Home » bahasa arab 2 » bahasa arab 2
menyatakan
bahwa sifat huruf ada tujuh belas, menurut Nashr al-Juraisyi kebanyakan
para ulama sepakat bahwa sifat bunyi bahasa Arab itu ada tujuh belas.
Sedangkan sekurang-kurangnya ada 13 sifat. Dan digolongkan menjadi
enam golongan.
1. Jahr dan Hamas
Jahr yaitu kuatnya tekanan huruf pada tempat (makhrojnya),
sehingga tidak mungkin bersama-sama.
Hams yaitu tidak kuatnya tekanan huruf pada makhroj sehingga
bisa dikeluarkan sambil bernafas.
2. Syiddah, Rochwah, dan Tawassuth
Syiddah yaitu terkurungnya huruf dengan kuat, ketika dimatikan.
.ب. ت. د. ط. ض. ك. ق ;Huruf-huruf ada tujuh yaitu
Rochwah yaitu ketika sesuatu huruf dimatikan, masih bisa berjalan
dengan bebas, jadi tidak terkurung. Hurufnya adalah huruf-huruf
yang tidak termasuk pada golongan syiddah dan tawassuth.
Tawassuth yakni tengah-tengah antara syiddah dan rochwah,
.ا. م. ي. ر. د. ع. ل ;hurufnya ada delapan yaitu
3. Ithbaq dan Infitah
Ithbaq yaitu terkurungnya huruf (suara) antara lidah dan langitlangit yang tepat di atasnya sebagai akibat menempelnya lidah di
atas langit langit ini . Hurufnya ada empat yaitu; ظ.ط.ض.ص.
Infitah yaitu kebalikan dari ithbaq, dan huruf-hurufnya yang tidak
termasuk dalam ithbaq.
4. Isti’la dan Inkhifadl
Isti’la yaitu menaik kelangit-langit yang tertinggi. Huruf-hurufnya
ialah huruf-huruf ithbaq ditambah huruf خ .ع .ق.
Inkhifadl disebut juga ishtiful, yakni kebalikan isti’la, dan hurufhurufnya ialah huruf-huruf yang tidak termasuk dalam huruf isti’la.
5. Dzalaqoh dan Ishmat
Dzalaqoh yaitu ringannya huruf-huruf ketika diucapkan adapun
huruf-hurufnya ada enam terkumpul dalam kata-kata بنفل مر. yakni
huruf-huruf م ،ر ،ب ،ن ،ف .ل. Sebab ringannya huruf ini ialah
sebab tiga huruf diantaranya keluar dari ujung lidah yaitu hurufhuruf ن ،ل ،ر. Dan yang tiga lainnya dari bibir yaitu huruf-huruf ،ف ،م
.ب
Ishmat secara bahasanya adalah tercegah yaitu dicegah hanya
memakai hurufnya untuk menyusun kalimat bahasa Arab
yang lebih dari tiga huruf yang menjadi huruf akar pada kalimat.
Merupakan kebalikan dari dzalaqah, hurufnya juga selain dari huruf
dzalaqoh.
6. Shafir dan Lojjin
Shafir adalah suara yang menyerupai suara unggas atau hewan
sebab menyebut hurufnya dengan suara berdesir dan kuat dari
antara dua bibir mulut. Hurufnya ada tiga yaitu س ،ز ،ص. Perbedaan
safir dan hams adalah desiran napas yang lebih kuat dibandingkan
hams yang sekadar membunyikan hurufnya dengan hembusan
nafas yang lebih ringan.
Lojjin atau Liin yakni lunak, dan menjadi sifat huruf mad yang tiga,
.و، ا، ي ;y
Konsonan adalah kondisi penyumbatan dalam keluar
pengucapannya atau bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat
aliran udara pada salah satu tempat disaluran suara.
Bisa juga diartikan dengan bunyi letupan, bunyi geseran, bunyi
bersuara atau bisa juga bunyi tidak bersuara. Konsonan selalu
mendapatkan hambatan disaluran udara , baik hambatan kuat atau lemah,
sehingga mengakibatkan adanya letupan atau geseran. Yang termasuk
konsonan juga adalah semua bunyi yang udaranya keluar dari hidung
ketika artikularasi atau bunyi yang udaranya keluar dari samping kiri
atau kanan mulut. Konsonan (حروف/صوامت) adalah bunyi letupan, bunyi
geseran, bunyi bersuara atau bisa juga bunyi tidak bersuara. Konsonan
selalu mendapatkan hambatan di saluran udara, baik hambatan kuat
atau lemah, sehingga mengakibatkan adanya letupan atau geseran. Yang
termasuk konsonan juga adalah semua bunyi yang udaranya keluar
dari hidung ketika diartikulasikan atau bunyi yang udaranya keluar dari
samping kiri atau kanan mulut.
Konsonan atau huruf mati adalah fonem yang bukan vokal dan
dengan kata lain direalisasikan dengan obstruksi. Jadi aliran udara yang
melewati mulut dihambat pada tempat-tempat artikulasi.
Sebagian pakar fonetik bahasa Arab menyebutkan bahwa konsonan
dalam bahasa Arab terdiri dari 28 konsonan, sebagian lagi menyebutkan
terdiri dari 26 konsonan. Yang menyebutkan 28 konsonan adalah yang
memasukkan dua buah semivokal ke dalam konsonan, sedangkan yang
berpendapat 26 konsonan tidak memasukkan semivokal ke dalam
konsonan.Para ahli fonetik membagi konsonan menjadi beberapa bagian
berdasar sudut pandang yang berbeda-beda.
Huruf yang menghasilkan bunyi dalam bahasa Arab ada 28. Sebagai
berikut : (susuan hizaiyah)
Pembagian Konsonan Menurut Makhrajnya
Makhraj adalah tempat tertentu di saluran udara yang mengalami
pengejangan lebih keras dari yang lain dan merupakan tempat penuturan
suatu konsonan. Sebagaian pakar fonetik bahasa Arab merinci makhraj
konsonan Arab menjadi sebelas macam. Berikut rinciannya.
1. Konsonan labial (شفوية) yang terdiri dari و-م-ب
2. Konsonan labiodental (أسنانية-شفوية) yang terdiri dari ف
3. Konsonan interdental (األسنانية بني) yang terdiri dari ظ-ذ-ث
ت-ط-د-ض- yang terdiri dari (أسنانية-لثوية) 4. Konsonan alveodental
ل-ن
5. Konsonan alveolar (لثوية) yang terdiri dari ص-س-ر-ز
6. Konsonan alveopalatal (حنكية-لثوية) yang terdiri dari ج-ش
7. Konsonan palatal (طبقية) yang terdiri dari ي
8. Konsonan velar (حنكية) yang terdiri dari خ-غ-ك
9. Konsonan uvular (لهوية) yang terdiri dari ق
10. Konsonan pharyngal (حلقية) yang terdiri dari ح-ع
11. Konsonan glottal (حنجرية) yang terdiri dari ه-ء
C. Pembagian Konsonan Menurut Organ Bicara
Aktif
Dalam sudut pandang organ bicara aktif yang difungsikan dalam
menghambat atau menekan saluran udara ketika mengartikulasikannya,
konsonan dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Yang dimaksud dengan
organ bicara aktif adalah bibir bawah (labial), ujung lidah (apiko),
tengah lidah (medio), pinggir lidah (lamino) dan belakang lidah (dorso).
Konsonan dari sudut pandang ini dapat dibagi menjadi sebelas macam.
1. Konsonan bilabial, yang terdiri dari و-م-ب
2. Konsonan labiodental, yang terdiri dari ف
3. Konsonan apikointerdental, yang terdiri dari ظ-ذ-ث
ت-ط-د-ض-ل-ن 4. Konsonan apikodental, yang terdiri dari
5. Konsonan apikoalveolar, yang terdiri dari ص-س-ر-ز
6. Konsonan apikopalatal, yang terdiri dari ج-ش
7. Konsonan mediopalatal, yang terdiri dari ي
8. Konsonan dorsovelar, yang terdiri dari خ-غ-ك
9. Konsonan uvular yang terdiri dari ق
10. Konsonan pharyngal, yang terdiri dari ح-ع
11. Konsonan glottal, yang terdiri dari ه-ء
D. Pembagian Konsonan Menurut Pengartikulasiannya
Dasar yang menjadi pertimbangan dalam pembagian ini adalah
tingkat hambatan yang terjadi terhadap arus udara, hambatan total, atau
hambatan parsial dan distorsi yang terjadi terhadap jalan keluar udara
sebagai akibat kuatnya hambatan yang terjadi terhadap arus udara,
sehingga udara terpaksa mencari jalan keluar melalui rongga hidung atau
melalui celah-celah di pinggir mulut.
Dalam sudut pandang ini konsonan bahasa Arab di bagi menjadi
tiga macam. Rinciannya adalah
1. Konsonan letupan (االنفجارية األصوات).
Konsonan letupan adalah bunyi yang ketika diartikalusikan
mendapat hambatan kuat dari organ bicara dan tidak ada jalan
keluar udara, baik dari hidung atau dari samping kiri dan kanan
mulut sehingga udara terkepung dibelakang organ bicara ini .
Kemudian organ bicara ini membuka jalan udara dengan
cepat, yang mengakibatkan terdengarnya bunyi seperti letupan.
Konsonan yang terjadi dengan cara inilah yang disebut dengan
bunyi letupan. Yang termasuk konsonan ini dalam bahasa Arab
.ب-ت-ط-د-ك-ق-غ-ء adalah
2. Konsonan Geseran (االحتكاكية األصوات).
Konsonan geseran adalah bunyi yang ketika diartikulasikan organ
bicara tidak merapat kuat, tetapi memberikan peluang untuk
udara agar dapat lewat dengan leluasa di areal itu, walaupun harus
mengakibatkan terjadinya semacam getaran. Konsonan dengan
kondisi seperti inilah yang di sebut dengan konsonan geseran.
Adapun yang termasuk dalam konsonan geseran dalam bahasa
ف-ث-ذ-ظ-ص-ش-ز-خ-غ-ح-ع-ه Arab adalah
3. Konsonan Gabungan (املركبة األصوات).
Konsonan gabungan adalah bunyi yang ketika diartikulasikan udara
yang datang dari paru-paru mendapat hambatan kuat dari organ
bicara, tetapi ketika organ bicara ini memberikan kesempatan
untuk lewatnya udara, hal ini tidak terjadi secara cepat
sehingga tidak terjadi semacam letupan. Konsonan letupan dalam
bahasa Arab adalah ج.
Jenis-jenis konsonan bahasa Arab (Sumber foto: islamawareness.
net)
E. Pembagian Konsonan Menurut Posisi Pita
Suara
Dalam sudut pandang ini, konsonan terbagi menjadi dua bagian.
Berikut adalah penjelasannya.
1. Konsonan Bersuara (املهجورة األصوات).
Konsonan bersuara adalah bunyi yang terjadi ketika udara yang
datang dari paru-paru disambut oleh dua pita suara yang dengan
kondisi bersentuhan (tidak merapat) sehingga udara tetap saja bisa
keluar masuk di antara kedua pita suara ini , tetapi dengan
mengakibatkan terjadinya gesekan yang teratur antara dua pita
suara ini . Konsonan bersuara dalam bahasa Arab adalah -و-ب
.م-ن-د-ض-ز-ل-ر-خ-ي
2. Konsonan Tidak bersuara (املهموسة األصوات).
Konsonan tidak bersuara adalah konsonan yang terjadi dengan
tidak ada hambatan terhadap udara yang datang dari paru-paru,
sebab kedua pita suara menyambutnya dengan kondisi berjauhan
sehingga udara dengan leluasa keluar masuk tanpa mengakibatkan
adanya pergesekan antara dua pita suara ini . Konsonan bahasa
-ف-ث-ت-طس-ص-ش-ك-خ-ق-ح-ه-ء Arab yang tidak bersuara adalah
F. Pembagian Konsonan Menurut Sumber Arus
Udara
Dalam sudut pandang ini, konsonan dapat di bagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Konsonan dengan arus udara egresif (eksplosif).
Konsonan arus udara egresif adalah konsonan yang dalam
pembentukannya memakai arus udara pernapasan yang
datang dari paru-paru, kemudian melewati saluran udara seperti
kerongkongan, lokasi pita suara, tenggorokan, rongga mulut dan
rongga hidung.
2. Konsonan dengan arus udara ingresif (implosif).
Konsonan arus udara ingresif adalah konsonan yang dalam
pembentukannya memakai arus udara yang datang dari luar,
kemudian dibentuk di tempat saluran udara. Konsonan jenis ini
.ص-ض-ط-ظ misalnya
Diringkas dan disarikan dari buku yang berjudul Bunyi Bahasa
Arab, Ilmu Al-‘Ashwat Al-‘Arabiyyah karya Dr. H. Ahmad Sayuti Anshari
Nasution, M.A.
G. Klasifikasi Konsonan Arab Dan Sifatnya
Sebagai mana yang telah diketahui, suara dalam bahasa Arab
berdasar tempat keluarnya udara dan sifatnya dengan bagaimana
cara pengucapannya berdasar keluar sesuai dengan anggota hurufhurufnya :
1. Konsonan Bilabial الشفتانية: ( hambat, bersuara) Terdiri dari / ب
// م
a. Huruf ba ( ب)
Cara pengucapannya :
1) Tempelkan bibir bawah dan bibir atas menutupnya
dengan sempurna, lalu menahannya udara di belakang
kedua bibir ini .
2) Kemudian buka atau lepaskan dua bibir dengan terbentuk,
maka akan keluar udara yang sangat terhembus.
3) Meninggikan suara sesuai saluran hidung maka akan
keluar udara di mulut.
4) Bergetarnya pita suara.
b. Huruf Mim ( م)
Suara mim “ dua bibir – hidung – jelas”. Cara pengucapannya:
1) Tempelkan bibir bawah dan bibir atas menutupnya
dengan sempurna, lalu menahannya udara di belakang
kedua bibir ini .
2) Merendahkan di langit-langit lunak , maka akan keluar
udara di rongga hidung.
3) Bergetarnya pita suara.
2. Konsonan Labio-dental األسنانية-الشفهية ( tak bersuara ) : Terdiri
/ ف / da
Huruf fa ( ف). Suara huruf fa ” bibir – gigi – gesekan – hembusan.
Cara pengucapannya :
1) Bertemu nya biibir bawah dengan gigi atas
2) Maka akan keluar dengan gesekan dari lubang yang sempit
antara bibir dan gigi.
3) Tidak bergetar pita suara.
ث / ذ / ظ / Terdiri dari :األسنانية بني 3. Konsonan Interdental
a. Huruf tsa ( ث) geseran, tak bersuara.
Suara huruf Tsa “ antara lidah – gesekan – hembusan. Cara
pengucapannya :
1) Meletakan ujung lidah antara gigi aas dan gigi bawah
dengan berbentuk suara yang terhembus.
2) Hembusan udara yang lewat dengan sempit dan keluar
akibat gesekan.
3) Tidak bergetar pita suara
b. Huruf dhal ( ذ) bersuara.
Suara dhal “ujung – gigi – gusi – ledakan - jelas. Cara
pengucapannya :
1) Meletakan ujung lidah antara gigi atas dan gigi bawah
dengan berbentuk suara yang terhembus.
2) Udara lewat dari tempat yang sempit dan akan keluar
akibat gesekan.
3) Tidak bergetar pita suara
c. Huruf dzho ( ظ) geseran, bersuara.
Suara dhzo “ anatara gigi – gesekan – jelas – langit-langit
lunak. Cara pengucapannya :
1) Meletakan ujung lidah antara gigi atas dan gigi bawah
dengan berbentuk suara yang terhembus.
2) Hembusan udara yang lewat dengan sempit dan keluar
akibat gesekan.
3) Tidak bergetar pita suara.
4) Mengangkat lidah bagian akhir dalam pengucapannya.
4. Konsonan Apico-dento-alveolars اللثوية-األسنانية - الذلقية: Terdiri
/ت / د / ط / ض / ل / ن / d
a. Huruf ta ( ت) tak bersuara
Suara huruf ta “ ujung – gigi – gusi – ledakan – hembusan.
Cara pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan dua lipatan dan gusi
bagian depan
2) Memisahkan ujung lidah dengan terbuka lebar, maka
akan keluar udara ledakan
3) Tidak bergetar pita suara.
b. Huruf dhal ( د) hambat bersuara.
Suara dhal “ ujung – gigi – gusi – ledakan - jelas. Cara
pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan dua asal gigi atas,
berhadapan dengan gusi, maka akan terhembus
dibelakang lidah.
2) Lalu, terpisahnya ujung lidah secara tiba-tiba. Maka akan
terbuka lebar pertemuan lidah ini dan akan keluar
ledakan udara yang terhembus
3) Tidak bergetar pita suara.
c. Huruf Tho ( ط)
Suara Tho “ ujung – gigi – gusi – suara eksplosif – hembusan
– langit-langit atas. Cara pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan langit-langit gigi depan,
maka udara akan tertahan di belakang
2) Lalu, terpisahnya ujung lidah, maka terbuka lebar dan
akan keluar udara yang terhembus.
3) Tidak mengayunkan atau meninggikan suara.
4) Mengangkat akhir lidah ketika pengucapannya (langitlangit mulut)
d. Huruf dho ( ض)
Suara dho “ ujung – gigi- gusi - suara eksplosif – jelas – langitlangit lunak. Cara pengucapannya :
1) Bertemunya ujung lidah dengan langit-langit gigi depan,
maka udara akan tertahan di belakang
2) Lalu, terpisahnya ujung lidah, maka terbuka lebar dan
akan keluar udara yang terhembus.
3) Tidak bergetar pita suara
4) Mengangkat akhir lidah ketika pengucapannya (langitlangit lunak)
e. Lam (ل)
Suara lam ( apiko – alveo – dental, samping, bersuara ). Cara
pengucapan :
1) Menempelnya ujung lidah pada langit –langit atas dan
gigi mencegah keluarnya udara
2) Keluarnya udara dari sisi mulut
3) Bergetarnya pita suara
f. Nun (ن)
Suara nun (apiko – alveo – dental, nasal, bersuara). Cara
pengucapan:
1) Bertemunya ujung lidah dengan gusi atas sehingga udara
tertahan
2) Keluarnya udara dari rongga hidung
3) Bergetarnya pita suara
5. Konsonan ( apico – alveolars ) terdiri dari: ر , ص , س , ز
a. Zai (ز)
Suara zai ( apiko – alveolar, geseran, bersuara ). Cara
pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan ujung dua gigi seri yang
bawah
2) Udara melewati landasan sempit
3) Bergetarnya pita suara
b. Sin (س)
Suara sin (apiko – alveolar, geseran, tak bersuara). Cara
pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan ujung dua gigi seri yang
bawah
2) Udara melewati landasan sempit
3) Tidak bergetarnya pita suara
c. Shod (ص)
Suara shod (apiko – alveolar, geseran, tak bersuara, velarized).
Cara pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan ujung dua gigi seri yang
bawah
2) Udara melewati landasan sempit
3) Tidak bergetarnya pita suara
4) Naiknya pangkal lidah ke langit langit lunak
d. Ro (ر)
Suara ro ( apiko – alveolar, getar, bersuara ). Cara
pengucapan:
1) Terjadinya getaran antara lidah dan gusi
2) Udara melewati saat terjadinya pengulangan
3) Bergetarnya pita suara
6. Konsonan ( fronto – palatals ) : ش , ج
a. Jim (ج)
Suara jim ( lamino – platal, paduan, bersuara ). Cara
pengucapan:
1) Bertemunya tengah lidah dengan langit langit atas maka
terjadinya hambatan udara ( seperti yang terjadi pada
suara eksplosif )
2) Berpisahnya Ujung lidah dengan langit-langit atas secara
perlahan , lalu keluarlah udara ( seperti yang terjadi pada
gesekan suara )
3) Bergetarnya pita suara.
b. Syin (ش)
Suara syin (lamino – platal, geseran, tak bersuara). Cara
pengucapan :
1) Bertemunya ujung lidah dengan langit langit lunak lalu
meninggalkan aliran udara yang sempit
2) Udara melewati jalur sempit dengan gesekan
3) Tidak bergetarnya pita suara
7. Konsonan ( centro – palatals ) : ي
Ya ( ي). Suara ya ( medio – platal, geseran bersuara. Cara
pengucapan:
1) Tengah lidah naik ke langit-langit keras tanpa keduanya saling
bertemu
2) Aliran udara dikendalikan oleh tabung antara tengah lidah dan
langit langit keras
3) Bibir menyesuaikan saat berbicara
4) Bergetarnya pita suara
خ , غ , ك , و : ( 8. Konsonan ( dorso – vela
a. Huruf Kha {خ}
Suara kho (dorso – velar – geseran , tak bersuara). Cara
pengucapan :
1) Bagian belakang lidah naik sampai hampir menempel di
langit langit lunak
2) Keluarnya udara dikelilingi jalan sempit antara pangkal
lidah dan langit langit lunak
3) Tidak bergetarnya pita suara
b. Huruf Ghin {غ}
Suara Ghin “ Darso-Velar( Bunyi ujar yang terjadi sebab
punggung lidah mendekati velum/langit-langit lunak),
terkatup, gesekan, bersuara. Cara pengucapannya :
1) Mengangkat bagian belakang lidah sehingga hampir
melekat pada talam( langit-langit mulut )
2) Udara akan keluar dari saluran yang sempit antara ujung
lisan dan talam
3) Dua pengikat tali busur bergerak
c. Huruf Kaaf {ك}
Suara Kaaf “ Dorso-velar, terkatup, semburan, tak bersuara.
Cara pengucapannya :
1) Ujung lidah bertemu dengan talam, maka tertahanlah
apa yang di belakang ujung lidah dan talam gelombag
udara.
2) Lidah akan terpisah dari talam, maka seketika itu
keluarlah udara dengan kencang
3) Dua pengikat tali busur tidak bergerak.
d. Waawu {و}
Suara waawu “ darso-Velar, talam, gesekan, bersuara, setengah
harokat. Cara pengucapannya :
1) Mengangkat bagian belakang lidah ke talam,sehingga
hampir menyentuhnya.
2) Membulatkan dua buah bibir atau menempatkan dua
buah bibir untuk mengucapkan dhomah.
3) Dua pengikat tali busur bergerak.
9. Konsonan Dorso-uvular اللهوية-القصية: Terdiri dari / ق / ( Bunyi
ujar yang terjadi sebab pungggung lidah mendekati velum ).
Huruf Qhof { ق}. Suara Qhof “ jauh, hambat, tak bersuara. Cara
pengucapannya :
1) Mengangkat bagian belakang lidah dan bertemu dengan velum,
maka apa yang ada di belakang keduanya ada gelombang
udara dari paru-paru.
2) Udara keluar setelah terpisahnya lidah dan velum ketika itu
juga suara terhambat.
3) Dua pengikat tali busur tidak bergerak.
10. Konsonan Rooto-Pharyngeals احللقية-اجلذرية: Terdiri dari / ع / ح
(Bunyi ujar yang terjadi sebab pungggung lidah mendekati velum)
Suara-suara Rooto-Pharyngeals (Tenggorokan)
a. Huruf Haa {ح}
Suara Al haa’u “ tenggorokan, geseran, tak bersuara. Cara
pengucapaanya :
1) Pangkal lidah mendekat ke pangkal tenggorokan, maka
menyempit saluran tenggorokan.
2) Gelombang udara mengalir dari paru-paru dengan
gesekan.
3) Pita suara tidak bergetar.
b. Huruf ‘Aiin {ع}
Huruf ‘Ain {ع} “ Rooto-pharyngeal, geseran, bersuara. Cara
pengucapannya :
1) Pangkal lidah mendekat ke pangkal tenggorokan, maka
menyempitlah saluran tenggorokan.
2) Gelombang udara merambat dari paru-paru dengan
gesekan
3) Pita suara bergetar.
11. Konsonan Glottal احلنجرية : Terdiri dari / ه / ء/ Suara-suara
Glottals ( pangkal tenggorokan pada pita suara ).
a. Hamzah {ء}
Suara hamzah “ pangkal tenggorokan, hambat, antara bersuara
dan tidak bersuara’. Cara pengucapannya :
1) Dua pengikat tali busur tertutup rapat, maka tertahanlah
gelombang udara.
2) Dua tali busur terbuka, maka seketika itu udara
berhembus dengan kencang.
3) Dua pengikat tali busur suara dalam satu tempat, bukan
pada satu ucapan, baik dua pengikat tali busur bergerak
ataupun tidak bergerak.
b. Haa (ه)
Suara Haa’u “ pangkal tenggorokan, geseran, tak bersuara’.
Cara pengucapanya :
1) Dua pengikat tali busur terbuka, maka dengan itu
mengalirlah udara antara dua pengikat tali busur berikut.
2) Mulut terbuka sebab adanya syakal yang terjadi ketika
pengucapan pada harokat fathah.
3) Pita suara tidak bergetar.
Pengertian Bunyi Vokal
Dalam bahasa inggris istilah vokal disebut voweles, dan dalam
bahasa prancis voyelle, begitu juga dalam pelajaran bunyi bahasa arab,
bunyi vokal mempunyai istilah yang sangat beragam. Seperti , الصوائت
.املصوتت, أصوات
Selain istilah Kata sowait, ada kata juga istilah yang lebih populer
dalam dunia ilmu bunyi bahasa arab, disebabkan sebab banyak
dipakai nya kata itu oleh ulama-ulama ashwat, yaitu kata al- harokat
(احلركات). Disebut al- harokat sebab sebagaimana yang dikutip oleh
kamal basyar dari pendapatnya ibnu jini, yaitu sebab bunyi vokal bisa
menjadikan huruf dapat bergerak ( dilafalkan). Bunyi huruf ba (ب) tidak
bisa dilafalkan tanpa adanya harokat, namun ketika huruf ba ini
diikuti oleh salah satu harokat ( fathah, atau domah di atas huruf ba
ini atau dengan harokat kasrah dibawah huruf ba ini ) maka
huruf ini menjadi hidup dan bisa dilafalkan ( ba, bi, bu).
Bunyi vokal dapat diketahui atau didefinisikan sebab bunyi vokal
ini merupakan bunyi yang ketika dilafalkan udara bergerak secara
tiba-tiba dari paru-paru melewati laring selajutnya menempati tempat
berjalannya udara, baik dalam tenggorokan, mulut dan tidak ada
hambatan yang dapat menyebabkan tempat keluarnya udara ini
menyempit seperti halnya yang terjadi dalam bunyi rikhwah (gesekan),
atau nafas terperangkat dan tidak bisa keluar seperti halnya yang terjadi
dalam bunyi syidah ( letupan). (Annis 1999 : 26)
Pengertian yang lebih akurat mengenai bunyi vokal sebagaimana
yang di kemukakan oleh ( Muhammad 1998 M : 91 ) yaitu bunyi-bunyi
jelas, yang ketika dilafalkan udara keluar secara terus menerus dari
hulu kerongkongan dan mulut tanpa adanya hambatan pada alat ucap
yang memasuki hulu kerongkongan dan mulut ini , yang dapat
menyebabkan terhalang keluarnya udara atau menyebabkan gesekan
ketika didengar.Perbedaan bunyi vokal dengan konsonan adalah sebagai berikut :
1. Bunyi vokal lebih jelas daripada konsonan ketika didengar
2. Di seluruh bahasa jumlah bunyi vokal lebih sedikit dari pada
konsonan
3. Konsonan tidak mempunyai makhroj huruf tertentu seperti halnya
konsonan
4. Bunyi vokal tidak mempunyai sifat huruf tertentu, yaitu dari segi
bagaimanna cara keluarnya udara dari paru-paru. Sewaktu waktu
bunyi vokal bercabang dari standar sifatnya sendiri pada sifat lain
seperti pada letupan, gesekan, ganda, pengulangan, sampingan, dan
khoisyum ( keluarnya huruf dari hidung).
5. Bunyi vokal jelas sebab adanya kebutuhan (Keadaan Darurat),
adapun bunyi konsonan terkadang jelas juga terkadang samar.
6. Ketika melafalkan bunyi vokal tidak terjadinya hambatan terhadap
udara yang melewat atau keluar dari paru-paru, berbeda dengan
bunyi konsonan yang ketika dilafalkan terkadang terjadinya
hambatan terhadap udara ( udara terperangkap).
ada tiga bunyi vokal pokok dalam bahasa arab, yaitu Kasrah,
dhomah, dan fathah. Penamaan terhadap ketiga bunyi vokal ini
dikemukakan atas inovasi seorang pelopor ahli bunyi-bunyi bahasa Arab
yang jenius yaitu Abu Aswad Ad-duwali, yang telah menentukan kriteria
atau standar untuk spesifikasi bunyi vokal bahasa Arab berdasar
kedua mulutnya, Abu Aswad berkata “ Saya akan membaca Al-qur’an,
dan jika kedua mulutku terbuka saat mengucapkan suatu huruf maka
simpanlah tanda titik di atas huruf ini , dan untuk kasrahnya maka
berikanlah tanda titik dibawah huruf ini , dan jika kedua mulutku
mendekap ( bibir bawah dan atas merangkap, monyong) maka berikanlah
tanda titik di atas sisi kiri huruf ini . (Basyar, 2000 M :22 ) perbuatan
yang dilakukan abu aswad ini untuk membedakan diantara bunyi vokal.
Jadi, bedasarkan keadaan mulut ini , vokal fatah sebab terbukanya
kedua mulut, dan kasrah sebab melebar dan terbuka lebarnya mulutt, dan dhomah sebab terhimpunyya mulut. Maka dari itu, bunyi vokal
disebut juga ( As-Showait) yaitu, Fathah, dhomah, dan kasrah.
Untuk bunyi vokal ini diberikan kode atau tanda yang simple yaitu
(َُِ) tanda ini merupakan inovasi dari seorang jenius yaitu Syekh Kholil
bin ahmad Al-farohidi, ia berpendapat bahwa sesungguhnya bunyi
vokal yang pendek pada hakikatnya merupakan sebagian huruf mad
(vokal panjang) dari segi pelafalannya. Yakni bahwasanya bunyi vokal
panjang dan vokal pendek merupakan representasi dari bagaimana cara
melafalkannya, dan kedua vokal ini hanya berbeda dari segi durasi
atau lamanya pelafalan, sebab dalam kedua vokal ini ada
hubungan individu – keseluruhan. Fathah setelah alif, kasrah setelah iya
dan dhomah setelah wau, maka berdasar hubungan ini maka wajib
dalam penulisan harkat (vokal) diambil dari bagian suatu huruf atau dari
satu huruf secara utuh. Maka berdasar hal ini, tanda atau ciri untuk
vokal pendek adalah (َُِ) akan tetapi perlu diperhatikan, banhwasanya
tanda ini diambil dari huruf mad jadi hanya bertidak sebagai tanda ,
kode, yang tertulis saja, bukan dzat atau bentuk vokal itu sendiri. Bunyi
vokal berdeda dengan tanda atau ciri vokal itu sendiri, adapun vokal
yaitu fathah, dhomah, dan kasrah, kalau tanda atau ciri vokal yaitu (َُِ) .
Adapun harkat panjang untuk bunyi vokal yang tiga tadi yaitu
fathah panjang ( Al- Alif Al-madd), kasrah panjang ( Al- ya Al-madd),
dan dhomah panjang ( Al-waw al madd) . Ibu jinni mengisyaratkan
terhadap ketiga vokal panjang ini pada tiga huruf yaitu (ي و ا) yaitu huruf
yang meluas makhroj hurufnya sehingga udara tidak terputus ketika
melafalkannya ( Basyar 2000 M : 221).
Macam- Macam Bunyi Vokal Dalam Bahasa
Arab
Bunyi vokal dalam bahasa Arab ada 6, yaitu :
1. Fathah pendek / َ/Sepertiلنَ
2. Kasrah pendek / ِ/Sepertiقفِ
3. Dhomah pendek/ُ / Sepertiمُ
ق
4. Fathah panjang/اَ/sepertiصادَ
5. Kasrah Panjang/يِ/ sepertiميمِ
6. Dhomah panjang/وُ/Sepertiونُن
Dari seluruh vokal di atas semuanya memiliki sifat-siafat tersendiri,
mungkin ada yang bersifat tebal, tipis, ataupun sedang. Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwasanya vokal dilihat dari segi sifatnya ada 18
bunyi. Bunyi vokal menjadi tipis jika di ikuti bunyi- bunyi yang bersifat
dan vokal ini menjadi ,(ب ,د ,ت ,ء, ذ, ز, ع, ف, ث, س, ش, ح, ه, ) tipis
tebal jika di ikuti oleh bunyi-bunyi yang bersifat tebal ( ,ظ ,ط ,ض ,ص),
dan vokal ini bisa menjadi sedang jika diikuti oleh huruf ( خ ,غ ,ق)
. Berikut ini penjelasan vokal beserta contohnya dalam sebuah kalimat :
1. Fathah pendek tipis, seperti كَ َ
َر
ي
2. Fathah pendek tebal, seperti َ
َر
َصب
3. Fathah pendek sedang, sepertiدَ عََ
ق
4. Kasrah pendek tipis, seperti ةََ
ْك
ِر
ب
5. Kasroh pendek yang tebal, seperti صحة
6. Kasroh pendek yang sedang, seperti : قبلة
7. Domah pendek yang tipis, sepertiيرك
8. Domah pendek yang tebal, sepertiظلم
9. Domah pendek yang sedang, sepertiقتل
10. Fathah panjang yang tipis, sepertiيارك
11. Fathah panjang yang tebal, sepertiص
12. Fathah panjang yang sedang, sepertiقاتل
13. Kasroh panjang yang tipis, sepertiدين
14. Kasroh panjang yang tebal, sepertiطني
15. Kasroh panjang yang sedang, sepertiغيبة
16. Domah panjang yang tipis, seperti مقتول
17. Domah panjang yang tebal, sepertiمغضوب
18. Domah panjang yang sedang, seperti مأخوذ
Bunyi vokal bahasa Arab dilihat dari segi panjang, pendeknya
terbagi menjadi dua bagian:
1. Vokal pendek yaitu domah pendek, kasroh pendek, fathah pendek.
Yang dapat kita jumpai dalam kalimat بِ
ُت
ك
2. Vokal panjang yaitu ada dalam domah panjang, fathah panjang,
kasroh panjang. Seperti dalam kalimat صابرين ونواُ
ك
Vokal bahasa Arab dilihat dari segi bulatnya mulut ketika
melafalkannya terbagi menjadi dua bagian:
1. Vokal bulat yaitu vokal ketika melafalkannya mulut menjadi bulat,
yaitu domah panjang dan domah pendek.
2. Vokal tidak bulat yaitu vokal ketika dilafalkan dua mulut tidak
menjadi bulat. ada diselain domah pendek dan domah
panjang.
Vokal bahasa Arab dilihat dari segi terangkatnya lidah didalam
mulut terbagi menjadi tiga bagian:
1. Vokal tinggi yaitu vokal yang ketika dilafalkan lidah terangkat
keatas rongga mulut, yaitu domah pendek, domah panjang, kasroh
pendek, kasroh panjang.
2. Vokal sedang yaitu vokal yang ketika dilafalkan lidah terangkat ke
lubang mulut yaitu ada dalam fathah pendek.
3. Vokal rendah yaitu vokal yang ketika dilafalkan lidah ada
dibawah lubang mulut (tidak terangkat) yaitu ada dalam fathah
panjang.
Vokal dalam bahasa Arab dilihat dari segi bagian lidah yang
terangkat ketika dilafalkannya terbagi menjadi tiga bagian:
1. Vokal depan yaitu vokal yang ketika dilafalkan pangkal lidah
terangkat yaitu ada dalam kasroh pendek, kasroh panjang, dan
fathah panjang.
2. Vokal tengah yaitu vokal yang ketika dilafalkannya tengah lidah
terangkat yaitu ada dalam fathah pendek.
3. Vokal belakang yaitu vokal yang ketika dilafalkan ujung lidah
menjadi terangkat. ada dalam domah pendek dan domah
panjang.
C. Bunyi Vokal Diftong
Terkadang bunyi vokal dalam kebanyakan bahasa itu ada
monoftong juga terkadang diftong dalam bahasa inggris bunyi vokal
diftong dapat kita ketahui. Contohnya seperti far dan vokal diftong
seperti fair.
Adapun dalam bahasa negara kita dapat kita jumpai seperti contoh
nak dan vokal diftong contohnya naik.
Dalam bahasa Arab seluruh ulama ahli aswat bersepakat terhadap
adanya bunyi vokal monoftong seperti ضرب – سَ لَجَ .
Adapun dalam bunyi vokal diftong mereka berbeda pendapat,
bahwasanya dalam bahasa Arab juga ada bunyi vokal diftong seperti
contoh dalam lafadz بون – لون – موت (aw), juga dalam lafadz بيت – ميل
ليت – ( ay).Dan sebagian ulama ahli aswat berpendapat dan pendapat
mereka jelas, kuat, dan lebih utama. Bahwasanya dalam bahasa Arab tidak
ada bunyi diftong, sebab vokal diftong yaitu vokal yang merupakan
satu kesatuan yang terdiri dari dua harokat. Adapun dalam kalimat tadi
bukanlah satu kesatuan, akan tetapi dua vokal. Yang pertama berharakat
dan yang kedua sukun. ( fathah + wawu dalam lafadz mautun, launun,
baunun, dan fathah ditambah ya dalam lafadz mailun, laitun, baitun.
Wawu dan ya terkadang keduanya berharakat dan juga terkadang
mati. Maka dari itu ulama ahli ashwat menamainya dengan semi vokal.
Adapun wawu dan ya, keduanya menjadi konsonn ketika dalam konteks
berikut ini. (Basyar, 2000 M : 167, 168, 222 )
1. Jika wawu dan ya terletak di awal kalimat ( دُجَِ
ََجَد- ي
(و
2. Jika wawu dan ya ini di ikuti oleh hakat apapun – يةِ
َار- زَاو
ِحو
(تعاون- قيام(
3. Jika wawu dan ya ini mati setelah fathah (بيت – موت)
D. Fungsi Vokal Dalam Sebuah Bahasa (Linguistik)
Vokal mempunyai fungsi sebagai perubah makna kalimat atau
perbeaan suara yang mengakibatkan pebedaan pada makna, seperti yang
akan dijelaskan berikut:
1. “حلم“ dengan mendomahkan ha’ ini akan berbeda
maknanya ketika ha’ nya dikasrahkan. Serta lafadz “ حمل“ dengan
memfathahkan mimnya akan berbda ketika mim nya dikasrah.
2. Lafadz “ بر“ dengan megkasrahkan ba’ nya akan berbeda maknanya
ketika ba’ nya difathahkan atau didomahkan.
3. Lafadz “ مطر“ dengan memfathah pendekkan tha’ nya akan berbeda
maknanya ketika tha’ nya difathah panjangkan. Sama berbedanya
denga lafadz “ قتل“ dengan memfathah pendekkan qof dengan
memfathah panjangkan qof trsebut.
4. Lafadz “ قال“ dengan memfathah panjangkan qof nya akan berbeda
maknanya ketika qof nya dikasrah panjang. Maka dari itu vokal merupakan bagian fonem yang menjadi satuan
terkecil dalam linguistik yang tidak memiliki makna akan tetapi mampu
merubah makna atau menjadi pembeda makna dalam sebuah kalimat.
Dapat kita perhatikan dalam contoh pertama, bahwasannya dommah
dalam lafadz “ حلم“ dan kasrah dalam lafaz “ حلم“ keduanya memiliki
makkna yang berbeda. Sama halnya dengan fathah dalam lafadz “حمل
“ dan kasrah dalam lafadz “ حمل“ keduanya mempunyai makna yang
bebeda.
Maka dalam hal ini, kita mesti hati-hati bahwasannya vokal yang
berperan diwilayah fonem ada 6 dasar bunyi (fathah pendek, fathah
panjang, kasrah pendek, kasrah panjang, domah pendek, dan domah
panjang). Adapun vokal dilihat dari segi tipis, tebal dan sedangnya,
bukan merupakan tugas fonem , sebab tidak menjadi pembeda makna
diantara kalimat. Berbeda antara lafadz “ طال “ , “بال“ , dan “قال”,
perbedaan ini bukan di sebabakan harokat yang ada dalam
kalimat ini (fathah panjang tipis dalam lafadz “بال” , fathah panjang
tebal daam lafadz”طال”, dan fathah panjang sedang dalam lafadz “قال”),
akan tetapi perbedaan ini di sebabkan sebab perbedaan vokal
yang ada dalam kalimat ini ( [ب] lafadz “ط[ ,”بال] lafadz “طال”,
dan [ق] lafadz “قال”), begitu juga berbeda diantar kalimat “صم”,”دم”,
dan “قم”, bukan disebabkan prbedaan harokat akan tetapi disebabkan
perbedaan vokal dalam kalimat ini (domah pendek tipis lafadz
“دم”, dommah tebal lafdz “صم”, dan dommah sedang lafadz “قم”).
Begitu juga perlu diperhatikan bahwasanya bunyi vokal dalam
konteks nahwu ( gramer) yang baku, itu mengeluarkan fungsi fonem
untuk melangsungkannya fungsi dari morfin. Jika vokal berfonem tidak
membawa dan merubah makna, itu disebab kan adanya morfhin yang
membawanya pada makna yang telah lain yang telah ditentukan. Seperti
dalam kata kerja (fiil) berikut ini (( كتبت ِ كتبت ُ ,كتبت, maka makna dari
kata ini berbeda secara grammer sebab perbedaanya harkat yang
terkandungnya sehingga membawanya pada makna lain yang berbeda.
Adapun dhomah menunjukan pada(املذكر املفرد املتكلم) , dan pada
Pengertian Suku Kata
Suku kata adalah satu kata secara utuh atau komponen terkecil
penyusun kata, suku kata bukanlah komponen terkecil sebuah bahasa
sebab sebuah bahasa itu tersusun minimal dari dua suku kata atau
lebih,diantara komponen-komponen bahasa yaitu beberapa unit bunyi
yang dikeluarkan atau yang diucapkan (Suku kata). Suku kata adalah satu
unit bunyi yang ada dalam semua kata yang terucap.dan kata dalam
pembahasan bab ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Kata yang hanya tersusun dari satu suku kata saja disebut
ْ ,َل ْم monosyllabic, seperti
ْ , َمن
. ) )ِمن
2. Kata yang tersusun dari beberapa suku kata disebut polysyllabic,
seperti :
مت (, جلسة )جل + س + ة(,
ْ )جا + لس + �
مُ
ْ � ت
س
َ
َ ا ل
َ َس )ج + ل + س (,ج
َ ل
ج
ِل جس )م + ل + س (
ْ
ج
َ
م
Konsep suku kata didasarkan pada jelasnya dua bunyi yang muncul
ketika melafalkan bunyi-bunyi sebuah bahasa, dua bunyi ini yaitu
seperti yang dikemukakan oleh (Muslih,2011 M :73) :
1. Ketika melafalkan bunyi halus atau gamblang dalam sebuah
kata disana ada bunyi-bunyi tertentu yang terlihat jelas
dan menghasilkan puncak kenyaringan bunyi.adanya puncak
kenyaringan ini orang yang melafalkan terhadap bunyi ini akan
merasakan debaran dalam dada.
2. Maka dari itu ketika udara dari paru-paru terdorong maka udara
ini pasti akan menemukan jalan untuk keluar .dari peristiwa
ini timbulah puncak kenyaringan yang diikuti “Debaran dada” dan
hal ini dinamakan suku kata.
3. Ketika melafalkan suku kata dalam sebuah kata disana dapat
diketahui dalam keadaan waqaf (Berhenti) pada setiap satu suku
kata,kata ini , yakni disana ada waqaf yang memisahkan antara satu suku kata dengan suku kata yang lain maka dari itu
diberikanlah tanda (+) sebagai pemisah antar suku kata dalam
sebuah kata
4. Pada setiap suku kata harus ada atau tersusun dari minimal satu
bunyi vocal (vocal pendek /vocal panjang) dan harus ada satu
bunyi konsonan atau lebih yang mendahului bunyi vocal ini
atau yang menghimpit soal ini yang akan dijelaskan. Misalkan
huruf-huruf berikut ص ح ص. Vocal {ح} harus selalu tercantum
dalam setiap suku kata ,sebab vocal merupakan seperti inti suku
kata. Dalam setiap suku kata hanya ada :
a. Bunyi vocal saja, baik vocal pendek {fathah, kasrah, dammah}
atau vocal panjang {alif mad, ya mad, wau mad}.
b. Bunyi konsonan {ص} tercantum dalam suku kata akan
tetapi tidak tetap bukan sebagai inti,dia hanya sebagai
pembatas terkadang terletak sebelum dan sesudah inti suku
kata,terkadang sebelum inti suku kata saja, juga kata saja.
bunyi konsonan yang terletak sebelum inti suku kata di sebut
onset,konsonan yang terletak setelah inti suku kata disebut coda.
Dan frekuensi atau jumlah coda atau jumlah onset itu dalam bahasa
berbeda-beda ,bervariasi yang mencakup antara 0-3.dalam bahasa
inggris contohnya terkadang jumlah onset tersusun dari tiga konsonan
seperti dalam kata strategi dan skripsi dan juga dalam bahasa inngris
coda tersusun dari tiga konsonan seperti Night,Flight.
Dalam bahasa dan hampir dalam semua bahasa suku kata itu
tersusun hanya oleh satu vocal saja baik vocal pendek,atau panjang .dan
setiap bunyi vocal itu didahului oleh bunyi konsonan,dan bunyi konsonan
itu tidak pernah terletak di awal suku kata sebab dalam bahasa Arab
tidak ditemukan suku kata yang diawali oleh bunyi vocal.
Adapun dari segi pembagian pembeda antar suku kata dalam
bahasa Arab bahwasanya onset itu tidak menambah satu bunyi konsonan
dan koda juga tidak menambah dua bunyi konsonan seperti yang akan
dijelaskan dalam table berikut ini:
Macam-Macam Suku Kata
Suku kata berdasar bunyi akhirnya terbagi menjadi dua macam
bagian,yaitu :
1. Suku kata terbuka yaitu suku kata yang berkahir pada bunyi vocal
pendek dan vocal panjang, suku kata terbuka pendek contohnya ذ
س رdalam kata )ذرس( dan suku kata terbuka panjang seperti contoh
.) ال,في ,ما( :
2. Suku kata tertutup yaitu suku kata yang berakhir pada satu bunyi
konsonan atau dua bunyi konsonan. Suku kata tertutup yang
berakhir pada satu bunyi konsonan seperti ) لم,من ,من( dan yang
berakhir pada dua bunyi konsonan seperti ) ,بنت , أنت ,قلب ( ketika
waqaf.
Suku kata berdasar segi panjangnya suku kata terbagi menjadi
dua bagian yaitu,:
1. Suku kata pendek yaitu suku kata yang berakhir pada bunyi vocal
pendek seperti ) س ر ذ ( semuanya merupakan suku kata pendek
yang wajib terbuka.
2. Suku kata panjang yaitu suku kata yang berakhir pada bunyi vocal
panjang seperti lafad في atau konsonan ) كن (
Pembagian suku kata berdasar segi gelombang nada menjadi
dua bagian,yaitu:
1. Suku kata bergelombang yaitu suku kata yang bertemu dengan
nada utama dalam sebuah kata.maka dari itu suku kata ini tampak
lebih jelas dan lebih tegas dari pada bagian lain dari dalam kata
ini . Dalam satu kata ,suku kata bergelombang ini hanya lafadz
اسثغفر. suku kata ke-2 dalam kata ini adalah satu suku kata
bergelombang.
2. Suku kata tidak bergelombang yaitu suku kata yang tidak
bergelombang.
C. Tanda-Tanda Suku Kata
Berikut ini, tanda suku kata secara rinci :
(C) Bunyi Konsonan :ص
(CC) 2 Bunyi Konsonan :ص ص
(V) Vokal Pendek :ح
(VV) 2 Vokal alif mad, ya mad, wau mad :ح ح
D. Karakteristik Suku Kata Dalam Bahasa Arab
Dalam bidang bahasa arab. Peneliti mengisyaratkan untuk
mengelompokkan suku kata bahasa Arab ini berdasar karakteristik
umumnya, yaitu :
1. Suku kata dalam bahasa terbentuk atau tersusun minimal dari 2
bunyi konsonan (CVح ص : ) dan maksimal tersusun dari 5 bunyi
yaitu : konsonan, vokal, vokal, konsonan, konsonan. (CVVCC :ح ص
( ح ص ص
2. Suku kata dalam bahasa Arab selalu ada bunyi vokal.
3. Suku kata dalam bahasa Arab selalu diawali oleh bunyi konsonan,
lalu di ikuti bunyi vokal.
4. Suku kata dalam bahasa Arab tidak diawali oleh bunyi vokal, seperti
halnya inggris (art, ill, up), dan dalam bahasa negara kita (alam, ikan,
ubi).
5. Suku kata dalam bahasa Arab tidak diawali oleh 2 bunyi konsonan
secara berurutan, seperti halnya yang ada dalam bahasa
inggris ( practice, street) atau dalam bahasa negara kita ( praktek)
atau dalam bahasa jawa (mlaku). Maka jelaslah akan tidak adanya
2 bunyi konsonan yang berturut-turut dalam permulaan kalimat
bahasa Arab sebab dalam bahasa Arab ada hamzah wasal
dalam permulaan kata perintah (fiil amar) seperti lafadz ( إجلس )
.( ْجِل ْس ) penganti dari
6. Suku kata dalam bahasa Arab tidak diakhiri dengan 2 bunyi
konsonan kecuali dalam keadaan waqof(berhenti).
7. Suku kata dalam bahasa Arab terkadang tersusun dari 2 bunyi
konsonan secara berurutan.
E. Pola-Pola Suku Kata Dalam Bahasa Arab
Menurut karakteristik umum yang telah tadi dituturkan, maka
kebanyakan jumhur atau peneliti dan pengajar bunyi bahasa sepakat
bahwa suku kata dalam bahasa Arab mempunyai 6 pola atau bentuk.
Tetapi mereka berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan dan menamai
suku kata bahasa Arab ini . Berikut ini konsep pengklasifikasian
suku kata yang di tuturkan oleh Kamal Basyar (200 : 510). pendapat
ini merupakan pendapat yang paling simple dan paling jelas. Dalam
pengklasifikasian suku kata bahasa Arab :
1. Suku kata pendek mempunyai 1 pola :
: Contoh (ص ح / CV)
a. Tiga suku kata dalam lafadz : بُ تُْكَت (Tak+Tu+Bu)
b. Suku kata pertama dan ke-2 dalam lafadz :تْ َ
كتبَ (Ka+Tab+Ta)
c. Suku kata ke-2 dan ke-3 dalam lafadz تْ َ
ََتب
ك (Ka+Ta+Bat)
2. Suku kata sedang mempunyai 2 pola :
: Contoh (ص ح ح /CVV)
a. Suku kata pertama dalam lafadz قابل (qaa+ba+la)
b. Suku kata ke-2 dalam lafadz يقابل (yu+qaa+bi+lu)
c. Suku kata terakhir dalam lafadz جلسا (ja+laa+saa)
3. Suku kata panjang mempunyai 3 pola :
: contoh ( ص ح ح ص /CVVC)
a. Suku kata pertama dalam lafadz نيّضال (daal+liinn)
b. Suku kata ke-2 dalam lafadz ّ
ر يضا (yu+daar+ra)
c. Suku kata terakhir dalam lafadz حميم(ha+miim) dalam
keadaan waqof atau mengabaikan i”rab
Pengertian Tekanan
Tekanan (nabr) atau dalam bahasa Inggris disebut stress adalah
aktivitas seluruh organ bunyi (speech organs) di waktu yang bersamaan. Pada
saat pengucapan suku kata yang diberi tekanan, kita dapat menyaksikan
bahwa seluruh organ bunyi beraktivitas secara penuh, dimana otot-otot
paru-paru mengencang. Demikian pula halnya dengan gerakan dua pita
suara (vocal cords), keduanya meregang dan saling mendekat satu sama lain
untuk meminimalisir kadar udara yang keluar sehingga frekuensi getaran
pun bertambah. Efeknya, bunyi yang dihasilkan menjadi kuat dan jelas
di pendengaran. Situasi ini terjadi pada saat pengucapan buny-bunyi
bersuara (majhur). Sedangkan pada bunyi-bunyi tak bersuara (mahmus),
yang terjadi adalah kebalikannya, yakni kedua pita suara saling menjauh
lebih daripada saat produksi bunyi tak bersuara yang tidak ditekan.
sebab nya kadar udara yang dikeluarkan relatif lebih besar. 16
Selain itu, dapat ditemukan pula adanya aktivitas yang ekstra dari
organ-organ bunyi lain saat pengucapan bunyi yang ditekan, seperti pada
langit-langit (palate), lidah (tongue), dan kedua bibir (lips). Lain halnya saat
produksi bunyi yang tidak mendapat tekanan, dimana jarak antara kedua
pita suara relatif melebar sehingga tekanan udara pun ikut mengendor,
dan pada gilirannya frekuensi bunyi ikut berkurang. Hal yang sama juga
terjadi saat produksi bunyi tak bersuara, jarak kedua pita suara tidak
terlalu lebar sehingga memungkinkan keluarnya udara dalam kadar besar.
Organ-organ bunyi lain dalam situasi ini menjadi pasif dengan indikator
langit-langit yang tidak menutupi rongga hidung (nasal cavity) secara
maksimal seperti terjadi saat produksi bunyi yag mendapat nabr (stress).
Jika dapat dilihat posisi lidah yang kurang stabil dan mapan, serta
melemahnya agresivitas gerak kedua lidah (lips). Imbasnya, bunyi yang
diproduksi pun tidak begitu jelas di pendengaran, bernada rendah, dan
sukar ditangkap dari jarak dimana bunyi yang mendapatnabr (stress) dapat ditangkap dengan baik dari jarak itu. Biasanya, seseorang ketika bertutur
cenderung memberikan tekanan pada bagian tertentu dari kata-kata
yang diucapkannya. Tujuannya, untuk memperjelas bagian-bagian itu di
telinga pendengar. Tekanan inilah yang diesbut dengan nabr atau stress.
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi
segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga
menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan
keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan
dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit,
pasti dibarengi dengan tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara
sporadis, mungkin juga telah berpola, mungkin juga bersifat distingtif
sehingga dapat membedakan makna, mungkin juga tidak distingtif.17
Berbeda dengan nada, tekanan dalam tuturan bahasa negara kita
berfungsi membedakan maksud dalam tataran kalimat (sintaksis), tetapi
tidak berfungsi membedakan makna dalam tataran kata (leksis). Dalam
tataran kalimat tidak semua kata mendapatkna yang sama. Hanya katakata yang dipentingkan atau dianggap penting saja yang mendapatkan
tekanan (aksen). Oleh sebab itu, pendengar atau 02 harus mengetahui
maksud di balik makna tuturan yang didengarnya.18
Menurut kamal basyar (2000:512) tekanan itu adalah pelafalan satu
suku kata pada sebuah kalimat dengan pelafalan yang paling jelas dan
yang paling nyata atau tampak rasionya lalu pengertian di atas dijelaskan
(1973:162) bahwasanya dalam pelafalan antara satu suku kata dengan
suku kata yang lain itu berbeda-beda ada yang kuat dan ada juga yang
lemah maka bunyi atau suku kata yang ditekan itu dilafalkan dengan
memberikan proporsi pelafalan yang lebih banyak dan alat ucap dituntut
untuk memberikan kekuatan lebih dalam pelafalannyaPerhatikan contoh perbedaan antara kuat dan lemahnya pada suku
kata lafadz )ب-ر-ض( ضرب dapat diamati bahwasanya suku kata pertama
)ض( itu diucapkan dengan tekanan lebih dibandingkan suku kata yang
)ر-ب( lain
Menurut Tamam Hasan (1979:194) bahwasanya tekanan itu
adalah jelasnya pelafalan suatu bunyi atau suku kata dibandingkan suku
kata yang lain dalam sebuah ucapan. Menurut manaf mahdi muhammad
(1998:125) tekanan itu adalah pelafalan satu suku kata yang ditentukan
dengan kekuatan pelafalan yang lebih besar dibandingkan suku kata yang
lain dalam sebuah kata atau kalimat. Menurut kamal Ibrahim (1982:139)
bahwasanya tekanan itu adalah proporsi kekuatan yang diberikan untuk
melafalkan satu suku kata agar bisa didengar lebih jelas dibandingkan
suku kata yang lain. Menurut Muhammad ali al-huli (1987:158) tekanan
adalah proporsi kekuatan pelafalan yang diberikan pada bunyi konsonan
dalam satu suku kata sebuah kalimat atau jumlah. Jadi suku kata yang
ditekan itu memerlukan tekanan pelafalan yang lebih dibandingkan suku
kata yang tidak ditekan.
berdasar pengertian di atas ada beberapa perbedaan bentuk
tekanan yang akan dijelaskan dalam poin-poin berikut ini :
1. Tekanan itu terilustrasi dalam jelasnya pelafalan atau jelasnya
tekanan dalam satu suku kata sebuah kata
2. Tekanan itu ada dalam bunyi vocal bukan dalam bunyi
konsonan
3. Proporsi tekanan itu tidaklah mutlak, jika suku kata pertama
(ك) dalam kata كتب itu merupakan suku kata yang ditekan dan
dilafalkan dengan kekuatan yang paling besar dan paling jelas
karna sesungguhnya (ك) ini jika dibarengi dengan suku kata
(ت( )ب) yakni bahwasanya suku kata (ك) yang ditekan itu lebih jelas
terdengarnya dab lebih kuat pelafalannya dibandingkan dua suku
kata yang lainnya ( ب,ت) ketika pelafalan nya4. Tekanan itu terjadi dalam pelafalan sebuah suku kata dengan
mengerahkan tekanan yang lebih lebih dari pembicara.
Dan diperjelas poin no. 4 tadi oleh Muhammad Ali Al-Khuli
(1987:160) pada beberapa aktivitas fisiologi yaitu :
a. Aktifnya seluruh organ bicara yang terlibat dalam pelafalan
suku kata ini .
b. Aktifnya urat-urat paru-paru dengan bentuk yang berbedabeda untuk menahan udara dengan aktifitas yang besar
c. Kuatnya gerakan dua pita suara dan dua pita suara ini
memperluas getarannya, dan dua pita suara ini sering
saling berdekatan pada saat melafalkan bunyi huruf yang
bersifat majhur (jelas) dan dua pita suara ini saling
berjauhan pada saat melafalkan bunyi huruf yang bersifat
mahmus (samar).
d. Bertambahnya gerakan dua bibir jika dikeduanya dilibatkan
ketika pelafalan.
e. Bertambahnya power atau kekuatan urat-urat organ bicara
secara umum.
Adapun dalam keadaan suku kata yang tidak ditekan, maka terjadi
sebaliknya lemah dan kurang aktifnya organ bicara, kurang meluasnya
geratan bunyi, sedikitnya tekanan udara yang keluar dari paru-paru,
melemahnya intensitas bunyi, dan kurang jelasnya (samar) bunyi ini .
B. Tingkatan Tekanan
Dalam pelafalan setiap suku kata itu ada tingkatan tekanan
yang berbeda-beda yang tampak jelas dari segi kuatnya pelafalan suku
kata ini . Setiap satu suku kata itu mempunyai tingkatan tekanan
yang sesuai, maka dari itu, suku kata – suku kata sebuah kata itu tidak
dalam satu tingkatan yang sama dari segi tinggi dan jelasnya bunyi huruf
ini Ahli linguistik membaginya pada 4 (empat) tingkatan dilihat dari
segi kuatnya pelafalan sebuah bunyi :
1. Pertama yaitu tingkatan yang paling tinggi diberi tanda ب /’/
2. Tekanan sekunder yaitu tingkatan ke dua dari segi kekuatannya
diberi tanda ب / ^/
3. Tekanan sedang, yaitu tingkatan yang ketiga dari segi kekuatannya
diberi tanda ألو /’/ ب atau tidak diberi tanda sama sekali.
4. Tekanan lemah, yaitu tingkatan ke empat dari segi kekuatannya
diberi tanda ب /ˇ/
Jika tingkatan tekanan di atas di aplikasikan pada sebuah kalimat
حالك كيف maka pembagiannya seperti berikut ini.
يك ف حا لك ؟
Catatan :
1. Suku kata pertama ( كي ) adalah tempatnya tekanan pertama
2. Suku kata ke dua ( ف ) adalah tempatnya tekanan lemah
3. Suku kata ke tiga (حا) adalah tempatnya tekanan sekunder
4. Suku kata ke empat ( لك ) adalah tempatnya tekanan sedang
Pembagian ini dikalkulasikan untuk tingkatan tekanan dengan
pembagian yang detail akan tetapi sulit sekali membedakannya pada saat
mempraktekannya.
Terutama pada tingkatan yang sedang. Maka dari itu sebagian
ahli linguistik mempunyai pengklasifikasian yang lain dan yang paling
mudah sebab mereka tidak membutuhkan terhadap tingkatan tekanan
yang sedang, dan mereka menganggap cukup dengan 3 (tiga) tingkatan
tekanan saja, yaitu :
1. Tekanan pokok
2. Tekanan sekunder
3. Tekanan lemah
Pembagian ini lebih mudah dari segi membedakan dan
mempraktekan antar tingkatan meskipun tidak terlalu detail dalam hal
perinciannya akan tetapi ahli linguistik yang lainnya juga berpendapat
bahwasanya pembagian ini juga sulit dalam hal pembedaan dan
praktiknya terutama pada tingkatan tekanan sekunder, sehingga mereka
membaginya keadaan 2 tingkatan saja yaitu
1. Tekanan pokok
2. Tekanan lemah
Merupakan pengklasifikasian tekanan yang paling ringkas hanya
saja analisis tekanan nya terfokus pada tekanan pokok dan mengabaikan
pada tekanan selain tekanan pokok.
Oleh sebab itu analisa stresing (tekanan) hanya dapat dilakukan
pada suku kata yang memiliki stresing inti.Ketika kita menyebutkan kata
(كتب) maka stresing pusatnya pada huruf pertama (ك), adapun pada kata
(كتاب) stresing kata nya pada kata kedua (تا).
C. Macam-Macam Tekanan Dan Fungsinya
Tekanan terbagi menjadi 2 : tekanan dalam kata dan tekanan dalam
kalimat. Adapun tekanan dalam kata ada pada satuan setiap kata.
Misalkan potongan kata ke 1 (غ) pada kalimat (غفر) potongan kata ke
2 (تغ) pada kalimat (استغفر), potongan kata ke 3 (قون) pada kaliamat
(منافقون). Adapun tekanan dalam kalimat berada pada kata yang ada
pada kalimat ini .Misalkan pada kata (املبتداء( )محمد) dalam kalimat
(نشيط طالب محمد) atau (ما) ada pada kalimat nafi (ما) dalam kalimat
.(ما تأخر محمد)
Dan mengatur pada tingkatan kalimat fonem dari beberapa fonem
suprasegmental apabila tekanan ini dipakai fungsinya untuk
membedakan antara pembagian tanda kalimat. Dan tekanan dengan sifat
fonem suprasegmental ada pada kata yang mengikuti pada konteks
bahasa yang dinyatakan didalamnya, seperti pada dua kalimat ini
هذا ما طاب لمك
هذا ما طاب لمك
Tekanan yang ada pada jumlah pertama ما maka menjadi ما
ini tidak) هذا ال يطيب لكم dan bermakna جملة منفية dan menjadi نافية
bermanfa`at bagi kalian) dan tekanan yang kedua ada pada kalimat
طاب maka menjadi موصولة ما dan menjadi jumlah مثبتة جملة dan
bermakna لكم يطيب هذا (ini bermanfa`at bagi kalian). Perbedaan arti dari
kedua jumlah itu sebab berbedannya pengucapan tekanan pada kaliamt
ini .
Pada setiap pelafalan bahasa Arab memiliki tingakatan tekanan
yang berbeda-beda selama pelafalan ini berada dalam kata. Seperti dalam
contoh kalimat حالك؟ كيف.kalimat ini mengantung 4 tingkatan
dalam tekanan. Adapun kata كيف(kayfa) terdiri atas dua satuan atau dua
suku kata yaitu كي(kay) dan ف(fa). Satuan atau suku kata yang pertama
mengandung tekanan yang lebih kuat dari pada satauan-satuan atau suku
kata yang lain dalam kalimat ini .19
Tekanan yang kuat disebut dengan tekanan pertama. Tekanan ini
disimbolkan dengan simbol: / \ /. Adapun satuan yang ketiga dari
kalimat di atas termasuk jenis yang pendek tetapi memanjang yang
mendapatkan tingkatan yang lebih tinggi dari satuan-satuan sebelumnya
kecuali terhadap tekanan yang pertama. Tekanan yang berada pada
tingkatan setelah tekanan pertama dari segi kuatnya tekanan disebut
dengan tekanan kedua. Tekanan kedua ini disimbolkan dengan simbol
/ ˄ /.20
Tekanan yang terletak pada suku kata yang keempat merupakan
tekanan yang tingkatanya berada posisi ketiga dari segi kekuatannya.
Tekanan ini disebut dengan tekanan pertengahan yang disimbolkan
dengan / / / atau biasanya juga tanpa memakai simbol. Adapun
tekanan yang terletak pada suku kata yang kedua merupakan tekanan
lemah dan disimbolkan dengan / ˅ /. Maka jika disimbolkan kalimat كيف
حالك adalah sebagai berikut: 21
/ ˄ ˄ \
يك ، ف ، حا ، لك ؟
4 3 2 1
Tekanan paling tinggi biasanya terletak pada instrumen-instrumen
tertentu. Instrumen-instrumen syarat juga menunjukkan adanya tekanan
yang pertama atau tekanan yang paling kuat. Kata-kata yang meminta
adanya perbuatan ataupun nama-nama dari kata kerja juga menunjukkan
tekanan yang kuat dalam sebuah kalimat. Contohnya pada kalimatتوكل ْ
اهلل على. Kata yang pertama menunjukkan tekanan yang paling kuat
dibandingkan kata lainnya. Selain itu, kata-kata yang menunjukkan kata
tanya, kata negasi, dan kata larangan juga menunjukkan bahwa tekanan
yang paling kuat berada dalam kata ini .
Terkait dengan tekanan, tidak mungkin mubtada’ dalam sebuah
kalimat merupakan tekanan yang paling kuat, melainkan kata yang
menunjukkan tempat dari kalimat ini . Contohnya pada kalimat محمد
الدار في. Tekanan dalam kalimat ini bukan terletak padamubtada’nya
melainkan terletak pada khabarnya yang menunukkan tempat. 22
Kuatnya dan lemahnya tekanan merupakan perkara yang
dipengaruhi oleh makna. Jika kita mengatakan suatu suku kata tertentu
atau yang spesifik maka sesungguhnya suku kata ini lah yang
memiliki tekanan paling kuat. Akan tetapi makna di sini tidak kita hukumi
sebagai tekanan. Sebagaimana disebutkan di atas, tekanan dalam bahasa
Arab terbagi menjadi 4 yaitu tekanan pertama, kedua, pertengahan dan
lemah. Tekanan-tekanan ini memiliki simbol yang membedakan
tekanan yang satu dengan yang lainnya.
Tekanan merupakan bagian dari fonem. Dalil ini bisa dipahami
mengingat dua kalimat bisa dikatakan serupa jika memiliki kesamaan
dari segi kosa katanya dan urutanya. Adapun dua kalimat bisa dikatakan
berbeda jika berbeda dari segi tekanan dan maknanya. 23
D. Kaidah-Kaidah Tekanan Dalam Bahasa
Arab
Kaidah-kaidah tekanan dalam bahasa Arab berbeda pendapat antara
ulama dan pembaharu dan bisa jadi ini dikembalikan pada kejelasan
tekanan . dalam cakupan suara-suara bahasa Arab belum ditentukan
secara teori dan tidak di tetapkan kaidah-kaidahnya. Mencoba garis-garis
yang bermanfaat dan keuntungan dari apa yang dinyatakan para ulama
dan para pembicara dari kaidah-kaidah tekanan pada tingkatan kata dan
kalimat.
1. Kaidah-kaidah tekanan pada tingkatan kata
Mungkin penetapan tempat tekanan dalam kata-kata dasar bahasa
arab, yaitu :
a. Apabila ada kata dari satu suku kata, menempatkan tekanan
pada suku katanya yang satu dengan penetapan pada intinya
yaitu vokal, seperti :
ي
ف
عن , من , مل , لن , ال , ما , �
b. Apabila ada kata dari suku kata yang pendek, menempatkan
tekanan pada suku katanya yang awal, seperti :
جلس ) ج + ل + س (
س ) د + ر + س (
كتب ) ك + ت + ب (
خرج ) خ + ر + ج (
ذهب ) ذ + ه + ب (
c. Apabila ada kata dari suku kata yang panjang, menempatkan
tekanan pada suku kata akhirnya, seperti:
جاموس ) ج + موس (
ن (
ن اب ) � ي + ق�
اب�يق�
ممنوعون ) مم + نو + عون (
ن (
ن ي ) مغ + ضو + ب�
ي مغضوب�
d. Apabila ada kata dari suku kata campuran ( pendek dan
panjang), menempatkan tekanan pada suku kata panjang yang
lain, seperti :
مئ ) صا + ئ + م (
صا�
مئ ان ) صا + ئ + ما + ن (
صا �
مئ ون ) صا + ئ + مون (
صا�
معمل ) م + عل + ل + م (
e. Apabila ada kata dari wazan “ انفعل او افتعل “ menempatkan
tekanan pada
اشتمل ) اش + ت + م + ل (
ارتكب ) ار + ت + ك + ب (
انتقل ) ان + ت + ق + ل (
انقطع ) ان + ق + ط + ع (
f. Apabila pemberhentian kata dengan dhomir nashab muttashil,
tekanannya ada pada suku kata sebelum akhir apabila
panjang . adapun bila pendek maka menempatkan tekanan
pada suku kata ketiga dari berhentinya kata.
ارتكب�هت ا ) ار + ت + ك + بت + ها (
كتب�هت ا ) ك + ت + بت + ها (
) ار + ت + ب + ها (
هبكت�ا ) ك + ت + ب + ها (
2. Kaidah- kaidah tekanan pada tingkatan kalimat
Tekanan mengalami pelaksanaan pada kalimat Arab terhadap
kaidah-kaidah dibawah ini :
a. Tekanan ada pada kalimat –kalimat istifham, dan Nafi ,
dan Nahyi dan syarat. Seperti :
ة ؟
هل كتبت رسال
ة ؟
ما كتبت رسال
ة
ال كتبت رسال
ة ري لاكن خ�ا
ان كتبت رسال
b. Tekanan ada pada kata yang menyempurnakan/
tambahan , seperti : البتة , فقط , فحسب seperti contoh ini:
حف سب
ليس هذا �
هش سكنت هناك � ير�ن فقط
ما زرته قط
البتة
c. Tekanan terletak pada kata-kata tuntutan, kata kerja atau kata benda
seperti :
- اتق الل
خدرات
- حذار من امل
d. tekanan terletak pada mubtada atau khobar yang menurut konteks
bahasa menerima kalimat di dalamnya, seperti :
البيت في محمد-- ( tekanan ada pada mubtada apabila kalimat
ini positif menjawab pertanyaan << siapa di dalam rumah ? >> )
- البيت في محمد ( tekanan ada pada khobar apabila kalimat
positif ini menjawab pertanyaan << Dimana Muhamad ?>>
e. Tekanan terletak pada kata atau kalimat yang menguatkan
maknanya, seperti pada kalimat dibawah ini :
tekanan ada pada kata ) اشترى محمد كتب اللغة أمس (1
awal ( اشترى) Untuk menguatkan fiil اشترى bukan fiil أو البيع
االستعارة
1) أمس اللغة كتب محمد اشترى ( tekanan ada pada kata kedua
( محمد) untuk menguatkan bahwa محمد itu الفاعل bukan أحمد
dan bukan محمود dan bukan yang lainnya.
2) أمس اللغة كتب محمد اشترى ( tekanan ada pada kata ketiga
( كتب ) untuk menguatkan bahwasannya الكتاب itu yang
dibelinya bukan مجلة dan yang lainnya.
tekanan ada pada kata )- اشترى محمد كتب اللغة أمس (3
yaitu انتساب الكتب اللغة untuk menguatkan ( اللغة ) keempat
yang dibelinya adalah اللغة كتب dan bukan التاريخ كتب dan
bukan الفقه كتب dan bukan yang lainnya.
4) أمس اللغة كتب محمد اشترى ( tekanan ada pada kata kelima
( أمس ) untuk menguatkan bahwa membelinya itu ( أمس )
في االسبوع املاضي dan bukan قبل يومني kemarin , dan buka
Pada bagian ini kita akan memfokuskan pembahasan terkait kaidah
tekanan pada tekanan yang paling kuat atau tekanan pertama. Tidak ada
hubungan antara ukuran suku kata dengan ukuran sharaf dan tidak ada
hubungan juga antara tekanan dengan ukuran sharaf. Tekanan disusun
berdasar ukuran suku kata. Maka wajib dalam pembelajaran tekanan
untuk meletakkan ukuran-ukuran suku kata bukan pada tatanan sharaf.
Setiap kata –yang terpenting terdiri atas suku-kata- memiliki satu tekanan
pertama saja. Berikut ini adalah kaidah-kaidah tekanan dalam bahasa
Arab24.
1. Kata-kata pada suku kata yang pertama
Suku kata pertama yang menunjukkan suara diam termasuk pada
tekanan kuat.
2. Kata-kata pada suku kata yang kedua
Suku kata yang kedua dikatakan memiliki tekanan apabila termasuk
dari jenis yang panjang atau salah satu serangkai.
3. Suku kata yang ketiga
Tekanan terletak pada suku kata yang akhir jika termasuk jenis
panjang dan serangkaian.
4. Suku kata yang keempat
Tekanan terletak pada suku kata yang akhir jika termasuk pada jenis
panjang.
Adapun Kholisin menjelaskan bahwa tekanan dalam bahasa Arab
memiliki empat posisi.[10] Yang paling populer adalah suku kata sebelum
suku kata terakhir. Ringkasannya ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui posisi tekanan dalam kosakata Arab, pertama
kali denagn melihat suku kata terakhir. Jika sebuah kata itu tersusun
dari empat atau lima suku kata, maka tekanan berada pada suku
kata terakhir itu
2. Jika tersusun dari dua atau tiga suku kata, maka dengan melihat
suku kata sebelum suku kata terakhir. Di situlah tekanan itu terletak.
3. Jika hanya tersusun dari satu suku kata, maka tekanan terletak pada
huurf pertama.
4. Tekanan tidak akan pernah berada pada suku kata keempat dihitung
dari akhir kata kecuali dalam satu kasus, yakni ketiga suku kata
sebelum terakhir itu sejenis.
Demikianlah posisi-posisi tekanan dalam bahasa Arab seperti
dirumuskan oleh para pakar qira’at di Kairo Mesir. Perlu dicatat, posisi
tekanan dalam dialek-dialek bahasa Arab kontemporer memiliki acuan
kaidah yang berbeda-beda. Misalnya, kita kadang mendengar warga
warga yang berdiam di daerah pegunungan memiliki perbedaan dari
warga perkotaan (Kairo) dalam meletakkan tekanan. Mereka, bahkan
saat membaca al-Qur’an cenderung memberikan stress pada suku kata
ketiga dihitung dari suku kata terakhir.
Selain tekanan dalam kata, ada juga tekanan dalam kalimat,
dimana si penutur memberikan stress pada salah satu kata dalam kalimat
yang diucapkannya dengan maksud memberikan kesan khusus yang
membedakannya dari kata-kata lain dalam kalimat itu. Tujuannya sangat
banyak, diantaranya:
1. Penekanan perihal arti pentingnya atau isyarat akan muatan khusus
di dalamnya.
2. Pesan yang dikandung dalam kalimat terkadang berlainan seiring
dengan perbedaan kata yang memperoleh stress. Tekanan dalam
kalimat itu amat populer dalam banyak bahasa di dunia ini.
Nabr (stress) baik dalam kata maupun kalimat ini tidak lain
merupakan peninggian tingkat kenyaringan bunyi. Kenyaringan dan
ketinggian itu tergantung kepada kadar tekanan udara yang dipompa
dari paru-paru. Ini semua sama sekali tidak memiliki kaitan dengan nada
bunyi atau intonasi.
Perpindahan Tekanan
Bahasa Arab adalah salah satu bahasa yang membebeaskan
penekanan dalam berbicara. Dimana ia tidak menekan pada satu suku
kata saja ketika menurunkan kata dari yang lain. Dan tekanan berpindah
mengikuti pada beberapa suku kata dalam setiap kata. Seperti :
1. Tekanan ada pada suku kata awal (: ) س + ر + د ( سَ
د ( در
2. Tekanan ada pada suku kata awal (: ) س + ر د ( سٌْ
د ر ( در
3. Tekanan ada suku kata akhir (: ) روس + د ( دروس ) روس
4. Tekanan ada pada suku kata awal (: ) س + ر + دا ( رس دا ) دا
5. Tekanan ada pada suku kata akhir (سون + ر + دا ( رسون دا ) سون
: )
6. Tekanan ada pada suku kata kedua (س + ر + در + م( سّ
در ( مدر
: )
7. Tekanan ada pada suku kata akhir (+ ر + در + م( سونّ
سون ( مدر
سون ( :
8. Tekanan ada pada suku kata awal (ة + س + ر + مد ( مدرسة ) مد
: )
دا ( مدا رس ) م + دا + ر + س) 9. Tekanan ada pada suku kata kedua
: )
10. Tekanan ada pada suku kata akhir (: ) ريس + تد ( تدريس ) ريس
Begitu juga tekanan pada tingkatan kalimat yaitu tekanan berpindah
dalam satu kalimat dari kata yang satu ke kata yang lain, tergantung
pada makna yang ingin di kuatkan oleh pembicara , seperti : محمد قرأ
كتابا menempatkan tekanan pada kalimat awal ( فعل ) menguatkan
bahwasannya pembahasan dia bacaan ( قراءة ) dan bukan tulisan ( كتابة )
dan bukan perkataan ( كالما ) .
كتابا محمد قرأ menempatkan tekanan pada kata kedua ( فاعل )
menguatkan bahwasanya محمد dia yang membaca dan bukan أو أحمد
.محمود
كتابا محمد قرأ menempatkan tekanan pada kata ketiga (مفعول)
menguatkan bahwasannya yang sempurna dibacanya dan bukan majalah
( مجلة ) dan bukan koran ( جريدة ).
F. Pola Nabr Dan Tanghim Yang Sering Mengalami
Kesalahan Dalam Percakapan Bahasa Arab
Mahasiswa
Dalam tabel ini di atas ada tujuh ungkapan yang dalam
penerapan pola nabr dab tanghim kurang tepat. Kurang tepatnya terletak
pada peletakan tekanan dan tataran kata dan intonasi pada akhir kalimat.
Kesalahan ini tidak berpotensi menimbulkan perubahan makna
yang dikandung, akan tetaoi memberikan dampak pada hilangnya ciri
dan karakter bahasa Arab. Tujuh kata ini diucapkan dengan pola
nabr dan tanghim Bahasa negara kita atau Jawa sehingga pengucapannya
cenderung lemah dan mendatar, serta lembek tidak terlihat tekanan pada
sebuah kata satu dengan kata lain.
G. Kesalahan Penerapan Pola Nabr Dan Tanghim
Dalam Percakapan Bahasa Arab Mahasiswa
Salah satu unsur suprasegmental yang memiliki pengaruh dalam
pembeda arti adalah tekanan (nabr) dan intonasi (tanghim). Dalam
bahasa Arab ada sejumlah kata dan kalimat yang memiliki makna
berbeda apabila diberi tekanan dan intonasi yang berbeda. Secara umum
kesalahan penerapan Nabr dan Tanghim pada kata atau kalimat belum
sepenuhnya dapat merubah makna. Adapun kesalahan penerapan
pola nabr dan tanghim dalam maharoh al kalam mahasiswa jurusan
pendidikan Bahasa Arab yang dapat menimbulkan perubahan makna
adalah sebagai berikut
Dalam ungkapan nomor satu ada tiga kata, kata pertama satu
maqtho’ mendapat tekanan, sedangkan kata yang kedua mengalami
perpindahan tekanan disebabkan sebab maqtho’ yang terakhir
merupakan maqtho terbuka yang tidak boleh disukun, sehingga harus
meletakkan nabr pada maqtho’ terbuka ini untuk menyelamatkan
makna yang terkandung. Atau dengan cara menjadikan kata kedua
menjadi dua maqtho dan kata ketiga menjadi tiga maqtho’. Sedangkan
untuk kata yang ketiga jelas nabr terletak pada akhir maqtho’, sebab
terdiri dari dua maqtho’ sedangkan maqtho terakhir dari jenis maqtho
panjang. Perubahan makna dari ungkapan ini sebab kesalahan dalam
penempatan nabr sangat berarti, dari kata yang memiliki makna yang
khusus menjadi makna yang luas sebab kehilangan partikel al.
Sedangkan untuk ungkapan-ungkapan yang lain yang tidak
mengindahkan kaidah nabr dan tanghim yang telah dibuat oleh para
linguist Arab, hanya kehilangan ciri dan karakter bahasa ini , dan hal
ini juga akan berdampak pada pendengaran pemilik bahasa yang
merasa asing dengan ungkapan ini .
Suprasegmental
Fonem adalah bunyi, dan bunyi, menurut bisa terpisah-tidaknya,
terbagi menjadi dua: segmental dan suprasegmental. Segmental adalah
fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”,
maka nomina yang dibunyikan ini (baca: fonem), bisa dibagi
menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi
sehingga menjadi : b-a-h-a-s-a.
Fonem dapat dibagi manjadi dua bagian besar, yaitu fonem utama
dan fonem kedua. fonem utama adalah sebuah unit bunyi terkecil yang
merupakan unsur dari sebuah bentuk uncapan yang mempunyai fungsi
sendiri. Sedangkan fonem yang kedua adalah sebuah fenomena atau
sifat bunyi yang mempunyai fungsi dalam ungkapan ketika diucapkan
bersambung dengan kata-kata lain.
Fonem kedua adalah ontonim dari fonem utama, tidak termasuk
bagian dari suatu kata, tetapi dapat diketahui apabila suatu kata
disambung dengan kata lain, atau sebuah kata yang dipakai dengan
pemakaian khusus.
Fonem utama disebut dengan segmental, sedangkan fonem kedua
disebut dengan bunyi suprasegmantal atau sesuatu yang menyertai fonem
ini , yaitu berupa tekanan suara (intonation), panjang-pendek (pitch),
dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu. jadi, kesemua yang
tercakup ke dalam istilah suprasegmenal itu tidak bisa dipisahkan dari
suatu fonem. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa sesuatu yang
ada dalam fonem itu bisa dipisahkan sedangkan yang mengiringinya
tidak bisa dipisahkan. Itulah yang dimaksud dengan segmental dan
suprasegmental.
Meskipun dari sini sudah jelas letak perbedaan keduanya, tetapi
ada perbedaan yang patut pula kita ketahui, yaitu perbedaan menurut
jenis makna yang dihasilkannya. Untuk memahami pembagian ini ,
bisa dilihat pada ilustrasi berikut ; Ketika seseorang mengucapkan
nomina, “Ibu”, secara datar tanpa diiringi oleh intonasi dan getaran-
getaran tertentu, maka fonem yang mengandung nomina “Ibu” ini
hanya dapat dipahami maknanya sebagai “Ibu” saja, tidak lebih. Tetapi
kalau ia diucapkan dengan intonasi yang kasar misalkan dengan getarangetaran yang tidak biasa, maka kita bisa tahu bahwa ucapan ini
mengandung nada yang kasar.
Dari ilustrasi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa perbedaan
antara segmental dengan suprasegmental adalah kalau yang pertama
dia hanya menghasilkan makna tekstual (sesuai makna nomina yang
diucapkan), sedangkan yang kedua mampu menghasilkan makna yang
kontekstual (sebab makna tekstualnya sudah bercampur dengan
keadaan dan kondisi si pengucap yang itu diketahui lewat intonasi dan
getaran-getaran yang mengiringi fonem ini ).
Bunyi Suprasegmental adalah bunyi yang menyertai bunyi
segmental. Dengan beberapa unsur yang menyertainya. Unsur-unsur
ini sebagai berikut:
1. Tekanan (Stress)
2. Jangka/Rentang waktu/Durasi (Duration)
3. Nada (Spitch)
4. Sendi (Juncture) dan Jeda (Pause)
5. Aksen (Accent)
6. Intonasi
7. Ritme
B. Konsep Nada Dan Intonasi
Ada dua istilah dalam ilmu ashwat yang berhubungan erat dan
harus dijadikan acuan ketika berkomuikasi. Kedua istilah itu ialah nada
dan intonasi. intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat sedangkan nada
adalah tekanan dlm pengucapan kata
Nada adalah tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu kata.
Tinggi rendahnya nada dapat membedakan bagian kalimat yang satu
dengan kalimat yang tidak penting.
Sedangkan Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat.Intonasi
berfungsi sebagai pembentukan makna kalimat.
Intonasi adalah “...the assemble of pitch variations in speech caused
by the varying periodicity in the vibrations of the vocal cords.” ‘rangkaian
variasi nada dalam tuturan yang disebabkan oleh vibrasi pita suara’(‘t
Hart, Collier, dan Cohen, 1990:2). Batasan yang diberikan oleh ‘t Hart,
Collier, dan Cohen di atas mengimplikasikan bahwa, pertama,intonasi
dimanifestasikan dalam wujud nada. Oleh sebab itu, unsur yang
terpenting dalam sistem intonasi bahasa adalah nada, lebih lengkapnya
variasi nada. Kedua, nada secara fisiologis dihasilkan melalui getaran pita
suara yang terletak di dalam laring organ alat ucap. Getaran pita suara
ini pulalah yang menyebabkan pergeseran pertikel udara yang kemudian
menghasilkan bunyi.
Intonasi merupakan fenomena bahasa yang universal. Semua
bahasa memiliki sistem intonasi kecuali Amahuaca, yaitu sebuah bahasa
yang menurut Bolinger (1964) tidak memiliki sistem intonasi (Lehiste,
1970:100). Walaupun intonasi merupakan fenomena universal, setiap
bahasa memiliki karakteristik yang khas yang belum tentu dimiliki oleh
bahasa-bahasa lain. Boleh dikata tidak ada dua bahasa yang benar-benar
memiliki karakateristik intonasi yang sama persis.
Pada dasarnya intonasi tidak dapat mengubah makna leksikal
(Lehiste, 1970:96).Walaupun demikian, dalam komunikasi lisan intonasi
tetap memiliki fungsi yang penting. Pertama, intonasi dapat memberi
signal sintaktis. Kedua, intonasi dapat memberi signal semantis (Ball dan
Muller, 2005:108). Alwi et al. (2003:55) menyatakan bahwa pada semua
bahasa, nada memberikan informasi sintaksis. Penelitian Sugiyono
(2003a) terhadap bahasa Melayu Kutai telah membuktikan bahwa ciri
prosodik pola intonasi merupakan penanda kontras antara kalimat
deklaratif dan interogatif. Hasil penelitian serupa terhadap bahasa Jawa
ragam Keraton Yogyakarta yang dilakukan Rahyono (2003) menyatakanbahwa alir nada dalam intonasi adalah unsur yang mengontraskan modus
kalimat. Hasil-hasil penelitian ini sejalan pula dengan hasil kajian
Halim (1984) yang telah membuktikan bahwa dalam bahasa negara kita
intonasi memiliki fungsi demarkatif, yaitu merupakan alat penting
sebagai pembatas konstituen topik dan sebutan. Pada tataran semantis,
intonasi dapat memberi informasi bagian mana yang menjadi informasi
baru (new information) dan informasi lama (given information) (Ball
dan Muller, 2005:108) atau mana yang menjadi fokus informasi dan
mana yang bukan menjadi fokus informasi. Dalam intonasi, biasanya,
bagian yang memuat informasi baru atau fokus informasi diberi tekanan.
Ketiga, pada tataran pragmatis berdasar pengalaman empiris
dalam percakapan sehari-hari, pendengar sering memberi perhatian
khusus terhadap intonasi penutur. Pike menyatakan bahwa makna
intonasi sering kali lebih diperhatikan daripada makna leksikal. Orang
lebih tertarik memperhatikan sikap penutur (attitude); apakah seorang
penutur mengatakan sesuatu dengan senyum atau dengan sinis (Pike,
1945:20). Dari penjelasan tadi, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi
intonasi adalah sebagai penanda kesantunan dan emotif. Selain itu, Pike
menjelaskan pula bahwa perbedaan konfigurasi nada dalam ujaran dapat
mengimplikasikan perubahan hubungan penutur dan kalimatnya atau
kalimat terhadap lingkungannya (Pike, 1945:20). Contohnya, sikap raguragu seseorang dapat disignalkan oleh intonasinya.
Keempat, ditinjau dari kacamata sosiolinguistik, intonasi dapat
memberi gambaran adanya kelas-kelas sosial dalam warga . Penelitian
Syarfina (2008) terhadap bahasa Melayu Deli membuktikan bahwa
ciri-ciri akustik dalam intonasi merupakan pemarkah kelas-kelas sosial
dalam warga . Oleh sebab itu, sangat mungkin pula identitas asal
daerah teridentifikasi dari intonasinya. Ball dan Muller menjelaskan,”All
languages will have a set number of different possible nuclear pattern;
and these are also likely to differ from dialect to dialect“(Ball dan Muller,
Kelima, dari sudut pandang wacana lisan, intonasi merupakan
unsur yang tidak dapat diabaikan sebab intonasi merupakan salah satu
pilar utama dalam wacana lisan. Dalam praktik berbahasa sehari-hari
bersama dengan unsur-unsur bahasa lainnya seperti unsur leksikal, tata
kalimat, dan tekanan; intonasi ikut pula membangun kohesi wacana
dalam komunikasi lisan (Halim, 1984:1). Ketidakakuratan pemakaian
pola intonasi dalam konteks komunikasi tertentu maupun penafsirannya
dapat menyebabkan kegagalan penyampaian dan pemaknaan pesan
(pragmatic failure). Oleh sebab itu, pengetahuan, penguasaan, dan
kepekaan terhadap intonasi merupakan suatu keharusan seorang penutur
bahasa jati.
Keenam, kaitannya dengan pemelajaran bahasa, pengetahuan
tentang intonasi dapat membantu seseorang yang sedang mempelajari
suatu bahasa untuk dapat berbicara mendekati karakteristik tuturan
penutur asli bahasa yang sedang dipelajari.
Dari paparan di atas, secara teoretis dapat disimpulkan bahwa
kajian tentang intonasi menjadi sangat penting. Selayaknya setiap bahasa
memiliki deskripsi yang lengkap berkaitan dengan sistem intonasi.
Akan tetapi, di banyak negara kajian intonasi hingga kini belum cukup
memuaskan jika dibandingkan dengan kajian-kajian dalam ilmu linguistik
lainnya. Masalah serupa terjadi pula di negara kita . Kajian tentang intonasi
bahasa di negara kita masih menjadi barang langka.
Perbedaan nada dan intonasi menurut beberapa ahli :
1. Tamam hasan, intonasi adalah tinggi rendahnya suara ketika
berbicara dan nada adalah suatu bagian dari intonasi yang ada
dalam kalimat, nada ini digambarkan dengan naik, turun atau
stabil
2. Ahmad mukhtar ‘umar menjelaskannya dalam bahasa yang lebih
sederhana bahwa nada merupakan tingkatan bunyi dalam satuan
kata dan dinamakan dengan nada kata. Adapun intonasi merupakan
tingkatan bunyi dalam satuan kalimat atau frase.
Nada
Nada atau tone atau tingkat bunyi atau lapisan suara adalah Sebuah
fonem suprasegmental (satuan bunyi yg berupa tekanan, nada, atau jeda
yg fonemis) yang dapat memengaruhi makna atau perubahan makna.
Bahasa-bahasa yang memakai nada untuk membedakan
makna disebut bahasa nada (tone languanges). Dalam wikipedia Bahasa
bernada atau bahasa nada adalah bahasa yang perubahan nadanya akan
menukar maksud perkataan. Dalam bahasa intonasi, tinggi nada adalah
hal yang sangat penting. sebab menentukan apa arti sebuah kata atau
suku kata. Dengan demikian, nada termasuk dalam kata. Sebagian besar
bahasa yang dipakai di Asia adalah bahasa intonasi.
Contoh yang paling dikenali adalah bahasa Mandarin dan bahasa
Kanton, tetapi banyak bahasa tidak berkait berasaskan nada. Beberapa
bahasa yang mengandung bahasa nada diantaranya:
1. Bahasa Sino-Tibet (merangkumi bahasa Tionghoa)
2. Bahasa Austro-Asiatik (yang merangkumi bahasa Vietnam)
3. Bahasa Punjabi
4. Bahasa Bantu (kebanyakan bahasa di Sub-Sahara Afrika adalah
Bantu)
5. Bahasa Khoisan.
6. Bahasa norwegia
7. Bahasa swedia
8. Bahasa china
9. Dll
Banyak bahasa lain memakai nada untuk menyampaikan
struktur tata bahasa atau penekanan (lihat fonologi), tetapi ini tidak
menjadikannya bahasa nada dari segi ini.
Bahasa Indo-Eropa sebagian besar hanya terdiri dari unsur intonasi.
Ini berlaku untuk Bahasa Swedia atau Serbia, misalnya. Jumlah nada
intonasi bervariasi dalam setiap bahasa. Berbedanya jenis-jenis nada yang
diucapkan itu berarti berbedanya tingkatan bunyi dalam pengucapan kata
yang mengarah pada perbedaan makna kata. Empat nada yang berbeda
dibedakan dalam bahasa Cina. Dengan ini, maka suku kata ‘ma’ dapat
memiliki empat arti. Yaitu ibu, rami, kuda dan berteriak-teriak. Contoh :
kata “ma” dalam bahasa China bermakna ibu, apabila diucapkan dengan
nada yang datar, tetapi kata “ma” dalam bahasa China akan bermakna
kuda apabila diucapkan dengan nada naik atau turun.
Menariknya, bahasa intonasi juga berdampak pada pendengaran
kita. Penelitian pada ‘pendengaran mutlak’ atau juga disebut ‘nada
sempurna’ telah menunjukkan hal ini. Pendengaran mutlak adalah
kemampuan untuk mengidentifikasi nada yang terdengar secara akurat.
Pendengaran mutlak sangat jarang terjadi di Eropa dan Amerika Utara.
Kurang dari 1 dari 10.000 orang memilikinya. Hal ini berbeda dengan
penutur asli bahasa Cina. Di sana, 9 kali lebih banyak orang memiliki
kemampuan khusus ini. Kita semua memiliki pendengaran mutlak
ketika masih bayi. Kita memakai nya untuk belajar berbicara dengan
benar. Sayangnya, kebanyakan orang kehilangannya setelah itu. Tinggi
nada sebuah nada juga penting dalam musik. Hal ini terutama berlaku
pada kebudayaan yang memakai bahasa intonasi. Tinggi nada harus
mengikuti melodi dengan tepat. Jika tidak, maka sebuah lagu cinta yang
indah bisa terdengar sebagai lagu yang mengerkan.
Adapun bahasa-bahasa yang tidak memakai nada untuk
membedakan makna kata disebut bahasa tanpa nada. Contohnya kata
“no” dalam bahasa inggris yang pengucapannya bisa dengan nada
normal, tinggi atau rendah, perbedaan nada pengucapannya tidak akan
mengubah makna katanya, akan tetapi memberikan makna tambahan
seperti keraguan, keyakinan, pertanyaan dan ketidakpedulian. (Omar,
1991;228)
Ada 4 tingkatan nada dalam bahasa, yaitu :
1. Nada turun atau rendah, simbol fonemiknya /۱/. Nada rendah
berada pada akhir kalimat atau perkataan normal tanpa emosi.
Contohnya dalam kalimat ini :
أستاذ ۱
جاء ال
Diakhiri dengan nada rendah, disimpan simbol /۱/ di akhir
kalimat.
2. Nada sedang atau normal, simbol fonemiknya /۲/. Nada sedang
berada di awal kalimat atau perkataan normal tanpa emosi.
Contohnya dalam kalimat ini :
أستاذ
۲ ۱ جاء ال
Diawali dengan nada rendah, dan disimbolkan dengan menyimpan
/۲/ di awal kalimat.
3. Nada tinggi, simbol fonemiknya /۳/. Nada tinggi berada sebelum
akhir ucapan dan diikuti nada rendah setelahnya. Contohnya dalam
kalimat ini :
أستاذ
ال ۳ جاء ۲ ۱
4. Nada paling tinggi, simbol fonemiknya /٤/. Nada ini ada pada
kata yang menunjukan kekaguman atau kaget, perintah ataupun
emosi. Seperti :
اخرج ٤
D. Intonasi
Intonasi merupakan satuan fonem yang fungsi kebahasaannya
untuk membedakan makna dalam suatu kalimat yang masing-masing
kata dari kalimat ini memiliki nada yang bervariasi. Intonasi seperti
yang disebutkan di atas terjadi pada tingkat kalimat sedangkan nada
terletak pada tingkat kata.
Maka, intonasi dapat didenifisikan sebagai nada-nada (tingkatan
bunyi) yang ada dalam sebuah kalimat atau perbedaan jenis-jenis tingkat
bunyi dalam suatu kalimat. Intonasi dikhususkan untuk kalimat dan
bagian-bagiannya bukan untuk kata-kata asing.
Pelafalan intonasi dalam suatu komunikasi memiliki pola yang
berbeda-beda, berdasar konteks linguistik dan nonlinguistik ketika
diucapkan. Dengan kata lain intonasi memiliki banyak sekali pola yang
terdiri dari nada-nada yang berbeda berdasar tujuan seseorang dalam
mengatakan kalimat ini .
Jenis-jenis intonasi berdasar tekanannya :
1. Tekanan Dinamik (keras lemah) Ucapkanlah kalimat dengan
melakukan penekanan pada setiap kata yang memerlukan
penekanan. Misalnya, saya pada kalimat “Saya membeli pensil ini”
Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda.
a. SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)
b. Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)
c. Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)
2. Tekanan Nada (tinggi) Cobalah mengucapkan kalimat dengan
memakai nada/aksen, artinya tidak mengucapkan seperti biasanya.
Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan kalimat
dengan suara yang naik turun dan berubah ubah. Jadi yang dimaksud
dengan tekanan nada ialah tentang tinggi rendahnya suatu kata.
3. Tekanan Tempo Tekanan tempo adalah memperlambat atau
mempercepat pengucapan. Tekanan ini sering dipergunakan untuk
lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya
cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda beda.
Lambat atau cepat silih berganti.
Jenis-jenis intonasi berdasar variasi baris nada, diantaranya:
1. Baris /l٢٣١/, baris nada ini berlaku pada kalimat informasi atau
berita dan kalimat tanya yang jawabannya bukan iya atau tidak.
Contoh :
٣ ن�أ ي ٢( )١ تفعل ٣ ماذا ٢( )١غائب ٣ حممد ٢( ) ١ان� ٣ ان
)٢ أ�
تسكن١ (
2. Baris /j٢٣٣/, baris nada ini berlaku pada kalimat tanya yang
membutuhkan jawaban iya atau tidak. contoh :
ان جه ٣(
� ٣ أنت ٢( )٣ غائب ٣ أستاذ
ال ٢( )٣ ذاهب ٣ حممد ٢(
Baris nada ini juga diucapkan dalam kalimat syarat (dalam bagian
pertamanya saja atau dalam kalimat syaratnya saja), contoh :
أخرت
ت
أستاذ ( )٢ لو ركبت ٣ الدراجة ٣، ملا �
)٢ إذا ٣ هج �لت ٣، فاسئل ال
ن (
( )٢ لوال ٣ القرآن ٣ ي ، لكنا من الضال�
3. Baris /h٢٤٤/, baris nada ini diucapkan dalam kalimat untuk
menunjukan kekaguman atau keterkejutan. Contoh :
)٤ مات ٤ أمحد ٢( )٤ سيارتك ٤ هذه ٢( )٤ جه ان
� ٤ أنت ٢(
Selain yang tiga di atas, ada baris nada yang lainnya yaitu
adanya nada turun dan naik secara bersamaan dalam satu kalimat.
Seperti dalam kalimat yang diawali dengan nada naik maka kelanjutan
kalimatnya adalah dengan nada turun. Sebagaimana yang ada pada
kalimat-kalimat dibawah ini :
لوال القرآن، ملا عرفنا اللغة العربية
خرجا
من يتق هللا ، ي ج�عل هل م
خامسة ، و الصفحة السابع
أوىل، الصفحة الثالثة ، الصفحة ال
الصفحة ال
الفقه ، و احل ري ديث ، و التتفس�، واللغة العربية
Akhir dari bagian kalimat yang pertama pada kalimat ini
memakai nada naik, menunjukan bahwa kalimat ini belum
sempurna dan terhubung dengan kalimat selanjutnya. Dan akhir kalimat
yang terakhir memakai nada turun,menunjukan bahwa telah
sempurna struktur dan makna kalimat ini .
Intonasi suara dalam berbicara berkitan dengan empati. Mampu
untuk merubah intonasi dalam berbicara mungkin merupakan tanda dari
empati yang besar. Benarkah ?
Sebuah studi menemukan bahwa orang yang memakai bagian
otak yang sama untuk memroduksi dan memahami intonasi dalam
berbicara.
Banyak studi menyakinkan bahwa orang belajar dengan meniru
(imitating) melalui bagian otak yang disebut mirror neuron. Studi ini
menunjukkan untuk pertama kali bahwaprosodyjuga bekerja pada
mirror neuron. Prosody adalah irama, penekanan, dan intonasi
bicara. Prosody merefleksikan berbagai macam ciri pembicara atau
keistimewaan ungkapan. Prosody juga merefleksikan keadaan emosional
pembicara, apakah sebuah ungkapanadalah pernyataan, pertanyaan
perintah,dsb.Individu yang memiliki skor lebih tinggi pada tes terstandar
mengenai empati, ada lebih banyak aktivitas pada bagian otak
mereka yang memroduksi prosody.
Para peneliti ini meneliti otak 20 sukarelawan saat mereka
mendengar dan memproduksi prosody melalui frase bahagia, sedih, dan
frase tidak bermakna “da da da da da”.
Area Broca mereka teaktivasi saat sukarelawan mendengar frase
saat mendengar frase dan saat mereka mengulanginya. Sukarelawan
dengan paling banyak aktivitas pada area Broca cenderung untuk
mendapatkan skor yang tinggi pada pengukuran empati. Mereka juga
terbiasa memakai prosodi saat berbicara di kehidupan sehari-hari.
Masih belum jelas apakah empati menyebabkan aktivitas prosody atau
apakah dengan terbiasa memakai prosody membantu dalam
mengembangkannya. Adapun fungsi intonasi dalam bahasa, sering dijumpai di setiap
bahasa manapun tanpa terkecuali, sebab perkataan atau ucapan dalam
setiap bahasa pada hakikatnya adalah sebuah ekspresi dari suatu makna
dan intonasi sebagai suatu cara untuk mengekspresikan makna ini .
Beberapa penutur bahasa memiliki sifat kebahasaan yang umum,
yaitu kecenderungan untuk berbicara dengan intonasi yang berbeda
menghasilkan tujuan gramatikal yang berbeda, ini menunjukan bahwa
intonasi merupakan bagian yang berhubungan erat dengan bahasa
dan memiliki fungsi dalam pengucapan bahasa ini . Para ahli ilmu
berpendapat bahwa bahasa manusia adalah bahasa intonasi (intonation
languange) yang mana kita yaitu manusia memakai beberapa variasi
intonasi untuk membedakan makna.
Intonasi berfungsi sebagai cara untuk berekspresi memiliki polapola tertentu. Seperti pola tinggi dan rendah, kedua pola ini merupakan
pola intonasi berdasar posisi nya. Dan tentunya menunjukan
terhadap perbedaan makna dalam suatu kata atau kalimat. Hal ini
membantu seseorang dalam membedakan jenis kalimat, apakah itu
kalimat menyinggung, informatif, provokatif, atau sarkastik (sindiran).
Perbedaan ini berdasar jenis-jenis intonasi ketika dibaca atau
diucapkan kalimat demi kalimat. Seperti kalimat :
أمس
اش� رت ابل ى أمحد سيارة جديدة �ابل
Kalimat ini bisa menunjukan beberapa makna yang berbeda-beda
apabila diucapkan dengan intonasi yang berbeda-beda. Seperti beberapa
penjelasan berikut :
1. Persoalan dan pemberitahuan tentang pembelian.
2. pemberitahuan dan persoalan tentang orang yang membeli
3. pemberitahuan dan persoalan tentang apa yang telah dibeli
4. pemberitahuan dan persoalan tentang jenis mobil yang telah dibeli
5. pemberitahuan dan persoalan tentang waktu pembelian mobil
6. seruan tentang terjadinya pembelian atau pembeli atau mobil atau
sifat dari mobil itu atau waktu pembelian.
7. Penolakan dan ejekan untuk ketidakmungkinan atau kesulitan
ahmad dalam membeli mobil baru.
Hal ini perlu diperhatikan, sebab perbedaan yang signifikan dalam
kalimat ini tidak ada dalam kamus akan tetapi ada dalam
intonasi yang berbeda-beda ketika diucapkan atau dibacakan.
Para peneliti bunyi berpendapat bahwa jenis-jenis intonasi
diantaranya suprasegmental phonemes (fonem tidak berwujud) dan
secondary phonemes (fonem sekunder). Sebagaimana dalam fungsi
kebahasaannya, Kamal basyar menjelaskan bahwasannya intonasi
memiliki fungsi-fungsi dalam analisis linguistik dan komunikasi sosial
antar pengguna bahasa.
Secara umum fungsi intonasi dalam kalimat adalah sebagai berikut :
1. membedakan makna kalimat
2. mengubah struktur kalimat
3. membedakan kalimat yang penting
4. mengubah sebuah maksud kalimat
Ada 4 fungsi dari intonasi dalam analisis linguistik dan komunikasi
sosial antar pengguna bahasa, diantaranya :
1. Fungsi sintaksis.
Sintaksis itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sun” yang
berarti “dengan” dan kata “tattein” yang berarti “menempatkan”.
Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama katakata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dalam linguistik, sintaksis
(dari Bahasa Yunani Kuno “συν- syn-“, “bersama”, dan “τάξις
táxis”, “pengaturan”) adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan
untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini, kata
sintaksis juga dipakai untuk merujuk langsung pada peraturan
dan prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana. Untuk menjelaskan uraian
itu, diambil contoh kalimat : Seorang pelajar sedang belajar di
perpustakaan.
Kalimat di atas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S,
ialah seorang pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET ialah di
perpustakaan. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha
menjelaskan unsur-unsur itu dalam suatu satuan baik hubungan
fungsional maupun hubungan maknawi. Misalnya pada kalimat di
atas ada frase sedang belajar, yang terdiri dari dua unsur, ialah
kata sedang dan kata belajar. Berdarsarkan hubungan maknawi
antar unsur-unsurnya, frase seorang pelajar yang menduduki fungsi
S menyatakan makna pelaku, frase sedang belajar yang menduduki
fungsi P menyatakan makna perbuatan dan frase di perpustakaan
yang menduduki fungsi KET menyatakan makna tempat. Jadi
klausa di atas terdiri dari unsur-unsur maknawi pelaku diikuti
perbuatan diikuti tempat. Fungsi sintaksis ini berfungsi dalam segi
struktur nahwu nya
Maka intonasi akan membedakan dan menjelaskan sempurna
atau belum sempurnanya suatu kalimat yang diucapkan dari segi
makna dan struktur nya. Seperti dalam kalimat :
أت، �تج د ما يرسك
ت
إن �
Ketika pengucapan kalimat syarat (تأت إن) diakhiri dengan
intonasi naik, maka menunjukan bahwa kalimat ini belum
sempurna makna dan struktur nya. Kemudian dilanjutkan dengan
kalimat jawab syarat (يسرك ما جتد) yang akhiri dengan intonasi turun,
maka menunjukan bahwa kalimat ini sudah sempurna dari segi
makna dan strukturnya. Selain itu, intonasi juga dapat membedakan
antara kalimat informasi dan kalimat sindiran, tergantung intonasi
mana yang kita gunakan baik intonasi naik ataupun intonasi turun.
Contohnya dalam kalimat ” ناجح أنت” apabila akhir kalimatnya
diucapkan dengan intonasi turun, maka kalimat ini bermakna
informatif atau memberikan informasi tetapi apabila kalimat
ini diucapkan dengan intonasi naik maka kalimat ini
akan bermakna sakratif (sindiran) atau menyinggung.
2. Fungsi semantik kontekstual
Semantik itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu sema
yang berupa nomina berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’ dan samaino
(verba) yang memiliki pengertian “menandai’ atau “melambangkan’.
Sedangkan pengertian semantik secara terminologi adalah
ilmu yang menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang
menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain,
serta hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata
ini .
Dalam menjelaskan pola intonasi suatu frasa tertentu perlu
mengacu pada makna kontekstual menurut konteks sosialnya.
Contohnya kata “na’am” dalam bahasa arab, kata “apa” dalam
bahasa negara kita dan kata “no” dalam bahasa inggris. Dapat
memberikan makna kontekstual yang berbeda, diucapkan dengan
intonasi yang berbeda sesuai dengan makna yang diinginkan.
3. Fungsi sosial budaya
Pola-pola tertentu dari intonasi menunjukan kelas atau
tingkatan sosial dan budaya dalam kelompok warga tertentu.
Sebagaimana yang telah diamati bahwa suatu kelas atau kelompok
sosial dan budaya tertentu memiliki cara khusus terendiri dalam
mengucapkan sesuatu. Hal inilah yang membedakan kelas atau
kelompoknya dengan kelas atau kelompok yang lainnya.
4. Fungsi leksikal
Leksikal menurut Kamus Besar Bahasa negara kita (2008: 805)
Leksikal adalah berkaitan dengan kata; berkaitan dengan leksem;
berkaitan dengan kosa kata.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Makna Leksikal adalah
makna yang berkaitan dengan kata, leksem, ataupun kosakata.
Sedangkan menurut Abdul Chaer (20012: 60) makna leksikal
adalah bentuk ajektif yang diturunkan dengan bentuk nomina
leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Kemudian
dalam beberapa buku pelajaran bahasa sering dikatakan bahwa
makna leksikal adalah makna seperti yang ada dalam kamus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan atau diaposisikan dengan
makna gramatikal. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan
makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka
makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya
proses gramatikal seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan proses
komposisi.
Jadi, makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan
referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg
sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus,
makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya
penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
Pola intonasi dapat membedakan makna kata pada tingkat
leksikon dan nada, fungsi ini sering disebut dengan lexical tone atau
nada leksikal. Kata “ma” dalam salah satu bahasa china bermakna
ibu apabila diucapkan dengan nada sedang atau datar, tetapi akan
bermakna kuda apabila diucapkan dengan intonasi naik atau turun.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa intonasi dalam
penjelasan ashwat akan memberikan makna yang berbeda ketika
penyampaian bahasa. Intonasi sangatlah penting. Perannya ada
ketika berhubungan dengan hal-hal kebahasaan seperti tekanan
dan jeda atau yang tidak berhubungan dengan kebahasaan seperti
konteks sosial.
Pengertian Jeda/Persendian
Jeda adalah waktu berhenti sebentar diantara dua kegiatan (KBBI,
2011:193)
Jeda adalah perhentian yang menandai batas terminal intonasi
kalimat. Sedangkan sendi adalah peralihan dari satu bunyi kebunyi yang
lain dengan ada perhentian sejenak.
Jeda adalah diam sebentar diantara kata-kata atau diantara beberapa
suku kata di dalam sebuah ucapan dengan tujuan untuk menunjukkan
terhadap kedudukan ahir lafadz atau suku kata lalu akan memulainya
kembali ucapan ( Umar, 1991:231 ).
Jeda atau persendian adalah pemutusan suatu arus bunyi-bunyi
segmental ketika diujarkan oleh penutur. Sebagai akibatnya, akan terjadi
kesenapan diantara bunyi-bunyi yang terputus itu. Kesenyapan itu bisa
berada diposisi awal, tengan dan akhir ujaran.
Kesenyapan awal terjadi ketika bunyi itu akan diujarkan, misalnya
ketika mengujarkan kalimat hadza kitaabun terjadi kesenyapan yang tak
terbatas sebelumnya. Kesenyapan tengah terjadi antara ucapan katakata dalam kalimat, misalnya antara ucapan kata hadza dan kitaabun pada
hadza kitaabun: atau ucapan antar suku kata, misalnya antar suku kata
ha dan dza pada kata hadza, walaupun kesenyapan itu sangat singkat.
Kesenyapan akhir terjadi pada akhir ujaran, misalnya ujaran akhir
kalimat hadza kitaabun terjadi kesenyapan yang tak terbatas sesudahnya.
(Muslich, 2010).
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentinya bunyi dalam arus
ujaran. Disebut jeda sebab adanya hentian itu, dan disebut persendian
sebab ditempat perhentian itulah terjadinya persambungan dengan
segmen ujaran. Jeda ini dapat bersifat penuh atau sementara.
Jeda, persendian atau juncture menyangkut perhentian bunyi dalam
bahasa. Suatu bunyi segmental dalam suku kata, atau kalimat pastilah
disertai dengan bunyi suprasegmental yang berciri prosedi perhentian di
sana sini itu disebut jeda atau persendian. Bahasa yang satu dengan yang
lain berbeda jedanya. Ada yang jelas dan ada yang tidak jelas (Bloch &
Trager, 1942:35-36)
Ada beberapa penamaan lain terhadap topik pembahasan ini seperti
dikemukakan oleh peneliti ilmu bunyi seperti انتقال (perpindahan), فاصل
(Pemisah), dan سكتة ( diam sebentar ).
Disebut فاصل atau سكتة sebab untuk menunjukkan bahwasanya
مفصل (jeda) merupakan bagian dari diamnya suara di dalam ucapan.
Disebut انتقال (perpindahan) sebab unttuk menunjukan bahwa jeda
merupakan bagian dari diamnya suara di dalam ucapan dalam satu waktu
yang sama.
Jeda
atau persendian berkenaan dengan hentinya bunyi dalam arus
ujar. Disebut jeda sebab adanya hentinya itu, dan disebut persendian
sebab di tempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara
segmen yang satu dengan yang lain. Jeda ini dapat bersifat penuh dan
dapat juga bersifat sementara. Biasanya dibedakan adanya sendi dalam
atau internal juncture dan sendi luar atau open juncture. (Drs. Abdul Chaer,
2007:122)
Jeda atau kesenyapan ini terjadi diantara dua bentuk linguistik, baik
antar kalimat, antar fraase , antar kata, antar morfem, antar silaba, maupn
antar fonem. Jeda diantara dua linguistik yang lebih tinggi tatarannya.
Jeda antar kalimat lebih lama kesenyapannya dibanding dengan jeda
antar frase. Jeda antar frase lebuh lama bila dibanding dengan jeda antar
kata. Begitu juga dan seterusnya. (Masnur Muslich, 2014:114)
B. Jenis-Jenis Jeda/Persendian
Jeda ada yang bersifat tertutup dan ada juga yang bersifat terbuka.
Oleh sebab itu jeda terbagi menjadi 2 bagian:
1. Jeda yang bersifat terkunci/tertutup ( Close juncture)
yaitu terletak antara potongan masuknya kalimat dan menunjukan
bunyi yang tertulis dengan ditandai tanda “ - “ seperti kataba (
“Ka-ta-ba) kitabun (Ki-ta-bun) maktabun (Mak-ta-bun) atau cukup
dengan memberikan spasi diantara potongan kalimat ini
dengan tidak ada ciri
2. Jeda yang bersifat terbuka ( Open junture)
Adalah jeda yang terletak diantara kalimat, ungkapan atau jumlah
yang ditandai dengan tanda + dalam penulisannya seperti( kullu
+matni ), ( Mudirotul madrosati + al jadidah) dan mudirotun +
Almadrosah al jadidah)
Macam-macam jeda:
1. Jeda final yaitu perhentian diakhir kalimat dan menandai intonasi
berakhir
2. Jeda non final yaitu perhentian ditengah kalimat yang manandai
frase tertentu.
Jeda dapat dibedakan atas empat jenis jeda atau sendi sebagai
berikut. (samsuri, 1970 15-16).
1. Sendi tambah (+) yakni jeda yang berda diantara dua suku kata.
Ukuran panjangnya kurang dari satu fonem. Misalnya:
[ suk+ran] /sukran/
[lai+sa] /laisa/
[af+wan] /afwan/
2. Sendi tunggal (/), jeda yang berada diantara dua kata dalam frasa.
Ukuran panjangnya satu fonem. Misalnya:
Fil / jaami’ah
Ilal / baiti
Min / masjidi
3. Sendi rangkap (//) yakni jeda yang berada diamtara dua fumgsi
unsur klausa atau kalimat, diantara fiil dan fail. Misalnya:
Umi // dzahaba ila suuki
Ahmad // lam ya’ti?
4. Sendi kepang rangkap (#), yakni jeda yang berada sebelum dan
sesudah tuturan sebagai tanda diawali dan diakhiri tuturan. Sendi
kepang rangkap yang berposisi diakhir tuturan biasanya disertai
nada turun (v#) atau nada naik (#).
C. Fungsi Jeda Bahasa
Jeda mempunyai kedudukan dalam fungsi bahasa untuk memisahkan
makna, dengan makna letaknya jeda diantara kumpulan kalimat dalam
kedudukannya yang berbeda-beda itu mempengaruhi makna seperti
halnya contoh yang jelas di bawah ini :
1. َ
َك
ل
َ
َ د
ج
Apabila kamu mengucapkan “ دلك جا “ maka yang dimaksud “ قشك ان
�
(berdiskusi) “dari satu perdebatan.
Apabila kamu mengucapkan “jadaa +laka ” maka maknanya
“khairu laka” dari lafadz judi (kedermawanan).
ْ ن� ِي .2
َ ت
لَمَّ
ك
Apabila kamu mengucapkan “kallamatni” maka yang bermaksud “
telah menceritakan kepadaku”
Apabila kamu mengucapkan “ kalla + matni “ maka yang dimaksud
adalah “ telah melafalkan kepadaku “
Seperti halnya dalam syair:
Saya telah memukul pintu sampai telah melemahkanku dan ketika
memukul ini maka lemahlah diriku dan lemahlah tanganku.
.3
َ
ذ
Apabila membacanya ذاهبة maka bermakna isim fail dari ذاهب .
Apabila membacanya هبة + ذا maka maknanya menjadi .هبه اهل
Seperti halnya dalam syair:
ِاذا ملك مل يكن ذا +هبة فدعه فدولته ذاهبة
حت ه .4
2 :الفا�
Jika membacan ayat ini tanpa jeda dan dengan kata رب yang
dikasrohkan maka kata رب itu sebagai badal.
Apabila membacanya dengan jeda ن
رب dengan احلمدهلل ي + رب العامل�
dibaca rofa , maka akan berkedudukan sebagai na’at.
ِ ِه )آل معران :5. )7
َّ ا ب
َ ن
َ آم
ْ ن
و
ُ
ْ ل
و
ُ
َق
ِ ي
لمْ
ِي ِ الع
ف
� َ
ْ ن
خُ و
َ الرَّ ِاس
َّ ُ هلل و
ِال
هَُ إ
ْل
ِ ي
و
ْ
َأ
ت
ْ لمَُ �
َع
َ ا ي
َم
و
Apabila ayat ini dibaca َ
ْ ن
و
ُ
ْ ل
و
ُ
َق
ِ ي
لمْ
ِي ِ الع
ف
� َ
ْ ن
خُ و
َ الرَّ ِاس
َّ ُ هلل + و
ِال
هَُ إ
ْل
ِ ي
و
ْ
َأ
ت
ْ لمَُ �
َع
َ ا ي
َم
و
ِ ِه
َّ اب
َ ن
آم Maka bermakna bahwa hal yang sama itu tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Allah semata. Jika membacanya tanpa jeda
maka akan bermakna Allah mengetahui hal yang sama dan juga
orang-orang yang mendalami pengetahuan.
ِيال )ا إلنسان :6. (18
ْسب
َ ل
َ ىم س
س
ُ
ً ِ ا في� هَْا ت
(عين
Apabila kata سلسبيال dibaca tanpa jeda maka maknanya adalah mata
di syurga. Apabila dibaca dengan jeda سبيال+ سل maka menjadi ada
dua kalimat , kalimat yang pertama adalah fiil dan kedua adalah
isim. Dan maknanya berubah menjadi tidak bermaknanya konteks
ini .
أ نعام:7. 36
َ )ل
ْ ن
ُ و
َ ع
ِهي � رُ ْج
ْ
ي
َ
ِ ل
َّ إ
مُ
ث
ُ ُ هللا �
ثهُُم
� َ
ْع
ب
َ
تىَ ي
� ْ
َ و
َ امل
َ + و
ْ ن
ُ و
َ ع
ْ م
َس
َ ي
ي�ن
ِج ُب ِ الذ
َ
ْ ت
َس
ِ� نمََّ ا ي
إ
Apabila ayat ini dibaca هِ
ْ
ي
َ
ِ ل
َّ إ
مُ
ث
ُ ُ هللا �
ثهُُم
� َ
ْع
ب
َ
تىَ ي
� ْ
َ و
َ امل
َ + و
ْ ن
ُ و
َ ع
ْ م
َس
َ ي
ي�ن
ِج ُب ِ الذ
َ
ْ ت
َس
ِ� نمََّ ا ي
َ ) ) إ
ْ ن
ُ و
َ ع
ي� رُ ْج
.
َا َرھم )الانفال:8. 80
َدب
َهُ ْم و ا
َ ْض ِربُ ْو ن و جوھ
ُ ی
ِ َكة
َى الذین كفروا الم َلائ
َ َوف
َت
ِذ ی
(ا
Apabila ayat ini dibaca tanpa jeda maka akan bermakna bahwa
malaikat memukul wajah dan dubur orang-orang kafir. Namun
apabila ayat ini dibaca memakai jeda مْ ُهَ
َ ْض ِربُ ْو ن و جوھ
ُ ی
ِ َكة
الم َلائ
َى الذین
َ َوف
َت
ِذ ی
َا َرھم + كفروا ا
َدب
ا و maka maknanya adalah bahwa malaikat
memukul dirinya sendiri (wajah dan dubur ).
مدیرة المدرسة الجدیدة .9
Apabila membacanya اجلدیدة املدرسة+ مدیرة maka kata اجلدیدة adalah
sifat dari املدرسة . namun apabila membacanya اجلدیدة+ املدرسة مدیرة
maka kata اجلدیدة menjadi sifat dari مدیرة
. طریق املطار اجلدید .10
Apabila membacanya اجلدید املطار+ طریق maka kata اجلدید menjadi
sifat dari .املطار namun apabila membacanya اجلدید+ املطار طریق maka
kata اجلدید menjadi sifat dari طریق
Dan Kamal Basyar telah menunjukkan (…2 : 558-559) contoh dari
jeda yang lebih baik yang dinamai dengan السكتة dan ditandai dengan [,].
Dan ketentuan nya sebagai berikut :
1. Jeda berada di jumlah syartiyah, dintara Tharaf nya : syarat dan
jawab. Sebagaimana dalam firman Allah ُلھ علْ جَ َ
َ َ ِق َالله,ی
َت
: ومن ی
ًجا)الطالق :2(
َ ْمخر
2. Jeda berada di kalimat dengan tautan berikut : لولا, لو, كلما dan
contohnya ada pada ayat sebagai berikut :
ً ا )آل معران :37(
ق
ْ
ِ ز
َ ا ر
َ ه
ْد
َ ِ عن
َ د
َج
ْرَ َ اب , و
اَّ حِ امل
ِ ي�
ر
َ
َ ك
ي� هَْا ز
َ
ل
َ
َ ع
َ ل
َ خ
َ ا د
لُمَّ
ك
ْ ) البقرة :246(
هنُم
ِ م�
ً
ْال
ِلي
َ
ق
َّ
ِال
ْ ا إ
و
َّ
َ ل
و
َ
ُ , ت
َل
ُ ِ القت
ِم
ي� هْ
َ
ل
َ
ِت َب ع
ُ
مََّ ا ك
ل
َ
ف
مُ ْ )آل معران :167(
َ اك
ْ ن
َع
ب
َّ
ت
َ
ًو ال
َ اال
ْ لمَُ ِ قت
ع
َ
ْ ن
و
َ
ل
َ )سأ : 31(
ِمِني� ْ ن
ْ
ُ ؤ
َّ ا م
ن
ُ
ك
َ
ْ , ل
مُ
� ت
ْ
ن
َ
َ أ
َوال
ل
3. Jeda berada di antara na’at dan man’ut, seperti dalam kalimatمررت (
ُل (
مبحمد ,الطوی
4. Jeda berada di antara mubtada dan khobar apabila keduanya ma’rifat,
khususnya apabila khobar yang kema’rifatanya menunjukan kepada
janji atau kesempurnaan, dan mubtada dari isyim isyaroh . contoh :
َان لاریب فیھ
ذلك ,الرأي الصائب atau dalam kalimat َذلك ,الكت
5. Jeda berada sebelum لكن dan . بل
سمعت ما یقولون ,ولكني غیر متأكد
َ ُش ُع َرون )البقرة:12(
ِ ُس َدو َ ن , َو لكن لا ی
ُ ْمف
ُ ُم ال
َھم ھ
ِن
ََلا ا
ا
لیس الامر مقصورا على ذلك ,بل تعداه الى مجالات اخرى
ْ ٌ بصأرنا,بل نحن قو ْ م َم ُس ُحو َرون )الحجر:15(
َ ِ ما ُس َك ْرت ا
ِن
ُوا ا
َال
َق
ل
6. Jeda berada setelah القول dan turunannya, sebagaimana firman
ٍن : Allah
َھُ ْ ِم ْ ن ِطی
َقت
ٍ َر َوخل
َا
ِ ْي ِمن ن
َن
َقت
َ ْخیٌ ْر ِمنھُ َخل
َا
َن
َل ,ا
َا
ق Dan terkadang pada
ungkapan bahasa Arab pada keadaan ini dengan harus adanya
hamzah yang dibaca kasroh( )نّ ِ
إsetelah قال , menunjukan bahwa
setelahnya adalah permulaan kalimat selanjutnya, sebagai mana
َفض ُح ْو ِن )الحجر dalam firman Allah
َ َلا ت
ِي ف
َ َ ُؤلا ْ ِء َضیف
ِ َن ھ
َل ,ا
َا
:68( ق
.) jeda di sini adalah pemisah maka hamzah dikasrohkan (إن ) sebab
itu merupakan kalimat selanjutnya.
Dan Basyar menambahkan (…2: 566-572) bahwa jeda juga bias
jerjadi sebelum dua huruf : (1) fa jawab , (2) lam jawab dari لو dan .لولا
Adapun yang “fa” jeda berada pada sebelumnya dalam keadaan berikut:
1. Apabila jawabnya terbuat dari jumlah ismiyah, sebagaimana firman
Allah :
أ نعام :17(
ي� رٌْ ) ال
ِد
َ
ْ ٍء ق
ي
ِ ش � َ
َ لىَ كلُّ
َ ع
فهَُو
� , ٍ
ي� رْ
َ
خ
َ ب � ِ
ْ ك
َ س
ي � مَ ْ س
ْ
ِن
َ إ
و
أ نفال :62(
َ ُ هللا )ال
َك
ْ ب
َ س
َّ ح
ِ ن
إ
َ
َ , ف
ْ ك
ُو
َ ع
َ خد
ي �
ْ
ن
َ
ْ ا أ
ُ و
ْد
ِ ي
ي � رُ
ْ
ِن
َ إ
و
2. Apabila jawabnya kalimat Thalabiyah, sebagaimana firman Allah:
ِي )آل عمران :31(
ِ ْعون
َب
َات
ُحبُن َالله َ,ف
ُم ت
ِ ن كنت
ُل ا
ق
ْنجح لها...)الانفال : 61(
َا
ِم,ف
َ ْسل
ِل
َ ْحوا ل
ِن جن
و
3. Apabila jawab diawali oleh fiil jamid , sebagaimana firman Allah:
ِي )الهكف : 40-39(
ب� ّ
َ
َ ىَس ر
ع
َ
ً ا, ف
د
َ
َ ل
َ و
ً و
َ اال
َ م
ْك
َّ ِ من
َل
ق
َ
ناَ أ
�
َ
ِن أ
ترََ
� ْ
ِن
إ
َ ... ) البقرة : 271(
ً ِ ا هي
ِنِعم
َ
ِ ات, ف
َ
ق
َ
َّ د
ُ الص
ْد
ب
ُ
ْ ت
ِن
إ
4. Apabila jawabnya ada huruf nafi ”ما“dan “لن ” sebagaimana
dalam firman Allah ,
ُ ) املا ئدة : 67(
َه
ت
َ
َ ال
ِس
َ ر
ْ ت
غ
ّ
ل
َ
َ ا ب
فمَ
َ ل, �
ع
ْ
ف
َ
ْ ت
مَ
ْ ل
ِن
َ إ
و
ُ ) آل معران : 115(
ْه
رُ و
َ
ف
ْ
ُك
ْ ي
ن
َ
ل
َ
ٍ , ف
ي� رْ
َ
ْ خ
ْ ِ ا من
و
ُ
َ ل
ع
ْ
َف
َ ا ي
َم
و
5. Apabila jawabnya ada قد , sebagaimana dalam firman Allah :
ُ )يوسف :77(
ْل
ب
َ
ْ ق
هَُ ِ من
ٌ ل
خ
َ
َ أ
ْ رَ سَق
د
َ
ق
َ
ُ , ف
ِق
َسرْ
ي
ْ
ِن
ْ ا إ
و
ُ
ل
َ
ق
ُ ِ ) ) املا ئدة:116(
َه
ْ ت
مِل
َ
ْ ع
د
َ
ق
َ
ُ , ف
ُه
ت
ْ
ل
ُ
ْ ق
مُ
ْ � ت
ن
ُ
ْ ك
ِن
إ
6. Apabila jawabnya ada سوف/ س , sebagaimana dalam firman
Allah :
َ ا ) النساء : 172(
ْع
ِ ي
ِه جمَ
ْ
ي
َ
ْ إل
مُ
ْ شرُُ ه
َح
َ ي
س
َ
ْ , ف
برِ� برِ
ْ
َ ك
ْ ت
َس
ِ ي
ِتِه و
َ
َ اد
ْ ِ عب
َ ن
ِكف ُ ع
ْ
ن
َ
ْ ت
َس
ْ ي
َ ن
َم
و
هِِل )التوبة :28(
ْ
َض
ْ ف
مُ ْ ُ هللا ِ من
ْك
ِني
ْ
ُغ
َ ي
ْ ف
َ و
س
َ
ً , ف
ة
َ
ْ ل
ي
َ
ْ ع
مُ
� ت
ْ
ْ ِ خف
ِن
َ إ
و
Adapun lam (jawab syartiyah), jeda terletak pada sebelumnya
ada pada dua keadaan , yaitu:
1. Pertama, apabila memakai adat syarat , لو sebagaimana dalam
firman Allah :
ْ ) ال معران :110(
هَُم
ي� رًْ ا ل
َ
َ خ
َ كاَ ن
َ ِ اب , ل
ُ ِ الكت
ْ ل
ه
َ
َ ا
َ ن
ْ آم
و
َ
َ ل
و
2. Kedua, apabila memakai adat syarat , لولا sebagaimana dalam
firman Allah :
ي� مٌْ )االنفال :68(
ِظ
َ
َ ٌ اب ع
َذ
ع
مُّ
ت
� ْ
َ د
خ
َ
َ ا أ
ْم
مُ ْ ِ في�
َ ك
َ س
لمَ
, َ
َق
َ ب
َ ِ هللا س
َ ٌ اب ِ من
ِ كت
َ
ْال
و
َ
ل
ُوا
ن
كاَ
ِ َ ئس مضا
ب
َ
ۚ ل
ؒ َ
ْ ت
ُّ ح
ُ الس
ِم
ِه
لْ
ك
َ
َ أ
ثمْ
� ِ
ْ ا إل
ِم
هِل
ْ
و
َ
ْ ق
َ ن
ُ ع
َ ار
ْ ب
ح
َ
أ
َ ال
َ و
ْ ن
و
ُّ
ِني
باَّ
ُ الرَّ باَّ�
مُ
نهَْا ه
�َ
ي
َ
ْال
و
َ
َ ل
ْ ن
ُ و
َع
ْ ن
َص
َ ي
ُ ون
ِد
ّ
ن
َ
ف
ُ
ْ ت
ن
َ
َ أ
َوال
ل
ۖ
ُ ف َ ۗ
ْ س
ُو
حَْ ي
ي�
ِ
ُ ر
ِجد
َ
َ أ
ىِ ل
ِ� نّ
ْ إ
مُ
ُوه
ب
َ
َ أ
َ ال
رُْ ق
ِت ِ العي�
َ
َ ل
َص
َ
Pandangan Fonologi Prosodi Terhadap Jeda
Dalam pembahasan jeda bahasa Arab, pembahasan tentang
fonologi prosodi terasa perlu. Hal ini disebab kan jeda merupakan salah
satu bunyi suprasegmental. Fonologi prosodi membahas tentang bunyi
segmental yang pada pokok-pokok prosodinya diungkap mengenai
bunyi suprasegmental terutama jeda.
Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai fonologi prosodi menurut
Abied (2011)
Pada tahun (1890-1960) seorang guru besar pada Universitas
London yang bernama John R. Firth telah mengemukakan sebuah
teorinya mengenai fonologi prosodi. sebab itulah, teori yang
dikembangkannya ini kemudian dikenal dengan nama aliran
Porosodi; tetapi disamping itu dikenal pula dengan nama aliran firth,
atau aliran Firthian, atau aliran London.
Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada
tataran fonetis. Fonologi prosodi ini terdiri dari satuan-satuan
fonematis berupa unsur-unsur segemental; yakni konsonan, vokal,
sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang
lebih panjang daripada suatu segmen tunggal.
Aliran London atau biasa juga disebut fonologi prosodi adalah
suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Arti pada pokok
tataran fonematis ini yaitu berupa unsur-unsur segmental.
1. Adapun pokok-pokok prosodi ini terbagi atas tiga macam
yakni sebagai berikut: Prosodi yang menyangkut gabungan fonem;
struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan dan gabungan
vokal
2. Prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda. Artinya jeda atau
persendian mempunyai hubungan erat dengan hentian bunyi dalam
arus ujar. Mengapa disebut jeda? Yakni sebab ditempat perhentian
itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lainnya. Jeda ini bersifat penuh dan dapat juga bersifat
sementara, sedangkan sendi biasanya dibedakan adanya sendi dalam
(internal juncture) atau sendi luar (open juncture), sendi dalam
menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal
ini, biasanya dibedakan:
a. Jeda antara kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring
tunggal (/)
b. Jeda antara frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring
ganda (//)
c. Jeda antara kalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis
silang ganda (#)
Sehingga dapat diketahui bersama bahwa dalam bahasa Arab
sangat penting sebab tekanan dan jeda itu dapat mengubah makna
kalimat.
3. Prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui yang lebih besar dari
pada fonem-fonem suprasegmental. Artinya bahwa arus ujaran
merupakan tuntutan bunyi sambung bersambung terus menerus
diselang-seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai
dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek
bunyi dan sebagainya.
Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan
sehingga disebut bunyi segmental; tetapi berkenaan dengan keras
lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan.
Bagian dari bunyi ini disebut bunyi supra segmental atau prosodi.
Jeda Dalam Bahasa Arab Tulis
Sebagaimana pembahasan dalam latar belakang bahwa pemakaian
jeda dalam bahasa Arab lisan lebih mudah diterapkan daripada dalam
bahasa Arab tulis. Dalam bahasa Arab tulis, terlebih dalam tataran
kalimat, perbedaan jeda sering menimbulkan kerancuan makna,
kekaburan makna, atau makna ambigu.
Sebagai antisipasi hal ini , perlu dilakukan pengkajian mengenai
tata bahasa tulis mengenai pemakaian jeda dalam bahasa Arab tulis.
Mengingat jeda memiliki fungsi sebagai pembeda makna. Selain itu,
yang lebih penting lagi adalah agar tidak terjadi kekaburan makna. Bunyi
suprasegmental lain seperti nada, sudah memiliki aturan mengenai
penulisannya. Untuk menunjukkan nada tanya, memakai tanda
tanya (?), untuk menunjukkan kalimat seru, perintah menggunkan tanda
seru (!), dan untuk menunjukkan kalimat berita memakai tanda titik
(.). Sedangkan untuk penulisan bunyi suprasegmental yang berupa jeda
dalam bahasa Arab masih belum jelas.
Untuk mengkaji pemakaian jeda dalam bahasa Arab tulis perlu
dikaji terlebih daulu mengenai tanda baca. Tanda baca merupakan bunyi
suprasegmental dalam bahasa lisan. Bunyi suprasegmental merupakan
fonem sebab membedakan makna.
E. Perbedaan Cara Membaca Jeda Dalam Bahasa
negara kita
Jeda ini lebih fungsional dibanding dengan suprasegmental yang
lain. Perhatikan perbedaan jeda pada kalimat berikut.
1. Anak / pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan.
2. Anak pejabat / yang nakal itu telah dimejahijaukan.
Dengan perbedaan jeda yang agak lama antara anak dan pejabat
(kalimat 1) dan antara pejabat dan yang (kalimat 2) makna kalimat itu
berbeda. Pada kalimat (1) ‘ yang nakal adalah pejabat’, sedangkan pada
kalimat (2) ‘yang nakal adalah anak pejabat’.
Dalam penulisan, untuk membedakan kekaburan makna pada frasefrase ini diberi tanda hubung (-) diantara kata yang merupakan
penjelas langsungnya. Dengan demikian, kedua kata pada kalimat
ini ditulis (Masnur Muslich, 2014:114)
1. Anak pejabat-yang nakal itu telah dimejahijaukan
2. Anak-pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan.
Adapun sendi yang menunjukkan batas antara suku silabel dengan
silabel yang lain. Sendi dalam oni, yang menjadi batas silabel, biasanya
diberi tanda tambah (+) misalnya :
/am+bil/
/lam+pu
/pe+lak+sa+na/
Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel.
Dalam hal ini biasanya dibedakan:
1. Jeda antar kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal
(/)
2. Jeda antar frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda
(//)
3. Jeda antarkalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang
ganda (#)
Selabel adalah suatu ritmis terkecil dalam suatu ujaran atau
runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal atau satu
vocal dan satu konsonan. Atau lebih. Silbel atau suku kata merupakan
runtutan bunyi yang paling n yaring (puncak kenyaringan: sononitas,
yang biasanya jatuh pada sebuah vocal) yang dapat disertai atau tidak
oleh bunyi lain di depannya, di belakang atau sekaligus di depan dan
di belakangnya, terjadi sebab adanya ruang resonasi berupa romgga
mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga lain di dalam kepala dan
dada. Bunyi yang paling banyak memakai resonasi itu adalah bunyi
vocal. sebab itulah, yang dapat disebut bunyi silabis atau puncak silabis
adalah bunyi vokal. Bunyi vokal memang selalu mungkin puncak silabis
atau atau puncak kenyaringan dalam suatu silabel. Namun, dalm suatu
ritmis tertentu, sebuah konsonan, baik yang bersuara maupun yang
tidak, mempunyai kemungkinan juga untuk menjadi puncak silabis.
Menentukan batas silabel sebuah kata kadang-kadang memang agak
sukar sebab penentuan batas itu bukan hanya soal fonetik, tetapi juga
soal fonemik, tetapi juga soal fonemik, morfologi, danortografi.
Bidang Linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan
runtutan bunyi-bunyi bahasa ini yang disebut fonologi, fon: bunyi
dan logi: ilmu. Objek studi fonologi dibedakan menjadi fonetik dan
fonemik. Fonetik mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi ini mempunyai fungsi sebagi pembeda makna atau
tidak. Fonemik mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi
bunyi sebagai pembeda makna. Fonetik akan berusaha mendeskripsikan
perbedaan bunyi-bunyi ini seta menjelaskan sebab-sebabnya.
Misalnya –paru dan baru- contoh sasaran studi fonemik.
Jeda sangatlah penting sebab jeda itu dapat mengubah makna
kalimat, seperti tampak dari contoh yang diberikan, dan kita tampilkan
kembali di sini dengan memakai lambang persendian. (Drs. Abdul
Chaer, 2007:122)
# buku // sejarah / baru #
# buku / sejarah // baru #
F. Jeda Dalam Bahasa Arab
Jeda dalam bahasa Arab erat kaitannya dengan waqaf. Arti waqaf
adalah ‘ memotong pengucapan pada akhir sebuah kata’. Bila akhir kata
berharakat, di-waqaf-kan dengan sukun dibaca mati, yakni setiap kata yang
berakhir dengan bukan huruf illah (ya, waw, dan alif). Dengan waqaf ini,
sebuah kata biasanya berakhir dengan konsonan. Waqaf untuk akhir setia
kata ini berlak pula terhadap kata yang tealh tersusun menjadi frasa dan
kata yang merupakan sebuah akhir sebuah kalimat. Sesuai dengan cara
ini , kata fahmun, fikrun, shubchun dibaca dengan fahm, fikr dan subch.Apabila huruf akhir dari kata suatu kata sukun, di-waqaf-kan dengan
sukun. Hal itu berlaku pula pada kata mu’tal, yakni kata yang huruf
akhirnya alif, wawu, atau ya’. Contoh dari kata yang berakhiran dengan
sukun ini adalah a’s-salamu’alaikum. Huruf akhir dari kata ini
adalah mim sukun. Untuk itu peng-waqafan-nya adalah dengan mim sukun
ini . Adapun kata yang berakhir dengan huruf alif, wawu, dan ya’,
misalnya kata dunya )دنيا( fatwa )فتوى( makna )معنى( pe-waqf-annya dengan
harakan sebelum huruf ini .
Jika sebuah kata ber-tanwin, dhammah atau kasrah, maka tanwin
diakhir kata itu dibuang dan huruf akhir disukun atau dihilangkan vokal
akhirnya, contohnya adalah kitabun dan kitaban dibaca dengan kitab
tanpa un maupun in. Jika sebuah nomina idefinit berkasus akusatif, huruf
akhirnya dibaca tanwin fathah, misalnya kitaban, kata ini juga bisa
dibaca dengan sukun diakhir kata. Dengan demikian, kata kitaban tadi
juga dapat dibaca dengan kitab. Jika sebuah kata definit dengan alif lam,
harakat akhirnya berupa dhammah, fathah atau kasrah, contohnya alkitabu,
alkitaba, alkitabi. Harakat pada akhir kata-kata ini juga dihilangkan
sehingga ketig-tiganya dibaca alkitab.
Kata diakhir frasa seperti Rasulu’l-Lahi dibaca Rasu’l-lah, kitabu’llahi dibaca kitabu’l-lah. Kata Allah yang terletak diakhir kalimat, misalnya
alhamdulli’l-lahi, astagfiru’l-lahi dibaca alhamdulli’l-lah dan astagfiru’l-lah.
Dengan demikian suku akhir sebuah kata, frasa dan kalimat di dalam
bahasa Arab selalu berupa konsonan.
Kaidah-kaidah ini berkaitan dengan isim (nominal) dalam
bahasa Arab. Namun, kaidah ini juga berlaku bagi fiil (verba) ,
misalnya shalallahu alaihi wasallam. Kata sallama yang merupakan verba
diakhir kalimat ini dibaca dengan sallam (dengan sukun).
Kaidah waqaf untuk ismul-manqush, yakni isim yang berakhir
dengan huruf ya dan harakat sebelumnya kasrah, seperti kata qadhi
‘hakim’ )قاضى( dalam bahasa Arab, jika ma’rifat (definit) di baca al-qadhi
)القاضى( dan jika nakiroh (idenfinit) dibaca qadhin )قاض ٍ (. Namun, untuk
pembacaan ismul-manqush yang indefinit ini ada dua kemunkinan
pelafalannya, yakni qadhin dan qadhi. Bacaan kedua inilah yang diikuti
dalam pengucapan kata-kata ini setelah terserap menjadi bahasa
negara kita .
Kaidah waqaf bagi ismul-maqsur, yakni isim yang huruf akhirnya
berwujud ya’ tanpa titik dan harakat sebelumnya fathah adalah diwaqafkan dengan bacaan fathah. Sebagai contoh adalah fatwa, makna yang
ditulis dalam bahasa Arab dengan )معنى , فتوى( dibaca dengan waqaf
tanpa membaca huruf akhirnya.
Kata-kata yang huruf akhirnya ta’ul marbuthah yang biasanya
menunjukkan muannas (feminim). Kata muslim jika diberi ta’ul
marbuthah menjadi muslimah (orang muslim wanita), dan mu’min jika
ditambah ta’ul marbuthah menjadi mu’minah (mukmin wanita). Untuk
kata yang tidak berjenis tidak berakal ta’ul-marbuthah dipakai untuk
menunjukkan satuan atau jenis, misalnya syajar ‘pohon’ jika ditambah
ta’ul-marbuthah, maka menjadi syajarah ‘sebuah pohon’. Untuk kata-kata
yang ditambah dengan ta’ul marbuthah ada dua kemungkinan bacaannya
dalam bahasa indonnesia, yakni dengan /h/ atau /t/, misalnya nikmat,
rahmat, berkah, dan muslimah.
Kata-kata seperti khusrun ‘kerugian’, fashlun’bagian’, hazlun’senda
gurau’ per-waqaf-annya dalam bahasa Arab seharusnya dibaca fahm,
khusr, dan subch, tetapi biasanya disisipkan fonem /e/ sehingga dibaca
khusr, fashel, dan hazel. Setelah menjadi kata-kata serapan dalam bahasa
negara kita diperlakukan juga dengan menambah fonem konsonan sebab
gugus konsonan tidak pernah ada pada suku ultima (akhir)
berdasar kaidah mengeanai waqaf ini, kata-kata bahasa Arab
yang bersuku dua, seperti subchun, fikru, dan fahmun, akan dibaca
subh, fikr, dan fahm. Untuk kata-kata ini ditambahkan fonem
/e/ sehingga menjadi [subech], [fiker] dan [fahem]. Selanjutnya fonen
/e/ diubah dengan diberi fonem vokal sesuai dengan fonem vokal
sebelumnya untuk harmonisasi sehingga menjadi subuh, fikr, dan faham.
(ghulayaini, 1991a :223-225)
Pengertian Fonem
Istilah fonem berasal dari bahasa inggris (phoneme). Dalam
ilmu bunyi bahasa Arab banyak sekali istilah mengenai fonem
صوتيم, صوت, صوت مجرد, صوتية, مستصوت, فونيمية, الفظ.: ini, seperti
Akan tetapi istilah yang lebih populernya yaitu فونيم sebab banyak
dipakai nya dalam tulisan dan yang paling disukai oleh para
ulama ahli bunyi.
Banyak sekali pengertian-pengertian yang merujuk pada
fonem ini sebagaimana yang telah di paparkan oleh ulama ahli
bahasa dan ahli bunyi dalam karya-karyanya. Pemabahasan fonem
ini dibahas dalam satu sub-bab khusus yang mencakup pengertian
dan teori-terori fonem. Berikut ini deskripsi dan pengertian fonem,
a. Definisi abstrak fonem : fonem yaitu gambaran pemikiran
terhadap suatu bunyi yang tidak berwujud nyata ketika
sebuah komunikasi berlangsung, adapun apa yang diucapkan
oleh si pembicara itu bukanlah fonem akan tetapi itu adalah
alofon. Dengan kata lain fonem adalah sebuah perumpamaan
atau model yang ada dalam pemikiran yang dilafalkan
oleh si pembicara dengan konteks perkataan yang berbedabeda melalui alofon. Fonem /n/ dalam bahasa negara kita
merupakan model bunyi yang dapat dilafalkan dengan bentuk
yang bermacam-macam sesuai dengan konteks pembicaraan,
seperti ( nama, tanpa, untuk, uang, tanya) , begitu juga fonem
/ ن / dalam bahasa Arab itu merupakan model sebuah bunyi
yang ada dalam pemikiran atau benak si pembicara yang
dapat dilafalkan sesuai dengan konteks kata atau kalimat yang
.dll ,( ينحرف ) dan ,( ينقل (, ) ينبت (, ) ينفي ) berbeda, seperti
b. Definisi fonem dari segi fungsi : fonem yaitu bunyi yang
memiliki kemampuan mengubah suatu makna. Bunyi / t /
dan / k / dalam contoh kata ( tuli), dan (kuli), merupakan
dua fonem yang mampu menjadi pembeda antara dua kata
ini , begitu juga bunyi ba / ب / dan mim / م / dalam
contoh kata / مال /, dan kata / بال / mampu membedakan
kedua makan kata ini .
Definisi mengenai fonem ini sangatlah banyak dan bervariasi,
akan tetapi berikut ini titik temu mengenai definisi fonem, yang
disepakati oleh para ulama, dan definisi ini juga merupakan definisi
yang paling populer bahwasanya fonem adalah unit terkecil bunyi
yang mampu membedakan makna dalam sebuah kata. Ba / ب /,
dan mim / م / dalam conoh kata / بال / dan / مال / merupakan
dua unit bunyi yang tidak dapat dibagi lagi, dan mampu menjadi
pembeda terhadap kedua kata ini . Dalam tulisan, fonem ini
ditulis diantara dua garis miring.
Fonem adalah bunyi bahasa yang berbeda atau irip satu sama
lain dalam sebuah pemakaian bahasa yang sama. Dalam ilmu
bahasa, fonem itu ditulis diantara dua garis miring: /…/. Jadi dalam
bahasa negara kita /p/ dan /b/ merupakan dua fonem yang kedua
bunyi ini membedakan arti.
Contoh Fonem:
Pola - /pola/
Parang - /parang/
Beras - /beras/
Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal
yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem
/p/ dalam bahasa negara kita misalnya, dapat mempunyai dua
macam dua macam lafal. Bila berada pada awal kata atau suku kata,
fonem dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/ misalnya, fonem
/p/ diucapkan secara lepas kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila
berada diakhir kata, fonem /p/ sudah jelas tidak bisa diucapkan
secara lepas. Bibir kita akan tertutup untuk mengucapkan bunyi
ini bukan? Dengan demikian, fonem /p/ dalam Bahasa negara kita
memiliki dua variasi.
Dalam buku Introducing Phonology, Odden (2007:44)
menyebutkan bahwa ketika ada dua kata yang hanya memiliki satu
perbedaan bunyi sementara bunyi lainnya sama, maka disebut
dengan pasangan minimal. Pasangan minimal dipakai untuk
menguji sebuah status fonem. Perhatikan contohnya sebagai
berikut:
/d/ /t/
d ire t ire
b end b ent
h ad h at
Perbedaan antara [t] dan [d] disebut kontrastif atau distingtif.
sebab selain berbeda bunyi, keduanya juga membentuk kata
dengan makna yang berbeda. Yang demikian selanjutnya disebut
dengan fonem. Dalam kamus linguistic, kridalaksana (2009:62)
merumuskan bahwa yang dimaksud dengan fonem adalah satuan
bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Verhaar
(2012:68) juga menjelaskan mengenai “fungsi pembeda” sebagai
sifat khas fonem, misalnya saja kata rupa dan lupa. Satu-satunya
perbedaan diantara kedua kata negara kita itu ialah menyangkut
bunyi pertama, [l] dan [r]. selain bunyi pertama, semua yang ada pada
dua kata ini adalah sama, maka pasangan [l] dan [r] disebut
“pasangan minimal”. Maka dari itu, /l/ dan /r/, dalam bahasa
negara kita , merupakan fonem-fonem yang berbeda identitasnya. Sebaliknya, dalam bahasa jepang, bunyi yang secara fonetis dapat
berupa [l] dapat juga berupa [r] tidak pernah membedakan dua kata
dalam pasangan minimal. Maka dari itu, kedua bunyi ini bukan
merupakan fonem-fonem yang berbeda dalam bahasa jepang.
Fonem-fonem dalam tiap bahasa dapat ditemukan dengan
pasangan minimal. Namun, ada bunyi-bunyi yang secara
fonetis berbeda, tetapi tidak ditemukan pasangan minimal yang
membedakan arti sehingga tidak bias disebut fonem. Secara umum,
para ahli menyebutkan bahwa bunyi yang tidak memiliki fungsi
pembeda dan merupakan variasi dari fonem dan alofon.
2. Pengujian atau percobaan fonem sebuah
bunyi
Tidak setiap bunyi itu fonem, lalu bagaimana mengidentifikasi
sebuah bunyi apakah itu bunyi fonem atau bukan ? sebagaimana
yang telah kita ketahui tadi, bahwa fonem itu mampu menjadi
pembeda sebuah makna antar kata atau merubah makna kata
ini . Jadi, kemampuan membedakan makna atau merubah
makna merupakan kriteria mendasar yang dapat dipakai
dalam mengidentifikasi fonem suatu bunyi. Maka dari itu, melalui
percobaan penggantian sebuah bunyi, atau pengujian terhadap dua
buah bunyi dalam sebuah kata, melalui dua langkah :
a. Mencari dua kata yang komponen bunyi nya sama atau serupa
kecuali bunyi yang ingin di uji ( minimal pair atau pasangan
minimal). Untuk menguji bunyi sin / س /, dan shod / ص
/, keduanya harus disimpan dalam dua kata yang semua
komponen bunyi nya sama atau serupa, seperti ( سار ) dan
( صار ). Berikut ini tambahan mengenai contoh minimal pair
yang bisa dipakai dalam pengujian fonem suatu bunyi.
b. Melihat pada pergantian dua bunyi dalam setiap pasangan kata,
apakah pergantian terhadap dua bunyi ini menyebabkan
terhadap perubahan makna atau tidak. Jadi, jika kedua bunyi
ini menyebabkan kedua makna kata ini berubah,
maka kedua bunyi ini adalah fonem, seperti hamzah / ء
/ dan ‘ain / ع / dalam pasangan kata ( أليم - عليم ) dan contohcontoh yang telah dipaparkan dalam tabel tadi. Akan tetapi,
jika dalam pergantian dua bunyi ini tidak menyebabkann
perubahan makna, maka dua bunyi ini bukanlah fonem,
tapi itu adalah alofon seperti sin / س / dan shod / ص / dalam
contoh ( سراط - صراط ) kedua bunyi dalam pasangan ini
adalah alofon
3. Macam-macam fonem
Fonem itu bermacam-macam, tapi intinya fonem itu terbagi
menjadi dua bagian:
a. Fonem segmental, yaitu bunyi konsonan dan bunyi vokal.
Disebut segmental, disebut segmental sebab fonem tesebut
bisa di pecah lagi menjadi unit-unit terkecil, seperti dalam
kata ( كتب ) yang bisa di pecah menjadi komponen terkecilnya
Fonemm ini disebut .( ك+ فتحة+ت+فتحة+ب+فتحة ) yaitu
sebab ( ك+فتحة+ت+فتحة+ب+فتحة ) juga fonem bersusun
sebab fonem ini ada dalam sebuah ungkapan dengan bentuk
bersusun sehingga membentuk sebuah ungkapan, seperti kata
) .( َك+َت+َب ) menjadi ( ك+فتحة+ت+فتحة+ب+فتحة ) tadi
Menulis ), menjadi (me+nu+lis), menjadi (m+e+n+u+l+i+s).
b. Fonem Suprasegmental yaitu fonem yang menyertai bunyi
segmental . Disebut juga fonem suprasusun. Yang termasuk
fonem suprasegmenal diantaranya yaitu tekanan, nada,
intonasi, jeda. Seperti dalam contoh berikut ini berbeda
makna nya disebabkan sebab bedanya jeda terhadap kalimat
ini ,
ريمد� ج +املدرسة ال ج ديدة )” الديدة“ وصف لملدرسة(
ريمد� ج املدرسة + ال ج ديدة )” الديدة“ وصف لمل ريد�(
Anak + pejabat yang nakal ( “yang nakal” merupakn sifat
untuk pejabat)
Anak pejabat + yang nakal (“ yang nakal” merupakan sifat
untuk anak pejabat).
Fonem-fonem Bahasa Arab
Bahasa Arab memiliki 34 fonem segmental, yang terdiri dari
28 konsonan dan 6 vokal, seperti yang ada dalam tabel berikut
ini :
5. Fonem-fonem resmi bahasa negara kita
a. Fonem Vokal
Nama-nama fonem vocal yang ada dalam bahasa negara kita
yaitu sebagai berikut:
1) /i/ vocal depan, tinggi, tak bundar
2) /e/ vocal depan, sedang, atas, tak bundar
3) /a/ vocal depan, rendah, tak bundar
4) /u/ vocal belakang, atas, bundar
5) /o/ vocal belakang, sedang, bundar
Status fonem-fonem vocal itu dapat dibuktikan dengan
pasangan minimal berikut ini:
b. Fonem diftong
Fonem diftong yang ada dalam bahasa negara kita adalah fonem
diftong /ay/, diftong /aw/ dan diftong /oy/. Ketiganya dapat
dibuktikan dengan pasangan minimal.
/ay/ gulai x gula (gulay x gula)
/aw/ pulau x pula (pulaw x pul)
/oi/ sekoi x seka (sekoy x seka)
c. Fonem Konsonan
Nama-nama fonem konsonan bahasa negara kita adalah
sebagai berikut:
1) /b/ konsonan bilabial, hambat, bersuara
2) /p/ konsonan bilabial, hambat, tak bersuara
) /m/ konsonan bilabial, nasal
4) /w/ konsonan bilabial, semi vocal
5) /f/ konsonan labiodentals, geseran, tak bersuara
6) /d/ konsonan apikoalveolar, hambat, bersuara
7) /t/ konsonan apikoaveolar, sampingan
8) /n/ konsonan apikoaveolar, nasal
9) /t/ konsonan apikoaveolar, sampingan
10) /r/ konsonan apikoaveolar, getar
11) /z/ konsonan laminoveolar, geseran, bersuara
12) /s/ konsonan laminoveolar, geseran, tak bersuara
13) /j/ konsonan laminopalatal, paduan, bersuara
14) /c/ konsonan laminopalatal, paduan, tak bersuara
15) /y/ konsonan laminopalatal, semivokal
16) /g/ konsonan dorsevelar, hambat, bersuara
17) /k/ konsonan dorsevelar, hambat, tak bersuara
18) /x/ konsonan dorsevelar, geseran, bersuara
Realisasi fonem sebenarnya sama dengan bagaimana fonem
itu dilafalkan. Hanya masalahnya kalau orang negara kita melafalkan
fonem-fonem bahasa negara kita sangat banyak sekali variasinya.
Hal ini berkenaan bahwa bangsa negara kita terdiri dari berbagai
etnis dan berbagai daerah, sehingga melafalkan fonem-fonem
bahasa negara kita pasti dipengaruhi oleh fistem fonologi bahasa
daerahnya.
a. Realisasi fonem vocal
Secara umum realisasi fonem vocal bahasa negara kita adalah
sebagai berikut:
1) Fonem /i/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
pertama, direalisasikan seperti bunyi [i] apabila berada pada silabel terbuka atau silabel tak berkoda seperti
kata [kini], [lidi] dan [sapi]. Kedua, direalisasikan seperti
bunyi [I] apabila berada pada silabel tertutup atau silabel
berkoda seperti pada kata [batIk], [ambIl] dan [lirIk].
2) Fonem /e/
Fonem /e/ mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
pertama, direalisasikan seperti bunyi [e] apabila berada
pada silabel terbuka, seperti pada kata [sate], [pete] dan
[barabe]. Kedua, direalisasikan seperti bunyi [E] apabila
berada pada silabel tertutup, seperti pada kata [magnEt],
[karEt] dan [EmbEr].
3) Fonem /a/
Secara umum fonem /a/ direalisasikan sebagai bunyi [a],
baik pada posisi awal kata, tengah kata, maupun akhir
kata seperti pada kata, dan.
4) Fonem /u/
Fonem /u/ ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
pertama, dilafalkan sebagai bunyi [u] apabila berada pada
silabel terbuka. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [U]
apabila berada pada silabel tertutup.
5) Fonem /o/
Fonem ini juga mempunyai dua macam realisasi yaitu:
pertama, direalisasikan sebagai bunyi [o] apabila berada
pada silabel terbuka. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi
[O] apabila berada pada silabel tertutup.
b. Lafal Fonem Konsonan
1) Fonem /b/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi /b/ apabila
berada pada awal silabel, baik silabel terbuka maupun
silabel tertutup ysng buka ditutup oleh fonem konsonan
/b/
2) Fonem /p/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi /p/
baik secara onset pada sebuah silabel maupun sebagai
koda.
3) Fonem /n/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [n],
seperti pada kata [nanas].
4) Fonem /w/
5) Fonem /f/
6) Fonem /d/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi yaitu sebagai
berikut: pertama, direalisasikan sebagai bunyi [d] apabila
berposisi sebai onset pada sebuah silabel. Kedua,
diralisasikan sebagai bunyi [t] dan [d] bila berposisi
sebagai koda pada sebuah silabel.
7) Fonem /t/
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi
[t], namun perlu dicatat fonem /t/ pada posisi awal
bila diberi prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh dan
bersenyawa dengan bunyi nasal yang homorgan dengan
fonem /t/ itu.
8) Fonem /n/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [n], baik sebagai
onset maupun sebagai koda dalam sebuah silabel.
9) Fonem /l/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [l] baik sebagai
onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel.
10) Fonem /r/
11) Fonem /z/
12) Fonem /s/
13) Fonem /j/
14) Fonem /c/
15) Fonem /y/
16) Fonem /g/
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi yaitu sebagai
berikut: pertama, direalisasikan sebagai bunyi [g] apabila
berposisi sebagai onset. Kedua, direalisasikan sebagai
bunyi [g] atau [k] apabila berposisi sebagai koda.
17) Fonem /k/
Fonem ini mempunyai tiga macam realisasi yaitu sebagai
berikut: pertama, direalisasikan sebagai bunyi [k] apabila
berposisi sebagai onset pada sebuah silabel. Kedua,
direalisasikan sebagai bunyi [?] apabila berposisi sebagai
koda pada sebuah silabel. Ketiga, direalisasikan sebagai
bunyi [g] bila berposisi sebagai koda.
18) Fonem /n/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi-bunyi [n] baik
berposisi sebagai onset maupun sebagai koda pada
sebuah silabel.
19) Fonem /x/
20) Fonem /h/
21) Fonnem /?/
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [?] yang muncul
pada: pertama, silabel pertama dari sebuah kata yang
berupa vonem vocal. Kedua, diantara dua buah silabel
pertama dan nuklus silabel kedua berupa fonem vocal
yang sama.
6. Hubungan antar satu fonem dengan fonem
lain
a. Hubungan Horizontal yaitu fonem yang berturut-turut dan
berkesinambungan dengan fonem yang lain secara horizontal
( dari kiri ke kanan dalam bahasa negara kita , dan dari kanan
ke kiri dalam bahasa Arab ) untuk membentuk suku kata, lalu
suku kata- suku kata ini berkesinambungan membentuk
morfem, lalu morfem ini berkesinambungan membentuk
kata. Seperti Kata ( مسجد ) kata ini tersusun oleh beberapa
lalu م+فتحة+س+ج+كسرة+د+ضمة ( ) : fonem sebagai berikut
( د+ج+مس ) lalu ( مسجد ). ( m+a+s+j+i+d), lalu (mas+jid),
lalu (Masjid).
b. Hubungan vertikal, yaitu hubungan yang nampak ketika satu
tempat fonem diganti oleh fonem yang lain didalam sebuah
kata (baik diawal, ditengah, maupun diakhir), sehingga
dengan pergantian fonem ini menyebabkan makna yang
berbeda, seperti dalam contoh berikut ini :
Alofon
Menurut kamus besar bahasa negara kita mengemukakan bahwa
Alofon adalah fonem berdasar posisi didalam kata, missal fonem
pertama pada kita dan kata secara fonetis berbeda, tetapi, masing-masing
adalan alofon dan fonem. Anneke Neijit dalam bukunya “Universele
Fonologi” mengemukakan bahwa bunyi yang merupakan wujud lahiriah
suatu fonem disebut alofon, anggota fonem atau uraian fonem. Alofon
suatu fonem dapat mencirikan hubungan yang disebut variasi bebas.
Alofon demikian dapat dipertukarkan ditempat yang sama. Alofon
bukanlah fonem, melainkan realisasi dari fonem.
Setiap fon atau bunyi mempunyai bunyi asli sebelum dirangkaikan
pada bunyi yang lain. Contoh dari alofon itu / - / / ينقلب / - / ينظلم ينقع
ينذر / - / / . Jadi dari contoh ini alofon ini tidak bersifat fungsional
sebab tidak merubah makna. Alofon dapat dipertukarkan ditempat
yang sama, sedangkan fonem tidak. Dan bunyi alofon adalah bunyi
yang terpengaruh dari bunyi yang lain, pada contoh di atas bunyi / ن /
terpengaruh oleh bunyi setelahnya, yakni / / ظ ق / ذ / ، / .
Alofon adalah variasi fonem sebab pengaruh lingkungan suku
kata. Contoh: simpul-simpulan. Fonem /u/ pada kata [simpul] berada
pada lingkungan suku tertutup dan fonem /u/ pada kata [simpulan]
berada pada lingkungan suku terbuka. Jadi, fonem /u/ mempunyai dua
alofon, yaitu [u] dan (u).
Menurut Clark dan Yallop (2004:93) Alofon adalah bunyi yang
merupakan alternatif lain untuk menyebutkan fonem tertentu. Verhaar
(2012:71) kemudian menyebutkan bahwa kemunculan alofon sebagai
variasi dari sebuah fonem disebabkan oleh lingkungan fonem ini .
Misalnya pada fonem /t/ dalam bahasa inggris yang memiliki beberapa
alofon. Fonem /t/ pada awal kata, langsung disusul vocal, seperti pada
kata top yang kemudian diucapkan dan diberikan lambing bunyi [th]. Bila
tidak pada awal kata, seperti kata stop, pengucapannya adalah [t]. dalam
kata butler /t/ mempunyai plosi lateral sebab setelahnya disusul dengan
/l/, sehingga /t/ tidak perlu dilepaskan plosinya dengan melepaskan
ujung lidah, tapi cukup dengan menurunkan sisi-sisi lidah saja.
Sebagaimana yang telah kita ketahui tadi bahwa fonem merupakan
perumpamaan sebuah bunyi yang dapat diusahakan oleh si pembicara
agar dapat dilafalkan sesuai dengan konteks tertentu. Jika fonem
merupakan sebuah perumpamaan bunyi yang terinterpretasikan dalam proses komunikasi, lalu memunculkan bunyi-bunyi, lalu bunyi-bunyi
inilah yang disebut alofon.
Alofon yaitu gambaran yang tampak jelas dari sebuah fonem. Jika
fonem ditulis diantara dua garis miring, maka alofon ditulis diantara dua
buak kurung. Seperti contoh fonem nun / ن / yang menjadi contoh
dalam beberapa alopon berikut ini :
1. Alopon ( ن ) merupakan bunyi bibir ( الشفوي ) jika dalam kata ( ينبت)
2. Alopon ( ن ) merupakan bunyi rongga mulut ( الشفوي ) dalam kata(
( ينقل
3. Alopon (م) merupakan bunyi bibir dalam kata ( بعد من )
Perhatikanlah ketiga konteks kata di atas, bahwasanya fonem nun
merupakan bunyi gusi dan gigi, dan menjadi bunyi bibir ketika dilafalkan
dalam konteks kata (ينبت ) , dan menjadi bunyi rongga mulut ketika
dilafalkan dalam konteks kata ( ينقل ) dan berpindah menjadi mim ( م
) bunyi bibir ketika dilafalkan dalam konteks kata (بعد من ) . jadi, nun
bunyi bibir, nun bunyi rongga mulut, dan mim bunyi bibir, ini semua
adalah alofon untuk fonem nun ( ن ).
Alofon adalah variasi fonem yang tidak membedakan arti. Alofon
dituliskan diantara dua kurung siku […]. Kalau [p] yang lepas kita tandai
dengan [p], sedangkan [p] yang tidak lepas kita tandai dengan [p’], maka
dapat dikatakan bahwa dalam bahasa negara kita , fonem /p/ memiliki
dua alofon, yakni [p] dan [p’].
Alofon adalah pembedaan realisasi pelafazan fonem sebab posisi
yang berbeda dalam kata. Misalkan fonem /b/ dalam bahasa negara kita
dilafazkan pada posisi awal (besar) dan tengah (kabel) berbeda dengan
fonem ini pada posisi akhir (jawab).
Kalau kita melihat kembali pembicaraan mengenai vocal maka kita
melihat bunyi vocal depan tinggi ada dua, yaitu: vocal depan tinggi atas
[i] dan vocal depan tinggi bawah [I]. begitu juga vocal belakang tinggi
ada dua, yaitu: vocal belakang tinggi atas [u] dan vocal belakang tinggi bawah [U]. demikian juga vocal belakang sedang ada dua, yaitu vocal
belakang sedang atas [o] dan vocal belakang sedang bawah [O].
Persoalan kita sekarang apakah bunyi vocal [i] dan vocal [I] dua
buah fonem atau sebuah fonem. Kalau kita memakai cara dengan
mencari pasangan minimal untuk kedua bunyi vocal itu dalam bahasa
negara kita ternyata sampai saat ini tidak ada. Yang menjadi kenyataan
adalah bahwa kedua vocal itu. [i] dan [I] memiliki distribusi yang
berbeda. Vocal [i] menempati posisi pada silabels (suku kata) terbuka,
silabel yang tidak memiliki koda, sedangkan vocal [I] menempati silabel
yang mempunyai koda. Simak:
Vokal [i] pada kata [ini]; [titi]; dan [isi]
Vokal [I] pada kata [banIh]; [batik]; dan [tasIk]
Oleh sebab itu bisa disimpulkan bahwa:
1. Vocal [i] dan [I] bukanlah merupakan dua fonem, melainkan Cuma
anggota dari sebuah fonem yang sama yaitu fonem /i/.
2. Vocal [i] dan vocal [I] distribusinya tidak sama: vocal [i] berdistribusi
pada silabel terbuka atau silabel tidak berkoda; sedangkan vocal [I]
berdistribusi pada silabel tertutup atau silabel berkoda.
3. Vocal [i] dan vocal [I] memiliki distribusi komplementer,
berdistribusi yang aling melengkapi.
Analog dengan kasus vojal [i] dan vocal [I], maka dapat dikatakan
vocal [u] dan vocal [U] juga merupakan anggota dari satu fonem yang
sama, yaitu fonem /u/, yang juga berdistribusi secara komplementer.
Vocal [u] untuk silabel terbuka (tak berkoda), dan vocal [U] untuk silabel
tertutup (berkoda). Seperti yang tertera dibawah ini, yaitu sebagai berikut:
Vokal [u] pada kata [buku]; [ibu]; dan [itu]
Vokal [U] pada kata [akUr]; [libUr]; dan [atUr]
Hal yang sama terjadi juga pada kasus vocal [o] dan vocal [O].
dimana vocal [o] untuk silabel terbuka, seperti pada kata [took] dan
bodo], sedangkan vocal [O] untuk silabel tertutup seperti [tOkOh] dan
[bOdOh].
Vokal-vokal yang menjadi anggota dari sebuah fonem, seperti
[u] dan [U] untuk fonem /u/ disebut dengan istilah alofon. Dengan
demikian kalau dibalik, bisa dikatakan alofon adalah anggota dari sebuah
fonem atau varian dari sebuah fonem.
Dari pembicaraan tentang fonem dan alofon di atas, dapat dikatakan
bahwa fonem konsep abstrak sebab kehadirannya dalam ujaran dia
diwakili oleh alofon yang sifatnya konkrit, dapat diamati (didengar)
secara empiris. Jadi, misalnya fonem /i/ pada kata diwakili oleh alofon
[i], sebab lafal kata itu adalah [tani], sedangkan pada kata diwakili oleh
alofon [I], sebab lafalnya adalah [tarIk]. Contoh fonem /k/ pada kata
diwakili oleh alofon [k] sebab lafalnya adalah [baku], sedangkan pada
kata diwakili oleh alofon (?) sebab lafalnya [bapa?]
Dengan perkataan lain, fonem /i/ direalisasikan oleh alofon [i]
dan alofon [I[, fonem /u/ direalisasikan oleh alofon [u] dan alofon [U],
sedangkan fonem /o/ direalisasikan oleh alofon [o] dan alofon [O].
Kesimpulannya, Dari pengertian dan contoh di atas dapat diambil
kesimpulan mengenai fonem dan alofon dalam bahasa arab. Jika
fonem bersifat fungsional (tidak berubah makna), maka lain halnya
dengan alofon, sebab alofon tidak bersifat fungsional (tidak merubah
makna). Jika fonem dapat didentifikasi dengan pasangan minimal dan
kontras, maka alofon dapat diidentifikasi ketika bunyi alofon dirangkai
dengan bunyi lain, dan jika bunyi asli terpengaruh oleh bunyi yang lain
maka itu adalah alofon. Fonem realisasinya adalah alofon, itu berarti
alofon bukanlah fonem tetapi realisasi dari fonem. Bunyi alofon dapat
dipertukarkan ditempat yang sama, sedangkan fonem tidak. Fonem
bersifat abstrak, sedangkan alofon berabstraksi, bentuk abstraksi alofon
adalh fonem.
Asimilasi dan desimilasi merupakan perubahan-perubahan tipe dari
morfofonemik. Perubahan bentuk sebuah morfem berdasar bunyi
lingkungan yang menyangkut hubungan antara morfem dan fonem
inilah yang disebut morfofonemik.
Kata morfofonemik menunjukkan adanya hubungan antara morfem
dan fonem. Sedikit yang perlu kita tahu, morfem adalah bagian terkecil
yang mengandung pengertian dari suatu ujaran yang berarti bagian yang
tidak bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi. Sedangkan fonem
sendiri adalah bunyi yang terkecil dari suatu ucapan.
Dalam bab ini akan membahas mengenai proses perubahan dari
morfofonemik yaitu asimilasi dan disimilasi yang akan diuraikan lebih
rinci di bawah ini.
A. Asimilasi
1. Pengertian Asimilasi
Dalam kamus ilmiah Asimilasi yang berarti penyesuaian,
penyelarasan, dan pemaduan ini jika di kaitkan dengan proses
perubahan morfologi berarti penyelarasan antar dua fonem
yang tidak sama menjadi sama. Asimilasi merupakan perubahan
morfofonemik tempat sebuah fonem yang cenderung lebih banyak
menyerupai fonem lingkungannya.
Asimilasi dalam pengertian biasa berarti penyamaan . Dalam
Ilmu Bahasa asimilasi berarti proses di mana dua bunyi yang tidak
sama disamakan atau dijadikan hampir bersamaan. Namun, ada
definisi lain bahwa asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah
bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di
lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai
ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Hal
ini terjadi akibat dari bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara
berurutan, sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi dan dipengaruhi.25
Dalam bahasa Arab asimilasi ini terjadi ketika suatu bunyi
terkontaminasi oleh bunyi lain didekatnya sehingga menyebabkan
bunyi itu mirip atau terdengar sama dengan bunyi lain didekatnya
baik dari segi tempat keluar bunyi ( مخرج ) maupun sifatnya.
Dengan kata lain Asimilasi adalah proses perubahan bunyi yang
mengakibatkannya mirip atau sama dengan bunyi lain didekatnya.
Seperti perubahan bunyi ta ( ت ) yang bersifat samar ( املهموس )
dalam kata ( ازتاد ) menjadi bunyi dzal (د) yang bersifat majhur (
ازداد ) yang disebabkan sebab dekatnya bunyi zai ( ز ) yang bersifat
majhur / jelas ( ازداد ) ( zai dan dzal keduanya sama bersifat jahar/
jelas).
Peristiwa asimilasi ini tidak terjadi tanpa sebab alasan, akan
tetapi ada alasan-alasan linguistik, diantaranya yaitu untuk
mempermudah pelafalan dan menyesuaikan dan menyelaraskan
bunyi ( Badri, 89 :1982). Dengan kata lain, Asimilasi merupakan
cara artikulator mempermudah sulitnya melafalkan bunyi-bunyi
yang berbeda-beda dari segi tempat keluar dan sifatnya dengan
cara merubah salah satu bunyi ke bunyi lain yang ada didekatnya.
Perhatikan contoh yang tadi ( ازداد -ازتاد ) bahwa ta ( ت ) yang
bersifat samar/ mahmus, berubah menjadi dzal ( د ) yang bersifat
jelas/ majhur, oleh sebab itu melafalkan dzal ( د ) yang bersifat
jelas setelah zai ( ز) yang bersifat jelas lebih mudah dibandingkan
melafalkan ta (ت ) yang bersifat samar setelah zai ( ز ) yang bersifat
jelas. Disamping itu, asimilasi ini terjadi antara dua bunyi untuk
menyelaraskan pelafalan kedua bunyi ini . Contoh lain untuk
asimilasi ini seperti antara kata ( اصتبر - اصطبر ), ada ta ( ت
) yang bersifat tipis ( املرققة ) bertransformasi menjadi tho ( الطاء
) yang bersifat tebal ( املفخمة ) untuk mempermudah pelafalan,
sebab melafalkan bunyi ص dan ط lebih mudah sebab keduanya
bersifat tebal dibandingkan melafalkan bunyi ص dan ت sebab
satunya bersifat tebal dan yang satunya lagi tipis.
2. Unsur-unsur Asimilasi
Asimilasi berdasar perbedaan jenis dan bentuknya
mencakup aspek-aspek berikut ini :
a. Bunyi yang mempengaruhinya : yaitu bunyi ( vokal atau
konsonan) yang mempengaruhi bunyi lain, baik yang terletak
sebelum atau sesudahnya dan menyebabkan bunyi yang
dipengaruhinya itu berpindah , baik berpindah sifatnya
ataupun tempat keluar nya.
b. Bunyi yang dipengaruhinya : yaitu bunyi ( vokal atau konsonan)
yang berpindah makhroj atau sifatnya yang disebabkan oleh
pengaruh bunyi yang mempengaruhinya.
c. Bentuk Asimilasi : yaitu bentuk perpindahan atau perubahan
bunyi yang disebabkan oleh pengaruh bunyi pada bunyi yang
dipengaruhinya, dan selalu membentuk bunyi yang serupa
dengan bunyi yang mempengaruhinya, atau membentuk
bunyi yang dekat dengan bunyi yang mempengaruhinya dari
segi sifat dan tempat keluarnya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel dibahwah ini:
Pembagian dan Macam-macam Asimilasi
a. Pembagian asimilasi menurut letak bunyi yang diubah, terbagi
menjadi dua bagian :
1) Asimilasi Progresif, yaitu asimilasi yang mana bunyi
yang berada dibelakang mempengaruhi bunyi yang
ada setelahnya. Yakni asimilasi ini terjadi ketika Bunyi
sebelumnya mempengaruhi bunyi huruf sesudahnya.
Contohnya seperti dalam kata ( ازتاد ) yang berubah
menjadi ( ازداد ), dalam contoh ini zai ( ز ) mempengarui
huruf setelahya yaitu ( ت ) sehingga berubah menjadi
dzal ( د ), sebab menyerupai zai ( ز ) dalam sifat jelasnya
. ( اجلهر )
2) Asimilasi Regresif, yaitu asimilasi yang mana bunyi yang
diubahnya terletak didepan bunyi yang mempengaruhinya.
Yakni asimilasi ini terjadi ketika bunyi setelahnya
mempengaruhi bunyi sebelumnya. Seperti dalam kata (
بعد من ) yang mana dalam pelafalannya berubah menjadi
ن ) mempengaruhi nun ( ب ) disebab kan ba ,( مم بعد )
yang berada dibelakangnya sehingga nun ( ن ) ini berubah
menjadi mim ( م ) sebab mim ( م ) ini menyerupai ba ( ب
) dalam tempat keluarnya yaitu dua bibir ( الشفتانية ).
b. Pembagian asimilasi menurut jarak kedekatan antara dua
bunyi, terbagi menajdi dua bagian :
1) Asimilasi Langsung, yaitu asimilasi yang terjadi antara
dua bunyi yang berdekatan dan tidak dipisah oleh bunyi
huruf lain diantara kedua bunyi ini . Seperti dalam
( ينبت- ميبت) dan ( ازحتم - ازدحم ) kata
perhatikanlah kedua contoh asimilasi di atas, asimilasi
ini terjadi antar dua bunyi yang berdekatan yang tidak
dipisah bunyi huruf lain. Zai ( ز ) dan dzal ( د ) dalam
contoh pertama, nun ( ن ) dan ba ( ب ) dalam contoh
kedua.
2) Asimilasi Tidak Langsung, yaitu asimilasi yang terjadi
antara dua bunyi yang diantara kedua buny ini
ada pemisah oleh satu bunyi atau lebih. Seperti yang
.(مسيطر - مصيطر ) dan ( سراط - صراط ) ada dalam kata
Perhatikan kedua contoh asimilasi di atas, asimilasi
ini terjadi antar dua bunyi yang tidak berdekatan, dan
dipisah oleh bunyi huruf lain. Sin / س /dan tha / ط /
dalam contoh pertama antara /س/ dan /ط/ ada
pemisah yaitu / ر / dan Alif. ), sin / س / dan tha / ط /
dalam contoh kedua ( antara keduanya ada pemisah
yaitu ya / ي / ).
c. Pembagian asimilasi dari segi kekuatannya, terbagi menjadi
dua macam :
1) Asimilasi Total, yaitu perubahan suatu bunyi hampir
menyerupai bunyi lain, atau pergantian bunyi yang
dupengaruhi seperti bunyi yang mempengaruhinya.
Contoh seperti dalam kata ( الشمس ), bunyi lam ( الم
التعريف ) untuk memunjukan arti khusus ( للمعرفة )
berubah dengan sempurna menjadi sya / ش / .Asimilasi
ini terjadi antara ( التعريف الم ) dengan semua huruf-huruf
. .ت, د, ط, ض, ث, س, ص, ش, ذ, ز, ظ, ن, ر syamsiyah, yaitu
Hal ini disebab kan ( التعريف الم ) ini menyerupai semua
huruf-huruf syamsiyah ini dalam tempat keluarnya, yaitu
dari antara gigi atau gusi atau gigi dengan gusi, dan lam /
ل / keluar dari gusi dan gigi.
2) Asimilasi Parsial, yaitu perubahan bunyi menjadi bunyi
lain yang dekat dengannya, atau pergantian suatu bunyi
yang dipengaruhi menjadi bunyi yang dekat denganya
dari bunyi yang mempengaruhinya, seperti dalam kata (
ينبت ), dari contoh ini terlihat bunyi nun / ن / berubah
menjadi mim / م / dibawah pengaruh ba / ب / yang
keluar dari dua bibir ( الشفتانية ). Dalam contoh ini,
terjadi asimilasi parsial sebab nun / ن / berubah menjadi
mim / م /, buka menjadi ba / ب /. Mim / م / dekat
dengan ba / ب / sebab keduanya merupakan bunyi dua
bibir.
d. Pembagian asimilasi dari segi bentuknya, terbagi menjadi dua
macam :
1) Asimilasi dari segi tempat keluarnya bunyi ( اخملرج في ),
yaitu perubahan suatu bunyi pada bunyi huruf lain
yang menyerupai atau dekat dengannya dari segi tempat
keluarnya. Seperti perubahan bunyi nun / ن / yang keluar
dari gusi dengan gigi pada makhroj bunyi huruf ba /
الشفتانية ( / ب ) dengan cara menggantikannya menjadi
mim / م / yang sama keluar dari dua bibir ( الشفتانية
انبعث- امبعث (, ) ينبت- ميبت (, ) من بعد- مم ) dalam kata (
بعد ). Dengan kata lain, perubahan nun yang keluar dari gusi dan gigi menjadi mim yang keluar dari dua bibir
disebab kan mim ini sama dengan bunyi huruf ba yang
keluar dari dua bibir.
2) Asimilasi dari segi sifatnya bunyi, yaitu perubahan bunyi
pada bunyi huruf lain yang menyerupai atau dekat
dengannya dari segi sifatnya, seperti perubahan bunyi
huruf yang bersifat samar ( مهموس ) menjadi bunyi huruf
yang bersifat jelas ( مجهور ). Contoh seperti dalam kata
( ازدحام -ازحتام ) dan ( ازداد -ازتاد ), terlihat bunyi huruf ta /
/ yang bersifat samar ( مهموس ) berubah menjadi bunyi
yang bersifat jelas ( مجهور ) dengan cara menggantikannya
menjadi dzal ( د ). Dengan kata lain, perubahan bunyi ta /
ت / yang bersifat samar menjadi dzal / د / yang bersidat
jelas sebab dzal ini menyerupai sifat bunyi zai / ز / yang
jelas.
e. Pembagian asimlasi dari segi jenis-jenis bunyinya, terbagi
menjadi tiga bagian :
1) Asimilasi antara bunyi konsonan, yaitu asimilasi yang
terjadi diantara bunyi-bunyi konsonan, seperti yang
ada antara zai / ز / dengan ta / ت /, atau antara nun
/ ن / dengan ba / ب / dalam contoh-contoh sebelumnya.
2) Asimilasi antara bunyi vokal, yaitu asimilasi yang terletak
diantara bunyi-bunyi vokal , seperti yang ada dalam
contoh-contoh berikut ini ( Umar, 383 :1991) :
ِ
احلمد ل ل
ُ ) - Q.S. Al-baqarah: 2, sebagian orang
membacanya : ِ
احلمد ُل
ُ ( Asimilasi progresif antara dhomah
dan kasrah), dan sebagian orang lain membacanya : ل احلم
ِ
ل ل د ( Asimilasi regresif antara kasrah dan dhamah).
ِ ُل مه الثلث ) -
ل ل فَ ) Q.s. An-nisa: 11, sebagian orang
ِ ل مه الثلث : membacanya
Asimilasi progresif ) ف ل ل ل
antara kasrah dengan dhamah).ilasi regresif) ُ عليه ُم اهلل : dibaca ,( علي ل ُهم اهلل ) -
antara dhamah dengan kasrah).
3) Asimilasi antara bunyi konsonan dengan vokal, yaitu
asimilasi yang ada diantara bunyi-bunyi konsonan
dan bunyi vokal, terbagi menjadi dua macam :
a) Efek bunyi konsonan terhadap vokal, seperti menjadi
tebalnya ( املفخمة ) bunyi-bunyi vokal yang terletak
setelah bunyi-bunyi tang bersifat tebal, seperti dalam
,طائر, صابر, ظاهر, ضابط ) kata
dan menjadi ,( .طفل, صفر, ظالل, ضياء, طير, طني, طموح
tipisnya bunyi vokal yang terletak setelah bunyi-bunyi
konsona yang bersifat tipis ( املرققة ), seperti dalam kata (
.( دائر, عابر, ماهر, بالل, حفر, خير, تني, سموح
b) Efek bunyi vokal terhadap bunyi konsonan, seperti
menjadi lebih majunya tempat keluar huruf qof / ق /
dibawah pengaruh vokal kasrah, seperti dalam kata ( قل
ف ), dan menjadi lebih terabaikannya tempat keluar bunyi
‘ain / ع / dibawah pengaruh vokal dhamah panjang ,
seperti dalam kata ( ولج عُ ).
B. Disimilasi
1. Pengertian Disimilasi
Disimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua yang sama
atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Disimilasi
merupakan kebalikan dari asimilasi, yaitu fenomena yang terjadi
ketika satu bunyi mempengaruhi bunyi lain yang ada didekatnya
sehingga bunyi ini berubah atau diganti menjadi bunyi huruf
lain, akan tetapi perubahanya ini berbeda dengan bunyi yang
berada didekatnya dari segi tempat keluarnya atau dari segi sifatnya.
Dengan kata lain, Disimilasi ini merupakan perubahan suatu bunyi
sebab adanya pengaruh bunyi yang ada didekatnya, akan tetapi perubahannya ini berbeda dengan bunyi yang ada didekatnya
ini . Meskipun demikian, Disimilasi ini kurang populer
dibandingkan dengan asimilasi. Begitupun demikian, Disimilasi ini
mempunyai tujuan tersendiri sama halnya dengan tujuan asimilasi
yaitu untuk mempermudah pelafalan bunyi dan untuk memperluas
fleksibelitas otot ketika melafalkannya.
Disimilasi merupakan fenomena yang ada pada setiap bahasa.
Misalnya dalam bahasa Inggris, kata “Marble” dan “Pilgrim”.
Kedua kata ini asalnya adalah “Malble” dan “Pilglim”, yakni
(l) yang diganti dengan (r).26
Disimilasi dalam bahasa Arab terjadi dalam keadaan jika dalam
satu kata ada dua atau lebih dari bunyi konsonan. Umumnya,
bunyi yang paling akhir dari kedua bunyi ini digantikan
menjadi bunyi layin ( لني ) panjang. Seperti yang ada dalam
kata ( سَ دس َّ ) dalam kata ini terkumpul tiga bunyi konsonan yaitu
sin / س / yang bertasydid dan sin / س /yang terakhir. Maka sin /
س / yang terakhir digantikan menjadi bunyi layn ( لني ) panjang,
yaitu alif panjang ( مد الف ), sehingga kata ini menjadi ( سىَّ َ
د
), seperti yang ada dalam firman Allah Swt ( دسها من خاب َّ وقد
) Q.S. Asy-syamsi :10. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Badri
( 84-85 : 1982 M) mengenai contoh-contoh Disimilasi ini ada
dalam kata-kata ( ىَّ
َّى (, ) َّمتططى- َّمتطى (, ) تظن- تظن
َّر - تسر
.( تسر
2. Unsur-unsur Disimilasi
Seperti halnya asimilasi, Disimilasi ini mempunyai unsurunsur yang mencakup unsur berikut ini :
a. Bunyi yang mempengaruhinya, yaitu bunyi ( konsonan atau
vokal) yang mempengaruhi bunyi lain, baik yang terletak
sebelum atau sesudahnya dan menyebabkan bunyi yang dipengaruhinya itu berubah , baik berubah sifatnya ataupun
tempat keluar nya.
b. Bunyi yang dipengaruhinya : yaitu bunyi ( vokal atau konsonan)
yang berpindah makhroj atau sifatnya yang disebabkan oleh
pengaruh bunyi yang mempengaruhinya.
c. Bentuk Disimilasi, yaitu bentuk perpindahan atau perubahan
bunyi yang disebabkan oleh pengaruh bunyi pada bunyi yang
dipengaruhinya, dan selalu membentuk bunyi yang berbeda
dengan bunyi yang mempengaruhinya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah tabel dibawah ini Pembagian dan macam-macam Disimilasi
Disimilasi ini bermacam-macam, yang dapat dibagi menjadi
berikut ini ( Al-khuli, 221-222 : 1987 M) :
a. Pembagian Disimilasi dari segi letak pengaruhnya, dibagi
mejadi dua bagian :
1) Disimilasi Progresif, yaitu Disimilasi yang mana bunyi
yang berada dibelakang mempengaruhi bunyi yang ada
setelahnya, sehingga berubah dan berbeda dengan bunyi
yang mempengaruhinya. Yakni perubahan ini terletak
didepan. Bunyi sebelumnya mempengaruhi bunyi huruf
sesudahnya. Seperti contoh dalam kata ( كتابلن – كتابان َ ) .
Dari contoh ini , bunyi yang mempengaruhinya yaitu
fathan panjang ( املد الف ), dan bunyi yang dipengaruhinya
yaitu fathah pendek yang berubah menjadi kasrah
pendek, dan perubahan ini berbeda dengan bunyi yang
mempengaruhinya yaitu fathah panjang.
2) Disimilasi Regresif, yaitu Disimilasi yang mana suatu
bunyi mempengaruhi bunyi huruf yang berada
sebelumnya. Yakni, perubahan ini terletak dibelakang.
Bunyi yang didepan mempengaruhi bunyi yang ada
dibelakangnya. Seperti dalam kata ( جلمد - جمدَّ ) , dari
contoh ini bunyi yang mempengaruhinya yaitu mim /
م / yang ke-dua, dan bunyi yang dipengaruhinya yaitu
mim / م / yang pertama, yang berubah menjadi lam / ل
/ agar berbeda dengan dengan mim / م / dari segi sifat
dan tempat keluarnya ( mim) / م / merupakan bunyi dua
bibir dan hidung, sedangkan lam /ل / merupakan bunyi
gusi dan gigi samping).
b. Pembagian Disimilasi dari segi jarak antara bunyi yang
mempengaruhinya dengan bunyi yang dipengaruhinya : 1) Disimilasi Langsung, yaitu Disimilasi yang mana
bunyi yang mempengaruhinya berdekatan langsung
dengan bunyi yang dipengaruhinya. Seperti dalam
kata ( إجناص - إجاص َّ ). Dari conoh ini , bunyi yang
mempengaruhinya yaitu ja / ج / yang ke-dua, dan bunyi
yang dipengaruhinya yaitu ja / ج / yang pertama yang
berubah menjadi nun / ن /.
2) Disimilasi tidak langsung, yaitu Disimilasi yang mana
bunyi yang mempengaruhinya tidak berdekatan
dengan bunyi yang dipengaruhinya. Seperti dalam
kata ( بغدان -بغداد ). Dari contoh ini , bunyi yang
mempengaruhinya yaitu bunyi dzal / د / yang pertama,
dan bunyi yang dipengaruhinya yaitu dzal / د / yang kedua yang berubah menjadi nun / ن /. Dalam contoh
ini , dza pertama tidak berdekatan langsung dengan
dza ke-dua, akan tetapi dipisah oleh vokal fathah panjang
.( ألف املد )
C. Hal-Hal Yang ada Antara Asimilasi Dan
Disimilasi
Diantara Asimilasi dan Disimilasi ada titik persamaan dan
perbedaan yang bisa diringkas sebagai berikut ini:
1. Di dalam semua bahasa kejadian/fenomena Asimilasi ini lebih
banyak dibandingkan Disimilasi. Dan Asimilasi ini lebih popular
daripada Disimilasi.
2. Asimilasi dan Disimilasi keduanya memiliki peranan untuk
mempermudah dan meringankan pelafalan.
3. Asimilasi serupa dengan Disimilasi, sebab keduanya serupa dalam
bentuknya dan efeknya terhadap dua bunyi yang saling berdekatan.
4. Asimilasi berbeda dengan Disimilasi sebab Asimilasi ini merubah
suatu bunyi menjadi bunyi lain yang sama dengan bunyi yang ada didekatnya demikian juga Disimilasi ini merubah suatu bunyi pada
bunyi lain yang berbeda dengan bunyi yang ada di dekatnya.
5. Asimilasi ini terkadang merubah suatu bunyi tanpa merubahnya
menjadi fonem-fonem lain berbeda dengan Disimilasi yang merubah
suatu bunyi menjadi fonem lain. Hal ini berarti bahwasannya
Asimilasi ini tidak terpaku memperhatikan kandungan makna dan
Disimilasi ini lebih banyak memperhatikan konteks makna daripada
pelafalan.
6. Asimilasi ini bisa menjadi Asimilasi Parsial atau Asimilasi Total akan
tetapi Disimilasi ini hanya ada Disimilasi Total saja seperti
yang ditemukan dalam semua keadaan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 Comments :
Posting Komentar