^wuruh < guruh
serabut < sabut
s^ruling < suling
gmgi <
g'g'
kfmdung < kudung
k/werja < kerja
s/«ambung < sambung
t/wambah < tambah
k/«asih < kasih
9) Penurunan Nomina dengan -wanl-wati
Nomina dengan afiks -wanl-wati mengacu pada (82) orang yang
ahli dalam bidang tertentu, (83) orang yang mata pencaharian atau
pekerjaannya dalam bidang tertentu, atau (84) orang yang memi￾liki sesuatu yang disebut kata dasar. Afiks -wan mempunyai alomorf
-man d^in -wati. Pada masa lalu alomorf -man ditambahkan pada pangkal
yang berakhir dengan vokal /i/, seperti terlihat pada kata budiman dan
seniman. Sufiks -man tidak produktif lagi; pembentukan nomina baru
cenderung menggunakan -wan.
Afiks -wati dipakai untuk mengacu pada wanita. Seorang
pekerja wanita, misalnya, disebut karyawatiy sedangkan rekan pria￾nya disebut karyawan. Dalam perkembangan bahasa Indonesia, orang
mulai memakai -wan untuk merujuk pria dan wanita. Jika ingin secara
khusus merujuk pada jenis wanitanya, barulah digunakan -wati. Dengan
kata lain, wartawati pastilah seorang jurnalis wanita, tetapi wartawan
dapat mengacu pada yang pria ataupun yang wanita.
Contoh:
(82) ilmuwan
budayawan
sejarawan
rohaniwan
bahasawan
'orang yang ahli dalam bidang ilmu'
'orang yang ahli dalam bidang budaya'
'orang yang ahli dalam bidang sejarah'
'orang yang ahli dalam bidang rohani'
'orang yang ahli dalam bidang bahasa'

(83) karyawan
wartawan
orang yang mata pencariannya berkarya'
orang yang mata pencariannya dalam bidang
pewartaan'
usahawan orang yang mata pencariannya dalam bidang
usaha'
olahragawan orang yang memahirkan diri di bidang olahraga
(84) dermawan
hartawan
rupawan
bangsawan
orang suka berderma'
'orang yang memiliki banyak harta'
'orang yang memiliki rupa elok'
'orang yang berbangsa/berketurunan orang mulia'
Dengan adanya kemungkinan membentuk nomina lewat pe￾nambahan sufiks -wanl-watiy pemakai bahasa Indonesia berpeluang
memilih cara pembentukan nomina bermakna orang dengan prefiks
per-, peng-, atau dengan memakai sufiks -wanl-wati. Kaidah untuk
menentukan bentuk mana yang dipakai bersifat idiomatis dalam arti
pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang yang hidup dari atau
bergerak di bidang seni secara idiomatis disebut seniman, bukan *peseni.
Demikian pula halnya dengan kata budiman, hartawan, dan ilmuwan.
Kata-kata itu sudah baku dan mantap sehingga bentuk lain, seperti
*pembudi, *pengharta, dan *pengilmu tidak berterima.
10) Penurunan Nomina dengan -a dan -i
Dalam bahasa Indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturun￾kan dengan sufiks -a dan -i yang maknanya berkaitan dengan per￾bedaan jenis kelamin.
Contoh:
(85) dewa ~ dewi
mahasiswa — mahasiswi
pemuda ~ pemudi
putra — putri
saudara — saudari
Seperti halnya dengan-wan dan-wati, sekarang ada kecenderungan
untuk memakai bentuk dengan HI khusus untuk wanita dan bentuk
dengan iai untuk pria dan wanita. Seseorang yang bertanya,"Putra Ibu
berapa?" bisa mendapat jawaban, "Tiga, Pak; dua laki-laki dan satu

perempuan". Sebaliknya, pertanyaan, "Dari tiga itu, yang putri berapa?"
jelas menanyakan berapa jumlah anak perempuan dalam keluarga tersebut.
Demikian pula kata mahasiswa pada pernyataan "Di universitas kami ada
sekitar 8.500 mahasiswa" merujuk pada mahasiswa dan mahasiswi yang
terdaftar. Akan tetapi, pernyataan "Dari jumlah 8.500, mahasiswinya
4.125 orang" mengungkapkan jumlah wanita yang kuliah di sana.
11) Penurunan nomina dengan -isme, -(is)asi, -logh dan —tas
Mula-mula nomina dengan sufiks -isme dan -tas diserap dari ba￾hasa asing. Akan tetapi, lambat laun sufiks ini menjadi produktif
sehingga bentuk -isme, -(is)asi, dan -logi dianggap layak diterapkan
pada pangkal kata Indonesia juga. Pada contoh (86a—86d) berikut,
kata-kata yang di sebelah kiri merupakan bentuk serapan dari bahasa
asing, sedangkan yang di sebelah kanan umumnya merupakan ben￾tukan dengan menggunakan sufiks serapan.
Contoh:
(86) a. komunisme sukuisme
liberalisme daerahisme
kapitalisme marhaenisme
b. kolonialisasi kaderisasi
modernisasi kuningisasi
elektrifikasi pompanisasi
c. bioiogi Javanologi
ekologi Balinologl
hidrologi - Sundanologi
d. kualitas sportivitas
realitas efektivitas
aktivitas spontanitas
Perlu diingat bahwa selama afiks dari bahasa asing itu
bermanfaat dan bahasa Indonesia tidak memiliki padanan yang tepat,
afiks tersebut dapat diterima seperti halnya dengan sufiks -wan/-man
yang diserap dari bahasa Sanskerta. Jika afiks Indonesia dapat meng
ungkapkan konsep yang sama, sebaiknya afiks asing itu tidak perlu
dipakai. Sufiks '{is)asi, misalnya, berpadanan dengan konfiks peng-... -ariy
dan sufiks -tas sering berpadanan dengan konfiks ke-... -an. Bandingkan
pasangan bentuk di bawah ini.
(87) lonisasi
uniHkasi
standardisasi
efektivitas
sportivitas
produktivitas
pengionan
penyatuan/pemersatuan
penstandaran/pembakuan
keefektifan
kesportifan
keproduktifan
12)Penurunan Nomina dengan se￾Dalam bahasa Indonesia dewasa ini terdapat sekelompok nomina dengan
klitik numeralia se- yang diperiakukan sebagai kesatuan leksikal. Nomina
yang tergolong keiompok ini terbatas pada kata-kata berikut.
(88) seantero
sebelah
sekelillng
sekitar
sepanjang
seputar
sejumlah
selama
Berita itu sudah tersiar di seantero dunia.
Ruangannya ada di sebelah kiri.
Dia berjalan-jalan di sekeliling taman.
Anak itu bermain di sekitar rumah saja.
Kami tidak bertemu sec rang pun di sepanjang
pantal.
Poiisi yakin bahwa buronan itu masih ada di
seputar Jakarta.
Dia diberhentikan karena menerima uang
sejumlah lima ratus juta rupiah.
Pak Andi mengambil cuti selama lima hari.
Bentuk kitar dan putar pada sekitar dan seputar diperiakukan
sebagai nomina berdasarkan analogi. Perlu diingat bahwa bentuk se- pada
kata-kata tersebut tidak dapat disubstitusi dengan satu. Kenyataan ini
menyebabkan sebagian penulis tata bahasa Indonesia memperiakukan se￾pada bentuk-bentuk itu sebagai prefiks pembentuk preposisi. Atas dasar
itu, nomina dengan se- itu dikategorikan sebagai preposisi.
3) Penurunan Nomina melalui Perulangan
Dilihat dari segi bentuknya, perulangan dalam bahasa Indonesia da￾pat dibedakan atas (1) perulangan utuh, (2) perulangan salin suara, (3)
perulangan sebagian, dan (4) perulangan sinonim. Dilihat dari segi fungsinya,
perulangan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas perulangan leksikal
(morfologis) dan perulangan sintaktis (morfosintaksis). Perulangan leksikal
digunakan untuk membentuk leksem baru pada tataran morfologi, seperti
kuda-kuda {kuda+KtA) dan orang-orangan {orang+Kci\+an), sedangkan
perulangan sintaktis digunakan pada tataran sintaksis untuk menyatakan
kategori semantis atau kategori gramatikal, seperti buku-buku 'makna jamak'
dan buah-buahan 'makna keragaman. Uraian di bawah ini akan mencakupi
perulangan leksikal dan perulangan sintaktis.
1) Perulangan Utuh
Perulangan utuh nomina diperoleh dengan mengulang bentuk pang￾kal, baik yang monomorfemis maupun yang polimorfemis secara utuh.
Makna perulangan utuh itu bergantung pada makna bentuk pangkalnya.
a) Apabila bentuk pangkalnya adalah nomina terbilang, perulangan
itu menyatakan makna kejamakan/keanekaragaman makna nomina
pangkal. Perulangan dengan makna demikian tergolong perulangan
sintaktis.
Contoh:
(89) anak-anak 'banyak anak'
bintang-bintang 'banyak/aneka ragam bintang'
buku-buku *banyak/aneka ragam buku'
rumah-rumah 'banyak/aneka ragam rumah'
sungai-sungai 'banyak/aneka ragam sungai'
b) Apabila bentuk pangkalnya nomina takterbilang, bentuk per
ulangan itu menyatakan keragaman jenis atau tempat nomina dasar.
Perulangan dengan makna demikian juga tergolong perulangan
sintaktis.
Contoh:
(90) air-air 'air dalam beberapa tempat'
beras-beras 'beras dari beberapa jenis/dalam
beberapa tempat'
kopi-kopi 'kopi dari berbagai jenis/dalam
beberapa tempat'
rambut-rambut 'rambut dari beberapa jenis'
sabun-sabun 'sabun dari beberapa jenis/bentuk/
tempat'
c) Apabila bentuk perulangan tidak menyatakan keragaman atau
kejamakan, perulangan penuh itu akan menyatakan kemiripan
dengan makna pangkalnya. Nomina reduplikasi jenis ini relatif ter￾batas. Perulangan demikian tergolong perulangan leksikal.
Contoh:
(91) jari-jari 'sengkang roda yang bentuknya mirip jari￾jari orang'
kuda-kuda 'alat penyangga berupa balok berpalang yang
bentuknya mirip dengan bentuk/fungsi kuda'
langit-langit 'bagian atas penutup ruangan/rongga mulut
yang fungsinya mirip langit'
parang-parang 'ikan yang bentuknya menyerupai parang'
undur-undur 'binatang kecil yang jalannya selalu mundur'
d) Selain bentuk perulangan utuh yang telah disebut di atas, ter￾dapat pula sejumlah bentuk perulangan yang maknanya tidak ada
hubungannya dengan makna bentuk pangkalnya. Bentuk perulangan
jenis ini tergolong perulangan leksikal.
Contoh:
(92) balai-balai
kunang-kunang
lumba-lumba
cumi-cumi
kupu-kupu
paru-paru
kisi-kisi
kura-kura
rama-rama

Dalam pemakaian sehari-hari, orang cenderung memakai ha￾nya bentuk pangkal perulangan semu tersebut. Jadi, dewasa ini sering
terdengar orang menggunakan kupu, cumi, dan paru alih-alih kupu-kupUy
cumi'cumi, dan paru-paru.
2) Perulangan Salin Suara
Nomina perulangan salin suara diperoleh dengan jalan mengulang
bentuk pangkal, lalu mengubah bunyi salah satu ruasnya. Perubahan
bunyi salah satu ruas perulangan itu umumnya bermotivasi fono￾logis. Perubahan dapat terjadi pada ruas pertama atau pada ruas
kedua. Perulangan salin suara ini pada umumnya tergolong ke da
lam perulangan sintaktis karena bentuk-bentuk ulang tersebut hanya
akan berarti dalam konteks kalimat. Berikut ini disajikan pola umum
perubahan bunyi pada perulangan salin suara.
a) Jika vokal akhir ruas pertama /a/, vokal akhir ruas kedua adalah /i/,
/u/, Id, atau ioi. Perulangan salin suara ini umumnya menyatakan
makna keanekaan.
Contoh:
(93) bolak-balik < balik-hzYxk 'berulang-ulang pergi dan
pulang'
cebar-cebur < cebur- cebur 'rentenan bunyi cebur'
corat-coret < coret-corci 'aneka coretan'
lenggak-lenggok < lenggok-\tn^oV 'aneka gerak/liuk badan'
lika-liku < M«-liku 'aneka liku/rintangan'
gerak-gerik < ^cvdik-gerak 'aneka ragam gerak'
warna-warni < -wzvnz-wama 'aneka warna'
b) Ada beberapa bentuk perulangan yang vokal akhir ruas ke￾duanya /a/ dan vokal akhir ruas pertamanya vokal tinggi (/i/
atau ixxi). Bentuk perulangan salin suara jenis ini, khususnya
nomina, sangat terbatas. Perulangan jenis ini umumnya me
nyatakan makna keanekaan
Contoh:
(94) gunung-ganang < gunung-gunung 'aneka ragam gunung'
huru-hara < huru-huru (?) 'rentetan perbuatan
mengacaukan'
lekup-lekap < lekup-lekup (?) 'tiruan bunyi kertak￾kertak'
lekum-lekam < lekum-lekum (?) 'tiruan bunyi besar'
c) Perulangan salin suara dapat terjadi pada bunyi konsonan. Perubahan
konsonan yang lazim adalab perubahan konsonan awal kata dasar
menjadi konsonan labial pada ruas kedua. Perulangan jenis ini
umumnya menyatakan makna keanekaan.
Contoh:
(95) coreng-Twore?/^ < coreng-coreng 'aneka coretan takteratur'
corci-morety < coret-coret 'aneka coretan takteratur
covzi-coret
haru-^/>« < haru-haru (?) 'rentetan perbuatan
mengacaukan'
Vaw'm-mawin < kawin-kawin 'aneka macam hubungan
pernikahan'
\i3.\ik'pauk < lauk-lauk 'aneka macam lauk'
piut-7w/«r < piut-piut 'keturunan-keturunan
yang sudah jauh
snym-maym < sayur-sayur 'aneka macam sayur'
Ada juga perulangan salin suara yang konsonan akhirnya berubah.
Perubahan itu dapat terjadi pada ruas pertama atau pada ruas kedua.
Perulangan salin suara jenis ini sangat terbatas.
Contoh:
(96) kiang -kiut < kiut-kiut 'tiruan bunyi kiut yang
berulang-ulang'
sordik-sorai < sorak-sorak 'aneka sorak'
kicang -kicuh/kecoh < kicuh-kicuh 'aneka tipu muslihat
kecoh-kecoh (?)

3) Perulangan Sebagian
Nomina perulangan sebagian diperoleh dengan jalan mengulang un￾sur pertama atau suku pertama bentuk pangkal.
a) Jika bentuk pangkal berupa bentuk majemuk frasa, yang di￾ulang adalah unsur yang pertama. Bentuk perulangan sebagi
an ini umumnya menyatakan makna keanekaan. Perulangan jenis ini
tergolong perulangan sintaktis.
Contoh:
(97) jaksa-jaksa tinggi < jaksa tinggi-jaksa tinggi aneka jaksa
tinggi'
meja-meja tuUs < meja tulis-meja tulis 'aneka macam
meja tulis'
orang-orang tua < orang tua-orang tua 'aneka macam
orang tua'
rumah-rumah sakit < rumah sakit-rumah sakit 'aneka
macam rumah sakit'
surat-surat kabar < surat kabar-surat kabar 'aneka
macam surat kabar'
b) Jika bentuk pangkalnya berupa kata dasar, yang diulang adalah suku
pertama dan vokalnya berubah menjadi <e> (/a/). Makna bentuk
perulangan jenis ini sama dengan makna bentuk perulangan utuhnya
jika ada. Perulangan ini tergolong perulangan morfologis.
Contoh:
(98) /daki < ia-laki < laki-laki
r^angga
/^ftikus
r^amu
r^ua
ta-tangga < tangga-tangga(?)
ti-tikus < tikus-tikusan 'yang
menyerupai tikus'
ta-tamu < tamu-tamu 'aneka ragam tamu'
tu-tua < tua-tua 'orang-orang tua
yang berilmu/berpengalaman'
4) Perulangan Disertai Pengafiksan
Nomina perulangan dengan disertai pengafiksan diperoleh dengan
jalan mengulang bentuk pangkal, kemudian menambahkan sufiks
-an. Perulangan pada (1) dan (3) di bawah ini termasuk perulangan
sintaktis, sedangkan perulangan pada (2) termasuk perulangan leksikal.
a) Nomina perulangan yang diturunkan dari nomina berupa kata dasar
atau turunan umumnya menyatakan keanekaan/kumpulan dari yang
dinyatakan bentuk pangkal.
Contoh:
batu-batuan < (batu-batu) + -an
daun-daunan < (daun-daun) + -an
(99) 'bebagai jenis batu'
'kumpulan berbagai
padi-padian
sayur-sayuran
kacang-kacangan
daun
'berbagai jenis padi'
'aneka macam sayur'
(kacang-kacang) + -an 'berbagai jenis kacang'
< (padi-padi) + -an
< (sayur-sayur) + -an
Dalam perkembangan bahasa Indonesia, bentuk perulangan
demikian cenderung disingkat dengan mengulang suku pertama bentuk
pangkal (perulangan sebagian), lalu mengubah vokal suku pertama
perulangan itu menjadi <e> (/s/).
Contoh:
(100) batu-batuan
daun-daunan
rumput-rumputan
runtuhan-runtuhan
cumbuh-tumbuhan
> bebatuan
> dedaunan
> rerumputan
> reruntuhan
> tetumbuhan
b) Nomina perulangan dengan afiks -un dari bentuk pangkal tertentu
dapat menyatakan makna kemiripan dari yang dinyatakan bentuk
pangkal. Bentuk perulangan kelompok ini umumnya tidak disingkat
dengan memakai perulangan sebagian.

Contoh:
(101) gunung-gunungan < gunung-gunung +-an
'sesuatu berupa (tiruan) gunung'
kuda-kudaan < kuda-kuda + -an
'mainan yang berupa/berfungsi sebagai kuda'
mobil-mobilan < mobil-mobil + -an
'mainan yang berupa mobil'
orang-orangan < orang-orang + -an
'sesuatu yang menyerupai orang'
rumah-rumahan < rumah-rumah + -an
'mainan berbentuk/berfungsi sebagai rumah'
c) Dalam bahasa Indonesia terdapat juga perulangan dengan
menggunakan infiks (sisipan). Bentuk perulangan ini umumnya
menyatakan makna keanekaan dari yang dinyatakan bentuk pangkal.
Nomina perulangan jenis ini sangat terbatas.
Contoh:
(102) gunung-gemunung 'banyak dan beragam gunung'
jari-jemari 'banyak macam jari'
tali-temali 'aneka macam tali'
5) Perulangan Sinonim
Nomina perulangan sinonim diturunkan dari kata dasar berupa no￾mina diikuti oleh sinonimnya. Bentuk perulangan ini umumnya me￾nyatakan keanekaan makna yang dinyatakan bentuk pangkal. Per
ulangan demikian tergolong perulangan sintaktis.
Contoh:
(103) adat istiadat
fakir miskin
sopan santun
akal budi
hamba sahaya
tulang belulang
alim ulama
handai tolan
tutur kata
asal usul
sanak saudara
yatim piatu
daya upaya
sembah sujud
4) Penurunan Nomina melalui Pemajemukan
Nomina dalam bahasa Indonesia dapat pula diturunkan melalui pe
majemukan, yaitu penggabungan dua kata atau lebih menjadi satu leksem
baru. Bentuk nomina majemuk itu dapat berupa kata, seperti mahasiswa^
segitiga, dan caturwulan dan dapat berupa frasa, seperti kepala sekolah, buku
gambar, dan pedagang eceran. Dalam perulangan, bentuk majemuk yang
ditulis sebagai kata diulang seluruhnya, misalnya mahasiswa-mahasisway
segitiga-segitiga, dan caturwulan-caturwulariy sedangkan bentuk majemuk
yang ditulis terpisah hanya unsur pertama yang diulang, misalnya kepala￾kepala sekolahy buku-buku gambary dan pedagang-pedagang eceran.
Makna bentuk majemuk dapat ditelusuri dari makna unsur-unsurnya.
Jadi, mahasiswa adalah siswa sekolah tertinggi; segitiga adalah bidang yang
sisinya tiga; dan caturwulan adalah waktu empat bulan(an). Kepala sekolah
adalah orang yang memimpin sekolah; buku gambar adalah buku untuk
(belajar) menggambar; dan pedagang eceran adalah pedagang yang menjual
barang sedikit-sedikit (per satuan).
Nomina majemuk berbeda dari frasa nominal dalam ha! hubungan
struktural komponen-komponennya. Komponen-komponen nomina majemuk
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau dipertukarkan
dalam kalimat. Bentuk suami istri, orang ttia (bapak dan ibu), dan kursi roda
merupakan nomina majemuk, tetapi suami Asrid, orang muda, dan kursi
rusak merupakan frasa nominal. Nomina majemuk juga berbeda dari nomina
yang berupa idiom dalam hal hubungan makna komponen-komponennya.
Walaupun dapat mempunyai makna harfiah, makna idiom umumnya tidak
bertalian dengan makna harfiah atau makna komponen-komponen idiom
tersebut. Bentuk tangan kanan, kaki tangauy atau kepala batu merupakan idiom.
Makna tiap-tiap bentuk itu adalah 'orang kepercayaan', 'orang yang diperalat',
dan 'orang yang tidak mau menurut nasihat orang lain'; makna itu tidak ada
hubungannya dengan tangan bagian kanan, kaki atau tangan, serta kepala yang
keras.
1) Nomina Majemuk Berdasarkan Bentuk Morfologisnya
Berdasarkan bentuk morfologisnya, nomina majemuk dapat dikelompokkan
atas (a) nomina majemuk dasar, (b) nomina majemuk berafiks, (c) nomina
majemuk dari bentuk bebas dan bentuk terikat, dan (d) nomina majemuk
dari bentuk terikat dan bentuk terikat.
a) Nomina majemuk dasar adalah nomina majemuk yang komponennya
terdiri atas kata dasar.
Contoh:
(104) anakcucu rem angin peran serta
buku ajar simpang tiga wajib pajak
cetak coba suami istri mata kaki
doa restu suka duka unjuk rasa
ganti rugi tertib hukum
ibu jari uang muka
kereta api uang pangkal
uang saku lomba lari
Sebagai bandingan, perhatikan bentuk idiom berikut.
(105) buah hati kambing hitam
darah daging kepala batu
jantung hati kutu buku
kabar burung sepak terjang
kaki tangan tangan kanan
b) Nomina majemuk berafiks adalah nomina majemuk yang salah satu
atau kedua komponennya mempunyai afiks.
Contoh;
(106) buku harian pedagang eceran
pekerjaan sambilan
pendapat umum
penyakit menular
perguruan tinggi
perjanjian kerja
perlindungan anak
sekolah menengah
surat keputusan
surat keterangan
buku harian
cut! tahunan
kakak beradik
kata pengantar
kata sambutan
lagu kebangsaan
lemari pakaian
pekerja sosial
pakaian dalam
pakaian lengkap
c) Nomina majemuk dari bentuk bebas dan bentuk terikat adalah nomina
majemuk yang salah satu komponennya berupa kata yang dapat berdiri
sendiri, sedangkan komponen lainnya merupakan bentuk terikat.
Contoh:
(107) dwiwarna
hipertensi
infrastruktur
multifungsi
mulcibahasa
kontraspionase
kooperasi
mahaguru
niraksarawan
nonkomunis
paranormal
pascapanen
pascasarjana
praduga
prakiraan
purnawirawan
rekonstruksi
reproduksi
semifinal
subbab
superskrip
tritunggal
d) Nomina majemuk dari bentuk terikat dan bentuk terikat adalah
nomina majemuk yang kedua komponennya terikat.
Contoh:
(108) dasawarsa biologi
swakarsa geografi
swantantra caturwulan
tunanetra
tunadaksa
saptamarga
tunagrahita
2) Nomina Majemuk Berdasarkan Hubungan Komponennya
Berdasarkan hubungan gramatikal komponennya, nomina majemuk
dapat dibedakan atas nomina majemuk setara (majemuk tanpa inti) dan
nomina majemuk bertingkat (majemuk berinti). Jika dilihat dari segi
hubungan makna komponennya, nomina majemuk dapat dibedakan atas
(a) nomina majemuk kopulatif, (b) nomina majemuk endosentrik, dan
(c) nomina majemuk eksosentrik. Jenis nomina majemuk yang pertama
tergolong nomina majemuk setara dan dua yang terakhir tergolong
nomina majemuk bertingkat.
a) Nomina majemuk kopulatif diddXdHii nomina majemuk yang dibentuk
dengan menyandingkan dua nomina dan kedua komponen gabungan
itu secara gramatikal setara, tetapi dari segi makna, masing-masing
komponennya memberikan kontribusi makna yang sama terhadap
makna kata majemuk itu. Kata suami atau istri dalam suami istrU
misainya, tidak menjadi induk atau pewatas pada bentuk majemuk
itu. Makna suami istri bukan salah satu hiponim dari makna suami
atau makna istri.
Contoh:
(109) anak cucu meja kursi
atas bawah muka belakang
ayah bunda nenek moyang
doa restu nini mamak
ibu bapak piring mangkuk
kaki tangan sawah ladang
kiri kanan sendok garpu
putra-putri suami istri
laki bini suka duka
mata telinga tikar bantal
b) Nomina majemuk endosentrik adalah nomina majemuk bertingkat
yang salah satu komponennya berfungsi sebagai inti dan yang lainnya
sebagai pewatas. Makna kata majemuk ini merupakan hiponim dari
makna intinya. Pada nomina majemuk lomba lari, misainya, lomba
menjadi inti, dan lari menjadi pewatas. Sebagian besar nomina ma
jemuk dalam bahasa Indonesia tergolong jenis nomina majemuk
endosentrik.

Contoh:
(110) anak kandung pekerjaan sambilan
anak murid penyakit dalam
cetak coba peran serta
dana cadangan polisi wanita
dokter kandungan rumah sakit
gambar alir sekolah dasar
ganti rugi sepak bola
kamar tidur sumbangan wajib
ahli bedah uang muka
pedagang eceran unjuk rasa
c) Nomina majemuk eksosentrik adalah nomina majemuk bertingkat
yang salah satu komponennya berfungsi sebagai inti dan yang lain
sebagai pewatas, tetapi maknanya bukan hiponim dari makna inti
gramatikainya. Jenis majemuk ini banyak ditemukan sebagai nama
binatang dan tumbuhan. Berikut adalah contoh nomina majemuk
eksosentrik dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
(111) batu anggur
jari ayam
kaki kuning
kaki lima
kumis kucing
kuping gajah
lidah ayam
lidah buaya
mata angin
pacar cma
putri malu
raja badar
raja udang
roda gila
mata sapi
tahi angin
tahi lalat
tanah air

7.1.5 Frasa Nominal
Frasa nominal adalah frasa yang intinya nomina. Frasa nominal dibentuk
dengan jalan memperluas suatu nomina ke kiri dan/atau ke kanan. Dari
nomina buku, misalnya, dapat dibentuk frasa nominal dengan menambahkan
kata keduuy buahy baru, dan itu sehingga menjadi kedua buah buku baru itu.
Kara kedua dan itu pada frasa itu berfungsi sebagai penentu yang membatasi
atau menentukan acuan nomina buku. Kata buah lazim disebut penggolong
nomina dan kata baru berfungsi sebagai pewatas yang memberikan informasi
lebih lanjut mengenai ihwal nomina buku.
7.1.5.1 Penentu
Kata atau kelompok kata yang dapat berfungsi sebagai penentu pada frasa
nominal adalah (1) numeralia, (2) penunjuk (demonstrativa), (3) penanda
ketakrifan, dan (4) pronomina/nomina yang menyatakan kepemilikan.
7.1.5.1.1 Numeralia
Numeralia lazim dibedakan atas numeralia tentu dan taktentu. Numeralia
tentu meliputi numeralia pokok (kardinal), numeralia tingkat (ordinal),
dan pecahan (lihat seksi 7.3). Baik numeralia tentu maupun taktentu dapat
berfungsi sebagai penentu pada frasa nominal. Numeralia pokok, seperti dua,
limay dan ketiga (kolektif) dan pecahan, seperti sepertiga yang menyatakan
jumlah mendahului nomina inti (112 a,b,c,d), sedangkan nomina pokok
yang menyatakan posisi dalam suatu seri mengikuti nomina inti (112e).
Numeralia tingkat, seperti kesepuluh mengikuti nomina inti (112f).
Contoh:
(112) a. Dia membeli buku.
b. Mereka memelihara lima ekor anjing.
c. Ketiga anaknya sudah berkeluarga.
d. Sepertiga gajinya dikirimkan kepada ibunya.
e. Kami tinggal di Jalan Damai Nomor 5.
f. Candi itu didirikan pada abad kesepuluh.
Numeralia taktentu meliputi kata-kata, seperti banyaky beberapa,
sedikity semuUy dan {se)tiap. Kata-kata itu dapat berfungsi sebagai penentu
pada frasa nominal dan letaknya selalu mendahului nomina inti.
Contoh:
(113) a. Banyak orang kehiiangan pekerjaan akibat resesi global.
b. Semua tamu harus melapor ke pos jaga.
c. Beberapa orang murid datang terlambat.
7.1.5.1.2 Penimjuk atau Demonstrativa
Dalam bahasa Indonesia terdapat dua kata penunjuk umum, yakni ini dan
itu. Kata ini digunakan untuk menunjuk sesuatu atau seseorang yang relatif
dekat dengan pembicara, sedangkan kata itu untuk yang relatif jauh dari
pembicara. Kedua kata itu selalu mengikuti nomina atau frasa nominal yang
diacu.
Contoh:
(114) a. Meja ini terlalu besar untuk saya.
b. Jakarta ini sangat panas.
c. Rumah itu akan dijual.
d. Mobil itu buatan Jepang.
Selain kata ini dan itu, bahasa Indonesia juga mengenal kata
penunjuk begini dan begitu untuk mengacu pada perbuatan peragaan. Dalam
memberikan penjelasan mengenai cara menggunakan suatu alat, misalnya,
orang biasanya menggunakan kata begini, lalu diikuti perbuatan peragaan.
Jika peragaan sudah selesai, biasanya digunakan kata begitu untuk mengacu
perbuatan peragaan yang sudah dilakukan itu. Kata begini dan begitu dapat
diganti dengan kata demikian.
Contoh:
(115) A : Bagaimana cara menggunakan alat ini?
B1 : Cara menggunakannya begini!demikian .... (diikuti
dengan peragaan)
B2 : Begini{lah)idemikian{lah) cara menggunakan alat ini
(sesudah peragaan)
7*1 >5.1 >3 Penanda Ketakrifan
Dalam bahasa Indonesia terdapat lima bentuk penanda ketakrifan, yakni inu
itu, tersebuty tadiy dan -nya. Bentuk-bentuk itu selalu mengikuti nomina inti
dan digunakan untuk mengacu pada suatu nomina atau frasa nominal yang
sudah diketahui bersama oleh pembicara dan pendengar, baik karena telah
disebutkan karena kehadirannya secara fisik maupun karena pengetahuan
umum yang dimiliki.
Contoh:
(116) a. Ada seorang saudagar, Saudagar inilitu sangat kaya.
b. Besok akan ada rapat. Dalam rapat tersebiU akan dibahas
masalah anggaran.
c. Pidato kemenangan tadi sangat memukau para pendengar.
d. Dua hari lalu saya mengirim surat kepada Anda. Mudah
mudahan suratnya sudah sampai.
e. Saya ingin mandi, tetapi airnya habis.
Penanda ketakrifan ini dan itu pada dasarnya bersifat deitik, yaitu
berkaitan dengan jarak pembicara dengan nomina yang diacu, tetapi dalam
teks atau cerita kedua kata itu sering dipertukarkan seperti tampak pada
(116a) di atas.
Kata tersebut sering digunakan di dalam tulisan untuk mengacu pada
nomina yang telah disebutkan (1 l6b). Alih-alih kata tersebuty kata itu dapat
digunakan dan dianggap lebih formal.
Kata tadi lazim digunakan terutama dalam bahasa lisan untuk mengacu
kembali nomina yang menyatakan orang atau sesuatu sudah disebutkan
atau belum lama berlalu (116c). Bentuk -nya digunakan dalam ragam
informal untuk mengacu nomina yang telah disebutkan (ll6d). Bentuk
-nya juga dipakai untuk mengacu sesuatu atau seseorang yang kehadirannya
dipraanggapkan oleh pembicara dan pendengar seperti pada (ll6e), adanya
air untuk kegiatan mandi diketahui oleh pembicara dan pendengar.
7.1.5*1.4 Pronomina dan Nomina Pemilik
Pronomina atau nomina yang menyatakan makna kepemilikan berfungsi
sebagai penentu pada frasa nominal. Letaknya selalu mengikuti nomina inti
dan mendahului kata penunjuk atau penanda ketakrifan.
Contoh:
(117) a. Negara kita berdasarkan Pancasila.
b. Rumah PakAmin kebanjiran.
c. Pintu kamar itu tidak bisa dikunci.
7.1.5.2 Pen^olong dan Paititif
Jika penentu pada frasa nominal berupa numeralia atau pemerbanyak, orang
dapat menyisipkan kata penggolong di antara penentu dan nomina inti.
Penggolong adalah kata yang digunakan bersama numeralia di depan nomina
untuk menyatakan jenis dan/atau bentuk nomina yang mengikutinya.
Kehadiran penggolong di antara nomina inti dan numeralia dalam frasa
nominal tidak memengaruhi makna dasar frasa nominal tersebut.
Berikut adalah daftar sejumlah penggolong yang lazim dalam bahasa
Indonesia. Tiga penggolong pertama (a) termasuk penggolong yang paling
umum dipakai dewasa ini. Penggolong (b) merupakan penggolong khas yang
hanya dapat mendahului nomina tertentu yang terbatas. Penggolong khas
itu umumnya dapat diganti dengan penggolong buah.
a) orang
ekor
buah
untuk manusia, seperti guru^ anak, dan kawan
untuk binatang, seperti sapi, ayam^ dan ular
untuk berbagai benda, termasuk buah berbagai tumbuhan,
seperti rumah^ mobile dan durian
b) batang:
bentuk
bidang
biji
bilah
butir
carik
helai
untuk tumbuhan atau benda yang panjang dan bulat,
seperti pohon^ bambu, dan besi
untuk benda berkeluk, seperti cincin, gelang, dan anting
untuk tanah, sawah, atau bidang lain yang luas
untuk buahy mata, atau benda lain yang relatif kecil
untuk benda tajam, seperti pisau^ pedang, dan keris
untuk benda yang bulat dan kecil, seperti padi^ kelerengy
dan telur
untuk benda yang tipis dan dapat disobek, seperti kertas,
suraty dan koran
untuk benda yang tipis dan halus, seperti kertasy kainy dan
daun
keping: untuk benda yang tipis dan pipih, seperti uang logam,
papan, dan seng
kuntum: untuk bunga dan jenis bunga, seperti mawar, melati, dan
anggrek
laras : untuk benda yang berlaras, seperti senapan, bedil, dan
karaben
lembar: untuk benda tipis, seperti papan, kertas, dan kain
patah : untuk kata
potong: untuk pakaian, seperti baju, kain, dan celana, serta kayu
pucuk : untuk benda, seperti surat, pistol, dan senapan
tangkai: untuk yang bertangkai, seperti bunga, pena, dan sapu
utas : untuk benda yang kecil dan panjang, seperti tali, tali
kawat, dan benang
Kehadiran penggolong pada frasa nominal yang mengikuti numeraiia
tidak wajib, kecuaii numeraiia itu berupa se-. Dalam hal demikian,
penggolong wajib hadir, seperti tampak pada (118) berikut. Contoh (119—
123) memperlihatkan penggunaan penggolong yang tidak wajib.
(118) a. Pak Lurah baru membeli sebidang sawah.
b. Dia telah menerima sepucuk surat.
c. Beliau sedang berbicara dengan seorang tamu.
d. Kita memerlukan sebuah meja.
(119) a. Pak Maman mempunyai dua orang anak.
b. Pak Maman mempunyai dua anak.
(120) a. Dia baru menjual tiga ekor sapi.
b. Dia baru menjual tiga sapi.
(121) a. Saya beium membaca satu buah buku pun.
b. Saya beium membaca satu buku pun.
(122) a. Ibu membelikan saya dua helai baju.
b. Ibu membelikan saya dua baju.
(123) a. Pak Karta membawa beberapa batang bambu.
b. Pak Karta membawa beberapa bambu.
Dalam bahasa Indonesia masa kini timbul dua kecenderungan.
Pertama, orang meniadakan numeralia se- bersama penggolong yang
mengikutinya jika dari konteksnya jelas bahwa hal yang dimaksud adalah
tunggai. Alih-aiih mengatakan Dia sedang membaca sebuah buku, Dia belum
menemukan seorang calon istri, atau Saya belum makan sebuah pisang hari
ini, orang cenderung mengatakan Dia sedang membaca bukuy Dia belum
menemukan calon istri, atau Saya belum makan pisang hari ini. Kedua, ada
kecenderungan untuk menyederhanakan penggunaan penggolong yang
banyak itu dengan memadatkan menjadi tiga, yakni orang untuk nomina
yang bermakna manusia, ekor untuk binatang, dan buah untuk yang bukan
manusia dan bukan binatang. Jadi, alih-alih tiga pucuk surat, dua helai baju,
dan lima butir telur, orang cenderung menggunakan bentuk tiga buah surat,
dua buah baju, dan lima buah telur.
Di samping penggolong nomina, bahasa Indonesia juga meng
gunakan sejumlah kata, seperti iris, potong, dan gelas yang mengikuti
numeralia pada frasa nominal. Kata, seperti iris dan potong lazim di￾sebut partitif, yaitu kata yang menyatakan kuantitas benda yang mengikuti
nya. Kata-kata itu mempunyai pola dan perilaku yang sama dengan
penggolong dalam konstruksi frasa nominal. Kata-kata yang menyatakan
wadah atau ukuran umumnya dapat digunakan sebagai partitif. Berikut
adalah daftar kata yang lazim digunakan sebagai kata partitif dalam bahasa
Indonesia.
a) belah : untuk yang berpasangan, seperti mata, tangan, dan kaki
carik : untuk benda tipis yang dapat disobek, seperti kertas,
surat, dan koran
iris : untuk yang diiris, seperti roti, daging, dan kue
potong: untuk yang dipotong, seperti daging, roti, dan cokelat
b) botol : untuk yang di dalam botol, seperti sirup, susu, dan kecap
bungkus: untuk yang dibungkus, seperti rokok, nasi, dan mi
ember : untuk yang di dalam ember, seperti air, pasir, dan semen
gelas : untuk yang ada di dalam gelas, seperti air, teh, dan kopi
karung: untuk yang di dalam karung, seperti beras, gula, dan tepung
kaleng : untuk yang di dalam kaleng, seperti susu, minyak, dan a
c) kilo : untuk yang diukur dengan kilo(gram), seperti gula, beras,
dan tepung
kodi : untuk yang dihitung berdasarkan kodi, seperti kaus, sarung,
dan baju
liter : untuk yang diukur dengan liter, seperti beras^ bensin^ dan oli
lusin : untuk yang dijual berdasarkan lusin, seperti baju, sarung,
dan sapu tangan
meter : untuk benda yang diukur dengan meter, seperti kain, tali,
dan tiang
d) genggam: untuk benda yang dapat diwadahi dengan genggam
tangan, seperti gula, nasi, dan garam
suap : untuk nasi
teguk : untuk minuman, seperti air, susu, dan teh
e) rumpun: untuk tanaman yang terdiri atas beberapa batang, seperti
bambu, pisang, dan padi
sisir : untuk pisang
tandan: untuk buah pada satu tangkai, seperti pisang, kelapa, dan
enau
bulir : untuk padi-padian, seperti padi,jelai, jawawut
penggal: untuk benda yang dipotong, seperti sepenggal kalimat dan
sepenggal cerita
Berbeda dengan penggolong, partitif pada frasa nominal yang
penentunya berupa numeralia umumnya wajib hadir. Jika partitifnya tidak
hadir, maknanya cenderung berbeda atau kalimatnya tidak berterima.
Bandingkan a dan b pada contoh berikut.
(124) a. Saya membeli dua bungkus nasi.
b. *Saya membeli dua nasi.
(125) a. Sarapannya /m w/i.
b. *Sarapannya dua roti.
(126) a. Dia perlu minum delapan gelas air.
b. *Dia perlu minum delapan air.
(127) a. pcr\\x memhcVi beberapa liter bensin.
b. *Kita perlu membeli beberapa bensin.
Berkaitan dengan penggunaan penggolong dan partitif itu perlu
ditambahkan dua hal. Pertama, jika penentu berupa numeralia taktentu,
hanya beberapa dan tiap yang dapat diikuti oleh penggolong atau partitif.
Jadi, bentuk beberapa orang teman dan tiap batang rokok berterima, tetapi
bentuk seperti *banyak orang teman, "^semua buah buku, dan *berbagai kilo
gula tidak berterima. Kedua, partitif belah hanya dapat mengikuti numeralia
klitik se~, seperti pada sebelah mata, sebelah tangan, dan sebelah kaki atau
numeralia kolektif kedua, seperti pada kedua belah mata, kedua belah tangan,
dan kedua belahpipi\ partitif belah pada frasa nominal yang mengikuti kedua
tidak wajib hadir.
7.1.5*3 Nomina dengan Perluasan ke Kiri
Di bagian terdahulu telah disinggung bahwa frasa nominal dapat dibentuk
dengan memperluas suatu nomina ke kiri dan/atau ke kanan. Perluasan
ke kiri, sebagaimana tampak pada contoh (124—127), dilakukan dengan
menambahkan penentu (Pen) berupa numeralia (Num) atau numeralia
taktentu (Num tt) dengan atau tanpa penggolong (Pgl) atau partitif (Prt).
Dengan kata lain, pembentukan frasa nominal melalui perluasan ke kiri,
seperti dua oranganak dan tiga bungkus nasi akan mempunyai struktur seperti
(124a) dan frasa nominal semua murid dan tiap masalah akan mempunyai
struktur seperti (128b) berikut.
Berikut adalah beberapa contoh lain frasa nominal yang dibentuk
melalui perluasan nomina inti ke kiri dengan penambahan frasa numeralia.
Numeralia
(Pemerbanyak)
dua
lima
satu
se￾beberapa
tiap
banyak
semua
Penggolong
(Partitif)
orang
ekor
buah
bungkus
butir
helai
Nomina
mahasiswa
kera
mobil
rokok
telur
kertas
tikus
tamu
Pada diagram pohon (128) tampak bahwa penggolong dan partitif
merupakan konstituen frasa numeralia. Hal itu didasarkan pada kenyataan
bahwa kehadiran penggolong atau partitif lebih banyak dipicu oleh numeralia
daripada oleh nomina inti. Dalam kalimat, nomina inti sering mendahului
frasa numeralia untuk memberikan pementingan pada nomina inti itu,
seperti pada contoh (129) dan (130) berikut.
(129) a. D\2i mcmhcW tiga biiah buku.
b. Dia membeli buku tiga buah.
(130) a. Tiap pagi kamu harus mimun /im
b. Tiap pagi kamu harus minum air dua gelas.
Perlu ditambahkan bahwa perluasan nomina ke kiri hanya bisa dengan
frasa numeralia.
7.1.5.4 Perluasan Nomina ke Kanan
Perluasan ke kanan dilakukan dengan menambahkan pewatas dengan
atau tanpa penentu. Penentu yang terletak di sebelah kanan, seperti telah
dikemukakan pada 7.1.5.1, dapat berupa penunjuk, penanda ketakrifan, dan
pronomina (juga nomina) yang menyatakan kepemilikan atau numeralia
tingkat.
Uraian di bawah ini berkisar pada unsur pewatas pada frasa nominal.
Pewatas pada frasa nominal dapat berupa nomina atau frasa nominal,
adjektiva atau frasa adjektival, verba atau frasa verbal, frasa preposisional,
dan/atau klausa.

7.1.5.4.1 Nomina Pewatas
Pada frasa nominal, suatu nomina dapat diikuti langsung oleh nomina lain
sebagai pewatas. Nomina pewatas umumnya bersifat deskriptif atau bersifat
atributif, tetapi makna hubungan antara nomina inti dan nomina pewatas
sangat bergantung pada makna kedua nomina itu. Nomina wanita pada
polisi wanita menyatakan jenis kelamin nomina inti {polisi), tetapi pada frasa
penjara wanita lebih menyatakan peruntukan nomina inti {penjard). Lemari
pada lemari besi, lemari dinding, dan lemari buku mempunyai hubungan
yang berbeda dengan pewatas besi, dinding^ dan buku pada ketiga frasa
tersebut. Pada frasa lemari besi terkandung pengertian 'lemari terbuat dari
besi'; pada lemari dinding terkandung pengertian 'lemari yang tempatnya
di dinding'; pada lemari buku terkandung pengertian 'lemari untuk buku',
Berikut diberikan beberapa makna hubungan antara nomina inti (Nl) dan
nomina pewatas (N2) untuk menggambarkan betapa beragamnya makna
yang timbul apabila suatu nomina diikuti nomina lain.
1) Makna asal (Nl berasal dari N2)
dodol garut
orang Medan
surat menteri
2) Makna bahan (N1 terbuat dari N2)
cincin mas
kursi rotan
botol plastik
3) Makna peruntukan (N1 untuk N2)
asrama putri
sepatu tenis
botolsusu
4) Makna bidang kegiatan (Nl berkecimpung di bidang N2)
pemain bola
guru musik
pelatih sepak bola
5) Makna bagian (partitif) (N1 bagian dari N2)
ban mohil
atap rumah
kaki meja
6) Makna kelamin (N1 berjenis kelamin N2)
anak perempuan
polisi wanita
ayam jantan
7) Makna apositif restriktif (N1 bernama N2)
kota Jakarta
danau Toba
bulan Maret
8) Makna tempat (N1 berada di N2)
jam dinding
pegawai bank
guru SMP
9) Makna basil proses (Nl basil proses (perbuatan) bentuk pangkal N2)
mobil rakitan
sutra tiruan
kain batik
10)Makna milik (Nl milik N2)
kapal Indonesia
mobil polisi
perusahaan Jepang
1 l)Makna agentif/aktor (Nl melakukan perbuatan terbadap N2)
pembunuh binatang
penulis buku
pembela negara
12)Makna objektif (Nl dibuat oleb N2)
lamaran saya
tulisan beliau
pembicaraan mereka
13)Makna tematis (N1 merupakan atribut N2)
kesetiaan suami
ketaatan warga
kejujuran pegawai
Frasa nominal yang pewatasnya nomina dapat diperluas lagi dengan
menambahkan nomina lain sebagai pewatas terhadap nomina lain yang
mendahului.
Contoh:
(131) a. buku sejarah kebudayaan nasional
b. kursus bahasa Jepang Jakarta
Pembentukan frasa nominal (131a) adalah sebagai berikut. Nomina
buku diperluas dengan scarab sebagai pewatasnya. Nomina sejarah, kemudian
diperluas dengan nomina kebudayaan, Akhirnya, nomina kebudayaan diperluas
dengan nomina nasional. Dengan kata lain, nomina buku diperluas dengan frasa
nominal scarab kebudayaan nasional yang intinya sejarah dan pewatasnya juga
berupa frasa, yaitu kebudayaan nasional yang intinya kebudayaan dan pewatasnya
nasional.
Frasa nominal kursus bahasa Jepang Jakarta (131b) dibentuk dengan
memperluas nomina kursus dengan nomina bahasa sebagai pewatasnya.
Kemudian, nomina bahasa diperluas dengan Jepang, terakhir frasa kursus
bahasa Jepang diperluas dengan Jakarta. Hubungan konstituen-konstituen
frasa di atas dapat dinyatakan dalam bentuk diagram (132) berikut.
Acap kali terdapat frasa nominal yang hubungan konstituen-konsti￾tuennya lebih daripada satu kemungkinan. Hal ini terjadi karena salah satu
konstituennya dapat mewatasi nomina atau frasa nominal yang langsung
mendahuluinya, seperti pada contoh (133) berikut.
(133) lembaga bahasa nasional
Frasa nominal itu dapat ditafsirkan (a) lembaga yang mengurusi
bahasa nasional atau (b) lembaga bahasa yang bersifat nasional. Perhatikan
diagram berikut
7.1.5.4.2 Adjektiva Pewatas
Frasa nominal dapat dibentuk dengan menambahkan adjektiva sebagai
pewatas pada nomina inti. Adjektiva yang mengikuti nomina itu berfungsi
sebagai atribut terhadap nomina inti. Antara nomina inti dan adjektiva
pewatas dapat disisipkan kata yang. Kata yang itu berfungsi sebagai Hgatur
untuk memberi pementingan pada adjektiva tersebut.
Contoh:
(135) orang kaya: Rumah semewah itu hanya mampu dibeli orangyang kaya.
(136) mobil merah: Mereka naik mobil {yan^ hitam, bukan mobilyang
merah.
(137) air keruh: Jangan mandi di air yang keruh supaya kulitmu tidak
gacal.
(138) minuman manis: Saya mau air putih saja. Saya tidak suka
minuman yang manis.
Deretan nomina dan adjektiva yang berupa idiom atau majemuk frasa
tidak dapat diselipi yang. Oleh karena itu, orang cenderung menggunakan
kata yang untuk memisahkan nomina inti dengan adjektiva pewatas jika
konstruksi tersebut juga dapat berupa idiom atau majemuk.

Contoh:
(139) kamar yang kecil
orang yang tua
m€)2.yang hijau
kambing hitam
kamar kecil (toilet)
orang tua (bapak dan ibu)
meja hijau (pengadilan)
kambing hitam (orang yang
dipersalahkan)
Kata yang harus disisipkan antara nomina inti dan pewatas yang
berupa frasa adjektival.
Contoh:
(140) murid yang sangat raj in
saudagar yang paling kaya
baju yang merah muda
anak yang raj in dan pandai
7.1.5.4.3 Verba Pewatas
Dedi adalah murid yang sangat rajin.
Dia adalah saudagar yang paling
kaya di kota ini.
Saya akan memakai baju yang
merah muda malam ini.
Ahmad adalah anak yang rajin
dan pandai.
Frasa nominal dapat dibentuk dengan menambahkan verba sebagai pewatas
pada nomina inti. Verba pewatas pada frasa nominal dapat bersifat atributif
seperti pada contoh berikut.
(I4l) rumah bertingkat
ban berjalan
kendaraan bermotor
pembunuhan berencana
kacang rebus
nasi goreng
ikan bakar
cat
motor
rumah yang bertingk
ban yang berjalan
kendaraan yang dijalankan mouo
pembunuhan yang direncanakan
kacang yang direbus
nasi yang digoreng
ikan yang dibakar
Verba pewatas nomina dapat pula bersifat deskriptif seperti pada
contoh berikut.
(142) kamar belajar
tempat beristirahat
ruang rapat
jam bicara
kamar untuk belajar
tempat untuk beristirahat
ruang untuk mengadakan rapat
waktu untuk berbicara (berkonsultasi

7.1.5.4.4 Frasa Preposisional sebagai Pewatas
Nomina dapat diperluas dengan menambahkan frasa preposisional sebagai
pewatas. Pewatas berupa frasa preposisional itu dapat bersifat deskriptif
seperti pada contoh berikut.
(143) berita tentangperkelahian mahasiswa
dana untuk pembangunan gedung sekolah
pembicaraan antara kedua kepala negara itu
seminar tentangpemanasan global
Pewatas berupa frasa preposisional dapat juga bersifat atributif. Oleh
karena itu, kata dapat disisipkan antara inti dan pewatas.
Contoh:
(144) anak {yan^ di belakang
jalan {yan^ ke kantorpas
buku {yan^ di atas meja
orang iyan^ seperti robot
7.1.5.4.5 Klausa sebagai Pewatas
Nomina dapat diperluas dengan menambahkan klausa sebagai pewatasnya.
Klausa pewatas ini lazim disebut klausa relatif. Klausa relatif selalu didahului
Vaxsiyang.
Contoh:
(145) anak yang berbaju merah itu
candi yang dibangun pada abad ketujuh
buku yang saya beii di toko buku
mm2A\yang terletak di Jalan Diponegoro
yang berkuasa selama tiga puluh dua tahun
7.1.5.4.6 Apositif sebagai Pewatas
Nomina dapat diperluas dengan apositif sebagai pewatas yang bersifat
restriktif. Konstituen apositif merupakan nomina yang dapat menggantikan
frasa nominal matriks, frasa nominal yang mengandungnya, seperti pada
contoh berikut.

(146) a.
b.
c.
Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Indonesia merdeka pada 1945-
Dia iahir di kota Padang.
Dia lahir di Padang.
Mereka ingin ke kebun binatang Ragunan.
Mereka ingin ke Ragunan.
Selain apositif yang restriktif, ada juga apositif yang nonrestriktif
seperti pada contoh berikut. Kedua konstituen (inti dan apositif) dapat
menggantikan nomina matriks.
(147) Pancasila, dasar negara Republik Indonesia
Soekarno, presiden Republik Indonesia yang pertama
Jakarta, ibukota Republik Indonesia
Pak Aris, suaminya
7.1.5.4.7 Frasa Nommal Majemuk
Suatu nomina atau frasa nominal dapat diperluas dengan nomina atau frasa
nominal lain sebagai inti dengan menggunakan konjungsi dan.
Contoh:
(148) ayah dan ibu:
Ayah dan Ibu belum pulang.
buku dan pensil:
Dia ke toko membeli buku dan pensil.
mahasiswa lama dan (mahasiswa) baru:
Mahasiswa lama dan {mahasiswa) baru mempunyai hak yang sama.
pengurus (partai) dan anggota partai:
Pengurus {partai) dan anggota partai harus saling mendukung.
Dua contoh terakhir memperlihatkan bahwa konstituen yang
sama pada frasa majemuk koordinatif dapat dilesapkan. Jika intinya sama,
pelesapan terjadi pada ruas kedua dan jika pewatasnya yang sama, pelesapan
terjadi pada ruas pertama.

7.1.5.5 Susunan Kata pada Frasa Nominal
Uraian di bawah ini meliputi susunan kata yang berfungsi sebagai pe￾watas dan susunan konstituen yang membentuk frasa nominal.
Nomina dalam bahasa Indonesia dapat diikuti pewatas yang terdiri
atas dua kata atau lebih dari kelas kata yang berbeda, Susunan kata yang
berfungsi sebagai pewatas dalam suatu frasa nominal banyak ditentukan oleh
faktor berikut.
1) Pewatas berupa nomina cenderung mendahului adjektiva atau verba
dalam suatu frasa nominal yang kompleks seperti pada contoh berikut.
Contoh:
(149) buku pelajaran (yang) baru *buku baru pelajaran
lemari besi (yang) tua *lemari tua besi
rumah baru (yang) bertingkat *rumah bertingkat batu
kendaraan air (yang) bermotor *kendaraan bermotor air
perencanaan anggaran yang balk *perencanaan baik anggaran
2) Pewatas berupa adjektiva dapat mengikuti langsung nomina inti jika
konstituen pewatas yang mengikutinya membentuk kesatuan makna
yang erat.
Contoh:
(150) buku pelajaran sejarah yang baru -- buku baru pelajaran
sejarah
istilah linguistik yang baru — istilah baru linguistik
ragam bahasa Indonesia (yang) baku ~ ragam baku bahasa
Indonesia
edisi kamus istilah (yang) terbaru — edisi terbaru kamus
istilah
Gabungan nomina inti dengan pewatas berupa adjektiva dan nomina
dalam pembentukan frasa sangat bergantung pada makna kata-kata yang
membentuk frasa tersebut.
Nomina inti dapat diperluas dengan menambahkan pewatas dengan
atau tanpa penentu. Penentu yang mendahului nomina inti adalah frasa
numeralia, sedangkan penentu yang mengikuti nomina inti dapat berupa
pronomina (juga nomina) yang menyatakan kepemilikan, numeralia ting￾kat, penanda ketakrifan, dan/atau penunjuk. Kedua jenis penentu yang
terakhir ini berdistribusi komplementer. Penentu yang mengikuti nomina
inti, jika hadir semua, akan mempunyai urutan dasar: numeralia (Num),

kemudian pronomina/nomina penanda kepemilikan (Pmk), dan terakhir
penanda ketakrifan/penunjuk (Penk/Penj). Penentu berupa frasa numeralia
pada frasa nominal hanya bisa satu, yaitu sebeium atau sesudah nomina inti.
Berdasarkan uraian di atas, pola kanonik frasa nominal dapat dinyatakan
sebagai berikut.
(151) a. (FNum) + Nomina inti + (Pewatas) + (Pmk) + (Penk/Penj)
b. Nomina inti + (Pewatas) + (FNum) + (Pmk) + (Penk/Penj)
Perhatikan contoh berikut.
(152) a. kedua mahasiswa bimbingan beliau tadi (FNum + N +
N/pewatas + Pmk + Penk)
b. seorang anak laki-laki keluarga itu (FNum + N + N/pewatas
+ Pmk + Penj/Penk)
c. kedua buku baru saya itu (FNum + N + Adj/pewatas + Pmk
+ Penj)
d. anak perempuan pertama mereka itu (N + N/pewatas
+ Fnum + Pmk + Penj)
e. mobil Mercy kedua Pak Jaksa itu (N + N/pewatas +
FNum + Pmk + Penj)
Perubahan susunan konstituen frasa nominal dapat terjadi dengan
memindahkan pronomina/nomina pemilik mendahului frasa numeralia
atau pewatas, Konstituen frasa numeralia atau pewatas yang dipindahkan ke
belakang ke tempat pronomina/nomina pemilik yang dikedepankan harus
didahului yang.
Contoh:
(153) a. i. anak laki-laki kedua (N/inti + N/pewatas
+ FNum + Pmk)
ii. anak laki-laki Pak Aris kedua (N/inti + N/
pewatas + Pmk + yang + FNum)
b. i. buku merah saya itu (N/inti + Adj/pewatas + Pmk + Penj)
ii. buku saya yang merah itu (N/inti + Pmk + yang +
Adj/pewatas + Penj)
c. i. rumah bertingkat keluarga kaya itu (N/inti + V/
pewatas + Pmk + Penj).
ii. rumah keluarga kaya yang bertingkat itu (N/inti + Pmk
+ yang + V/pewatas + Penj)
7.1.6 Frasa Nominal Vokatif
Nomina atau frasa nominal yang digunakan untuk memanggil atau menyapa
orang disebut nomina atau frasa nominal vokatif. Unsur vokatif itu bersifat
manasuka dan letaknya dapat di awal, tengah, atau akhir kalimat seperti
tampak pada contoh (154) berikut.
(154) a. Af/r, ada telepon.
b. Dan kamu, kamu jangan bermain saja.
c. Minggu depan ulangan, Anak-anak.
Unsur vokatif itu tidak merupakan unsur integral dari kalimat dan
hal itu tampak pada intonasi. Unsur vokatif terpisah dari bagian kalimat
lainnya dari segi intonasi dengan membentuk satuan alir nada tersendiri atau
menjadi ekor suatu alir nada. Jenis intonasi yang lazim bagi unsur vokatif
adalah intonasi naik. Vokatif yang di awal kalimat, terutama yang digunakan
untuk memanggil, sering menggunakan intonasi turun-naik.
Fungsi utama nomina atau frasa nominal vokatif adalah untuk
meminta perhatian orang yang dipanggil atau disapa, terutama jika ada
pendengar lain. Bentuk vokatif yang dipakai juga mencerminkan hubungan
antara pembicara dan pendengar atau sikap emotif pembicara terhadap
pendengar (orang yang disapa).
Berikut adalah nomina atau frasa nominal yang lazim digunakan
dengan fungsi vokatif dalam bahasa Indonesia.
a) Nama orang dengan atau tanpa gelar, panggilan, atau julukan, seperti
Amir, Linda, Dr. Hadi, Prof. Bambang, Bu Tuti, Pak Jamal, Haji Rusli,
Bung Tamo, dan Bang All-,
b) Istilah kekerabatan, seperti ayah/yah, hapak/pak, ibulbu, papa, mama!
ma, kakaklkak, adik/dik, dan abanglbang,
c) Istilah ungkapan kasih-sayang, seperti sayang, manis, mungil, cantik,
dan ganteng;
d) Istilah jabatan dengan didahului bapak/pak, ibulbu, atau sau￾dara, seperti Bapak Presiden, Pak Bupati, Bu Camat, Bapak Direktur,
Bapak Komandan, Saudara Ketua, dan Saudara Sekretaris',
e) Istilah profesi atau pangkat dengan atau tanpa diikuti nama, seperti
profesor, dokter, kapten. Prof. Kamal, Dokter Sri, dan Kapten Johan\
f) Istilah penanda status dengan atau tanpa diikuti nama, seperti Pak
Haji, Bu Haji, Pastor Johanes, Roma Puji, dan Pendeta Andreas;
g) Pronomina persona kedua: kamu, kamu sekalian, Anda semua.
Bentuk-bentuk vokatif umumnya digunakan untuk mengisyaratkan
sikap positif pembicara dan untuk menunjukkan rasa hormat atau keakraban.
Makin akrab pembicara dengan lawan bicara, makin singkat bentuk vokatif
yang digunakan, Itu sebabnya nama orang dan istilah kekerabatan biasa
disingkat dengan satu atau dua suku awal atau akhir.
Bentuk vokatif akan menjadi ungkapan penyapa apabila unsur itu
menjadi bagian integral dari kalimat. Jadi, Pak Dar, (Anda) mau minum
apa^ dapat diubah menjadi Pak Dar mau minum apa^ Bentuk Pak Dar yang
pertama berfungsi sebagai vokatif, tetapi pada kalimat yang kedua berfungsi
sebagai ungkapan penyapa.
7.2 PRONOMINA
7.2.1 Batasan dan Ciri Pronomina
Jika dilihat dari segi artinya, pronomina adalah kata yang berfungsi sebagai
pengganti nomina. Seperti halnya nomina, fungsi utama pronomina adalah
sebagai inti frasa nominal walaupun pewatasnya terbatas. Tidak jarang
pronomina (tanpa pewatas) dapat menduduki fungsi frasa nominal dalam
kalimat, seperti subjek, objek, pelengkap^ ataupun predikat.
Sebagai kata pengganti nomina atau frasa nominal, pronomina
digunakan untuk mengacu pada orang atau benda. Apabila tafsiran acuan
pronomina itu ditentukan oleh faktor peristiwa ujaran (siapa berbicara dan
siapa yang diajak berbicara), pronomina itu bersifat deiksis (155a). Apabila
acuannya sama dengan acuan nomina atau frasa nominal tertentu dalam
teks, pronomina tersebut {-nyd) bersifat anaforis (155b).
(155) a. Saya sudah lama menunggu kamu.
b. Meja itu kAdnya tiga.
Pronomina saya pada (155a) mengacu pada pembicara dan kamu
pada pendengar. Karena yang berbicara dan yang diajak bicara berubah-ubah,
acuan kedua pronomina itu juga dapat berubah-ubah. Pronomina -nya pada
(155b) menggantikan frasa nominal meja itu. Oleh karena itu, acuannya
sama dengan acuan meja itu (koreferensial). Penggantian frasa nominal meja
itu dengan pronomina -nya pada (155b) lazim disebut anafora\ pronomina
-nya disebut anafor dan frasa nominal meja itu disebut anteseden. Dalam
pemakaian acap kali pronomina anaforis mendahului antesedennya. Anafora
demikian lazim disebut katafora.
7.2.2 Jenis Pronomina
Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia, yakni (I) pronomina
persona, (2) pronomina penunjuk, dan (3) pronomina penanya.
7.2.2.1 Pronomina Persona
Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada
orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronomina
persona pertama), mengacu pada orang yang diajak berbicara (pronomina
persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina
persona ketiga). Di antara pronomina itu, ada yang mengacu pada jumlah
satu atau lebih dari satu. Ada bentuk yang bersifat eksklusif, ada yang bersifat
inklusif, dan ada yang bersifat netral seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Pada Tabel 7.1 tampak bahwa bentuk pronomina, khususnya yang
bermakna tunggal, ada yang berupa kata utuh dan ada yang berupa bentuk
terikat, seperti ku-, -ku, dan kau- yang lazim disebut klitika. Lebih jauh
tampak bahwa sebagian besar pronomina persona bahasa Indonesia memiliki
lebih dari dua wujud. Hal itu disebabkan olch budaya bangsa Indonesia yang
sangat memperhatikan hubungan sosial antarmanusia. Tata krama dalam
kehidupan bermasyarakat menuntut adanya aturan yang serasi dan sesuai
dengan martabat masing-masing. Pada umumnya ada tiga parameter yang
dipakai sebagai ukuran: (1) umur, (2) status sosial, dan (3) keakraban.
Secara budaya orang yang muda diharapkan menunjukkan rasa
hormat kepada yang lebih tua. Sebaliknya, orang yang tua diharapkan
pula menunjukkan tenggang rasa terhadap yang muda. Unsur timbal balik
seperti itu tecermin dalam pemakaian pronomina dalam bahasa Indonesia.
Pronomina saya^ misalnya, lebih umum dipakai daripada aku oleh orang
muda terhadap orang tua. Untuk menunjukkan rasa hormat, dipakai
pronomina beliau alih-alih dia. Sebaliknya, orang tua mungkin akan merasa
senang memakai sapaan, seperti adik daripada kamu jika menyapa orang
muda yang tidak begitu dikenalnya atau yang bukan bawahannya.
Status sosial—baik kedudukan dalam masyarakat maupun badan
resmi di suatu instansi—ikut pula memengaruhi pemakaian pronomina.
Seorang kepala kantor dapat memakai pronomina kamu, misalnya, apabila ia
berbicara dengan pegawainya yang umurnya lebih muda. Sebaliknya, ia akan
memakai kata Saudara atau Bapak jika yang diajak berbicara itu adalah tamu
yang sebaya, baik dalam umur maupun kedudukan. Demikian pula seorang
pegawai akan merasa lebih tepat jika ia memanggil atasannya dengan sapaan
Bapak atau Ibu alih-alih dengan Anda atau Saudara.
Parameter ketiga adalah keakraban yang dapat menyilang garis pemisah
umur dan status sosial meskipun kadang-kadang hanya dalam situasi-situasi
tertentu. Dua orang yang sejak kecil telah bersahabat dapat saja tetap memakai
pronomina kamu meskipun yang satu telah menjadi menteri, misalnya,
sedangkan yang lain hanyalah guru di sekolah dasar. Dalam pertemuan resmi,
guru sekolah dasar itu akan menyapa menteri itu dengan sapaan Bapak:
Pendapat Bapak dalam soal ini bagaimana? Sebaliknya, pada resepsi pengantin,
dapat saja guru itu berkata Kamu tinggal di rumah pribadi atau rumah dinas?
Hal seperti itu sering ditentukan oleh pribadi dan kepribadian masing-masing.
Demikian pula halnya dengan seorang kepala kantor yang menikah dengan
seorang wanita yang menjadi bawahannya; dia tidak akan merasa pantas
menyapa ayah mertuanya dengan kamu. Akan lebih layak baginya untuk
memakai kata sapaan Bapak. Demikian pula ayah mertua itu akan menyapa
menantunya dengan sapaan Bapak waktu mereka berada di kantor.
Dengan gambaran di atas, pemakaian pronomina sangat penting
karena pemakaian yang salah dapat menimbulkan hal yang mengganggu
keserasian pergaulan. Berikut adalah uraian mengenai berbagai pronomina
persona.
7*2.2.1.1 Pronomina Persona Pertama
Pronomina persona pertama tunggal bahasa Indonesia adalah saya, aku, dan
daku. Ketiga bentuk itu adalah bentuk baku, tetapi mempunyai pemakaian
yang agak berbeda. Saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai
dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Untuk tulisan formal pada buku
nonfiksi dan ujaran, seperti pidato, sambutan, dan ceramah, bentuk saya
banyak dipakai. Meskipun demikian, sebagian orang memakai pula bentuk
kami dengan arti saya untuk situasi tersebut. Hal itu dimaksudkan untuk
tidak terlalu menonjolkan diri.
Bentuk aku lebih banyak dipakai dalam pembicaraan batin dan
dalam situasi yang tidak formal dan yang lebih banyak menunjuk￾kan keakraban antara pembicara/penulis dan pendengar/pembaca. Oleh
karena itu, bentuk itu sering ditemukan dalam cerita, puisi, dan percakapan
sehari-hari. Persona pertama daku umumnya dipakai dalam karya sastra.
Pronomina persona aku mempunyai variasi bentuk, yakni -ku
dan ku'. Bentuk klitika -ku dipakai, antara lain, dalam konstruksi
pemilikan dan dalam tulisan dilekatkan pada kata yang di depan￾nya: kawan kawanku\ sepeda sepedakw, anak-anak —> anak-anakku.
Bentuk daku tidak dipakai untuk maksud tersebut.
Berbeda dengan aku^ bentuk saya dapat dipakai untuk menyatakan
hubungan pemilikan dan diletakkan di belakang nomina yang dimiliki:
rumah saya., kucing saya, tunangan saya. Pronomina persona saya, aku, dan
daku dapat dipakai bersama dengan preposisi. Akan tetapi, tiap preposisi
mempersyaratkan pronomina tertentu yang dapat dipakai. Pada contoh
berikut kelompok demi dapat diikuti oleh daku, tetapi kelompok bagi tidak.
Kelompok demi\
demi
kecuali
mengenai
selain
seperti
tentang
demi saya, demi aku, demi daku
kecuali saya, kecuali aku, kecuali daku
mengenai saya, mengenai aku, mengenai daku
selain saya, selain aku, selain daku
seperti saya, seperti aku, seperti daku
tentang saya, tentang aku, tentang daku

Kelompok bagi:
bagi —> bagiku, bagi aku, bagi saya
buat —> buatku, buat aku, buat saya
bersama —> bersamaku, bersama aku, bersama saya
kepada kepadaku, kepada aku, kepada saya
sekitar —> sekitarku, sekitar aku, sekitar saya
terhadap terhadapku, terhadap aku, terhadap saya
untuk —> untukkuj untuk aku, untuk saya
Bentuk terikat ku- berbeda pemakaiannya dengan -ku. Pertama, ku￾dilekatkan pada kata yang terletak di belakangnya. Kedua, kata yang terletak
di belakang ku- adalah verba. Dalam nada yang puitis, ku- kadang-kadang
dipakai sebagai bentuk bebas seperti terlihat pada kalimat (158) di bawah ini,
(156) Suratmu telah ^»kirimkan tadi pagi.
(157) Ya. Mobilnya akan ^»pakai nantl slang.
(158) Kini ku tahu kau tak setia padaku.
Di samping pronomina persona pertama tunggal, bahasa Indonesia
juga mengenal pronomina persona pertama jamak. Ada dua macam
pronomina persona pertama jamak, yakni kami dan kita. Kami bersifat
eksklusif; artinya, pronomina itu mencakupi pembicara/penulis dan orang
lain di luar orang yang diajak berbicara/pendengar. Sebaiiknya, kita bersifat
inklusif; artinya, pronomina itu mencakupi tidak saja pembicara/penulis,
tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain. Dengan
demikian, kedua kalimat berikut mempunyai pengertian yang berbeda.
(159) Kami akan berangkat pukul enam pagi.
(160) Kita akan berangkat pukul enam pagi.
Implikasi kalimat (159) adalah bahwa pendengar/pembaca tidak
akan ikut, sedangkan dalam kalimat (160) pendengar/pembaca akan ikut.
Seperti dinyatakan sebelumnya, kami juga dipakai dengan pengertian
tunggal untuk mengacu pada pembicara/penulis dalam situasi yang formal.
Persona pertama jamak tidak mempunyai variasi bentuk. Untuk menyatakan
hubungan pemilikan atau dalam pemakaiannya dengan preposisi, bentuknya
tetap sama: rumah kami, masalah kita, kepada kami, untuk kita.

7*2.2.1.2 Pronomina Persona Kedua
Pronomina persona kedua tunggal mempunyai beberapa wujud, yakni engkau,
kamu, Anda, dikau, kau-, dan -mu. Berikut ini adalah kaidah pemakaiannya.
1) Pronomina persona kedua engkau, kamu, dan -mu dipakai oleh pembicara
dalam situasi berikut.
a) Orang tua rerhadap orang muda yang telah dikenal dengan baik dan
lama seperti pada contoh berikut.
(161) Kamu sudah bekerja, 'kan?
(162) Pukul berapa kamu berangkat ke sekolah, Nak?
b) Orang yang status sosialnya lebih tinggi terhadap yang status sosialnya
lebih rendah seperti pada contoh berikut.
(163) Apakah hasil rapat kemarin sudah kamu ketik, Lisa?
(164) Mengapa engkau kemarin tidak masuk?
c) Orang yang mempunyai hubungan akrab, tanpa memandang umur
atau status sosial. (Dalam hal-hal tertentu situasi percakapan ikut
berperan pula.) Perhatikan contoh berikut.
(165) Kapan kerbaumu akan kamu carikan rumput?
(166) Baru jadi kepala seksi sebulan, kenapa rambutw« sudah beruban?
Dalam bahasa takformal, bentuk engkau sering disingkat menjadi kau,
seperti pada kalimat Kau ikut tidak?
2) Pronomina persona kedua Anda dimaksudkan untuk menetralkan
hubungan. Meskipun kata itu telah banyak dipakai, struktur serta nilai
sosial budaya masih membatasi pemakaian pronomina itu. Pada saat ini
pronomina Anda dipakai dalam situasi sebagai berikut.
a) Hubungan antara pembicara dan pendengar tak bersifat pri￾badi sehingga Anda tidak diarahkan pada satu orang khusus.

Contoh:
(167) Sebentar lagi klta akan mengudara; Anda kami persilakan
mengenakan sabuk pengaman.
(168) Pakailah sabun ini; kuiit Anda akan berslh.
b) Hubungan antara pembicara dan pendengar bersemuka, tetapi pem￾bicara tidak ingin bersikap terlalu formal ataupun terlaiu akrab.
Contoh:
(169) Anda sekarang tinggal di mana?
(170) Apa Anda sudah mendengar berita itu?
3) Seperti halnya dengan daku, dikau juga dipakai dalam ragam bahasa
tertentu, khususnya ragam sastra. Namun, perlu diingat bahwa dalam
ragam sastra itu pun pronomina dikau sekarang tidak sering lagi dipakai.
Contoh:
(171) Yang kurindukan hanya dikau seorang.
(172) Percayalah, dikauWh yang menjadi tambatan hatiku.
Pronomina persona kedua mempunyai bentuk jamak. Ada dua
macam bentuk jamak: (1) kalian dan (2) persona kedua ditambah dengan
kata sekalian: Anda sekalian atau kamu sekalian. Meskipun kalian tidak
terikat pada tata krama sosial, orang muda atau yang status sosialnya lebih
rendah umumnya tidak memakai bentuk itu terhadap orang tua atau
atasannya. Kebalikannya dapat terjadi. Pemakaian kamu sekalian atau
Anda sekalian sama dengan pemakaian untuk pronomina dasarnya, kamu
dan Anda, kecuali dengan tambahan pengertian kejamakan. Berikut ini
disajikan beberapa contoh.
(173) Kalian man ke mana llburan mendatang?
(174) Kamu sekalian harus datang ke kantor pada waktunya.
(175) Hal ini terserah Anda sekalian.
Pronomina persona kedua yang memiliki variasi bentuk hanya
engkau dan kamu. Bentuk terikatnya masing-masing adalah kau- dan -mu.
Semua pronomina persona kedua yang berbentuk utuh dapat dipakai
untuk menyatakan hubungan pemilikan dengan menempatkannya di
belakang nomina yang mengacu pada milik. Sebaliknya, hanya klitika
-mu yang juga dapat mengacu pada pemilik, sedangkan kau- tidak.
Berikut ini adalah beberapa contoh pemilikan.
(176) Adlk kamu di mana sekarang?
(177) Pertanyaan Anda tidak masuk akal.
(178) Pekerjaan Anda apa?
(179) Adikww di mana sekarang?
(180) Apa istriw« sudah mengetahui soal ini?
Dalam konstruksi pemilikan itu, -mu hanya mewakili engkau dan
kamu. Dengan demiklan, -mu dengan bentuk jamak yang tersurat tidak
dapat diterima: *usulmu sekalian atau *permintaanmu sekalian. Untuk
mengacu pada pemilik bentuk jamak, yang dipakai adalah bentuk yang
utuh: usul kamu sekaliariy permintaan Anda sekalian.
7.2.2.1.3 Pronomina Persona Ketiga
Ada dua macam pronomina persona ketiga tunggal, yaitu (1) ia, dia, atau
-nya dan (2) beliau. Meskipun ia dan dia dalam banyak Hal berfungsi sama,
ada kendala tertentu yang dimiliki oleh masing-masing. Dalam posisi sebagai
subjek atau di depan verba, ia dan dia sama-sama dapat dipakai. Akan
tetapi, jika berfungsi sebagai objek atau terletak di sebeiah kanan dari yang
diterangkan, hanya bentuk dia dan -nya yang dapat muncul. Sebagai objek
preposisi, dia dan -nya dapat dipakai, tetapi ia tidak. Perhatikan contoh
berikut.
(181) I I setuju dengan pendapat kami.
(182) I I pandai sekali.
(183) Buku itu sudah | | dibacanya minggu ialu.
f dia ^
(184) Memang, saya terpaksa memukul \ -nya }■ •
' *ia J
(185) Yang berwarna merah buku
(186) Saya akan pergi bersama
(187) Berikan buku itu kepada
' dia 1
' dia
-nya
. *ia
' dia 
-nya 
it ia 
dia 
' -nya
. *ia -
(188) Surat ini untuk -nya [•
*ia i
Pada contoh di atas bentuk-bentuk yang berlambang (*) tidak ber￾terima dalam bahasa baku.
Karena ada kebutuhan untuk memakai pronomina yang tidak
mengacu pada manusia, terutama dalam tulisan ilmiah, orang juga mulai
memakai ia (bukan did) untuk mengacu pada sesuatu yang tunggal yang
telah dinyatakan sebelumnya.
Contoh:
(189) Dalam artikel tersebut, numeralia ini diletakkan di muka nomina
dan sebagai numeralia tingkat, ia diletakkan di belakang nomina.
Pronomina persona ketiga tunggal heliau digunakan untuk menyata￾kan rasa hormat.
Contoh:
(190) Menteri baru saja menelepon dan mengatakan bahwa beliau tidak
dapat hadir.
(191) Saya rasa dia—maksud saya beliau—tidak akan menolak usul ini.
Dari keempat pronomina persona ketiga itu, hanya dia, -nya,
dan beliau yang dapat dipakai untuk menyatakan milik. Perhatikan ke￾berterimaan kaiimat di bawah ini.
(192) Rumahnya di daerah Kebayoran Baru.
(193) Saya tidak tahu alamat dia.
(194) Putra beliau belajar di Universitas Airlangga.
(195) *Istri ia baru diwisuda minggu lalu.
Pronomina persona ketiga dalam bentuk -nya juga dipakai
untuk mengubah kategori suatu verba menjadi nomina. Apabila -nya di￾lekatkan pada verba, baik verba aktif maupun pasif, verba tersebut berubah
kategorinya menjadi nomina.
Contoh:
(196) a. Datangwy^z kapan?
b. Pergi«y<z naik apa?
c. Ditundawytf ujian itu membuat mahasiswa bersorak.
d. Tertangkap«y/2 penjahat itu membuat desa ini aman.
e. Tidak tertangkapwy/2 penjahat itu membuat warga cemas.
Perhatikan bahwa keterkaitan antara -nya dan verba masih tampak
dengan pemakaian kata tidak (alih-alih bukan) untuk pengingkaran.

Persona ketiga -nya juga dipakai untuk subjek dalam kalimat topik
komen.
Contoh:
(197) Rumah kami atap«^<? bocor.
(198) Petani sukses itu pendidikan/y^z hanya sekolah dasar.
(199) Para petani sawah«^/z diserang hama wereng.
Rumah kami, petani sukses itu, dan para petani adalah topik pada
kalimat-kalimat di atas. Atap, pendidikan, dan sawah adalah subjek.
Dalam kalimat yang berstruktur topik-komen seperti itu, subjeknya harus
ditandai dengan pronomina -nya: atapnyw, pendidikannya', sawahnya. Perlu
diperhatikan bahwa -nya tersebut dipakai untuk topik yang tunggal dan tak￾bernyawa {rumah), tunggal bernyawa {petani), atau jamak bernyawa {para
petani).
Bentuk -nya ini sering juga dipakai hanya sebagai penanda ke￾takrifan suatu nomina atau frasa nominal (lihat 7.1.5.1).
Contoh:
(200) a. i. Kemarin Pak Ali membeli mobil.
ii. Ban«y<7 baru,
b. i. Tadi pagi Jenderal Agus meninggai.
ii. Jenazahwjtf akan dimakamkan di Kalibata.
c. i. Minggu lalu Pak Sakerah menjual mobil.
ii. XJzngnya akan dibelikan tanah.
Jika diperhatikan dengan baik, pada ketiga pasang kalimat di atas akan
tampak bahwa ada perikutan makna di antara setiap pasangan. Kata mobil,
misalnya, mempunyai perikutan makna, antara lain, adanya ban, mesin,
rem, dan jok. Benda-benda itu merupakan bagian wajib yang takterpisahkan
dari suatu mobil.
Apabila suatu konsep telah disajikan, bagian wajib dari konsep
tersebut harus dianggap takrif. Wujud ketakrifan itu adalah -nya. Karena
pada contoh (200a) di atas mobil telah dinyatakan, ban yang merupakan
bagian wajib dari mobil harus dianggap takrif. Oleh karena itu, -nya harus
dipakai, yaitu Bannya baru.
Perikutan makna yang ditandai dengan -nya ini bisa sangat luas.
Verba meninggal mengikutsertakan makna adanya jenazah. Oleh karena
itu, jenazah harus dianggap takrif dan ditandai dengan -nya seperti pada
contoh (200b) di atas. Demikian pula konsep jual-beli menyangkut adanya
penerimaan uang. Oleh karena itu, -nya harus dilekatkan pada uang seperti
pada contoh (200c) di atas.
Pronomina persona ketiga jamak adalah mereka. Di samping arti
jamak, mereka berbeda dengan pronomina persona tunggal dalam acuannya.
Pada umumnya mereka hanya dipakai untuk insan. Benda atau konsep yang
jamak dinyatakan dengan cara yang lain, misalnya dengan mengubah bentuk
sintaktisnya. Dengan demikian, kalimat pada (201, 202j berterima, tetapi
pada (203, 204) tidak.
(201) Teman-teman akan datang. Mereka akan membawa makanan sendiri,
(202) Pak Ramlan mempunyai tiga orang anak. Mereka semua belajar di
Gad] ah Mada.
(203) Bu Mantik baru membeli empat buah buku. *Mereka ada di meja
sekarang.
(204) Ide-ide yang dikemukakan politikus itu sangat baik. *Mereka terasa
sangat segar.
Akan tetapi, pada cerita fiksi atau narasi lain yang menggunakan gaya
fiksi, kata mereka kadang-kadang juga dipakai untuk mengacu pada binatang
atau benda yang dianggap bernyawa, seperti terlihat pada contoh berikut.
(205) Sejak dulu anjing dan kucing selalu bermusuhan. Tiap kali bertemu,
mereka berkelahi.
(206) Pohon mangga dan pohon rambutan ketakutan mendengar bahwa Pak
Tani akan menebangnya. Mereka berjanji akan segera berbuah.
Mereka tidak mempunyai variasi bentuk sehingga dalam posisi mana
pun hanya bentuk itulah yang dipakai: usul mereka^ rumah mereka^ kepada
mereka
7.2.2.2 Nomina Penyapa dan Pengacu sebagai Pengganti Pronomina
Persona
Karena keanekaragaman dalam bahasa ataupun budaya daerah, pemakai
bahasa Indonesia memiliki pula bentuk-bentuk lain yang dipakai sebagai
penyapa untuk persona kedua dan pengacu untuk persona pertama dan
ketiga. Pada dasarnya ada empat faktor yang memengaruhi Hal itu: (1) letak
geografis, (2) bahasa daerah, (3) lingkungan sosial, dan (4) budaya bangsa.
Letak geografis dapat menimbulkan tanggapan yang berbeda me￾ngenai pronomina yang sama. Misalnya, pada masyarakat Jawa orang iebih
suka menggunakan kamu daripada engkau meskipun kedua-duanya masih
dianggap mengandung unsur kasar. Sebaliknya, di daerah Medan orang malah
cenderung memakai engkau daripada kamu. Bahasa daerah yang bermacam￾macam di tanah air sering pula membuat orang memakai pronomina lain.
Daerah Ambon, misalnya, mempunyai pronomina beta sebagai padanan bagi
pronomina persona pertama. Penutur Minangkabau cenderung memakai
awak daripada kita dalam percakapan sehari-hari, sedangkan orang Manado
memakai kitorang untuk kita. Lingkungan sosial seperti yang terdapat di
daerah metropolitan Jakarta, yang menampung orang dari berbagai suku
bangsa, dapat pula menimbulkan ragam bahasa yang berbeda. Pronomina
gua atau gue dan lu dipakai di kota Jakarta sebagai padanan bagi persona
pertama dan kedua. Bahkan, di Jakarta pronomina kite (baku kita) diberi arti
yang berbeda, yakni mengacu pada orang pertama tunggal.
Budaya bangsa Indonesia yang memperhatikan benar tata krama
dalam pergaulan sering membuat orang segan memakai pronomina persona
kedua kamu, engkau, atau Anda karena pronomina seperti itu dirasakan
kurang hormat. Oleh karena itu, ada perangkat nomina tertentu yang dipakai
sebagai kata penyapa dan pengacu pemeran peristiwa ujaran. Pada umumnya
nomina penyapa dan pengacu itu berkaitan dengan istilah kekerabatan,
seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan saudara, serta nama jabatan dan pangkat,
seperti lurah, profesor, dokter, dan kapten. Alih-alih berkata Anda sekarang
tinggal di mana, orang memperhalus dan mengakrabkannya dengan kalimat
Bapak sekarang tinggal di mandi
Nomina penyapa dan pengacu, baik yang berdasarkan hubung￾an kekerabatan maupun yang berdasarkan jabatan atau hierarki, mempunyai
bentuk yang lebih pendek, seperti pak, bu, prof, dan dak. Dalam konteks
tertentu, bentuk lengkap dan bentuk singkatnya dapat dipakai. Akan tetapi,
di dalam konteks kalimat yang lain, hanya salah satu yang dapat dipakai.
Apabila nama diri mengikuti nomina itu, kedua bentuk itu dapat dipakai.
Contoh:
(207) a. Baiklah, usul Saudara akan kami pertimbangkan.
b. Bagaimana pendapat Saudara Supriyantdl
(208) a. Bapak Daryanto (Pak Daryanto) sekarang tinggal di mana?
(Pertanyaan yang diajukan kepada orang yang bernama
Daryanto).
b. Antarkan surat ini kepada Bapak\ (Permintaan kepada
pendengar yang membicarakan persona ketiga)
(209) Ibu Kasanti (Bu Kasanti) duduk di sana saja supaya tidak masuk angin.
(Saran yang diajukan kepada Nyonya Kasanti)
(210) Profesor Aman (Prof. Aman) man minum apa? (Pertanyaan kepada
Bapak Aman)
Jika nomina tidak diikuti oleh nama diri, bentuk yang pendek tidak
dipakai. Kalimat yang berikut tidak berterima.
(211) *Tadi pagi Pak pergi ke mana?
(212) *Apa sudah makan?
(213) *Apa Dok bersedia memberi resep tanpa periksa?
Jika bentuk yang pendek akan dipakai tanpa nama, kalimatnya ba
rns berakhir dengan sapaan (vokatif), seperti terlihat pada contoh berikut
(lihat 7.1.1).
(214) Tadi pagi pergi ke mana, Pak^.
(215) Apa sudah makan, Bui
(216) Apa bersedia memberi resep tanpa periksa, Doki
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perlu dibedakan
pronomina persona dari nomina penyapa dan nomina pengacu persona.
Nomina penyapa dipakai untuk menyapa pendengar/pembaca, sedangkan
pengacu digunakan untuk mengacu pada orang yang dibicarakan. Namun,
keduanya bukan pronomina dan bukan pengganti pronomina.
Perlu diketahui bahwa di beberapa daerah, seperti daerah di Indonesia
bagian Timur, bentuk pendek, seperti Pak dan Bu sering dipakai tidak secara
vokatif.
7.2.2.3 Pronomina Penunjuk
Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga, yakni (1) pronomina
penunjuk umum, (2) pronomina penunjuk tempat, dan (3) pronomina
penunjuk ihwal.
7.2.2.3.1 Pronomina Penunjuk Umum
Pronomina penunjuk umum dalam bahasa Indonesia ada dua, yakni ini
dan itu. Kata ini digunakan untuk mengacu pada seseorang atau sesuatu
yang relatif dekat dengan pembicara dan itu untuk acuan yang relatif jauh
dari pembicara (dilihat dari sudut tempat dan/atau waktu). Kedua kata
itu merupakan kata penunjuk yang juga dapat berfungsi sebagai penanda
ketakrifan (lihat 7.1.5.1). Secara sintaktis, pemakaian kata ini dan itu sebagai
pronomina dapat dibedakan dari pemakaian sebagai kata penunjuk atau
penanda ketakrifan. Sebagai pronomina, kata ini dan itu tidak didahului
nomina, tetapi sebagai kata penunjuk atau sebagai penanda ketakrifan, kedua
kata itu selalu mengikuti nomina (merupakan konstituen frasa nominal).
Contoh;
(217) a. Apa buku ini kepunyaanmu? (Kata penunjuk)
b. Apa ini bukumu? (Pronomina)
(218) a. Mana surat yang saya suruh ketik /7«? (Penanda ketakrifan)
b. Itu di meja Bapak. (Pronomina)
(219) a. Lukisan itu dibeli di mana? (Kata penunjuk)
b. Itu saya beli di Bali. (Pronomina)
(220) a. Apa ini mobilmu? (Kata penunjuk)
b. Bukan, mobii saya itu. (Pronomina)
7*2.2.3.2 Pronomina Penunjuk Tempat
Pronomina penunjuk tempat dalam bahasa Indonesia adalah sini, situ, dan
Sana. Kata sini digunakan untuk mengacu pada tempat yang dekat dengan
pembicara, kata situ untuk tempat yang tidak jauh dari pembicara, dan
kata Sana untuk tempat yang relatif jauh dari pembicara. Karena menunjuk
tempat, ketiga pronomina itu digunakan dengan preposisi yang menyatakan
posisi atau arah, dilkeldari, sehingga terdapat bentuk dilkeldari sini, dilkel
dari situ, dan dilkeldari sana.
(221) a. Dia lahir di Makassar dan dibesarkan di sana, tetapi semenjak
bekerja dia pindah he sini.
b. Saya duduk di sini, kamu di situ, dan dia di sana.
(sambil menunjuk)
c. Kita akan berangkat dengan pesawat dari sini ke Surabaya
dan dari sana kita akan menuju ke Malang dengan bus.
Dalam bahasa lisan yang tidak baku, bentuk situ sering digunakan
sebagai pronomina persona kedua yang sepadan dengan engkau dan kamu.
Contoh:
(222) Saya sendiri setuju saja, tapi bagaimana situ^.
7.2.2.3.3 Pronomina Penunjuk Ihwal
Pronomina penunjuk ihwal dalam bahasa Indonesia iaiah begini dan begitu.
Titik pangkal pembedaannya sama dengan penunjuk lokasi: begini untuk
yang dekat, begitu untuk yzn^jauh. Dalam kaitan ini, jauh dekatnya bersifat
psikologis.
Contoh:
(223) Dia mengatakan 
begini.
(224) Jangan berbuat begitii lagi!
7.2.2.4 Pronomina Tanya
Pronomina tanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah
pertanyaan. Dari segi maknanya, yang ditanyakan itu dapat mengenai
(a) orang, (b) barang, atau (c) pilihan. Pronomina siapa dipakai jika yang
ditanyakan adalah orang atau nama orang; apa jika yang ditanyakan barang;
mana jika yang ditanyakan suatu pilihan tentang orang atau barang.
Di samping itu, ada kata tanya lain yang meskipun bukan pronomina,
akan dibahas pada bagian ini juga. Kata-kata itu mempertanyakan (d) sebab,
(e) waktu, (f) tempat, (g) cara, dan (h) jumlah atau urutan. Berikut ini adalah
kata tanya yang sesuai dengan maknanya di atas.
a. siapa
b. apa
c. mana
d. mengapa, kenapa
e. kapan, bila(mana)
f. di mana, ke mana, dari mana
g. bagaimana
h. berapa
Jika ditinjau dari segi bentuknya, sebenarnya hanya ada dua unsur
yang mendasari semua kata tanya, yakni apa dan mana. Dua unsur dasar itu
dikembangkan menjadi bentuk lain dengan mengikuti pola berikut.

Sebagian unsur dasar dan tambahannya mempunyai hubungan semantis,
misalnya si + apa dan di + mana. Akan terapi, untuk sebagian yang lain
hubungan seperci itu tidak ada, semata-mata berdasarkan konvensi.
7.2.2.4.1 Apa dan Siapa
Pronomina tanya apa mempunyai dua peran yang berbeda. Pertama,
kata itu semata-mata mengubah kalimat deklaratif menjadi kalimat
interogatif. Daiam bahasa baku pemakaian kata apa dalam arti seper￾ti itu ditempatkan pada awal kalimat.
Dalam bahasa yang formal partikel -kah dapat ditambahkan pada apa
seperti pada contoh berikut.
(225) Dia sudah datang. —» dia sudah dacang?
(226) Rudy akan ikuc. —» Apa Rudy akan ikut?
(227) Kasusnya akan dibawa ke pengadilan. —> Apakah kasusnya akan
dibawa ke pengadilan?
Kedua, kata apa juga dapat menggantikan barang atau hal yang
ditanyakan. Jika kata itu diletakkan di tempat barang atau hal yang
digantikannya, urutan katanya masih tetap sama. Perhatikan kalimat yang
berikut.
(228) Yusyanti membeli mobil. —^ Yusyanti membeli apai
(229) Pak Tampu memelihara ikan. Pak Tampu memelihara apa^.
Pada contoh (228—229) posisi yang ditempati oleh kata apa sama
dengan posisi untuk mobil dan ikan. Oleh karena itu, urutan katanya tidak
berubah. Perlu diingat di sini, meskipun pada umumnya bahasa Indonesia
mengelompokkan maujud berdasarkan kategori manusia, binatang, dan
barang, untuk pertanyaan tentang binatang tidak ada pronomina khusus.
Sebagai gantinya, pronomina apa yang dipakai. Perhatikan contoh kalimat
(229) di atas.
Jika kata apa dipindahkan ke posisi awal kalimat, seluruh struktur
kalimat mengalami perubahan dan kata harus ditambahkan. Contoh:
(230) Yusyanti membeli apa^ —*■ Apa yang dia beli?
(231) Pak Tampu memelihara apdi Apa yang dipelihara Pak Tampu?
(232) Teguh menulis apa^ Apa{kah) yang ditulis Teguh?
Dari contoh di atas tampak pula bahwa partikel -kah dapat ditam
bahkan. Akan tetapi, penambahan -kah secara manasuka itu tidak dapat
dipertahankan jika kalimat itu dibalik susunannya, yaitu k2it2iyang berada di
awal kalimat. Perhatikan contoh berikut.
(233) a. Apa{kah) yang dibeli Yusyanti?
b. Yang dibeli Yusyanti apai
c. *Yang dibeli Yusyanti apakah'i
(234) a. Apa{kah) yang dipelihara Pak Tampu?
b. Yang dipelihara Pak Tampu apdi
c. * Yang dipelihara Pak Tampu apakahi
Kalimat (233a) dan (234a) masing-masing dapat diubah menjadi
(233b) dan (234b), tanpa -kah. Jika partikel -kah ditambahkan pada kata apa
seperti yang terlihat pada (233c) dan (234c), kalimatnya tidak berterima.
Pemakaian kata yang sesudah kata apa menyebabkan perubahan urutan
subjek dan predikat dalam kalimat. Bandingkanlah contoh berikut.
(235) a. Udang dapat menyebabkan sakit perut. (S-P-O)
b. Apa yang dapat menyebabkan sakit perut? (P-S)
(236) a. Hasil ujian kemarin mengecewakan mahasiswa. (S-P-O)
b. Apa yang mengecewakan mahasiswa? (P-S)
Pada (235a) dan (236a), udang Adsv hasil ujian kemarin adalah subjek.
Akan tetapi, apa pada (235b) dan (236b) adalah predikat dan subjek￾nya masing-masing adalah yang dapat menyebabkan sakit perut dan yang
mengecewakan mahasiswa.
Kata apa dan siapa berlainan dalam dua hal: (1) apa mengacu pada
benda, hal, atau binatang, sedangkan siapa mengacu pada manusia saja
dan (2) apa dapat berfungsi semata-mata sebagai pemarkah kalimat tanya,
sedangkan siapa harus menggantikan nomina dalam kalimat. Dalam perilaku
sintaktisnya, siapa mengikuti pola yang diikuti oleh apa. Berikut adalah
keterangan tentang pemakaian pronomina siapa.
1) Siapa dapat menggantikan objek tanpa mengubah urutan kata, asalkan
tempatnya sama dengan objek yang digantikannya.
Contoh:
(237) Ibu mencari Pak Dahlan. Ibu mencari siapa? (S-P-O)
(238) Dia mencubit Tini. —*■ Dia mencubit siapa? (S-P-O)
2) Jika siapa sebagai pengganti objek diletakkan di awal kalimat, seluruh
konstruksi kalimat berubah dan siapa menjadi predikat yang diikuti oleh
subjek yang berwujud frasa nominal dengan
Contoh;
(239) Ibu mencari siapa? (S-P-O) —> Siapa{kah) yang Ibu cari? (P-S)
(240) Dia memukul siapa? (S-P-O) Siapa yang dia pukul? (P-S)
3) Siapa dapat pula menggantikan subjek dan menduduki posisi awal
kalimat sebagai predikat dengan urutan kata yang sama, tetapi kata yang
harus ditambahkan
Contoh:
(241) Daryanti takut ulat. (S-P-Pel) —> Siapa yang takut ulat?
(P-S)
(242) Pak Danu meminta ikan, (S-P-O) —> Siapa yang minta ikan?
(P-S)
4) Dalam kalimar yang subjeknya dimulai dengan^/zw^, dengan urutan S-P,
partikel -kah tidak dapat dipakai di belakang predikat.
Contoh:
(243) a. Siapakah yang menangis? (P-S)
b. Yang menangis siapa? (S-P)
c. *Yang menangis siapakah? (S-P)
(244) a. Siapakah yang menulis laporan ini (P-S)
b. Yang menulis laporan ini siapa? (S-P)
c. *Yang menulis laporan ini siapakah (S-P)
7.2.2.4.2 Mana
Pronomina mana pada umumnya digunakan untuk menanyakan suatu
pilihan tentang orang, barang, atau Hal,
Contoh;
(245) Penyanyi itu orang mana?
(246) Buatan mana pompa itu?
(247) Sepedamu yang mana?
Jika digabung dengan preposisi di, ke, dan dari, di mana menanyakan
tempat berada, ke mana tempat yang dituju, dan dari mana tempat asal
atau tempat yang ditinggalkan. Dalam bahasa Indonesia baku, ketiga frasa
itu dapat mengisi posisi keterangan tempat yang digantikannya dan dapat
digunakan pada awal kalimat.
(248) a. Sekarang Pak Wisnu tinggal di Jatinegara.
b. Sekarang Pak Wisnu tinggal di mana?
c. Di mana sekarang Pak Wisnu tinggal?
(249) a. Besok mereka akan pergi ke Puncak.
b. Besok mereka akan pergi ke mana?
c. Ke mana besok mereka akan pergi?

(250) a. Pak Sakerah berasal dari Surabaya.
b. Pak Sakerah berasal dari mana?
c. Dari mana Pak Sakerah berasal?
Karena keterangan waktu seperti sekarangA2in besok dapat pula berada
pada akhir kalimat, kalimat (243c) dan (244c) dapat juga diganti dengan
kalimat (243d) dan (244d) berikut.
(243) d. Di mana Pak Miskun tinggal sekarang.
(244) d. Ke mana mereka akan pergi besok?
7.2.2.4.3 Mengapa dan Kenapa
Kata tanya mengapa dan kenapa mempunyai arti yang sama, yakni
menanyakan sebab terjadinya sesuatu. Kedua bentuk itu sama-sama dipakai,
tetapi mengapa lebih formal daripada kenapa. Dalam bahasa Indonesia baku
kata tanya ini diletakkan pada awai kalimat, dan urutan kata dalam kalimat
mengikuti urutan kalimat berita.
Contoh:
(251) a. Anggi cidak masuk {karena sakit).
b. Mengapa!kenapa Anggi tidak masuk?
(252) a. {Karena tidak belajar) Siswadi cidak lulus,
b. Mengapa!kenapa Siswadi tidak lulus?
(253) a. Narti tidak menjawab suratmu {karena malas).
b. Mengapa{kah)lkenapa{kah) Narti tidak menjawab suratmu?
Seperti halnya dengan apa dan siapa, -kah juga dapat dipakai dengan
mengapa atau kenapa seperti terlihat pada (253b).