bahasa bali 2
2. konden 'belum', 3. pidan 'kapan', 4. bum
'lagi', 5. eda 'jangan', 6. suba 'sudah', 7. dini 'di sini'.
Barber tidak secara khusus menguralkan kata bantu predilcat itu.
Bahkan, hal mi dikiasifIkasikan secaxa umum ke dalam adverbia, yang dibagi
menjadi:
1. adverb of place, 2. adverb of time, 3. adverb of manner, 4. adverb of
degree, 5. adverb of number, dan 6. adverb of negation.
Dasar yang digunakan untuk kiasifikasi kata bantu predikat di atas
belum jelas. Namun, daftar kata hantu predikat penelitian mi dengan kedua
pendapat sarjana di atas menunjukkan persamaan semantik.
Terasa masth sukar untuk memperolh gambaran yang jelas dari dua
pendapat sarjana itu. Di satu pihakkarena tidak disinggung secara khusus, di
pihak lain masalah itu masth dicampur dengan satuan adverbia yang lain.
7.4 Fungsi dan Arti
7.4.1 FungsiKata Bantu Fredikat
Kehadiran kata bantu predikat dalam struktur wacana bahasa Bali me-
miiki beberapa fungsi. Salah satu fungsinya ialah sebagai pengubah atau pe-
nentu makna satuan kebahasaan yang diabdinya, balk satuan itu berupa kata,
frase, atau klausa, terutama perubahan yang teijadi path makna kata yang
menjadi unsur pokoknya.
A. Yang mengubah makna kata
71
Contoh:
Ia Iakai masuk.
[y1akar masuk]
'Ia akan masuk.'
I bapa tusing magae.
i bap tusl9 mgaeJ
'Ayah tidak bekeija.'
Eda madaar ditu.
Wal mdaar ditu}
'Jangan makan di situ.'
Suud miali ditu.
[suud miali ditu]
'Berhenti main-main di situ.'
Kata làkar, tusing, eda, dan suud mengabdi path kata keija masuk, magae,
madaar, dan miali.
B. Yang mengubah makna frase
Kata bantu bahasa Bali selain dapat mengubah makna kata, juga dapat
mengubah makna frase yang diabdinya.
Misalnya
Tusing mula kacang.
[tusl9 mui,o kacaij]
'Tidak menanam kacang.'
Eda niasare diwang!.
[ado. mosare diwaij]
Jangan tidur di luar.'
Kata tusing 'tidak' mengabdi pada frase mula kacang 'menanam kacang' dan
kata eda mengabdi pada masare diwang. Kehadiran kata bantu tusing akan
mengubah kalimat berita id mula kacang menjadi kalimat berita negatif:
id tusing mula kacang la tidak menanam kacang.'
Kata eda mengabdi pada masare diwang.
Perubahan makna itu terlihat pada kalimat berita yang menjadi kalimat la-
rangan.
72
C. Yang mengubah makna klausa
Di samping mengubah makna kata dan frase, kata bantu predikat berfung-
si mengubah makna klausa yang diabdinya.
Misalnya:
Saget ngeling padidina di kainar.
[sagt I1II} padidina di kamar]
'Tiba-tiba menangis sendirian di kamar.'
Nah kedasin ampike diwang.
[nah k9dasln ampik9. diwal)]
'Nah bersthkan halaman di luar.'
Kata bantu saget dan nah mengabdi pada klausa ngeling padidina di kamar
dan kedasin ampike diwang. Apabila kata bantu itu dthilangkan, akan terasa
perbedaan makna yang dikandung kedua klausa di atas.
7.4.2 Arti Kata Bantu Fredikat
Bila kata bantu predikat bahasa Bali itu dikiasifikasikan berdasarkan se-
mantik, akan diperoleh tiga kelompok kata bantu predikat, yaitu kata bantu
yang mempunyai arti modalitas, kata bantu yang mempunyai arti aspek, dan
kata bantu yang mempunyai arti penjamakan. Masing-masing arti dari kata
bantu itu memiliki perrncian tersendiri. Untuk lebth jelas, setiap arti itu akan
dijelaskan sebagai berikut.
A. Kata bantu yang bermakna modalitas
Umumnya kata bantu predikat yang mempunyai makna modalitas Se-
sungguhnya merupakan kata-kata yang menjelaskan suatu peristiwa berth-
sarkan tanggapan si pembicara atas berlangsungnya peristiwa yang dialami-
nya. Kata bantu itu mengacu pada sikap pembicara serta bagaimana si pem-
bicara tadi memandang atau menilai peristiwa tadi. Dengan kecaraan atau
modalitas dapat dinyatakan adanya kepastian, pengakuan, kesangsian, ke-
harusan, dan larangan.
Contoh:
(a) Makna kata bantu yang menyatakan kepastian
Hakikat kepastian ialah wujud suatu perbuatan yang betul-betul ter-
jadi, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif. Kata bantu predikat
73
yang menyatakan kepastian, misalnya: mula 'memang' tusing (k.), nenten
(a), 'tidak', seken (k.) atau janten (a.) 'pasti'.
Misalnya:
Id mula ngwasaang gelah reramanne.
[y9 mul3 gwasaa_q glah rramanne]
'la memang mewarisi kekayaan pamannya.'
I meme tusing madagang i tunL (k.)
[i meme tusl9 m dagarj i tuni]
'Ibu tidak berjualan tadi.'
I biang nenren madolan i nuni. (a.)
[i biyarj nentQn madolan i nuni]
'Ibu tidak berjualan tadi.'
Seken id nyemak bukun icange. (k.)
[s2k9n y9-nmak bukun ica9e]
'Pasti ia mengambil buku saya.'
Janten ipun ngambil bukun titiange. (a.)
[jantn ipun ijambil bukun tityarje]
'Pasti ia mengambil buku saya.'
Kata bantu mula 'memang' mengabdi pada kata ngwasaang 'mewarisi', kata
tusing atau nen ten mengabdi pada kata madagang atau rnadolan 'berjualan',
dan kata bantu seken atau fan ten mengabdi pada kata nyemak 'mengambil'.
Ketiga kata bantu itu mengabdi pada frase verbal karena kata bantu itu tidak
dapat dipisahkan dari predikatnya. Kata bantu tusing atau nenten mendukung
makna kepastian yang bersifat negatif (ingkar).
Dalam struktur kalimat sening terjadi penggabungan kata bantu. Kata
tusing (nen ten) bergabung dengan suba (sampun) dan kata seken bergabung
dengan suba.
Misalnya:
I meme suba tusing madagang i tuni.
[i meme suba tusi!J modagarj i tuni]
'Ibu sudah tidak berjualan tadi.'
Suba seken ía nyemak ba/un icange.
[sub9 sk3n yo nmak bajun icaije]
'Sudah pasti ia mengambil baju saya.'
74
(b) Makna kata bantu yang menyatakan pengalcuan
Sebenarnya pengakuan itu suatu peristiwa yang diakui betul-betul ter-
jadi. Kata bantu yang menyatakan makna pengakuan, misalnya: bisa, perlu
(sarat), lakar, bakal, tandes (nandes).
Contoh:
Jani ía bisa nulis.
[jani yo,
biso nulls]
'Sekarang ia bisa menulis.'
Lakar anggon apa nyiih tiuk ? (k.)
[lakar aijgon apo nillh tiyuk]
Facang anggen napi nyelang tiuk ? (a.)
[paca5 arjgen napi nlan tiyuk]
'Akan dipakai apa meminjam pisau?'
I tuni icang nandes anyudang belabar.
[i tuni ica9 nand-as anuda9 blabar]
'Tadi saya hampir dthanyutkan banjir.'
Kata bantu yang bermakna pengakuan itu dapat bergabung dengan kata bantu
tertentu, misalnya, dengan kata suba (sampun).
(c) Makna kata bantu yang menyatakan kesangsian
Kesangsian ialah suatu perbuatan atau hal yang tidak dapat diramalkan
terlebih dahulu. Hal atau peristiwa itu mungkin dapat terjadi dan mungkin
juga tidak terjacli. Kata bantu bahasa Bali yang mendukung makna kesangsian
ialah jenenga (menawi), minab.
Misalnya:
Jenenga teka ia buin kesep. (k.)
[jn.q3 tko ya buwin ks9p]
Menawi ipun rauh malih jebos. (a.)
[manawi ipun rawuh malth jabos]
'Barangkall ia datang lagi sebentar.'
Kata bantu jenenga itu dapat bergabung dengan kata bantu suba.
75
Misalnya:
Ia jenenga suba teka jani.
[yo jonoo subo tokGjani]
Ipun menawi sampun rawuh mangkin
[!pun ma nawi sampun rawuh matjkin]
'Kira-kira ia sekarang sudah datang.'
(d) Makna kata bantu yang menyatakan keharusan
Pengertian keharusan artmya ialah suatu tindakan yang harus terjadi.
Dalam bahasa Bali kata bantu itu ialah perlu dan musti Sering juga dalam
percakapan sehari-hari meminjam istilah dari bahasa Indonesia, yaitu, perlu
dan terpaksa.
Misalnya:
Manusa idup perlu daar muah panganggo.
[manusa idup prlu daar muwah poaijgo]
'Manusia hidup perlu makan dan pakaian.'
Tusing perlu jefeh lamun i raga beneh.
[tusir) porlu jojoh lamun i rago bonah]
'Tidak perlu takut kalau kita benar.'
Musti uliang pipis beline jani!
[musti uliya9 pipis boline janij
'Harus kembalikan uang kakak sekarang.'
Wireh ujane bales terpaksa icang kasep mai
[wirEh ujane balos torpaksa icaq kasEp mai]
'Karena hujan lebat terpaksa saya terlambat kemani.'
(e) Makna kata bantu yang menyatakan larangan
Kuantitas kata bantu predikat bahasa Bali yang berarti larangan sangat
terbatas, yaitu hanya kata eda [d] (k.) dan sampunang [sampunan] 'jangan',
sedangkan dari segi pemakaiannya kata bantu tersebut frekuensinya cukup
tinggi.
Contoh:
Eda masepan-sepan magarapan. (k.)
[do mosEpan-sEpan mogarapan]
76
Sampunang mageson-rnagesonan makarya. (a.)
[sampunarj mogEson-gEsonan mkarya]
'Jangan tergesa-gesa bekerja.'
B. Kata bantu yang bermakna keterangan aspek
Kata bantu keterangan aspek ialah kata yang menjelaskan terjadinya
suatu proses peristiwa secara objektif. Sering terjadi kekacauan pengertian
atau penafsiran antara aspek dengan keterangan waktu (kala atau tense). Me-
mang ada aspek yang mengacu pada keterangan waktu, tetapi terbatas pada
penunjukkan waktu yang sudah lewat atau akan datang, seperti kemarin, be:
sok, dan lusa. Dengan kata lain, aspek itu merujuk pada pengertian belum ter-
jadi, a/can ter/adi (inkoatif), sedang terjadi (inkompletif), dan sudah selesai
ter/adi (perfektif).
Untuk memperoleh gambaran yang agak jelas mengenai masalah kata
bantu yang bermaksa keterangan aspek, masing-masing akan diuraikan sebagai
berikut.
. Aspek yang menyatakan suatu peristiwa belum terjadi
Kata bantu yang mendukung makna bagi suatu peristiwa yang belum
terjadi diwakii oleh kata konden (tonden) (k.) dan dereng atau durung (a.).
Misalnya:
Kayang kali jani Nyoman Santri konden teka.
[kaya9 kali jani noman santri kondEn tka]
Jantos kali mangkin Nyoman Santri dereng (durung) rauh.
[jantos kali ma5kin noman santri dErEij rawuh]
'Sampai saat mi Nyoman Santri belum datang.'
Dugas icange kema ia konden ngenah ditu.
[dugas icaije koma yo , kondEn 9onah ditu]
Daweg titiange mn/ca ipun dereng makanten drika.
[dawog titiya9e mrikv ipun dErEtj mokanton driko]
'Pada waktu saya ke sana ia belum kelihatan (ada) di sana.'
Kata bantu konden (dereng, durung) mengabdi pada kata kerja dan kata ke-
adaan, seperti terlihat dalam hubungannya dengan predikat.
konden teka 'belum datang'
durung rauh 'belum datang'
77
konden ngenah 'belum kelihatan.'
Frekuensi pemakaian kata bantu konden (dereng, durung) 'belum',
cukup tinggi.
b. Aspek yang menyatakan akan ter/adi
Kata bantu yang mendukung makna inkoatif diwakili oleh kata la/car,
ba/cal (k.), pacang, jagi (a.) 'akan', dan kata tandes (nandes) 'hampir'.
Contoh:
Icang la/car luas ka Surabaya.
[icaij lakar luwas k9 surobay9]
'Saya akan pergi ke Surabaya.'
Bapak Perbekel pacang ka Surabaya.
[bapak porbokol pacar) ko- surobayo]
'Bapak Kepala desa akan ke Surabaya.'
Ida Pedanda jagi ngweda.
[ido podando jagi jwedo]
'Pendeta akan mengucapkan weda.'
Senjatane ento tusing ja bakal mintulin.
[sonjatane onto tusilj i o bakal mintulin]
'Senjata itu tidak akan melukai.'
Bakal anggon apa ngalih penyalin?
[bakal a9gon apo ja1ih polialin]
'Akan dipakai apa mencari rotan?'
Ibi sanja nandes icang cegut kuluk.
[ibi sanjo nandos ical) cogUt kulUk]
'Tadi malam saya hampir gigit anjing.'
('Tadi malam saya hampir digigit anjing.')
c. Aspek yang menyatakan sedang ter/adi
Kata bantu yang mendukung makna inkompletif atau sedang terjadi
menandai adanya suatu peristiwa yang sedang berlangsung atau suatu proses
yang belum lengkap, yang sejajar dengan pengertian duratif.
Contoh:
Kayangjani ia enu nyilih pipis di bank.
78
[kayaij jani yo anu riilih pipls di Bank]
'Sampai sekarang ia masth meininjam di bank.'
Ia enu nrengkeng kayangjan4 wireh motorne pasilihanga.
[ya anu rjrarjk kaya9 jani wirEh motorne po.siliha9.]
la masih menggerutu sampai sekarang karena motornya dipinjamkan.'
Sedeng mengkela jani sasukatne id dadi bendaharawan proyek.
[s9dq morjkol9 jani s9sukat yo dadi bøndahawaran proyEk]
'Sedang berkecukupan sekarang ia jadi bendaharawan proyek.'
d. Aspek yang menyatakan perfektif atau sudah terjadi
Dalam hal iniaspek atau suatu peristiwa telah mencapai akhir.
Suba mabayah utangne.
[suba m abayah utarjne]
'Sudah terbayar hutangnya.'
Uli pidan suud magae di kantor?
[uli pidan suUd ma gae di kantor]
'Sejak kapan berhenti bekerja di kantor?'
I telun id tusing masuk.
[i talun yo tusu) masUk]
'Tita hari yang lalu ia tidak masuk.'
Dalam beberapa hal kata bantu suud dan suba bisa bergabung dalam
struktur kalimat.
Contoh:
Suba suud plaspasina empelane en to.
[suba- suUd plaspasina amp1ane 9nto]
'Sudah selesai diupacarai bendungan itu.'
Ia suba suud matekap di uma.
[ya subo suUd mat9kap di uma]
la sudah selesai membajak di sawah.'
C. Kata bantu predikat yang bermakna penjamakan
Pengertian penjamakan ialah suatu peristiwa yang sering atau terus ter-
jadi. Aspek yang menggambarkan sering teijadi disebut frekuentatif atau di-
sebut juga aspek repetitif. Kata-kata yang tergolong ke dalam frekuentatif
79
antara lain: kapah (k.), arang (a.) 'jarang, kadang-kadang', taen 'pernah', se-
tata, sentuuk 'selalu'.
Lain dari itu masth ada aspek penjamakan yang lain yang mengacu pada
subjek jamak. Yang dimaksud subjek jamak ialah kata bantu yang menyata-
kan bahwa pelakunya lebth dari satu, misalnya, diwakili oleh kata pada dan
peturu.
Contoh:
Ane ningehang satuanne I Tuung Kuning pada ngeling.
[ane nh3 hag satwanne i tuUrj kuniij pada 9li9]
'Yang mendengarkan cenita I Tuung Kuning semua menangis.'
I raga peturu muani patut mlajhin kaprawiraan.
[i rage pturu muwani patUt mlajahin kprawiran]
'Kita kaum laki-laki harus mempelajani kaperwiraan.'
Bentuk penjamakan yang mengacu pada tindakan.
Misalnya:
Kapah gall tepukin icang ía mablanja.
[kapah gati tapukin lea9 ya mablanj]
Arang pisan panggihin titiang ipun matumabasan.
[araij pisan paijgihin titiya9 ipUn m9tumbasan]
'Jarang sekali saya jumpai ha berbelanja.'
Tusing taen ía maang ngidih pipis.
[tushj taEn ya maarj ijidIh pipls]
'Tidak pernah ia memberi uang.'
Ia mula setuuk kageringan.
[yo. mula s tuUk kogriijan]
'Ia memang selalu sakit-sakitan.'
Eda teh setala matapa kuangan.
[ado tEh stata mtapo kuwa9an]
'Jangan mempunyai kebiasaan selalu merasa kekurangan.'
BAB Vifi KATA SERU
8.1 Pengertian
Pokok bahasan dalam bab mi ialah mengenai kata seru atau interjeksi.
Yang dimaksud dengan kata seru atau inteajeksi ialah satuan bentuk kebaha-
saan yang path umumnya menyerupai kata, tetapi di sisi lain mempunyai ke-
khususan tertentu balk dalam hal bentuk, fungsi maupun artinya.
Berikut ini adalah pemerian tentang kata seru.
8.2 Bentuk dan Arti
Dalam suatu percakapan seorang penutur sering kita dengar melontar-
kan suara-suara tertentu, seperti: a, e, o, u, dan i, atau ah, eh, oh, uh, dan
ih, atau ha, he, dan hi sebagai pertanda cetusan perasaan penutur. Suara-
suara yang merupakan pencerminan cetusan perasaan secara spontan itu di-
sebut kata seru atau interjeksi. Path umumnya bentuk kata seru monosilabel
serta berpola fonotaktik atau fonomatik seperti (k) v (k)., Ada pendapat yang
mengatakan bahwa bentuk kata seru seperti itu athlah yang paling primer dan
paling tua (Keraf, 1978:80). Tampak ada kecenderungan bentuk kebahasaan
itu menaekati anornatope yang berasal dan suara teriakan binatang seperti
gonggongan anjing, ocehan burung, kotek ayam, dan aum harimau, (Laporan
Penelitian Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta, 1980:205).
Lain dari bentuk interjeksi di atas masth ada bentuk interjeksi yang
dapat dipandang telah mengalami kemajuan. Artinya, kalau dilihat dari segi
perkembangan bentuknya telah terjadi peristiwa artikulasi, misalnya: yak,
wah, ye, we, nyen, nget, feg, be, beh, bah, nah, dan te. Bentuk kebahasaan
seperti mi dapat dipandang sebagai bentuk intedeksi pñmer karena keseder.
hanaannya. Dalam ragam bahasa lisan banyak sekali dijumpai pemakian inter-
jeksi seperti mi.
Di samping bentuk primer masth ada bentuk interjeksi yang lebih scm-
81
82
puma. Artinya, ada bentuk inteijeksi seperti kata bahasa Bali normal, misal-
nya: arah, aruh, aduh, uduh, badah, babo, ayok, imih, dan emeh. Bentuk in-
terjeksi seperti mi dapat digolongkan dalam bentuk sekunder.
Bila diperhatikan lebth jauh masih dijumpai bentuk interjeksi sekunder
yang kompleks. Pengertian kompleks ialah dapat berupa frase, klausa, dan ka-
limat. Misalnya: uduh betara, 'wahai betara', uduh dewa gusti 'wahai dewa
gusti', uduh mas mirah jiwatman titiang 'wahai mas permata jiwa hakku', imih
dewa ratu susuhunan titiang 'duhai dewa ratu junjunganku'. Di dalam pema-
kaiannya intexjeksi sekunder itu memiiki intonasi yang sesuai dengan mani-
festasi arti yang didukungnya. Antara inteijeksi primer dan interjeksi sekun-
der terdapat perbedaan pola intonasi. Umumnya mnterjeksi sekunder hanya
memiliki satu macam pola mtonasi saja, sedangkan inteijeksi primer mempu-
nyai pola intonasi bervariasi. Misalnya: intonasi interjeksi e atau eh, ada di-
antaranya diekpresikan dengan suara nada menurun atau menaik.
Contoh: _____%
e, eh.
Pemakaian mterjeksi dalam ragam tutur nonformal lebth tinggi frekuen-
sinya jika dibandingkan dalam ragam tutur formal. Boleh dikatakan dalam-ra-
gam tutur formal pemakaian interjeksi cukup terbatas. Dalam ragam nonfor-
mal pemakaian interjeksi itu sering mengalami perulangan (repetisi) sampai
dua tiga kali. Biasanya pengulangan itu sebagai penekanan arti saja dari cetus-
an perasaan si penutur, misalnya: e, e, nah, nah, aduh, dan aduh, serta
uduh, uduh, dan uduh.
Kalau diperhatikan secara teliti, sangat sukarlah menggolongkan inter-
jeksi itu ke dalam golongan kelas kata. Karena kata benda, kata kerja, kata
sifat, dan kata tambahan lain, sebagai satuan leksikal, sebenarnya telah men-
dukung arti tertentu. Wujud kata itu path dasamnya merupakan simbol atau
lambang untuk pengertian atau konsep-konsep tertentu pula. Terjadinya pe-
lambangan itu secaraarbitraris; saina sekali tidak terdapat hubungan fisik anta-
ma lambang dan konsep yang ditunjuknya. Satuan interjeksi perwujudannya
semata-mata karena desakan perasaan saja. Tampak ada korelasi erat antara
bunyi-bun a, e, o, u, dan i dan cetusan perasaan si penutur. Misalnya, pe.
nutur yang dalam keadaan sedih atau kesakitan ditandai dengan tangis, ke-
adaan penutur yang gembira ditandai dengan tertawa, atau keadaan penutur
yang sedang dicekam rasa takut akan ditandai dengan sikap gugup (resah).
83
Dengan adanya situasi yang demikian itu, dapat diperoleh petunjuk bahwa in-
terjeksi primer itu merupakan pertanda dari lambang (Laporan Penelitian
Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta. 1980:245).
Pada hakikatnya lambang itu terdiri dari bentuk dan arti. Bentuk dan
makna merupakan satu kesatuan yang disebut komposit karena satu dengan
yang lain tidak dapat dipisahkan, seakan-akan terdapat nilai yang erat hubung-
annya dengan sebab akibat. Itulali sebabnya, hubungan antara luapan perasa-
an si penutur- dan interjeksi itu tidaldah searbitrer hubungan antara kata lek-
sikal dan konsep-konsep yang dilambangkannya, tenutama inteijeksi yang
tidak tergolong sekunder. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
interjeksi itu ialah sebagai penandaan cetusan perasaan secara spontan untuk
perasaan takut, sakit, sayang, kagum, heran, terkejut, jengkel atau kecewa,
dan gembira.
Dalam hubungan cetusan spontanitas perasaan penutur itu, intonasi me-
mainkan peranan yang sangat penting. Jadi, faktor suprasegmental ikut me-
warnai pemakaian interjeksi dalam sistem komunikasi untuk mencapai tujuan
te,tentu. Untuk memperoleh gambaran yang agak jelas mengenai interjeksi
dalam bahasa Bali, benikut mi disajikan tentang penandaan beberapa interjeksi
yang berhasil ditemukan dalam penelitian ml.
1. a [a] menandai perasaan terpukau dalam menyaksikan peristiwa ter-
tentu, misalnya, bunyi a yang berulang-ulang diucapkan oleh
para peserta sabung ayam.
2. e [E] menandai permintaan perhatian, misalnya, memanggil seorang
anak.
3. o [01 menandai perasaan heran
4. i [I] menandai perasaan jijik atau ngeri, misalnya, seorang gadis se-
cara tiba-tiba melihat seekor ulat besar tanpa bulu di daun ka-
yu
5. ah [ahi menandal perasaan menampik seruan atau ajakan
6. eh atau eeh [Eh] menandai perasaan menolak ajakan
7. ih [Ih] menandai perasaan marah
8. oh [Oh] menandai perasaan heran dan bisa juga menandai perasaan
kagum
9. yah [yah] menandai perasaan heran
10. buh [bUh] menandai perasaan takjub
11. ye [yE] menandai perasaan ragu-ragu
84
12. we [wE] menandai permintaan perhatian
13. jeg [jog] menandai perasaan kagum
14. nget [got] menandai perasaan kagum
15. beh [bEh] menandai perasaan menolak atau kurang setuju
16. bah [bah] menandai perasaan heran
17. nah [nah] menandai perasaan setuju
18. peh [pEh] menandai perasaan menolak atau kurang sependapat
19. te [tE] menandai penegasan
20. arah [arah] menandai perasaan kurang sependapat
21. aruh [arUh] menandai perasaan heran
22. aduh [adUhj menandai perasaan sakit atau sedih
23. uduh [udUh] menandai perasaan sayang, belas kasthan, dan perasaan
takwa kepada kebesaran Tuhan
24. badah [badah] menandai perasaan kecewa
25. babo [babO] menandai perasaan heran bercampur kecewa
26. imth [imlh] menandai perasaan heran
27. emeh [emEh] menandai perasaan heran
28. uduh betara fudUh
.
ba tars I menandai perasaan untuk meminta perha-
tian
29. uduh dewa gusti [udUh dewo gusti] menandai perasaan heran atau me-
minta perhatian
30. uduh mas mirah jiwatman titiang [udUh mas mirali jiwatman titiyal)]
menandai perasaan kasth sayang
31. imih dewa ratu sasuhunan titiang [imlh deo ratu sosUhUnan titiy]
menandai perasaan kagum dan kasth sayang.
Berdasarkan contoh di atas nyatalah bahwa interjeksi dapat clipakai
untuk menandai cetusan perasaan.
Biasanya interjeksi jtu diujarkan dengan nada intonasi tertentu dengan
suprasegmental tertentu yang berbeda-beda pula. Dengan demikian, dapat
lebih diketahui identitas interjeksi itu karena ia mendukung arti ekspresif.
Interjeksi tidak memiiki arti komunikatif. Ia tidak mengharapkan tanggapan,
sambutan, jawaban, atau komentar dari lawan bicara (Laporan Penelitian
Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta. 1980:32).
Menurut Barber (1977), bahasa Bali memiiki sejumlah kata interjeksi,
di antaranya ada yang berbentuk monosilabel. Pembagian bentuk interjeksi
itu didasarkan pada makna, yakni sebagai berikut.
85
1. Menyatakan ketakjuban: nget, jeg(jag), dan pah
Dalam suatu kallinat, bentuk inteijeksi ml erat kaitannya dengan keada-
an yang tiba-tiba.
Misa]nya:
Aitha ileh-ileh tuara tepukina, nget teka iba-ibana.
[a1lh ioh-il'h tuwaxg t9pukin3 gol t9ko iba-ibanJ
'Ke sana kemari dicari tidak dijumpai, tahu-tahu datang sendiri.'
Keto pisunane teka jeg guguna.
[bto pisunane to k9 jag gugun]
'Fitnah yang begitu kon dipercaya.'
2. Menyatakan keajaiban: beh dan be
Misalnya:
Beh kaliwat baana nyayangang cucunne.
[bEh kaliwat baana nayai)aij cucUnnej
'Wah, luar biasa caranya menyayangi cucunya.'
Be, ne Gusti Made wau rauh!
[bEh, ne gusti made wau rawuh]
'Oh, nil Gusti Made barn datang!'
3. Menyatakan kesedihan, kepedihan: duh, uduh
Misalnya:
Yajerit-/erit tur mamuny!, "Uduh bapa olasin titiang!"
[ya ja rit-ja nt tur rnamuni, Uduh bapa olasin titiyaJ]
la nenjerit-jerit sambil meratap, "Aduhai Ayahanda, kastharn hamba!"
4. Menyatakan rasa kasthan: bes, las
Misalnya:
Kenkenang baan tuara sedih bes panak mall!
[kenkena9 baan tuwara s3dth bas panak mati]
'Bagaimanakah tidak seclih, habis anak mati!'
Cening las pesan ngalahin meme mali!
[conii3 las psan 9alihin meme mati]
'Sampai hati Ananda mati meninggaikan ibu!'
86
5. Menyatakan celaan: bas (bes), pek, p1/i
Misalnya:
Fl/i amonto baanga nasi sop acepok dogen telah!
.[plh amonto baal)9 nasi sop acopok dogen tolah]
'Wah, hanya sekian diberi nasi, makan sekali saja sudah habis!'
6. Hal seruan: i/i, duh, uduh biasanya digunakan untuk memuliakan sese-
orang. Yang lain: eh, e yang nilainya mirib dengan celaan.
lh iruna, kai makruna teken iba!
[th trunokai mokruno taken ib]
'Hai orang muda, aku berkata kepadamu!'
7. Keraguan yang sangat: masa
Misalnya:
Suba tekek talinne maw nyidaang leb!
[subo tokak talinne maso nidaarj leb]
'Sudah kencang talinya masak bisa lepas!'
8. Menyatakan kesakitan: deh, ne/i, enden perintah yang singkat, misalnya:
deli, neh, enden.
Contoh:
Deh baangjani!
[dEh baa9 jani]
'Ben deh sekarang!'
Ne/i baanga pipis!
[nEh baarjo pipls]
'Inilah uang!'
Mat ía enden!
[mai j oondEn]
'Mari dulu!'
9. Menyatakan ketidaksabaran: jalan/lan, ba
Misalnya:
Jalan/lan mull/i!
[jalan/lan mulih]
"Ayo pulang!'
87
Ketoang ha apang melahwz!
[kEtowaj bG apaj ni'lahan]
'Begitukanlah agar lebth baik!'
10. Ada beberapa kata kerja yang mengandung pengertian perintah dapat
dikelompokkan dalam interjeksi, misalnya: tegarang dan indayang.
Contoh:
Tegrang/a pagigisin masahut!
[tGgaral) 39 p gigisin m9saut]
'Cobalah pelan-pelan menjawab!'
Kalau diperhatikan kedua daftar intetjeksi di atas, dapat dikatakan
bahwa umumnya mempunyai persamaan semantik. Path daftar terakhir tidak
disebutkan satuan interjeksi yang berbentuk frase, klausa, dan kalimat. Bah-
kan, ada beberapa kata kerja yang mempunyai nilai makna perintah dimasuk-
kan dalam satuan interjeksi.
8.3 Fungsi Kata Seru
Sekalipun kata seru dapat dikelompokkan dalam kelas kata, tetapi ia
berbeda dengan kata benda dan kata kerja. Perbedaan itu tampak pada fungsi-
nya. Interjeksi sama sekali tidak dapat menduduki fungsi subjek, predikat,
atau komplemen suatu kalimat. Dengan kata sifat dan kata tambahan juga
berbeda. Perbedaan itu terletak pada kedudukan interjeksi yang tidak dapat
ditentukan modifikasinya sebagai kata benda atau kata kerja. Di samping itu,
interjeksi tidak berfungsi untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian struk-
tur wacana, seperti kalimat, klausa, frase, dan kata sebagaimana dilakukan
oleh kata penghubung. Peranan yang dimainkan interjeksi hanyalah menanthi
wacana karena unsur intonasi dan suprasegmental menentukan warna perasa-
an dan maksud si penutur, khususnya dalam ragam nonformal. Kemampuan
menggunakan serta memahami mterjeksi itu penting sekali.
8.4 Distribusi dan Frekuensi
Bila dilihat dari segi pemakaiannya, interjeksi itu path umumnya lebth
banyak dipakai dalam ragam tutur lisan. Path ragam mi mtonasi dan supraseg-
mental banyak mewarnai cetusan perasaan si penutur. Sangat jarang terdengar
pemakaian interjeksi pada ragam tutur formal, seperti dalam pidato resmi
88
atau pembicaraan resmi dalam adat perkawinan. Sangat berbeda keadaannya
dalam percakapan dalam rumah tangga, adegan seni drama tradisional, dan
dalam seni lawak, terutama dalam dialog antara penutur pertama dan lawan
bicara. Dengan kata lain, pemakaian interjeksi itu lebth banyak dalam wacana
dramatis bila dibandungkan dengan dalam wacana naratif.
Diteliti dari distribusinya, interjeksi bahasa Bali pada umumnya dipakal
pada awal atau tengah kalimat.
Contoh pada awal kalimat:
Ye, dadi buwin teka mail (k.)
[ya, dadi buwun takp mail .
'Lho, kok datang lagi kemari!'
Bah, suba katakeh ía nganggon ba/un icange.
[bah, subs ktakh yo rjarjgon bajun icalp I
'Hah, sudah diduga ia yang memakai baju saya!'
Maca ía tandruh, anak di arepne suba yang bungkunge ento.
[masø ya tandruh anak diar9:pne sub9 jaij bukUneJ
'Masa Ia berlagak tidak tahu, sudah di hadapannya diletakkan cincin itu.
Jeg suba masaut, konden. takonina teken perbekele.
[jag subo msaut konDen takonun taken prbokale]
'Kok sudah menjawab, sebelum ditanyai oleh kepala desa.'
Contoh path tengah kalimat:
I Ngente Ngemban masasambatan, "Uduh gusti bataran titiang, banget
pisan kesangsaran cokor i dewa driki I"
[i Ijinten mban massambatan, udUh gusti bataran titiy, b9at pisan
kssaran cokor i dewadriki]
I Nginte Ngemban berkata, "Aduhai tuan gusti junjungan hamba sung-
guh sengsara tuanku di tempat mu !"
Ken kenang tuara sebet kenehe, bes panak matL
[kenkenatj tuwar3 sabot k9nahe bas panak mati]
'Bagaimana tidak sedih, habis anak mati.'
Dadi dint ngeling nyen sih ngendahang.
[dadi dliii J3 lii) nyEn sih 9endahai)]
'Kok di sini menangis, siapakah mempermainkan?'
89
Selegang mlajah, eda te pall macanda.
[skga9 mlajah oda tE pati niocand]
'Rajin-rajinlah belajar, jangan dong bermam melulu.'
BAB IX KATA SANDANG
9.1 Pengertian
Baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah, seperti bahasa Jawa dan
Bali menilliki unsur yang disebut kata sandang, misalnya, dalam bahasa In-
donesia: yang, itu, nya, si, hang, dan dang (Keraf, 1980:81). Contoh dalam
bahasa Jawa: sang, hyang, sang-yang, dhanyang, si dan pun (Laporan Peneli-
tian Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta, 1980:245). Dari sejumlah kata san-
dang di atas di antaranya ada yang sama dengan kata sandang bahasa Bali.
Sesungguhnya kata sandang itu ialah salah satu unsur bahasa yang me-
ngabdi pada kata benda. Yang mengabdi pada kata benda mempunyai per -
tautan erat dengan nama diri atau jabatan dalam masyarakat. Kata dandang
tidak mendukung suatu arti, tetapi memiliki fungsi tertentu. Fungsinya dapat
dibagi atas dua bagian, (a) menentukan kata benda, (b) mensubstantiftan
suatu kata atau menominalisasikannya. Dilihat dari kedudukannya, ia dike-
lompokkan ke dalam partikel. Dalam buku tata bahasa Bali masalah kata san-
dang itu hanya disinggung sepintas lalu saja. Kersten (1970) hanya mengemu-
kakan tiga jenis kata sandang, yaitu i, sang, dan para Kata sandang i dipakai
teristimewa untuk orang, kata sandang sang dipakai dalam kesusastraan, dan
kata sandang para untuk menyatakan bentuk jamak.
Begitu pula dalam buku karangan Barber (1977) tidak banyak diung-
kapkan masalah kata sandang itu. Ia mencatat beberapa buah kata sandang
dalam bahasa Bali, misalnya, i, ni, ki, dan sang. Bahkan, dinyatakan bahwa
ada beberapa kata sandang yang dapat dikelompokkan sebagai penanda jabat-
an kasta (caste-titles) sesuai dengan struktur atau sistem lapisan sosial masya-
rakat Bali misalnya:
Untuk Sudra: men/pan atau nanang pada umumnya untuk sebutan seseorang
yang telah berkeluarga.
;J1
92
Contoh:
men Blenjo [ mEn blEnjo], men Monogan [mEn monogan] , pan Ba-
lang Tamak [pan bala tamak] ,pan Brayut [pan brayUt] , nanang atau
nang lengar [nana9] atau [nag 199ar] , nangSoplogan [nag sOplogan].
Untuk Weysa: sang untuk tingkatkan yang lebih rendah, i dewa untuk tingkat-
an yang lebih tinggi.
Misalnya:
Sang kade Wikan [sag kade wikan], i dewa Nyoman Bunutin [i dawa
noman bunutln]
Untuk Satrya: gusti, ratu. Bagi wanita sering ditambah dengan ayu.
Misalnya:
I Gusti Ayu Intaran,
I Gusti Made Pameregan, dan lain-lain
Untuk Brahmana: ida. Sebagai contoh dikemukakan: Ida Ngurah, Ida Kaler,
dan sebagainya.
9.2 Bentuk
Kata sandang hanya terdapat di depan kata nama din.
Misalnya: I Kakul, I Ti was, IMacan, IKelor, dan IBikul
9.3 Fungsi
Kata sandang dalam bahasa Bali memiliki fungsi tertentu dalam struk-
tur wacana. Fungsi dari tiap-tiap kata sandang itu ialah sebagai berikut.
a. Kata Sandang i
Kata sandang mi disebut juga kata sandang istimewa untuk orang (Kers-
ten, 1970:77). Fungsinya sebagai penanda diri Jaik untuk orang, binatang
maupun untuk tumbuh-tumbuhan, misalnya: i meme 'ibu', i Swasta 'i
Swasta, i made Sanggra 'i made Sanggra', i macan 'Si harimau', i cicing 'si
anjing', i kelor 'si kelor', i jarak 'si jarak', i poh 'si manggah'.
Bila diperhatikan lebth jauh, fungsi kata sandang itu tampak ada kecende-
rungan berekuivalen dengan si dalam bahasa Indonesia.
93
I macan 'Si macan', i kelor 'Si kelor', dan lam-lain. Di samping itu, kata san-
dang i dapat berarti kolektif, misalnya: I manusa 'bangsa manusia', i pali-
tan 'rakyat jelata.'
b. Kata Sandang ki
Kata sandang mi berfungsi sebagai penanda nama diii, misalnya: Ki Ga-
gakturas [ki gagakturas] , Ki Dangdang Gendis [ki darjda gndis].
c. Kata Sandang Ni
Kata sandang mi hampir sama fungsinya dengan kata sandang i Pema-
kaiannya hanya pada awal nama orang perempuan.
Misalnya: Ni Sukasti, NiNyoman Lastri, dan Ni Ketut Metri.
d. Kata Sandang men, pan, nang, sang, I dewa, gusti, dan ida adalah sebagai
penanda nama diri dalam struktur lapisan sosial masyarakat Bali.
e. Kata Sandang sang
Di sisi lain kata sandang sang berarti menghormati dan sebagai alat no-
minalisasi, misalnya:
Para dewa ngoda sang tapa. [par o- dewa nodo sag tap.9]
'Para dewa menggoda sang petapa.'
Sang pematut [sag pomatut] 'yang berwajib.'
f. Kata Sandang hyang
Kata sandang mi dipakai juga sebagai penentu hormat, yang ditujukan
kepada para dewa.
Misalnya:
Hyang Narada masiluman dadi dedari.
[hiya9 Norado mosiluman dadi dodari]
'Hyang Narada menjelma jadi bidadari.'
g. Kata Sandang sanghyang
Kata sandang mi terbentuk dari kata sandang sang dengan hyang, ber-
fungsi untuk menghormat.
94
Misalnya:
Sanghyang prama kawi.
[sal) hiya9 pram9 kawi]
'Tuhan pencipta alam semesta.'
Ring padalangan seringBatara Guru kawastanin SanghyangManik-
maya.
[ru) po. da1aran semj b a tam guru 1c wastanin sarjhyai3 manik-
mayo]
'Dalam dunia pedalangan Batara Guru sering juga disebut Sang-
hyang Manikmaya.'
h. Kata Sandang danghyang
Kata sandang mi juga menyatakan hormat.
Contoh:
Danghyang Nirartha minakadi guru a/i.
[dasjlnya9 nirartha minkadi guru au]
'Danghyang Nirartha merupakan guru ilinu pengetahuan.'
Bentuk kata sandang mi, frekuensi pemakaiannya terbatas sekali, yaitu
hanya dalam kesusastraan saja.
0 Comments :
Posting Komentar