EYD

Tampilkan postingan dengan label EYD. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label EYD. Tampilkan semua postingan

EYD





Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan 
sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, 
pemenggalan itu dilakukan di antara kedua 
huruf vokal itu.
Misalnya: 
ma-in sa-at bu-ah 
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah 
diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak 
dilakukan di antara kedua huruf itu. 
Misalnya:
au-la bukan a-u-la
sau-da-ra bukan sa-u-da-ra
am-boi bukan am-bo-i
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, ter￾masuk gabungan-huruf konsonan, di antara 
dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan 
sebelum huruf konsonan. 
Misalnya:
ba-pak ba-rang su-lit
la-wan de-ngan ke-nyang
mu-ta-khir
c. Jika di tengah kata ada dua huruf kosonan 
yang berurutan, pemenggalan dilakukan di 
antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan￾huruf konsonan tidak pernah diceraikan. 
Misalnya:
man-di som-bong swas-ta
cap-lok Ap-ril bang-sa
makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konso￾nan atau lebih, pemenggalan dilakukan di 
antara huruf konsonan yang pertama dan 
huruf konsonan yang kedua. 
Misalnya:
in-stru-men ul-tra
in-fra bang-krut
ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, terma￾suk awalan yang mengalami perubahan bentuk 
serta partikel yang biasanya ditulis serangkai 
dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada per￾gantian baris.
Misalnya:
makan-an me-rasa-kan
mem-bantu pergi-lah 
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat￾dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal. (Lihat juga ke￾terangan tentang tanda hubung, Bab V, 
Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemeng￾galan kata dilakukan sebagat berikut.
Misalnya:
te-lun-juk
si-nam-bung
ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur 
dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan 
unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di 
antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur 
gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, 
dan 1d di atas. 
Misalnya:
bio-gra fi bi -o-gra - fi
foto-grafi fo-to-gra-fi
intro-speksi in-tro-spek-si
kilo-gram ki-lo-gram
kilo-meter ki-lo-me-ter
pasca-panen pas-ca-pa-nen 
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang 
lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia 
yang Disempurnakan kecuali jika ada pertim￾bangan khusus.
II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring 
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai 
huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pe￾tikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?” 
Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!” 
“Kemarin engkau terlambat,” katanya. 
“Besok pagi,” kata Ibu, “dia akan berangkat.”
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
dalam ungkapan yang berhubungan dengan 
nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti 
untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah Alkitab Islam
Yang Mahakuasa Quran Kristen
Yang Maha Pengasih Weda
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar 
kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan 
yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
nama gelar kehormatan, keturunan, dan keaga￾maan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma nama gelar kehormatan, keturunan, dan 
keagamaan yang tidak diikuti nama orang. 
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti 
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti 
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama 
tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti 
nama orang, atau nama tempat. 
Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik 
menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf per￾tama nama orang yang digunakan sebagai nama 
jenis atau satuan ukuran. 
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai 
sebagai bentuk dasar kata turunan. 
Misalnya:
mengidonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa 
sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus hari Natal
bulan Maulid Perang Candu
hari Galungan tahun Hijriah
hari Jumat tarikh Masehi
hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai 
nama. 
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan 
kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya 
perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
nama geografi. 
Misalnya:
Asia Tenggara Kali Brantas
Banyuwangi Lembah Baliem
Bukit Barisan Ngarai Sianok
Cirebon Pegunungan Jayawijaya
Danau Toba Selat Lombok
Dataran Tinggi Dieng Tanjung Harapan
Gunung Semeru Teluk Benggala
Jalan Diponegoro Terusan Suez
Jazirah Arab
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma istilah geografi yang tidak menjadi unsur 
nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma nama geografi yang digunakan sebagai nama 
jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama se￾mua unsur nama negara, lembaga pemerintah 
dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi 
kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia 
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak 
Keputusan Presiden Republik Indonesia, 
Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma kata yang bukan nama resmi negara, lembaga 
pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta 
nama dokumen resmi. 
Misalnya:
menjadi sebuah republik 
beberapa badan hukum 
kerja sama antara pemerintah dan rakyat 
menurut undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terda￾pat pada nama badan, lembaga pemerintah dan 
ketatanegaraan, serta dokumen resmi. 
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
semua kata (termasuk semua unsur kata ulang 
sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat 
kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti 
di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak 
terletak pada posisi awal. 
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke 
Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra. 
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pemba￾ngunan.
la menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum 
Perdata.”
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan 
sapaan. 
Misalnya:
Dr. doktor
M.A. master of arts
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti 
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman 
yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silakan duduk, Dik” kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan. 
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta￾ma kata penunjuk hubungan kekerabatan yang 
tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. 
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berke￾luarga.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama 
kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu? 
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk 
menuliskan nama buku, majalah, dan surat 
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk me￾negaskan atau mengkhususkan huruf, bagian 
kata, kata, atau kelompok kata. 
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf 
kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk 
menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan 
asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia 
mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di 
negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan 
menjadi ‘pandangan dunia.’ 
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau 
kata yang akan dicetak miring diberi, satu garis 
di bawahnya.
III. Penulisan Kata 
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu ke￾satuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu. 
Kantor pajak penuh sesak. 
Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis 
serangkai dengan kata dasarnya. 
Misalnya:
bergeletar 
dikelola
penetapan
menengok
mempermainkan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan 
atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang 
langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat 
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, 
Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan garis bawahi
menganak sungai sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata 
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur 
gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga 
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal 
E, Ayat 5.)
Misalnya:
menggarisbawahi menyebarluaskan
dilipatgandakan penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipa￾kai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis 
serangkai. 
Misalnya:
adipati mahasiswa
aerodinamika mancanegara
antarkota multilateral
anumerta narapidana
audiogram nonkolaborasi
awahama Pancasila
bikarbonat panteisme
biokimia paripurna
caturtunggal poligami
dasawarsa pramuniaga
dekameter prasangka
demoralisasi purnawirawan
dwiwarna reinkarnasi
ekawarna saptakrida
ekstrakurikuler semiprofesional
elektroteknik subseksi
infrastruktur swadaya
inkovensional telepon
introspeksi transmigrasi
kolonialisme tritunggal
kosponsor ultramodern
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf 
awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua 
unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia pan-Afrikanisme
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti 
oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, 
gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa 
melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang 
Maha Pengasih
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan meng￾gunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak gerak-gerik
biri-biri huru-hara
buku-buku lauk-pauk
bumiputra-bumiputra mondar-mandir
centang-perenang porak-poranda
hati-hati ramah-tamah
hulubalang-hulubalang sayur-mayur
kuda-kuda tukar-menukar
kupu-kupu tunggang-langgang
kura-kura terus-menerus
laba-laba berjalan-jalan
mata-mata menulis-nulis
sia-sia dibesar-besarkan
undang-undang
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata maje￾muk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya 
ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar mata pelajaran
orang tua simpang empat
kambing hitam meja tulis 
persegi panjang kereta api cepat luar biasa 
model linear rumah sakit umum
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang 
mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, 
dapat ditulis dengan tanda hubung untuk 
menegaskan pertalian di antara unsur yang 
bersangkutan. 
Misalnya:
alat pandang-dengar buku sejarah-baru
ibu-bapak kami orang-tua muda
anak-istri saya mesin-hitung tangan
watt-jam
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
E. Kata Ganti -ku, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan 
kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis 
serangkai dengan kata yang mendahuluinya. 
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di 
perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata 
yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata 
yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti 
kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, 
Ayat 3). 
Misalnya:
acapkali
adakalanya
akhirulkalam
alhamdulillah
astagriullah
bagaimana
barangkali
beasiswa
belasungkawa
bilamana
bismillah
bumiputra
daripada
darmabakti
darmasiswa
darmawisata
dukacita
halalbihalal
hulubalang
kacamata
kasatmata
kepada
keratabasa
kilometer
manakala
manasuka 
mangkubumi
matahari
olahraga
padahal
paramasastra
peribahasa
puspawarna
radioaktif
saptamarga
saputangan
saripati
sebagaimana
sediakala
segitiga
sekalipun
silalurahmi
sukacita
sukarela
sukaria 
syahbandar 
titimangsa 
wasalam

Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam semalam di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
la ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis 
serangkai.
Si Amin tebih tua daripada Si Ahmad. 
Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya. 
Kesampingkan saja persoalan yang tidak 
penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta 
pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir 
dalam kenduri itu.
G. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang 
mengikutinya. 
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si 
pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai 
dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang 
mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau be￾lum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya 
adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biar￾pun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, 
sekalipun, sungguhpun, dan walaupun ditulis se￾rangkai. 
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyele￾saikan tugas itu.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut 
berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan 
dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan 
‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang 
mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 
April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per 
satu.
Harga kain itu Rp2.000.00 per helai.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang 
terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, 
jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda 
titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A. master of business adminis￾tration
M.Sc. master of science
S.E. sarjana ekonomi
S.Kar. sarjana karawitan
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
Bpk. Bapak
Sdr. Saudara
Kol. Kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah 
dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, 
serta nama dokumen resmi yang terdiri atas 
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital 
dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indo￾nesia
GBHN Garis-Garis Besar Haluan 
Negara

SMTP sekolah menengah tingkat per￾tama
PT perseroan terbatas
KIP kartu tanda pengenal
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga kata 
atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya 
dst. dan seterusnya
hlm. halaman
sda. sama dengan atas
Yth. Yang terhormat
Tetapi:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, 
takaran, timbangan, dan mata uang tidak 
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
TNT trinitrotoluen
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp rupiah
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan 
huruf awal, gabungan suku kata, ataupun ga￾bungan huruf dan suku kata dari deret kata yang 
diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan 
huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya 
dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik 
Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indo￾nesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu 
Pendidikan
SIM surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan 
suku kata atau gabungan huruf dan suku kata 
dari deret kata ditulis dengan huruf awal 
huruf kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata 
Republik Indonesia 
Bappenas Badan Perencanaan Pemba￾ngunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indo￾nesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia 
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Adminis￾trasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa 
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan 
huruf dan suku kata dari deret kata seluruh￾nya ditulis dengan huruf kecil. 
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, 
hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. 
(1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi 
jumlah suku kata yang lazim pada kata Indo￾nesia. (2) Akronim dibentuk dengan meng￾indahkan keserasian kombinasi vokal dan 
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indo￾nesia yang lazim.
J. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bi￾langan atau nomor. Di dalam tulisan lazim di￾gunakan angka Arab atau angka Romawi. 
Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4,5,6, 7, 8, 9 
Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, 
IX, X, L (50), C (100), D 
(500), M (1.000), V (5.000), 
M (1.000.000) 
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal￾pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran 
panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, 
(iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. 
Misalnya:
0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
5 kilogram pukul 15.00
4 meter persegi tahun 1928
10 liter 17 Agustus l945
Rp5.000,00 50 dolar Amerika
US$3.50* 10 paun Inggris
$5.10* 100 yen
¥100 10 persen
2.000 rupiah 27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda desimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan 
nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar 
pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169 
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian 
karangan dan ayat kitab suci. 
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf di￾lakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas 12
dua puluh dua 22
dua ratus dua puluh dua 222
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah ½ 
tiga perempat ¾ 
seperenam belas 1/16
tiga dua pertiga 3 2/3 
seperseratus 1/100
satu persen 1%
satu permil 1‰
satu dua persepuluh 1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat 
dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X 
Paku Buwono ke-10 
Paku Buwono kesepuluh
Bab II
Bab ke-2
Bab kedua
Abad XX 
Abad ke-20 
Abad kedua puluh
Tingkat V 
Tingkat ke-5 
Tingkat kelima
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat 
akhiran -an mengikuti cara yang berikut (Lihat 
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, 
Pasal E, Ayat 5). 
Misalnya:
tahun ’50-an atau tahun lima puluhan
uang 5000-an atau uang lima ribuan
uang lima 1000-an atau uang lima seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan 
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf 
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai 
secara berurutan, seperti dalam perincian dan 
pemaparan. 
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang 
setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang 
memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengang￾kutan umum terdiri atas 50 bus, 100 heli￾cak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis 
dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat di￾ubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyata￾kan dengan satu atau dua kata tidak terdapat 
pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu. 
250 orang tamu diundang Pak Darmo. 
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang 
Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang 
besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah 
dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 
250 juta rupiah. 
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 
juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan 
huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam do￾kumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pe￾gawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan ma￾jalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang 
pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus li￾ma) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan 
huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 
Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh 
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus 
rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 
999,75 (sembilan ratus sembilan puluh 
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) 
rupiah.
IV. Penulisan Unsur Serapan
Bab ini sudah dimuat dalam butir 6.5, 6.6, dan 6.7 
Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) se￾hingga tidak diuraikan lagi di sini.
V. Pemakaian Tanda Baca 
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang 
bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo. 
Biarlah mereka duduk di sana. 
Dia menanyakan siapa yang akan datang. 
Hari ini tanggal 6 April 1973. 
Marilah kita mengheningkan cipta. 
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permo￾honan ini.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf 
dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan 
Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. ...
b.1. Patokan Umum
1.1. Isi Karangan
1.2. Ilustrasi
1.2.1. Gambar Tangan
1.2.2. Tabel
1.2.3. Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau 
huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka 
atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam 
deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka 
jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 
detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka 
jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka 
waktu.
Misalnya:
1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul 
tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya 
atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar 
pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Wel￾tervreden: Balai Poestaka. 
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan 
ribuan atau kelipatannya. 
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 
1.231 jiwa.
6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan 
bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak 
menunjukkan jumlah. 
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678. 
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang 
merupakan kepala karangan atau kepala ilustra￾si, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD '45)
Salah Asuhan 
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat 
pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan 
alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
1 April 1991
Yth. Sdr. Moh. Hasan 
Jalan Arif 43
Palembang 
Kantor Penempatan Tenaga 
Jalan Cikini 7l
Jakarta 
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur 
dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya mcmbeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus 
memerlukan perangko. 
Satu, dua, ... tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat 
setara yang satu dari kalimat setara berikutnya 
yang didahului oleh kata seperti tetapi atau me￾lainkan. 
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan. 
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak 
Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak 
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat 
didahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan 
anak kalimat dari induk kalimat jika anak kali￾mat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ung￾kapan penghubung antarkalimat yang terdapat 
pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh 
karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan 
akan tetapi.
Misalnya:
.... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. 
.... Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai unluk memisahkan kata 
seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang 
lain yang terdapat di dalam kalimat. 
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6. Tanda koma dipakai unluk memisahkan petikan 
langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat 
juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan 
M.)
Misalnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.” 
“Saya gembira sekati,” kata Ibu, “karena 
kamu lulus.”
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan ala￾mat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan 
tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau 
negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada 
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas In￾donesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor 
Surabaya, 10 Mei 1960 
Kuala Lumpur, Malaysia
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian 
nama yang dibalik susunannya dalam daftar pus￾taka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata-bahasa 
Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. 
Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian 
dalam catatan kaki.
Misalnya:
WJ.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia 
untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP 
Indonesia. 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan 
gelar akademik yang mengikutinya untuk mem￾bedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, 
atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepu￾luhan atau diantara rupiah dan sen yang dinyata￾kan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan 
yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pema￾kaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang 
laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang 
perempuan, mengikuti latihan paduan 
suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang 
pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan 
namanya pada panitia.
13. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari 
salah baca—di belakang keterangan yang terda￾pat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan ba￾hasa, kita memerlukan sikap yang bersung￾guh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan 
terima kasih. 
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh￾sungguh dalam pembinaan dan pengem￾bangan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas ban￾tuan Agus.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan pe￾tikan langsung dari bagian lain yang mengiringi￾nya dalam kalimat jika petikan langsung itu 
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim. 
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
C. Tanda Titik Koma(;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisah￾kan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan se￾tara.
Misalnya: 
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai 
juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai penggan￾ti kata penghubung untuk memisahkan kalimat 
yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu 
sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal 
nama-nama pahlawan nasional; saya sendi￾ri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pen￾dengar.”
D. Tanda Titik Dua (:)
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu 
pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau 
pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah 
tangga: kursi, meja, dan lemari. 
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang ke￾merdekaan itu: hidup atau mati. 
1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau 
perian itu merupakan pelengkap yang mengakhi￾ri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. 
Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi 
umum dan jurusan ekonomi perusahaan. 
2. Tanda titik dua dipakai scsudah kata atau ung￾kapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua: Ahmad Wijaya
 Sekretaris: S. Handayani
 Bendahara: B.Hartawan
b. Tempat Sidang: Ruang 104
 PengantarAcara: Bambang S.
 Hari: Senin
 Waktu: 09.30
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama 
sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam 
percakapan.
Misalnya:
Ibu: (meletakkan bebcrapa kopor) 
 “Bawa kopor ini, Mir!” 
Amir: “Baik, Bu.” (mengangkat kopor
 dan masuk) 
Ibu: “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!”
 (duduk di kursi besar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau no￾mor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat 
dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak 
judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan 
acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur 
Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo. 1968. Tjukupkah 
Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? 
Djakarta: Eresco.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda Hubung menyambung suku-suku kata 
dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada ju￾ga cara yang baru
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditem￾patkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya

Beberapa pendapat mengenai masalah itu

telah disampaikan ....

Walaupun sakit, mereka tetap tidak

mau beranjak ….

Beberapa pendapat mengenai masalah

itu telah disampaikan ....

Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau

beranjak ….

bukAn

Beberapa pendapat mengenai masalah i￾tu telah disampaikan ....

Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma￾u beranjak …

Tanda hubung menyambung awalan dengan 

bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan 

depannya pada pergantian baris.

Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng￾ukur panas.

Kukuran baru ini memudahkan kita me￾ngukur kelapa.

Senjata ini merupakan alat pertahan￾an yang canggih.



Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terda￾pat satu huruf saja pada pangkal baris.

3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata 

ulang.

Misalnya:

anak-anak

berulang-ulang

kemerah-merahan

Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan 

pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai 

pada teks karangan.

4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang die￾ja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.

Misalnya: 

p-a-n-i-t-i-a 

8-4-1973

5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas 

(i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, 

dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.

Misalnya: 

ber-evolusi

dua puluh lima-ribuan (20 5000) 

tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial

Bandingkan dengan: 

be-revolusi

dua-puluh-lima-ribuan (1 2500) 

tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial

6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) 

se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan 

huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka 

dengan -an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital 

dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan 

rangkap.

Misalnya: 

se-Indonesia 

se-Jawa Barat 

hadiah ke-2 

tahun 50-an 

mem-PHK-kan 

hari-H 

sinar-X 

Menteri-Sekretaris Negara

7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan un￾sur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

Misalnya: 

di-smash 

pen-tackle-an

F. Tanda Pisah (—)

1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kal￾imat yang memberi penjelasan di luar bangun 

kalimat.

Misalnya:

Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan 

tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu 

sendiri.

2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan apo￾sisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat 

menjadi lebih jelas. 

Misalnya:

Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbi￾an, dan kini juga pembelahan atom—telah 

mengubah konsepsi kita tentang alam se￾mesta.


3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau 

tanggal dengan arti ‘sampai’.

Misalnya:

1910–1945

Tanggal 5–10 April 1970

Jakarta–Bandung

Catatan:

Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan 

dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebe￾lum dan sesudahnya.

G. Tanda Elipsis (...)

1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terpu￾tus-putus.

Misalnya:

Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam kalimat 

atau naskah ada bagian yang dihilangkan.

Misalnya: 

Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih 

lanjut.

Catatan:

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah 

kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga 

buah untuk menandai penghilangan teks dan 

satu untuk menandai akhir kalimat.

Misalnya:

Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan 

dengan hati-hati ....

H. Tanda Tanya (?)

1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Misalnya:

Kapan ia berangkat? 

Saudara tahu, bukan?

2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung me￾nyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau 

yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Misalnya:

la dilahirkan pada tahun 1683 (?). 

Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

I. Tanda Seru (!)

1. Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau per￾nyataan yang berupa seruan atau perintah yang 

menggambarkan kesungguhan, ketidakper￾cayaan, atau pun rasa emosi yang kuat. 

Misalnya:

Alangkah seramnya peristiwa itu!

Bersihkan kamar itu sekarang juga!

Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan 

anak istrinya.

Merdeka!

J. Tanda Kurung ((...))

1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan 

atau penjelasan. 

Misalnya;

Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun 

DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu. 

2. Tanda kurung mengapit keterangan atau pen￾jelasan yang bukan bagian integral pokok 

pembicaraan. 

Misalnya:

Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama 

tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada 

tahun 1962.

Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan 

arus perkembangan baru dalam pasaran 

dalam negeri.

3. Tanda kurung mengapit huruf-atau kata yang 

kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

Misalnya:

Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indone￾sia menjadi kokain(a). 

Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang 

memerinci satu urutan keterangan.

Misalnya:

Faktor produksi menyangkut masalah (a) 

alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

K. Tanda Kurung Siku ([...])

1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau 

kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan 

pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis 

orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesa￾lahan atau kekurangan itu memang terdapat di 

dalam naskah asli. 

Misalnya: 

Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam 

kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.

Misalnya:

Persamaan kedua proses ini (perbedaannya 

[lihat halaman 35-38] tidak dibicarakan) 

perlu dibentangkan di sini.
L. Tanda Petik (“...”)

1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang be￾rasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan 

tertulis lain.

Misalnya :

“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu seben￾tar!”

Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara 

ialah bahasa Indonesia.” 

2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau 

bab buku yang dipakai dalam kalimat. 

Misalnya:

Bacalah “Bola Lampu”dalam buku Dari Suatu 

Masa, dari Suatu Tempat.

Karangan Andi Hakim Nasoetion yang ber￾judul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” 

diterbitkan dalam Tempo.

Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 

buku itu.

3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang 

dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.

Misalnya:

Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba 

dan ralat” saja.

la bercelana panjang yang di kalangan remaja 

dikenal dengan nama “cutbrai”.

4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang 

mengakhiri petikan langsung.

Misalnya:

Kata Tono, “Saya juga minta satu.”

5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat 

ditempatkan di.belakang tanda petik yang meng￾apit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti 

khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

Misalnya:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat ju￾lukan “Si Hitam”.

Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia 

sendiri tidak tahu sebabnya. 

Catatan:

Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup 

pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi 

di sebelah atas baris. Tanda baca ditulis di luar 

tanda petik karena yang di dalam petik bukan 

makna harfiah. Ditulis melekat pada kata juga 

boleh.

M. TandaPetik Tungga1 (‘...’)

1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang ter￾susun di dalam petikan lain.

Misalnya:

Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ 

tadi?”

“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar 

teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang,’ dan rasa 

letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Ham￾dan.

2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemah￾an, atau penjelasan kata ungkapan asing. (Lihat 

pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)

Misalnya: 

feed-back balikan

N. Tanda Garis Miring

1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat 

dan nomor pada alamat dan penandaan masa 

satu tahun yang terbagi dalam dua tahun tak￾wim. 

Misalnya:

No. 7/PK/1973

Jalan Kramat II/10

tahun anggaran 1985/1986

2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti 

kata dan, atau, atau tiap.

Misalnya:

mahasiswa/mahasiswi 

harganya Rp150,00/lembar

O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)

Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan peng￾hilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

Misalnya:

Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan) 

Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah) 

1 Januari ‘88 (‘88 = 1988)

***

Catatan SWD: Seperti tanda baca lain, tanda titik 

dua (:) ditulis melekat pada kata yang diberi tanda 

baca. Tidak ada titik dua menggantung atau berdiri 

sendiri