Tampilkan postingan dengan label EYD. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label EYD. Tampilkan semua postingan
Home » Posts filed under EYD
Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan
sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan,
pemenggalan itu dilakukan di antara kedua
huruf vokal itu.
Misalnya:
ma-in sa-at bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah
diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la bukan a-u-la
sau-da-ra bukan sa-u-da-ra
am-boi bukan am-bo-i
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan-huruf konsonan, di antara
dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan
sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak ba-rang su-lit
la-wan de-ngan ke-nyang
mu-ta-khir
c. Jika di tengah kata ada dua huruf kosonan
yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara kedua huruf konsonan itu. Gabunganhuruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di som-bong swas-ta
cap-lok Ap-ril bang-sa
makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di
antara huruf konsonan yang pertama dan
huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men ul-tra
in-fra bang-krut
ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk
serta partikel yang biasanya ditulis serangkai
dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an me-rasa-kan
mem-bantu pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapatdapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagat berikut.
Misalnya:
te-lun-juk
si-nam-bung
ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur
dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan
unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di
antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur
gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c,
dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-gra fi bi -o-gra - fi
foto-grafi fo-to-gra-fi
intro-speksi in-tro-spek-si
kilo-gram ki-lo-gram
kilo-meter ki-lo-me-ter
pasca-panen pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang
lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.
II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai
huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!”
“Kemarin engkau terlambat,” katanya.
“Besok pagi,” kata Ibu, “dia akan berangkat.”
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
dalam ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah Alkitab Islam
Yang Mahakuasa Quran Kristen
Yang Maha Pengasih Weda
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar
kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan
yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti
nama orang, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik
menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama
jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai
sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengidonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus hari Natal
bulan Maulid Perang Candu
hari Galungan tahun Hijriah
hari Jumat tarikh Masehi
hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai
nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya
perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara Kali Brantas
Banyuwangi Lembah Baliem
Bukit Barisan Ngarai Sianok
Cirebon Pegunungan Jayawijaya
Danau Toba Selat Lombok
Dataran Tinggi Dieng Tanjung Harapan
Gunung Semeru Teluk Benggala
Jalan Diponegoro Terusan Suez
Jazirah Arab
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur
nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama
jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi
kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia,
Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta
nama dokumen resmi.
Misalnya:
menjadi sebuah republik
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menurut undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti
di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak
terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke
Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
la menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum
Perdata.”
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
Misalnya:
Dr. doktor
M.A. master of arts
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman
yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silakan duduk, Dik” kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang
tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf
kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan
asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia
mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di
negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan
menjadi ‘pandangan dunia.’
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau
kata yang akan dicetak miring diberi, satu garis
di bawahnya.
III. Penulisan Kata
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis
serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar
dikelola
penetapan
menengok
mempermainkan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan
atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan garis bawahi
menganak sungai sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal
E, Ayat 5.)
Misalnya:
menggarisbawahi menyebarluaskan
dilipatgandakan penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
serangkai.
Misalnya:
adipati mahasiswa
aerodinamika mancanegara
antarkota multilateral
anumerta narapidana
audiogram nonkolaborasi
awahama Pancasila
bikarbonat panteisme
biokimia paripurna
caturtunggal poligami
dasawarsa pramuniaga
dekameter prasangka
demoralisasi purnawirawan
dwiwarna reinkarnasi
ekawarna saptakrida
ekstrakurikuler semiprofesional
elektroteknik subseksi
infrastruktur swadaya
inkovensional telepon
introspeksi transmigrasi
kolonialisme tritunggal
kosponsor ultramodern
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf
awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua
unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia pan-Afrikanisme
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti
oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar,
gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa
melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Pengasih
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak gerak-gerik
biri-biri huru-hara
buku-buku lauk-pauk
bumiputra-bumiputra mondar-mandir
centang-perenang porak-poranda
hati-hati ramah-tamah
hulubalang-hulubalang sayur-mayur
kuda-kuda tukar-menukar
kupu-kupu tunggang-langgang
kura-kura terus-menerus
laba-laba berjalan-jalan
mata-mata menulis-nulis
sia-sia dibesar-besarkan
undang-undang
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya
ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar mata pelajaran
orang tua simpang empat
kambing hitam meja tulis
persegi panjang kereta api cepat luar biasa
model linear rumah sakit umum
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang
mungkin menimbulkan kesalahan pengertian,
dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar buku sejarah-baru
ibu-bapak kami orang-tua muda
anak-istri saya mesin-hitung tangan
watt-jam
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
E. Kata Ganti -ku, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di
perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata
yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti
kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D,
Ayat 3).
Misalnya:
acapkali
adakalanya
akhirulkalam
alhamdulillah
astagriullah
bagaimana
barangkali
beasiswa
belasungkawa
bilamana
bismillah
bumiputra
daripada
darmabakti
darmasiswa
darmawisata
dukacita
halalbihalal
hulubalang
kacamata
kasatmata
kepada
keratabasa
kilometer
manakala
manasuka
mangkubumi
matahari
olahraga
padahal
paramasastra
peribahasa
puspawarna
radioaktif
saptamarga
saputangan
saripati
sebagaimana
sediakala
segitiga
sekalipun
silalurahmi
sukacita
sukarela
sukaria
syahbandar
titimangsa
wasalam
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam semalam di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
la ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis
serangkai.
Si Amin tebih tua daripada Si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak
penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir
dalam kenduri itu.
G. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si
pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya
adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sekalipun, sungguhpun, dan walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut
berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan
dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan
‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang
mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1
April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per
satu.
Harga kain itu Rp2.000.00 per helai.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang
terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan,
jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A. master of business administration
M.Sc. master of science
S.E. sarjana ekonomi
S.Kar. sarjana karawitan
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
Bpk. Bapak
Sdr. Saudara
Kol. Kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, badan atau organisasi,
serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital
dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
GBHN Garis-Garis Besar Haluan
Negara
SMTP sekolah menengah tingkat pertama
PT perseroan terbatas
KIP kartu tanda pengenal
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga kata
atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
hlm. halaman
sda. sama dengan atas
Yth. Yang terhormat
Tetapi:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
TNT trinitrotoluen
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp rupiah
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan
huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan
huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
SIM surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan
suku kata atau gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata ditulis dengan huruf awal
huruf kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim,
hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
(1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi
jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
J. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4,5,6, 7, 8, 9
Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII,
IX, X, L (50), C (100), D
(500), M (1.000), V (5.000),
M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasalpasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran
panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu,
(iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
5 kilogram pukul 15.00
4 meter persegi tahun 1928
10 liter 17 Agustus l945
Rp5.000,00 50 dolar Amerika
US$3.50* 10 paun Inggris
$5.10* 100 yen
¥100 10 persen
2.000 rupiah 27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda desimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan
nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian
karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas 12
dua puluh dua 22
dua ratus dua puluh dua 222
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah ½
tiga perempat ¾
seperenam belas 1/16
tiga dua pertiga 3 2/3
seperseratus 1/100
satu persen 1%
satu permil 1‰
satu dua persepuluh 1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat
dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X
Paku Buwono ke-10
Paku Buwono kesepuluh
Bab II
Bab ke-2
Bab kedua
Abad XX
Abad ke-20
Abad kedua puluh
Tingkat V
Tingkat ke-5
Tingkat kelima
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat
akhiran -an mengikuti cara yang berikut (Lihat
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 5).
Misalnya:
tahun ’50-an atau tahun lima puluhan
uang 5000-an atau uang lima ribuan
uang lima 1000-an atau uang lima seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang
setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang
memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis
dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat
pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
250 orang tamu diundang Pak Darmo.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang
Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang
besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman
250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120
juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan
huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang
pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan
huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar
Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus
rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar
999,75 (sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus)
rupiah.
IV. Penulisan Unsur Serapan
Bab ini sudah dimuat dalam butir 6.5, 6.6, dan 6.7
Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) sehingga tidak diuraikan lagi di sini.
V. Pemakaian Tanda Baca
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang
bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf
dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan
Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. ...
b.1. Patokan Umum
1.1. Isi Karangan
1.2. Ilustrasi
1.2.1. Gambar Tangan
1.2.2. Tabel
1.2.3. Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau
huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka
atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam
deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka
jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20
detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka
jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka
waktu.
Misalnya:
1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul
tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan
ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan
1.231 jiwa.
6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD '45)
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat
pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan
alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
1 April 1991
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif 43
Palembang
Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 7l
Jakarta
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya mcmbeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus
memerlukan perangko.
Satu, dua, ... tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat
setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak
Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
didahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan
anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan
akan tetapi.
Misalnya:
.... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
.... Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai unluk memisahkan kata
seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6. Tanda koma dipakai unluk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat
juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan
M.)
Misalnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekati,” kata Ibu, “karena
kamu lulus.”
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan
tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala Lumpur, Malaysia
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian
nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata-bahasa
Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2.
Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian
dalam catatan kaki.
Misalnya:
WJ.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia
untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP
Indonesia. 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan
gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,
atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau diantara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan
yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang
laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang
perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang
pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan
namanya pada panitia.
13. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari
salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan
terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguhsungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
C. Tanda Titik Koma(;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai
juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu
sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal
nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar.”
D. Tanda Titik Dua (:)
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu
pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau
pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah
tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau
perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi
umum dan jurusan ekonomi perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai scsudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua: Ahmad Wijaya
Sekretaris: S. Handayani
Bendahara: B.Hartawan
b. Tempat Sidang: Ruang 104
PengantarAcara: Bambang S.
Hari: Senin
Waktu: 09.30
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama
sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
Misalnya:
Ibu: (meletakkan bebcrapa kopor)
“Bawa kopor ini, Mir!”
Amir: “Baik, Bu.” (mengangkat kopor
dan masuk)
Ibu: “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!”
(duduk di kursi besar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat
dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak
judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan
acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur
Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo. 1968. Tjukupkah
Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita?
Djakarta: Eresco.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda Hubung menyambung suku-suku kata
dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ….
Beberapa pendapat mengenai masalah
itu telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ….
bukAn
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak …
Tanda hubung menyambung awalan dengan
bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita mengukur kelapa.
Senjata ini merupakan alat pertahanan yang canggih.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata
ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan
pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai
pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas
(i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan,
dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 5000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-lima-ribuan (1 2500)
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i)
se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan
huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka
dengan -an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital
dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia
se-Jawa Barat
hadiah ke-2
tahun 50-an
mem-PHK-kan
hari-H
sinar-X
Menteri-Sekretaris Negara
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (—)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan
tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu
sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah
mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau
tanggal dengan arti ‘sampai’.
Misalnya:
1910–1945
Tanggal 5–10 April 1970
Jakarta–Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan
dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis (...)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam kalimat
atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih
lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah
kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga
buah untuk menandai penghilangan teks dan
satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan
dengan hati-hati ....
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau
yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
1. Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan
anak istrinya.
Merdeka!
J. Tanda Kurung ((...))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan
atau penjelasan.
Misalnya;
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun
DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama
tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan
arus perkembangan baru dalam pasaran
dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf-atau kata yang
kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang
memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a)
alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ([...])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan
pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis
orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di
dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam
kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya
[lihat halaman 35-38] tidak dibicarakan)
perlu dibentangkan di sini.
L. Tanda Petik (“...”)
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan
tertulis lain.
Misalnya :
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara
ialah bahasa Indonesia.”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau
bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah “Bola Lampu”dalam buku Dari Suatu
Masa, dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA”
diterbitkan dalam Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5
buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang
dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba
dan ralat” saja.
la bercelana panjang yang di kalangan remaja
dikenal dengan nama “cutbrai”.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat
ditempatkan di.belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti
khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia
sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup
pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi
di sebelah atas baris. Tanda baca ditulis di luar
tanda petik karena yang di dalam petik bukan
makna harfiah. Ditulis melekat pada kata juga
boleh.
M. TandaPetik Tungga1 (‘...’)
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’
tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar
teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang,’ dan rasa
letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing. (Lihat
pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back balikan
N. Tanda Garis Miring
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat
dan nomor pada alamat dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti
kata dan, atau, atau tiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp150,00/lembar
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)
Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
1 Januari ‘88 (‘88 = 1988)
***
Catatan SWD: Seperti tanda baca lain, tanda titik
dua (:) ditulis melekat pada kata yang diberi tanda
baca. Tidak ada titik dua menggantung atau berdiri
sendiri
Langganan:
Postingan
(
Atom
)